Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK BIOAVAILABILIT

IV
APOTEKER
Murni Ayut Setya Winingsih (2043700149)
AS
c
Nani Winarti (2043700208)
Nur Vadilah Putri Riski
(RELATIF
(2043700138)
& ABSOLUT)
Peryanto Sadra Satian (2043700117)
Reffany Dyah (2043700157)
Reka Nanda Sari (2043700210)
Rendy Ardyansyah (2043700185)
Retno Amalia (2033700192)
Rezhty C A Tiara Todingbua (2043700145)
Rini Andriani (2043700181)
Riki Saputra (2043700171)
Definisi Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah
obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk aktif atau utuh. Ketersediaan hayati merupakan bagian dari salah satu
tujuan rancangan bentuk sediaan dan yang terpenting untuk keefektifan obat
tersebut. Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan
absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh
tubuh, dan masuk  ke dalam sirkulasi sistemik.

Bioavalabilitas digunakan untuk menggambarkan fraksi dari dosis obat


yang mencapai sirkulasi sistemik yang merupakan salah satu bagian dari
aspek farmakokinetik obat. Defenisi tersebut diartikan bahwa obat yang
diberikan secara intravena bioavalibilitasnya 100%. Namun, jika obat
diberikan melalui rute pemberian lain (seperti melalui oral) bioavalibilitasnya
berkurang (karena absorpsi yang tidak sempurna dan metabolisme lintas
pertama).
Uji bioavailabilitas dapat digunakan untuk menentukan bahwa
produk obatnya dengan formulasi dan proses produksi yang
spesifik akan memberikan efek klinik yang sebanding dengan
produk obat sejenis yang diproduksi industri obat lain (produk
originator atau produk inovator), yang pada uji kliniknya
memberikan hasil yang baik.

Studi bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan


maksud membandingkan bioavailabilitas antara suatu formulasi
baru obat standar dibandingkan terhadap formulasi asli/lama, atau
suatu bentuk pemakaian baru obat dibandingkan terhadap
formulasi yang diperdagangkan. Tujuan uji bioekivalensi baik di
pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu untuk
menjamin bahwa obat copy yang beredar mempunyai standar
yang sama dengan produk inovatornya.
Jenis Bioavailabilitas
1. Bioavailabilitas absolut
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan
dengan bioavaibiltas zat aktif tersebut dengan
pemberian intra vena. Cara menghitung
bioavailabilitas ini adalah membagi luas dibawah
kurva (area under the curve/AUC) pada kurva
hubungan antara kadar obat versus waktu setelah
pemberian obat tunggal dibagi dengan AUC pada
pemberian obat yang sama melalui IV.
•  
•  
•  
Tujuan Bioavailabilitas

1. Pengembangan ilmu
2. Pengembangan produk/formulasi
3. Pengembangan senyawa baru
4. Jaminan mutu produk (quality control)
Faktor-Faktor Bioavailabilitas
Faktor-faktor penting yang menentukan bioavailabilitas yaitu :

a. Kecepatan dan tingkat pembebasan zat berkhasiat dari suatu bentuk


sediaan farmasi (misalnya degree atau tablet)
b. Kecepatan absorbsi dan kuota absorpsi dari zar berkhasiat yang
dibebaskan.
c. Tingkat first pass effect

Banyak obat pada jalur absorbsinya keluar dari saluran lambung-usus


mengalami first pass effect yang jelas yang sebagian besar akan penguraian
metabolik sebelum sampai ke peredaran darah sistemik dan dengan demikian
kehilangan efektivitasnya. First pass effect yang menonjol menyebabkan
bioavailabilitas pada pemberian oral jelas berkurang.
Uji Bioavailabilitas
Obat yang harus di uji bioavailabilitas :

1. Nonlinear farmakokinetik
2. Obat oral yang diberikan untuk kondisi segera
3. Obat oral dengan indeks terapi sempit
4. Obat oral dengan sifat fisikokimia tidak
menguntungkan.
Metode Penilaian Bioavailabilitas
Beberapa metode langsung dan tidak langsung digunakan
untuk menghitung bioavailabilitas pada manusia. Pemilihan
metode tergantung pada tujuan, metode analisis untuk
menetapkan kadar obat dan sifat produk obat. Beberapa
parameter-parameter dalam penentuan bioavailabilitas suatu obat.
1. Data Plasma, meliputi :

 tmaks
tmaks adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi maksimum setelah pemberian obat. Pada tmaks
absorbsi obat adalah maksimum dan laju obat sama dengan laju
eliminasi. Harga tmaks menjadi (berarti sedikit waktu yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju
absorbsi menjadi lebih cepat.
.
 Cpmaks
Cpmaks menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam
plasma setelah pemberian obat secara oral. Cpmaks memberi suatu
petunjuk bahwa obat cukup diabsorbsi secara sistemik untuk
member suatu respon terapetik dan menunjukkan adanya kadar
toksik obat.

