Anda di halaman 1dari 13

Kelompok 2

Kedudukan dan fungsi hadist dalam islam

Dosen Pembimbing
Kholid Junaidi,S.Pd.I, M.Pd.I

Dosen Pembimbing
Arnaldo Okta Brianda (12040313213)
Briyan Ilham Pratama (12040312447)
Candra Kurniawan (12040313266)
KEDUDUKAN
HADIS DALAM
ISLAM
Kedudukan hadits atau sunnah mendekati Al-
Quran. Hadis adalah berfungsi menafsirkan
nashnya, menjelaskan pengertiannya, men-
takhsish yang ‘amm, men-taqyid yang muthlaq,
menjelaskan yang musykil, menjelaskan yang
mubham, dan menjelaskan hukum-hukumnya.
Oleh karena itu wajib mengikutinya sebagaimana
mengikuti Al-Quran.Dengan demikian sangat
jelaslah kedudukan hadis di dalam Islam sangat
tinggi dan penting, terlebih lagi dalam
pengambilan hukum yang tepat diterapkan
dalam kehidupan umat Islam.
Hadis Sebagai
Sumber Hukum
Islam

Kedudukan sunnah (hadis) dalam


Islam sebagai sumber hukum.
Para ulama juga telah
berkonsensus bahwa dasar
hukum Islam adalah Al-Quran dan
sunnah (hadist). Dari segi urutan
tingkatan dasar Islam ini, sunnah
(hadis) menjadi dasar hukum
Islam (tasyri’iyyah) kedua setelah
Al-Quran.
Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada
Rasul SAW, juga menyerukan agar menaati segala bentuk
perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa
perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul
SAW ini sama halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT.
Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan dengan masalah itu.

Dalil Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan
menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai
pedoman utamanya. Beliau bersabda:

“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda:
"Telah Aku tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga
kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu
Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R. Malik)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi SAW diberi Al-Kitab dan


Sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada keduanya, serta
mengambil apa yang ada pada sunnah seperti mengambil pada Al-Kitab.
Masih banyak hadis-hadis lainnya yang menegaskan tentang kewajiban
mengiktu perintah dan tuntunan Nabi SAW.[9]
Dalil Ijma
Ulama
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat
bahwa apa-apa yang berasal dari Rasulullah,
baik perbuatan, perkataan dan takrirnya
dijadikan sebagai landasan untuk menjalankan
agama. Tidak seorangpun diantara mereka
menolak tentang kewajiban untuk menaati apa-
apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban
untuk menaati sunnah rasul dikuatkan oleh dalil-
dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis.
Kesepakatan para sahabat selanjutnya diikuti
oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi
berikutnya hingga sampai saat ini.
Dalil Akal (Rasio)
• Maksud dari dalil ini adalah argumen yang disusun berdasarkan
pendekatan akal untuk menjelaskan kedudukan hadis. Hampir tidak
dapat dibayangkan betapa seorang manusia tidak akan bisa
menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik Mu’amalah dengan
benar bila mengambil pijakan langsung dari Al-Quran tanpa
mengetahui keterangan dan penjabaran dari hadis terhadap ayat-ayat
mengenai hal-hal tersebut.

• Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh


umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau
hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik
isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan
bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, tidak jarang beliau membawakan
hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk
oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini
tetap berlaku sampai ada nas yang menasakhnya.
FUNGSI HADIS
TERHADAP AL-
QURAN
• Secara global, sunnah sejalan dengan Al-Quran,
menjelaskan yang mubham (yang tidak jelas),
merinci yang mujmal (yang umum), membatasi
yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan
menguraikan hukum-hukum dan tujuan-
tujuannya, disamping membawa hukum-
hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit
oleh Al-Quran yang isinya sejalan dengan
kaidah-kaidahnya dan merupakan realisasi dari
tujuan dan sasarannya.
Dalam kitab Ushul al-Hadits dikatakan bahwa
ada tiga fungsi sunnah terhadap Al-Quran:
• Kalau ada persesuaian hadis dengan Al-Quran,maka
hadis berfungsi sebagai penguat apa yang ada di
dalam Al-Quran,seperti hadis tentang perintah
shalat,zakat,keharaman riba dan sebagainya.
• Kalau ia berfungsi menjelaskan dan menafsirkan yang
mujmal di dalam Al-Quran,maka hadis menjelaskan
maksudnya,seperti penjelasan tata cara shalat,jumlah
rakaatnya dan waktu pelaksanaanya.Al-Quran hanya
menyebutkan waktu-waktunya secara umum,dan
hadislah yang menjelaskan tatacara pelaksanaanya.
• Rasulullah menetapkan suatu hukum yang belum ada
ketentuan nash-nya di dalam Al-Quran,seperti
keharaman memakan keledai kampung.
Dari banyak perbedaan pendapat para ulama terpercaya
tentang penjelasan hadis terhadap Al-Quran, berikut
diambil dan dijelaskan secara singkat beberapa
diantaranya:

1. Hadis sebagai Bayan


Tafshil
Yang di maksud dengan bayan tasfsil di sini adalah bahwa
hadits itu menjelaskan atau memperinci kemujmalan Al-Quran.
Karena Al-Quran bersifat mujmal (global), maka agar ia dapat
berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun
diperlakukan perincian. Maka dari itu diperlukan adanya hadis
atau sunnah.

Dalam kedudukannya sebagai sumber kedua setelah Al-Quran,


hadis berfungsi sebagai pemerinci atau penafsir hal-hal yang
masih disebutkan secara mujmal oleh Al-Quran. Mujmal dalam
pengertian ini adalah suatu lafaz yang belum jelas dilalahnya
atau masih bersifat umum dalam penunjukannya. Dengan
hadis diharapkan dapat diketahui dengan jelas maksud dan
penunjukannya.

Dalam Al-Quran ada perintah melaksanakan shalat,


mengeluarkan zakat, mengerjakan ibadah haji. Namun teknik
operasional tidak dijumpai didalam Al-Quran, teknik
pelaksanaan tersebut dijelaskan di dalam hadis.
2. Hadis sebagai Bayan
Takhshish
Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayat-ayat yang
masih bersifat umum.‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang
menunjukkan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna yang tidak
terbatas dalam satuan tertentu. Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup
semua makna yang pantasdengan suatu ucapan saja. Misalnya lafaz al-Muslimun
(orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak laki-lakimu),dan lain-lain.

Misalnya,terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki yang dapat


mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai berikut:
“Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-
laki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan”. (Q.S. An-Nisa: 11). Ayat ini
tidak menjelaskan syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara
keluarga.Selanjutnya hal itu dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang
persyaratan khusus tentang kebisaan saling mewarisi tersebut, antara lain tidak
berlainan agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di antara mereka.
3. Hadis Sebagai Bayan
Taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Qur’an
dengan cara membatasi ayat-ayat yang bersifat mutlak
dengan keadaan, sifat dan syarat tertentu. Istilah mutlak
maksudnya adalah hakikat dari suatu ayat yang hanya
berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki limitasi yang
dapat membuat pagar hukum yang sistematis.
4. Hadis sebagai
Bayan Tasyri’
Bayan tasyri’ adalah penjelasan hadis Nabi yang
mendefenisikan suatu ketetapan hukum secara
independen yang tidak didapati dalam nash-nash
Al-Quran secara tekstual. Penjelasan itu muncul
dengan sebab adanya permasalahan-
permasalahan yang timbul di antara masyarakat.
Di sinilah hadis Nabi mengeluarkan penjelasan
dan sekaligus keputusan dengan tidak
berorientsi terhadap Al-Quran namun tetap ada
bimbingan langsung dari sang pemilik semesta,
Allah SWT.
Giant
Template

Terimakasih
assalamualaikum wr wb

Anda mungkin juga menyukai