Anda di halaman 1dari 13

Praktikum Farmakoterapi II

KASUS FILARIASIS PENGAMPU :


apt. Andrey Wahyudi, S.Farm.,M.Farm
KELOMPOK 7
• Ni Made Budiarthi Astini 052201061
• Ni Luh Ayu Mahyuni 052201062
• Imtinan Rachmah Marhani 052201063
• Feni Fibrianti 052201064
• Muhammad Aal Al Hafiz 052201065
• Dian Retno Wati 052201066
• M. Yusuf Cahyadi 052201067
• Molina Dagloria Taek 052201068
• Afif Firbanata Akbar 052201069
• Roby Al Alamin 052201070
FILARIASIS
GEJALA KLINIS
AKUT DEFINISI
Gejala akut berupa Filariasis
peradangan kelenjar dan (elephenthiasis/kaki gajah)
saluran getah bening adalah penyakit menular
(adenolimfangitis) terutama menahun
menahun yang
yang disebabkan
disebabkan
di daerah pangkal paha dan oleh cacing filaria dan
ketiak tapi dapat pula di ditularkan oleh nyamuk
daerah lain, yang disertai Mansonia, Anophles,
demam, sakit kepala, rasa Culex,
Culex, Amigeres.
Amigeres.
lemah dan timbulnya abses

Gejala kronis terjadi akibat


penyumbatan aliran limfe Terdapat tiga
terutama di daerah yang spesies cacing
sama dengan terjadinya penyebab filariasis
peradangan dan adalah Wuchereria
menimbulkan gejala seperti brancofti; Brugia
kaki gajah (elephantiasis), malayi; Brugia timori.
GEJALA KLINIS dan hidrokel.

KRONIK AGENT
Kasus Uraian Kasus
Identitas Pasien
Tn. IF usia 35 th, BB 60 kg,
a.Nama : Tn. IF
mengeluhkan ada benjolan dibawah b.Umur : 35 Tahun
ketiak dan leher, demam dan malaise. c.Berat Badan : 60 Kg

Hasil lab : Wuchereria Keluhan Utama : Ada Benjolan Dibawah Ketiak Dan
Leher, Demam, Dan Mailase
bancrofti : Anopheles (+) Keluhan Tambahan : -
⇨ Analisis kasus diatas dengan Riwayat Pengobatan : -

menggunakan metode SOAP! Riwayat Alergi : -

Pemeriksaan Lab : Wuchereria bancrofti : Anopheles


(+)
PENYELESAIAN KASUS
 Subjek : Terdapat benjolan dibawah ketiak dan leher, demam serta malaise
 Objektif :
- Usia : 35 tahun
- BB : 60 kg
- Hasil lab : Wuchereria bancrofti : Anopheles (+)
 Assessment
Problem medik Terapi Analisis DRP
Filariasis akibat infeksi
Indikasi belum
cacing Wuchereria
Filariasis - tercapai
bancrofti dari vektor
 
Anopheles
Indikasi belum
Demam - Gejala filariasis
tercapai
PENYELESAIAN KASUS
(Plan - Penetapan Tujuan Terapi)
• Dietylcarbamazepin (DEC) : Obat ini digunakan untuk membasmi / membunuh cacing
filaris akibat adanya infeksi cacing Wuchereria bancrofti dalam tubuh pasien
• Parasetamol : Digunakan untuk mengatasi gejala demam ataupun efek samping DEC
seperti sakit kepala atau nyeri yang dialami pasien
• Prednison : Digunakan untuk mengatasi reaksi alergi atau akibat dari efek samping DEC
dimana efek samping tersebut merupakan reaksi umum akibat respon imunitas individu
terhadap matinya mikrofilaria, makin banyak mikrofilaria mati makin besar reaksi yang
dapat terjadi.

(Wahyono, 2010 dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)


PENYELESAIAN KASUS
(Plan – Terapi Farmakologi)

Pengobatan
Nama obat Goal terapi
Dosis Durasi Rute
membasmi / membunuh cacing
Dietylcarbamazepin Tiap 8 jam sekali filaris akibat adanya infeksi cacing
6 mg/kg BB Oral
(DEC) selama 12 hari Wuchereria bancrofti dalam tubuh
pasien
Tiap 8 jam sekali bila
Parasetamol 500 mg Oral Demam
demam

Tiap 8 jam sekali bila Reaksi alergi/reaksi imun yang


Prednison 5 mg Oral
terjadi reaksi alergi timbul

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)


Alogaritma
Filariasis

(Goel, T. C., & Goel, A. 2016)


PENYELESAIAN KASUS
(Plan – Terapi Non-Farmakologi)
1 Membersihkan ketiak dengan air dan sabun untuk
mencegah infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur
serta untuk mencegah perkembangan lebih lanjut
dari infeksi

2 menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan


lation anti-nyamuk atau nyamuk bakar/semprot

3 memberantas vektor nyamuk yang ada pada


daerah sekitar dengan insektisida

(Mutiara dan Anindita, 2016)


M
Pemantauan efek samping obat, yaitu disebabkan

01
karena reaksi terhadap obatnya. Efek samping

O obat ini adalah akibat efek obat terhadap tubuh


manusia (efek farmakologi), akibat interaksi obat,

NI intoleransi (tidak cocok obat), idiosinkrasi


(keanehan/ketidak laziman respon individu
T terhadap obat), reaksi alergi obat.

O
02
Pemantauan hasil terapi setelah 10-14 hari baik

RI dengan pengujian mikroskopis mikrofilaria,


maupun pengujian antigen (ICT).
N
03
Pemantauan kejadian ikutan pasca pengobatan,
G yaitu reaksi tubuh terhadap hasil pengobatan
(tubuh makrofilaria & mickrofilaria yang mati
adalah benda asing bagi tubuh).

04 Pemantauan pembengkak-an yang muncul pada


bagian tubuh.
(Wahyono, 2010 dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
KIE
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Memberikan arahan agar minum Menjaga kebersihan badan dengan

obat secara patuh sesuai dengan mandi menggunakan air bersih dan Penggunaan obat nyamuk semprot

aturan dan cara pemakaian yang menggunakan sabun, serta menjaga atau obat nyamuk bakar, mengoles

tepat kebersihan rumah dan lingkungan kulit dengan obat anti nyamuk,
sekitar

1 2 3 4 5

Penyuluhan kepada pasien tentang


Melakukan penyemprotan dinding rumah
perjalanan penyakit filariasis terutama cara dengan insektisida, memasang kelambu
penularan filariasis dan anjuran kepada pada tempat tidur dan pemasangan kawat
seluruh anggota keluarga untuk diperiksa kasa pada ventilasi rumah
dan minum terapi pencegahan.

(Mutiara dan Anindita, 2016)


Kesimpulan
• Tn. IF umur 35 Tahun dengan keluhan Ada Benjolan Dibawah Ketiak Dan Leher,
Demam, Dan Mailase.
• Pasien di diagnose menderita penyakit filariasis berdasarkan hasil pemeriksaan
lab yaitu Wuchereria bancrofti : Anopheles (+) sehingga obat yang
direkomendasikan terapi farmakologi obat Dietylcarbamazepin (DEC) sebagai
anthelmintik dalam pengobatan filariasis akibat infeksi cacing Wuchereria
bancrofti. Parasetamol sebagai analgetik antipiretik serta Prednison untuk
mengatasi reaksi alergi (antihistamin).
• Untuk terapi Non-farmakologi membersihkan ketiak dengan air dan sabun untuk
mencegah infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur serta untuk menecgah
perkembangan lebih lanjut dari infeksi, menghindari gigitan nyamuk dengan
menggunakan lation anti-nyamuk dan memberantas vektor nyamuk yang ada pada
daerah sekitar dengan insektisida
Reference
Goel, T. C., & Goel, A. (2016). Lymphatic filariasis. Springer Singapore.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 94 Tahun 2014. Penanggulangan Filariasis.
Mutiara, H., & Anindita, A. (2016). Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Jurnal Majority, 5(3), 11-
16.
Wahyono, T. Y. M. (2010). Analisis epidemiologi deskriptif filariasis di Indonesia. Buletin Jendela
Epidemiologi, 1, 9-14.

Anda mungkin juga menyukai