Anda di halaman 1dari 36

KDRT

(Kekerasan Dalam Rumah Tangga)


Di Sampaikan Oleh :

Ns. Sri Supami, S.Kep, S.Pd, MKes


KDRT
Pendahuluan
Setiap perubahan situasi kehidupan individu,
baik yang sifatnya positif ataupun yang negative
dapat mempengaruhi keseimbangan fisik,
mental, dan sosial.
Manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan agar selalu
sehat baik fisik, mental ataupun sosial.
Manusia sebagai makhluk biologis, psikologis,
sosial, kultural mempunyai sejumlah kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi dan apabila
mengalami kegagalan dalam mendapatkan
keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidah
seimbangan (Stuart and Sundeen, 2005).
Seseorang akan beradaptasi terhadap
ketidakseimbangan melalui mekanisme
penanganan yang di pengaruhi pada masa
lampau.
Apabila seseorang berhasil beradaptasi di masa
lampau berarti telah mempelajari efektifitas
mekanisme penanganan yang berguna bagi
dirinya, jika adaptasi di masa lampau tidak
berhasil maka tidak punya mekanisme penangan
yang adekuat, untuk beradaptasi terhadap
kesulitan di masa datang dan bisa menyebabkan
terjadinya keadaan yang mempunyai pengaruh
buruk terhadap keswa/gangguan jiwa.
Pengertian

Perilaku kekerasan dalam rumah tangga adalah


suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap perempuan maupun anak.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan  kesal atau marah yang tidak
konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 2005).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Kekerasan dalam keluarga mencakup
• Penganiayaan fisik
• Emosonal dan seksual pada anak-anak
• Pengabaian anak
• Pemukulan pasangan
• Pemerkosaan terhadap suami atau istri
• Penganiayaan lansia
Perilaku penganiyaan dan prilaku kekerasan
yang tidak akan dapat diterima bila dilakukan
orang yang tidak dikenal sering kali di toleransi
selama bertahun-tahun dalam keluarga. 
Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normal
merupakan tempat yang aman dan anggotanya
merasa dicintai dan terlindung, dapat menjadi
tempat paling berbahagia bagi korban.
Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga
1. Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan
sering kali tidak mengundang orang lain datang
kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada
orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang
mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh
penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika
mengungkapkan rahasia tersebut. mereka akan
dibunuh jika orang diluar keluarga mengetahui
penganiayaan tersebut.
2. Kekuasaan dan kontrol
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu
berada dalam posisi berkuasa dan memilki kendali terhadap
korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau lansia.
• Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik
terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial.
• Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga
yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan
untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain.
• Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan
meremehkan atau menyalahkan korban dan sering
mengancam korban.
• Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota
keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya
menyebabkan  peningkatan prilaku kekerasan (singer at al,
2004).
3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain
50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah
tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat.
Jumlah wanita yang mengalami penganiayaan dan
mencari pelarian dengan menggunakan alkohol
mencapai 50 %. (Denham, 2006).
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus
pemerkosaan terhadap pasangan kencan atau
pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division
of violence prevention melaporkan bahwa studi
mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang
berlebihan yang dikaitkan dengan penganiayaan
seksual.
4. Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
model peran dan pembelajaran sosial
(humphreeys, 2001;tyra, 2006). Transmisi
antargenerasi  menunjukkan bahwa kekerasan
dalam keluarga merupakan suatu pola yang
dipelajari. Misalnya, anak-anak yang
menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan
belajar dari melihat orang tua mereka bahwa
kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan
bagian integral dalam suatu hubungan dekat.
Faktor Predisposisi
• Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung
bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia di pengaruhi oleh dua
insting. Pertama insting hidup yang dapat di
ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua,
insting kematian yang diekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang
dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal
dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang
melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat
perilaku agresif.
• Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
 Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga
tidak mampu menyelesaikan secara efektif.
 Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang
berlebihan pada masa kanak-kanak, atau seduction
parental, yang mungkin telah merusak hubungan
saling percaya (trust) dan harga diri.
 Terpapar kekerasan selama masa perkembangan,
termasuk child abuse atau mengobservasi
kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping
• Faktor Sosial Budaya
Social Learning  Theory; teori yang dikembangkan oleh
Bandura (2006) ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat di
pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
merespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya.
Pembelajaran dapat berupa
 Internal
 Ekternal.
• Faktor biologis
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif adalah serotonin, dopamin,
norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino
GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
 Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
 Sering mengalami kegagalan.
 Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
 Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
• Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon
dengan marah apabila merasa dirinya
teramcam. Ancaman tersebut dapat berupa
injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan
adanya ancaman terhadap konsep diri
seseorang. Ketika seseorang merasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya.
Faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yaitu :
• Klien           
 Kelemahan fisik
 Keputusasaan
 Ketidakberdayaan
 Kurang percaya diri.
• Lingkungan  
 Ribut
 Kehilangan orang / objek yang berharga
 Konflik interaksi sosial.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
• Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan / keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.
Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara
lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan
sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
• Hilangnya harga diri; pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya.
• Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia
pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan
diakui statusnya.
Tanda dan Gejala
• Perubahan fisiologi
• Perubahan Emosional
• Perubahan Perilaku
• Menyerang atau menghindar (fight of flight)
• Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)
• Memberontak (acting out)
• Perilaku kekerasan
Lingkup Rumah Tangga
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2004 ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
1. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua,
menantu, ipar dan besan).
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga)
 
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Bentuk-Bentuk
KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang (pasal 7)
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9)
Mekanisme Koping
 Sublimasi
 Proyeksi
 Represi
 Reaksi formasi
 Displacement
Psikopatologi
Stuart Sundeen (2007) mengemukakan bahwa stress,
cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari-
hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku
kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan
secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat
berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal
dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Mengekspresikan marah dengan perilaku
konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain, akan memberikan perasaan lega,
menurunkan ketegangan, sehingga perasaan
marah dapat diatasi (Stuart Sundeen, 2007).
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan
marah dilakukan individu karena merasa tidak
kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama
dan pada suatu saat dapat menimbulkan
kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri
sendiri (Stuart Sundeen, 2007).
A.    Pengkajian
1. Pengumpulan data.
a. Aspek biologis
b. Aspek emosional
c. Aspek itelektual
d. Aspek sosial
e. Aspek spiritual
POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku Kekerasan

Harga diri rendah

Dx.
1. Perilaku Kekerasan.
2. Harga Diri Rendah
3. Resiko Perilaku kekerasan
• Perencanaan
• Tindakan keperawatan
• Evaluasi
Sama dengan materi PK
KESIMPULAN
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap perempuan maupun  anak. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan  kesal atau marah yang tidak
konstruktif. (Stuart Sundeen, 2007).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
THANKS YOU

Anda mungkin juga menyukai