Anda di halaman 1dari 20

HIV/AIDS

Aurelia Bellatrice Banurea


Apa itu HIV/AIDS?
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan
menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh
akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Infeksi HIV yang tidak segera ditangani
akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi
sudah hilang sepenuhnya.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk
memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita HIV
(ODHA)
Penyebab HIV/AIDS
AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). HIV yang masuk ke dalam tubuh akan
menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang melawan infeksi. Semakin sedikit
sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh seseorang. Penularan HIV terjadi
saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal
ini dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain:

 Hubungan seks

Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina maupun dubur (anal). Meskipun sangat
jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral. Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi
bila terdapat luka terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan.
 Berbagi jarum suntik.

Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV, adalah salah satu cara yang dapat membuat
seseorang tertular HIV. Misalnya menggunakan jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat
menggunakan NAPZA suntik.

 Transfusi darah. 

Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari penderita HIV.

Selain melalui berbagai cara di atas, HIV juga bisa menular dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya.
Penularan virus HIV pada anak juga dapat terjadi pada proses melahirkan, atau melalui air susu ibu saat
proses menyusui. Perlu diketahui, HIV tidak menyebar melalui kontak kulit seperti berjabat tangan atau
berpelukan dengan penderita HIV. Penularan juga tidak terjadi melalui ludah, kecuali bila penderita
mengalami sariawan, gusi berdarah, atau terdapat luka terbuka di mulut.
HIV/AIDS di
Indonesia
Pada laporan Ditjen P2P, Kemenkes
RI, 29 Mei 2020, tentang
Perkembangan HIV/AIDS dan
Penyakit Infeksi Menular Seksual
(PIMS) Triwulan I Tahun 2020,
jumlah kasus HIV secara nasional
sebanyak 388.724. Ada 10 provinsi
dengan jumlah kasus HIV-positif
terbanyak seperti yang tertera pada
tabel berikut.
Gejala HIV/AIDS
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama
setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk
melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah
terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh Kembali.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa minggu, yang meliputi:
Demam hingga menggigil
Nyeri pada sendi dan otot dan muncul ruam di kulit
Pembengkakan kelenjar getah bening
Sakit kepala dan sakit perut
Sakit tenggorokan dan sariawan
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung
hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan merusak kekebalan
tubuh. Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan gejala apapun
selama tahap ini akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala, seperti:

 Berat badan turun

 Berkeringat di malam hari

 Demam dan diare

 Mual dan muntah

 Pembengkakan kelenjar getah bening

 Sakit kepala

 Tubuh terasa lemah


Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin berkembang. Kondisi
ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem
kekebalan tubuh sudah rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.

Gejala AIDS meliputi:

 Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya

 Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus

 Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang. Keluhan ini kemungkinan menandakan adanya Sarkoma
Kaposi

 Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari

 Diare kronis

• Sesak napas
 Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan

 Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina

 Mudah memar atau berdarah tanpa sebab

 Mudah marah dan depresi

 Tubuh selalu terasa lemah

 Berkeringat di malam hari

 Ruam atau bintik di kulit


Siapa yang beresiko terkena HIV/AIDS?
HIV bisa menginfeksi semua orang dari segala usia. Akan tetapi, risiko tertular HIV lebih tinggi pada pria
yang tidak disunat, baik pria heteroseksual atau lelaki seks lelaki. Risiko tertular HIV juga lebih tinggi pada
individu dengan sejumlah faktor, di antaranya:
 Hubungan seks tanpa mengenakan kondom. Risiko penularan akan lebih tinggi melalui hubungan
seks anal dan hubungan seks dengan berganti pasangan.

 Menderita infeksi menular seksual. Sebagian besar infeksi menular seksual menyebabkan luka terbuka
di kelamin penderita, sehingga meningkatkan risiko tertular HIV.

 Berbagi suntikan. Pengguna NAPZA suntik umumnya berbagi jarum suntik dalam menggunakan
narkoba sehingga beresiko terkena penyakit HIV/AIDS.
Pengobatan HIV/AIDS
Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang dapat
memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan
menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV
menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:

 Efavirenz

 Etravirine

 Nevirapine

 Lamivudin

 Zidovudin
Pengobatan HIV juga bisa digunakan untuk mencegah penularan HIV dari Ibu ke bayi. Selama
mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons
pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV
RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan selama masa pengobatan.

Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar perkembangan virus
HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus terus merusak sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS. Selain itu, penting bagi pasien untuk
mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan konsumsi obat akan membuat virus HIV
berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pasien.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu, pasien perlu
mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:

 Diare

 Mual dan muntah

 Mulut kering

 Kerapuhan tulang

 Kadar gula darah tinggi

 Kadar kolesterol abnormal

 Kerusakan jaringan otot (rabdomyolysis)

 Penyakit jantung.
 Pusing.

 Sakit kepala.

 Sulit tidur.

 Tubuh terasa lelah.

Pengobatan HIV perlu dilakukan secara bertahap dan berlangsung dalam durasi yang cukup lama. Oleh
karena itu, tidak ada salahnya untuk memiliki asuransi Kesehatan saat berobat. Dengan begitu, Anda tidak
perlu memikirkan biaya pengobatan dan proses pengobatan bisa lebih optimal.
Pencegahan HIV/AIDS
Sampai saat ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi HIV. Meskipun demikian, infeksi dapat
dicegah dengan beberapa langkah berikut:

 Gunakan kondom yang baru tiap berhubungan seks, baik seks melalui vagina atau melalui dubur. Bila
memilih kondom dengan pelumas, pastikan pelumas yang berbahan dasar air. Hindari kondom dengan
pelumas yang berbahan dasar minyak, karena dapat membuat kondom bocor. Untuk seks oral, gunakan
kondom yang tidak berpelumas.

 Hindari berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan.

 Beri tahu pasangan bila Anda positif HIV, agar pasangan Anda menjalani tes HIV.

 Diskusikan kembali dengan dokter bila Anda didiagnosis positif HIV dalam masa kehamilan, mengenai
penanganan selanjutnya dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.

 Bagi pria, disarankan bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.


Jika Anda memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi HIV, namun terkonfirmasi negatif, maka dokter
mungkin akan memberikan obat pre-exposure prophylaxis (PeRP). Obat kombinasi  emtricitabine-
tenofovir mungkin akan diberikan oleh dokter. Namun perlu diingat pencegahan utama, seperti yang telah
disebutkan diatas wajib tetap dilakukan.

Segera ke dokter bila menduga baru saja terinfeksi virus HIV, misalnya karena berhubungan seks
dengan penderita HIV. Dokter dapat meresepkan obat post-exposure prophylaxis (PEP), untuk dikonsumsi
selama 28 hari. Obat PEP adalah kombinasi 3 obat antiretroviral, yang dapat mencegah perkembangan
infeksi HIV. Meskipun demikian, terapi dengan PEP harus dimulai maksimal 3 hari setelah infeksi virus
terjadi.
Contoh Poster HIV/AIDS
Any Question?
Thank you
for your attention!

Anda mungkin juga menyukai