Anda di halaman 1dari 35

ADVERSE DRUG REACTIONS

(Reaksi Obat yang Merugikan)

Sari Agustin R (18340179) Moh Syarif (18340161)


Zakaria Suharmat (18340182) Putri Zulfatul Laila (18340169)
Selvia Rahmi (18340189) Nur Fatima (18340176)

DOSEN:
DOSEN: Sulina
Sulina Kristiono,
Kristiono, Dra.
Dra. MS
MS 1
KEJADIAN
Jumlah reaksi yang menyebabkan
kematian juga sulit dikuantifikasi
karena, menurut definisi, dilakukan
di rumah sakit pada pasien yang
Setiap pertanyaan spesifik kepada sakit parah; kontribusi reaksi obat

1 3 5
pasien, angka prevalensi yang lebih yang merugikan terhadap hasil fatal
tinggi, dari pada pasien yang hanya seringkali tidak mungkin untuk
sukarela memberikan informasi. ditentukan.

insiden reaksi merugikan yang jumlah obat yang diresepkan


4
Prevalensi kisaran reaksi merugikan
dilaporkan bervariasi tergantung
pada metode pengumpulan data 2 antara 1 dan 30 persen, 1 dan 3
persen dari semua rawat inap di
sangat besar, sebagian besar
reaksi yang merugikan
yang digunakan. rumah sakit disebabkan oleh reaksi dikaitkan dengan kelompok
obat yang merugikan. yang relatif kecil.

2
Reaksi Obat yang Merugikan

Setiap respon terhadap suatu obat yang berbahaya & tidak


dimaksudkan, terjadi pada dosis biasa yang digunakan
pada manusia untuk profilaksis, diagnosis atau terapi
penyakit atau untuk memodifikasi fungsi fisiologik. Tidak
termasuk kegagalan terapi, overdosis, penyalahgunaan
obat, ketidakpatuhan dan kesalahan obat.
(World Health Organization)

3
1
Dalam kebanyakan kelompok beberapa 6-10 obat yang paling sering
terlibat dalam kejadian ini

Tabel 2.1. Obat yang sering terlibat sebagai


penyebab reaksi obat yang tidak dikehendaki.
1. Antibiotik
2. Heparin

2
3. Aspirin
4. Insulin
5. Digoxin
6. Prednison
7. Diuretik
8. Warfarin 4
EPIDEMIOLOGI
1 USIA DAN JENIS KELAMIN

2 RIWAYAT ALERGI SEBELUMNYA

3 EFEK PENYAKIT

4 KEHAMILAN

5 DOSIS OBAT

6 WAKTU REAKSI

7 BEBERAPA TERAPI OBAT


5
Usia dan Jenis Kelamin

1Efek samping yang lebih mungkin terjadi pada orang tua dan orang muda,
mungkin karena ketidakmampuan relatif mereka untuk merespon obat.

2 Efek samping pada wanita dan pria dalam rasio 2:1. Hal ini mungkin,
sebagian, bisa dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi steroid,
tapi ada kecenderungan yang lebih besar bagi perempuan untuk
mencari bantuan medis dan dengan demikian mereka menerima obat.

6
Riwayat Alergi

Efek samping obat yang lebih mungkin terjadi pada pasien dengan
riwayat abreaksi sebelumnya untuk obat lain. Dalam beberapa survei
reaksi yang merugikan, hingga 25% dari pasien sebelumnya
menunjukkan reaksi yang merugikan terhadap terapi obat.

7
Efek Penyakit

Penyakit yang diberikan obat dapat mengubah respon pasien. Sebuah


obat yang berpotensi beracun yang penggunaannya dapat diterima
dalam pengelolaan situasi yang mengancam kehidupan, tidak boleh
digunakan untuk indikasi yang relatif sepele (misalnya kloramfenikol
pada demam tifoid dibandingkan penggunaannya pada infeksi saluran
kemih).

8
Kehamilan

1Kehamilan mengubah respon dari ibu terhadap obat-obatan tertentu


serta mengekspos janin ke agen yang berpotensi membahayakan.

2 Misalnya, tetrasiklin dalam dosis besar telah terlibat sebagai


penyebab kerusakan hati pada kehamilan, tetapi tidak pada waktu
lain; itu juga merusak tulang dan gigi pada janin.

9
Dosis obat

Reaksi obat idiosinkrasi tidak berhubungan dengan dosis, tetapi pada


orang lain yang terkait dengan perubahan dalam penangana obat
oleh tubuh.

10
Waktu reaksi

1Efek samping terapi obat dapat terjadi pada setiap tahap selama
pengobatan atau setelah selesai.

2 Reaksi anafilaksi khas terjadi ketika pasien telah terkena sebelumnya,


sementara yang lain mungkin tidak diamati selama berbulan-bulan
setelah obat telah ditarik (misalnya peritonitis dengan practolol).

11
Terapi • Semakin besar jumlah obat yang diberikan,
Beberapa semakin tinggi kejadian efek samping karena
jumlah interaksi obat akan lebih besar.
obat

• secara umum, dasar interaksi obat yang mendasar


dapat berupa farmakokinetik atau farmakodinamik.
Interaksi Farmakokinetik tergantung pada perubahan
Mekanism konsentrasi obat bebas dalam plasma, atau kerja obat
dalam jaringan. Interaksi Farmakodiamik dihasilkan
e interaksi dari modifikasi dari mekanisme fisiologi nya. Efek
aditif obat dengan aksi yang sama disebut sebagai
jenis interaksi obat, tetapi menghasilkan peningkatan
atau pengurangan efek gabungan dari obat.

12
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI YANG MEMODIFIKASI EFEK TERAPI DI BAGI
MENJADI 2 FAKTOR :

 Faktor Farmakokinetik
 Faktor Farmakodinamik

FARMAKOKINETIK
Dibagi menjadi 2 :
1. Satu kompartemen
2. Dua kompartemen
13
Farmakodinamik

Gambar 6
Menunjukan data seperti etinyloestradiol, yang
dapat dilihat memiliki bioavaibilitas rendah rata-
rata 40 persen dari obat yang mencapai sirkulasi
sistemik. Bukti lain etinyloestradiol diserap dengan
baik dari saluran pencernaan, tetapi dimetabolisme
secara luas di dinding usus dan hati, sehingga
menyebabkan bioavaibilitas yang rendah.

GAMBAR 6 14
EFEK SAMPING OBAT DI BAGI MENJADI 2 :

 TIPE A
Adalah reaksi berlawanan yang merupakan suatu
Jenis-jenis konsekuensi dari efek farmakologis normal obat

reaksi obat 01 sehingga kemunculannya bisa diprediksi. 

efek samping tipe A, biasanya tergantung dosis, resiko


yang kematian rendah.

merugikan
Tipe a : Terduga / bisa diprediksi
Contoh : perdarahan pada terapi lentera postural
hypotension pada terapi hipertensi dan kantuk pada
obat penenang.

15
NEXT.........

 TIPE B
Efek samping tipe B : Tidak diduga
menunjukkan penyimpanan secara keseluruhan,
02 penjelasan dan aksi yang tidak . Contoh-contoh dari
Jenis-jenis jenis reaksi ini termasuk agranulositosis akibat obat-
obatan seperti kloramfenikol dan fenilbutazon, dan
reaksi obat hipertermia ganas dari agen anestesi. Meskipun ini
lebih jarang terjadi dari pada reaksi tipe A, tipe ini
yang membawa angka kematian yang lebih tinggi.
Penyebab reaksi tipe B mungkin ada di dalam obat atau di dalam
merugikan pasien :
1. tetrasiklin kedaluwarsa dapat berubah menjadi
anhydrotetracycline dan epiandrotetracycline secara parlicular
di iklim yang lebih hangat
2. Paraldehida lama lebih dari 6 bulan, dapat mengandung
asetaldehida, dan asam asetat yang kemudian terbentuk sangat
beracun ketika disuntikkan.
16
DUA REAKSI ANAFILAKSIS
Diperantarai oleh antibodi IgE dan terjadi sangat cepat
MANIFESTA setelah pemberian obat. Reaksinya mungkin di kulit

SI
01 (urtikaria akut), di saluran pernapasan (asma), atau di
saluran pencernaan (sakit perut dan muntah).
Reaksi anafilaksis umum dapat mengancam jiwa.

MANIFESTA Biasanya terjadi pada awal pengobatan pada pasien yang


sebelumnya telah terpapar. Penisilin adalah penyebab
SI TIPE B umum dari jenis reaksi yang cenderung lebih sering
terjadi pada individu atopik.

YANG
MERUGIKAN

17
DUA NEXT.........

MANIFESTAS PENYAKIT SERUM

I
02 reaksi yang kurang akut dan hasil dari kerusakan oleh
sirkulasi imun kompleks. Teori saat ini adalah bahwa itu
dihasilkan ketika antigen tetap adalah sirkulasi untuk

MANIFESTAS
waktu yang lama, ketika antibodi (biasanya IgG atau
IgM) pertama kali terbentuk antigen membentuk
kompleks antigen-antibodi.
I TIPE B Jika antibodi relatif berlebih, kompleknya kecil dan

YANG dapat menempel di pembuluh darah yang


menyebabkan peradangan lokal dan respons sistemik
umum.
MERUGIKAN

18
Uji Klinik Obat Baru
Pada dasarnya uji klinik memastiksn efikasi, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering
timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik itu sendiri terdiri dari uji fase I sampai
fase IV.

Misalnya, beta-adrenoseptor obat blocking baru dapat dibandingkan dengan plasebo untuk
menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, atau dengan beta blocker
yang ada untuk melihat apakah obat baru itu lebih (atau kurang) efektif daripada obat yang sudah
ada.

Pada pelaksanaan pengujian, individu yang akan diuji (pasien) terlebih dahulu diseleksi. Ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi objek pengujian, seperti tidak memiliki
riwayat penyakit tertentu atau tidak berada dalam kondisi hamil.

Setelah terpilih orang-orang yang memenuhi kriteria. Tidak lupa dilaksanakan informed consent
agar tidak terjadi pelanggaran secara hukum. Dalam informed consent, pasien telah bersedia untuk
menjadi objek percobaan.
19
Tahapan Uji Klinik Obat Baru
FASE 1 : SUKARELAWAN

FASE 2 : PASIEN

fase 3 : PASIEN ACAK TANPA ADA PERLAKUAN KHUSUS

Fase 4 : SETELAH BEREDAR DIPASARAN dan SETELAH


MENDAPAT IZIN EDAR SEMENTARA.

20
Uji klinik fase I

Tujuan
merupakan pengujian Jumlah
suatu obat baru subyek
untuk pertama
kalinya pada fase ini ialah menentukan pada fase ini
manusia. besarnya dosis maksimal yang bervariasi
dapat ditoleransi yakni dosis antara 20-50
sebelum timbul efek toksik orang.
yang tidak dapat diterima.
Pada fase ini diteliti tentang
keamanan, farmakodinamik
dan farmakokinetiknya pada
manusia.

21
Uji klinik fase II

Pada fase ini tercakup juga studi


kisaran dosis untuk menetapkan dosis
optimal yang akan digunakan
obat dicobakan untuk pertama
selanjutnya, dan penelitian lebih lanjut
kalinya pada pasien yang kelak tentang eliminasi obat, terutama
akan diobati dengan obat ini. metabolismenya. Jumlah subjek pada
Tujuannya ialah melihat apakah fase ini antara 100-200 orang.
obat ini memeliki efek terapi.
Untuk menunjukkan bahwa
suatu obat memiliki efek terapi,
perlu dilakukan perbandingan
dengan plasebo atau dengan
obat standar.

22
Uji klinik fase III
Dilakukan untuk memastikan efikasi terapi dari obat baru dan
untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat
standar.

Pada fase ini juga dilakukan perbandingan dengan plasebo


atau juga dengan obat standar.

Jika hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini
cukup aman dan efektif, maka obat dapat diberikan izin
pemasaran.

Jumlah pasien yang diikutsertakan pada fase ini paling sedikit


500 orang.

23
Uji klinik fase III

Sering disebut post-marketing


drug surveillance karena
merupakan pengamatan Fase ini bertujuan untuk
terhadap obat yang telah menentukan pola penggunaan
dipasarkan. obat dimasyarakat serta pola
efektivitas dan keamanannya pada
penggunaan yang sebenarnya.

24
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan
klinik suatu obat tidak saja
didasarkan pada hasil yang
diperoleh dari uji klinik, tetapi juga
Komponen Uji Klinik perlu mengingat faktor - faktor lain
yang secara objektif dapat
mempengaruhi pelaksanaan suatu
uji klinik.

25
Idealnya uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut:
Dalam uji klinik harus ditentukan secara jelas kriteria
pemilihan pasien, yaitu : kriteria inklusi, syarat -
syarat yang secara mutlak harus dipenuhi oleh subjek
untuk dapat diikutsertakan dalam penelitian.

Meliputi antara lain kriteria diagnostik, baik klinis maupun


laboratoris, derajat penyakit, asal pasien umur dan jenis
1. Seleksi/pemilihan subjek kelamin. Disamping itu ditetapkan juga kriteria yang tidak
memungkinkan diikutsertakannya subjek dalam 9 penelitian.

Sebagai contoh adalah wanita hamil. Hampir sebagian besar uji


klinik obat tidak menggunakan wanita hamil mengingat resiko
yang mungkin lebih besar dibanding manfaatnya. Dalam
pemilihan pasien hendaknya ditetapkan bahwa kriteria
diagnostik yang dipilih benar – benar merupakan indikasi
utama pemakaian obat yang diujikan. 26
Untuk memperoleh hasil optimal perlu disusun rancagan
atau disain penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah dan etis dengan tetap mengutamakan
keselamatan dan kepentingan pasien.

2. Rancangan uji klinik


Dua rancangan uji klinik yang baku dan umum digunakan yaitu
rancangan parallel atau Randomized controlled trial (RCT) dan
rancangan silang atau Randomized controlled trial crossover-
design (RCT-cross over design).

27
Dalam uji klinik, jenis perlakuan/pengobatan dan
pembandingnya harus didefinisikan secara jelas. Informasi
yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan
formulasinya, dosis dan frekuensi pengobatan, waktu dan
cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan.
3. Jenis perlakuan atau
pengobatan dan
pembandingnya
Perlakuan pembanding juga harus dijelaskan, apakah pembanding
positif (obat standar) atau pembanding negatif (Plasebo).

28
4. Pengacakan
5. Besar sampel
(randomisasi)
• Perlakuan • Besar sampel,
Randomisasi atau ditentukan oleh
pengacakan beberapa faktor yaitu
perlakuan mutlak : derajat kepekaan uji
diperlukan dalam uji klinik, keragaman
klinik terkendali hasil dan derajat
(randomized- kebermaknaan
controlled trial-RCT) statistik.
dengan tujuan utama
menghindari bias.

29
6. Penyamaran/pembutaan (blinding) 7. Penilaian respon
• Penyamaran adalah merahasiakan bentuk terapi • Penilaian respon pasien terhadap proses terapi
yang diberikan. Dengan penyamaran, maka yang diberikan harus bersifat objektif, akurat
pasien dan/atau pemeriksa tidak mengetahui dan konsisten. Karena itu respon yang diukur
yang mana obat yang diuji dan yang mana harus didefinisikan secara jelas.
pembandingnya. • Sebagai contoh jika yang diuji obat anti
• Biasanya bentuk obat yang diuji dan hipertensi, maka penurunan tekanan darah
pembandingnya dibuat sama. Tujuan utama 10 hendaknya diukur secara objektif dengan alat
penyamaran ini adalah untuk menghindari bias ukur yang sama, pemeriksa yang sama dan
pada penilaian respons terhadap obat yang dengan metode serta kondisi yang sama.
diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara :
• (1) Single blind, jika identitas obat tidak
diberitahukan pada pasien,
• (2) Double blind, jika baik pasien maupun
dokter pemeriksa tidak diberitahu obat yang
diuji meupun pembandingnya,
• (3) Triple blind, jika pasien, dokter pemeriksa
maupun individu yang melakukan analasis
tidak diberitahu identitas obat yang diuji dan
pembandingnya.
30
PENILAIAN KLINIS OBAT-OBAT
• SKALA NILAI ATAU SCOR SKALA DENGAN MENGGUNAKAN ANALOG
VISUAL

No pain Very severe


pain

METODE INI SAAT UKURAN BERULANG DAN RELATIF BEBAS DARI


KESALAHAN

31
8. Protokol uji klinik
Protokol uji klinik diperlukan sebagai :

(1) Petunjuk pelaksanaan uji klinik (operation manual), yang


mencakup penjelasan mengenai prosedur dan tatalaksana
penelitian hingga cara penilaian hasil serta analisis data.
(2) Rancangan ilmiah (scientific design), yang terutama
mencakup latar belakang, tujuan khusus, kepentingan uji klinik
hingga rancangan uji dasar ilmiah penggunaan rancangan yang
bersangkutan.
32
9. Analisis dan interpretasi data

• Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat tergantung
pada metode statistik yang digunakan.

• Metode statistik yang akan digunakan harus sudah disiapkan saat


pengembangan protokol penelitian.

• Sebagai contoh, bila kriteria untuk penilaian hasil diekspresikan dalam


bentuk ya atau tidak maka salah satu uji stratistiknya adalah kai
kuadrat (Chi-square).

33
10. PERTIMBANGAN ETIKA DAN
STATISTIK

Pertimbangan statistik sering akan


Etika uji klinik antara lain membantu dalam desain sidang,
mencakup, protokol uji klinik telah terutama dalam mengetahui
Keikutsertaan pasien dalam uji
mendapat izin kelaikan etik berapa banyak pasien. Semakin
klinik harus dinyatakan secara
(ethical clearance) dari komisi etik kecil perbedaan yang diharapkan
tertulis (written - informed
penelitian biomedik pada antara dua perlakuan yang lebih
consent). Menjamin kerahasiaan
manusia, menjamin kebebasan banyak pasien akan diminta untuk
identitas dan segala informasi
pasien untuk ikut secara sukarela menunjukkan hasil yang signifikan.
yang diperoleh pasien.
dan mengizinkan pasien bila Banyak percobaan yang diberikan
mengundurkan diri dari uji klinik. tidak sah oleh kegagalan untuk
pasien yang cukup.

34
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai