DOSEN:
DOSEN: Sulina
Sulina Kristiono,
Kristiono, Dra.
Dra. MS
MS 1
KEJADIAN
Jumlah reaksi yang menyebabkan
kematian juga sulit dikuantifikasi
karena, menurut definisi, dilakukan
di rumah sakit pada pasien yang
Setiap pertanyaan spesifik kepada sakit parah; kontribusi reaksi obat
1 3 5
pasien, angka prevalensi yang lebih yang merugikan terhadap hasil fatal
tinggi, dari pada pasien yang hanya seringkali tidak mungkin untuk
sukarela memberikan informasi. ditentukan.
2
Reaksi Obat yang Merugikan
3
1
Dalam kebanyakan kelompok beberapa 6-10 obat yang paling sering
terlibat dalam kejadian ini
2
3. Aspirin
4. Insulin
5. Digoxin
6. Prednison
7. Diuretik
8. Warfarin 4
EPIDEMIOLOGI
1 USIA DAN JENIS KELAMIN
3 EFEK PENYAKIT
4 KEHAMILAN
5 DOSIS OBAT
6 WAKTU REAKSI
1Efek samping yang lebih mungkin terjadi pada orang tua dan orang muda,
mungkin karena ketidakmampuan relatif mereka untuk merespon obat.
2 Efek samping pada wanita dan pria dalam rasio 2:1. Hal ini mungkin,
sebagian, bisa dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi steroid,
tapi ada kecenderungan yang lebih besar bagi perempuan untuk
mencari bantuan medis dan dengan demikian mereka menerima obat.
6
Riwayat Alergi
Efek samping obat yang lebih mungkin terjadi pada pasien dengan
riwayat abreaksi sebelumnya untuk obat lain. Dalam beberapa survei
reaksi yang merugikan, hingga 25% dari pasien sebelumnya
menunjukkan reaksi yang merugikan terhadap terapi obat.
7
Efek Penyakit
8
Kehamilan
9
Dosis obat
10
Waktu reaksi
1Efek samping terapi obat dapat terjadi pada setiap tahap selama
pengobatan atau setelah selesai.
11
Terapi • Semakin besar jumlah obat yang diberikan,
Beberapa semakin tinggi kejadian efek samping karena
jumlah interaksi obat akan lebih besar.
obat
12
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI YANG MEMODIFIKASI EFEK TERAPI DI BAGI
MENJADI 2 FAKTOR :
Faktor Farmakokinetik
Faktor Farmakodinamik
FARMAKOKINETIK
Dibagi menjadi 2 :
1. Satu kompartemen
2. Dua kompartemen
13
Farmakodinamik
Gambar 6
Menunjukan data seperti etinyloestradiol, yang
dapat dilihat memiliki bioavaibilitas rendah rata-
rata 40 persen dari obat yang mencapai sirkulasi
sistemik. Bukti lain etinyloestradiol diserap dengan
baik dari saluran pencernaan, tetapi dimetabolisme
secara luas di dinding usus dan hati, sehingga
menyebabkan bioavaibilitas yang rendah.
GAMBAR 6 14
EFEK SAMPING OBAT DI BAGI MENJADI 2 :
TIPE A
Adalah reaksi berlawanan yang merupakan suatu
Jenis-jenis konsekuensi dari efek farmakologis normal obat
merugikan
Tipe a : Terduga / bisa diprediksi
Contoh : perdarahan pada terapi lentera postural
hypotension pada terapi hipertensi dan kantuk pada
obat penenang.
15
NEXT.........
TIPE B
Efek samping tipe B : Tidak diduga
menunjukkan penyimpanan secara keseluruhan,
02 penjelasan dan aksi yang tidak . Contoh-contoh dari
Jenis-jenis jenis reaksi ini termasuk agranulositosis akibat obat-
obatan seperti kloramfenikol dan fenilbutazon, dan
reaksi obat hipertermia ganas dari agen anestesi. Meskipun ini
lebih jarang terjadi dari pada reaksi tipe A, tipe ini
yang membawa angka kematian yang lebih tinggi.
Penyebab reaksi tipe B mungkin ada di dalam obat atau di dalam
merugikan pasien :
1. tetrasiklin kedaluwarsa dapat berubah menjadi
anhydrotetracycline dan epiandrotetracycline secara parlicular
di iklim yang lebih hangat
2. Paraldehida lama lebih dari 6 bulan, dapat mengandung
asetaldehida, dan asam asetat yang kemudian terbentuk sangat
beracun ketika disuntikkan.
16
DUA REAKSI ANAFILAKSIS
Diperantarai oleh antibodi IgE dan terjadi sangat cepat
MANIFESTA setelah pemberian obat. Reaksinya mungkin di kulit
SI
01 (urtikaria akut), di saluran pernapasan (asma), atau di
saluran pencernaan (sakit perut dan muntah).
Reaksi anafilaksis umum dapat mengancam jiwa.
YANG
MERUGIKAN
17
DUA NEXT.........
I
02 reaksi yang kurang akut dan hasil dari kerusakan oleh
sirkulasi imun kompleks. Teori saat ini adalah bahwa itu
dihasilkan ketika antigen tetap adalah sirkulasi untuk
MANIFESTAS
waktu yang lama, ketika antibodi (biasanya IgG atau
IgM) pertama kali terbentuk antigen membentuk
kompleks antigen-antibodi.
I TIPE B Jika antibodi relatif berlebih, kompleknya kecil dan
18
Uji Klinik Obat Baru
Pada dasarnya uji klinik memastiksn efikasi, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering
timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik itu sendiri terdiri dari uji fase I sampai
fase IV.
Misalnya, beta-adrenoseptor obat blocking baru dapat dibandingkan dengan plasebo untuk
menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, atau dengan beta blocker
yang ada untuk melihat apakah obat baru itu lebih (atau kurang) efektif daripada obat yang sudah
ada.
Pada pelaksanaan pengujian, individu yang akan diuji (pasien) terlebih dahulu diseleksi. Ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi objek pengujian, seperti tidak memiliki
riwayat penyakit tertentu atau tidak berada dalam kondisi hamil.
Setelah terpilih orang-orang yang memenuhi kriteria. Tidak lupa dilaksanakan informed consent
agar tidak terjadi pelanggaran secara hukum. Dalam informed consent, pasien telah bersedia untuk
menjadi objek percobaan.
19
Tahapan Uji Klinik Obat Baru
FASE 1 : SUKARELAWAN
FASE 2 : PASIEN
20
Uji klinik fase I
Tujuan
merupakan pengujian Jumlah
suatu obat baru subyek
untuk pertama
kalinya pada fase ini ialah menentukan pada fase ini
manusia. besarnya dosis maksimal yang bervariasi
dapat ditoleransi yakni dosis antara 20-50
sebelum timbul efek toksik orang.
yang tidak dapat diterima.
Pada fase ini diteliti tentang
keamanan, farmakodinamik
dan farmakokinetiknya pada
manusia.
21
Uji klinik fase II
22
Uji klinik fase III
Dilakukan untuk memastikan efikasi terapi dari obat baru dan
untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat
standar.
Jika hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini
cukup aman dan efektif, maka obat dapat diberikan izin
pemasaran.
23
Uji klinik fase III
24
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan
klinik suatu obat tidak saja
didasarkan pada hasil yang
diperoleh dari uji klinik, tetapi juga
Komponen Uji Klinik perlu mengingat faktor - faktor lain
yang secara objektif dapat
mempengaruhi pelaksanaan suatu
uji klinik.
25
Idealnya uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut:
Dalam uji klinik harus ditentukan secara jelas kriteria
pemilihan pasien, yaitu : kriteria inklusi, syarat -
syarat yang secara mutlak harus dipenuhi oleh subjek
untuk dapat diikutsertakan dalam penelitian.
27
Dalam uji klinik, jenis perlakuan/pengobatan dan
pembandingnya harus didefinisikan secara jelas. Informasi
yang perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan
formulasinya, dosis dan frekuensi pengobatan, waktu dan
cara pemberian serta lamanya pengobatan dilakukan.
3. Jenis perlakuan atau
pengobatan dan
pembandingnya
Perlakuan pembanding juga harus dijelaskan, apakah pembanding
positif (obat standar) atau pembanding negatif (Plasebo).
28
4. Pengacakan
5. Besar sampel
(randomisasi)
• Perlakuan • Besar sampel,
Randomisasi atau ditentukan oleh
pengacakan beberapa faktor yaitu
perlakuan mutlak : derajat kepekaan uji
diperlukan dalam uji klinik, keragaman
klinik terkendali hasil dan derajat
(randomized- kebermaknaan
controlled trial-RCT) statistik.
dengan tujuan utama
menghindari bias.
29
6. Penyamaran/pembutaan (blinding) 7. Penilaian respon
• Penyamaran adalah merahasiakan bentuk terapi • Penilaian respon pasien terhadap proses terapi
yang diberikan. Dengan penyamaran, maka yang diberikan harus bersifat objektif, akurat
pasien dan/atau pemeriksa tidak mengetahui dan konsisten. Karena itu respon yang diukur
yang mana obat yang diuji dan yang mana harus didefinisikan secara jelas.
pembandingnya. • Sebagai contoh jika yang diuji obat anti
• Biasanya bentuk obat yang diuji dan hipertensi, maka penurunan tekanan darah
pembandingnya dibuat sama. Tujuan utama 10 hendaknya diukur secara objektif dengan alat
penyamaran ini adalah untuk menghindari bias ukur yang sama, pemeriksa yang sama dan
pada penilaian respons terhadap obat yang dengan metode serta kondisi yang sama.
diujikan. Penyamaran dapat dilakukan secara :
• (1) Single blind, jika identitas obat tidak
diberitahukan pada pasien,
• (2) Double blind, jika baik pasien maupun
dokter pemeriksa tidak diberitahu obat yang
diuji meupun pembandingnya,
• (3) Triple blind, jika pasien, dokter pemeriksa
maupun individu yang melakukan analasis
tidak diberitahu identitas obat yang diuji dan
pembandingnya.
30
PENILAIAN KLINIS OBAT-OBAT
• SKALA NILAI ATAU SCOR SKALA DENGAN MENGGUNAKAN ANALOG
VISUAL
31
8. Protokol uji klinik
Protokol uji klinik diperlukan sebagai :
• Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat tergantung
pada metode statistik yang digunakan.
33
10. PERTIMBANGAN ETIKA DAN
STATISTIK
34
TERIMAKASIH