 AUC (Area Under the Curve)


Area Under the Curve adalah suatu ukuran dari jumlah
bioavailabilitas suatu obat. Parameter ini mencerminkan jumlah
total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC merupakan
area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu dari t = 0
sampai t = ∞.
AUC tidak bergantung pada rute pamberian dan proses
eliminasi obat selama proses eliminasi obat tidak berubah.
2. Data Urin
 Du
Du merupakan jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin secara
langsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorbsi.

Bila obat dieliminasi secara sempurna, konsentrasi obat dalam plasma


mendekati nol dan diperoleh jumlah maksimum obat yang diekskresi diurin.
 dDu/dt
dDu/dt adalah laju ekskresi obat dalam urin. Oleh
karena sebagian besar obat dieliminasi dengan proses
laju orde kesatu.

 t∞
t∞ merupakan waktu untuk terjadi ekskresi
maksimum dalam urin. t∞ merupakan suatu parameter
yang berguna dalam studi bioekivalensi yang
membandingkan beberapa produk obat.
3. Efek Farmakologi Akut
Efek farmakologi akut seperti efek pada diameter pupil, kecepatan denyut
jantung, atau tekanan darah dapat digunakan sebagai indeks dari
bioavailabilitas. Penggunaan efek farmakologi akut untuk menentukan
bioavailabilitas memerlukan adanya kaitan dosis-respon. Dengan demikian,
bioavailabilitas dapat ditentukan dengan memeriksa kurva dosis-respon
maupun total area dari kurva efek farmakologi akut-waktu.

4. Pengamatan Klinik
Perbedaan respon klinik mungkin disebabkan oleh perbedaan
farmakokinetik dan farmakodinamik obat antar individu. Produk obat yang
bioekivalen harus mempunyai bioavailabilitas sistemik yang sama, sehingga
respon obat yang sama dapat diperkirakan. Karena perubahan respon klinik
antar individu yang tidak dikaitkan dengan bioavailabilitas mungkin
disebabkan adanya perbedaan dalam farmakodinamik obat.
Penerapan Uji Bioavailabilitas
Uji bioavalabilitas digunakan untuk menilai farmakokinetik dan kinerja produk
obat terkait dengan penyerapan, distribusi, dan eliminasi obat in vivo. Sedangkan uji
bioekivalensi menitikberatkan pada perbandingan formulasi berdasarkan analisa yang
lebih difokuskan pada pelepasan bahan aktif (atau senyawa aktif) dari produk obat dan
penyerapannya ke dalam peredaran sistemik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan bioavailabilitas :


 Sediaan pembanding
 Subjek percobaan dan kriteria
 Jumlah subjek
 Desain percobaan
 Interval waktu pemberian
 Modalitas pengambilan sampel
 Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya
 Frekuensi dan waktu pengambilan sampel
 Jenis sampel yang akan dikumpulkan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji
bioavailabilitas :

 Adanya pemahaman terhadap farmakokinetik obat


(adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi).
 Pemilihan metode analisis yang tepat : hal ini
diperlukan untuk mengetahui efek samping, efek
toksik, penanganan terhadap efek-efek tersebut.
 Stabilitas obat dalam sampel.
 Penyusunan percobaan protocol yang tepat.
Kesimpulan
 Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang
mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk aktif atau utuh.
 Jenis bioavailabilitas yaitu bioavailabilitas absolut dan
bioavailabilitas relatif.
 Faktor bioavailabilitas yaitu ekcepatan dan tingkat
pembebasan zat berkhasiat dari suatu bentuk sediaan farmasi
(misalnya degree atau tablet), kecepatan absorbsi dan kuota
absorpsi dari zar berkhasiat yang dibebaskan, dan tingkat first
pass effect.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas
yaitu adanya pemahaman terhadap farmakokinetik obat
(ADME), pemilihan metode analisis, stabilitas obat dalam
sampel, dan penyusunan percobaan protocol yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai