Anda di halaman 1dari 18

Mengelola Dunia Yang Tidak

Sempurna Kelompok 10
Nama Anggota Kelompok

Olifia Prasetya Ningthias (201810160311074)


Dinda (201810160311082)
Uudhatul Khoiroh (201810160311083)
Anita Dhea Ofianti (201810160311093)
Farah Ananda Dwi Noviyanti (201810160311097)
Mengelola Dunia Yang Tidak
Sempurna
Standar etika berlaku bagi manusia bukan untuk
organisasi. Pada kenyatannya, organisasi tidak memiliki
standar etika. hanya anggotanya seperti eksekutif,
manajer, dan karyawan yang menentukan bagaimana
sebuah perusahaan akan bertindak secara etis serta
bertanggung jawab pada kondisi tertentu dan penentuan
ini tergantung pada siapa yang melihatnya. Standar etika
seringkali tidak berbentuk (tidak jelas), kontradiktif, dan
semu, namun manfaatnya terhadap masyarakat lokal di
seluruh dunia dapat dirasakan.
A. Aturan-Aturan Dalam Permainan
(Optimis)
Sebuah penjelasan yang relatif optimis mengenai mengapa kita tidak hidup di dunia yang
sempurna dapat dilihat dalam penelitian yang mengemukakan bahwa kemiskinan dan korupsi
akan berjalan bersamaan, korupsi, penyuapan, kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial
dapat dengan mudah ditemukan di negara-negara miskin yang memiliki sumber daya sosial dan
kesempatan pendidikan yang rendah.

Oleh karena itulah, kita dapat lebih mudah menemukan korupsi di Nigeria dibandingkan di
Finlandia. Banyak orang yang tinggal di negara miskin cenderung lebih memikirkan bagaimana
cara untuk tetap bertahan hidup dibandingkan cara untuk mencapai kesuksesan, sehingga
standar etika yang lebih tinggi seringkali dianggap sebagai atribut kemewahan yang tidak dapat
dicapai. Pandangan ini bersifat optimistis karena implikasinya adalah perbaikan kondisi sosio-
ekonomi yang terjadi di semua aspek akan mendekatkan kita ke dunia yang sempurna yang
telah disebutkan sebelumnya. Dan pernyataan ini mengandung sejumlah kebenaran.
(Pesimis
Di samping itu, ada pandangan yang relatif pesimis mengenai situasi ini yang menyatakan
)
bahwa kita hidup di dunia yang tidak sempurna disebabkan oleh sifat alami manusia yang
juga tidak sempurna.
Contoh : Keserakahan
Pesimisme awal dalam posisi ini, yaitu “apabila seseorang memiliki sifat serakah, kita
tidak akan mampu mengubah hal itu” mungkin kemudian akan berubah menjadi posisi
yang lebih diharapkan, karena kecemasan dan kebutuhan terhadap keamanan atau status
lebih berhubungan pada bagaimana perasaan seseorang bukan pada bagaimana cara
seseorang melakukan sesuatu, dan sebelumnya lebih lunak dari yang kemudian. 
Budaya
(Culture)
Dalam budaya yang cenderung lebih individualistik, orang-
orang mempertanyakan keuntungan dari kompetisi antar
individu, dengan kekuatan pasar yang berupaya menurunkan
efisiensi dan menurunkan biaya konsumen, dan atasan yang
memberikan bonus bagi karyawan yang memiliki semangat
yang lebih, inisiatif dan penguasaan yang lebih baik. Jika
perspektif ini digunakan, pertanyaan kunci yang menjadi
acuan adalah apa yang dimaksud dengan dunia yang
sempurna, bukan mengenai bagaimana mencapainya.
B. Sebab-sebab Konflik Antar Budaya

1. Konflik mengenai Budaya yang berbeda

2. Konflik antara Etika dengan Hukum

3. Konflik mengenai Kepercayaan dan Nilai


C. Etika, Hukum dan Pengendalian Sosial
: Sebuah Model
Etika, konflik dan budaya merupakan tiga kata yang paling rumit dalam
bahasa Inggris. Masing-masing konsep tersebut jelas namun juga kabur,
dinamis dan statis, emosional dan obyektif. Apabila disandingkan
bersamaan, akan menimbulkan kebingungan dan penolakan. Dan jika
permasalahan etis dalam sebuah masyarakat yang homogen sudah rumit,
bayangkan bagaimana tantangan ini kemudian apabila dihadapkan pada
percampuran antara dua budaya atau lebih.
KonfliK EtiS

Konflik Etis merupakan ketidaksepakatan yang muncul antara dua


orang (atau kelompok) atau lebih yang tidak setuju mengenai mana
yang secara moral dan filosofis dapat diterima. Ketidaksepakatan ini
seringkali diwujudkan dalam istilah benar dan salah, moral atau
imoral, dan masing-masing kelompok harus menentukan
keputusannya sendiri di antara dua kutub tersebut.
KonfliK
KelemBagaaN
Sebaliknya, konflik kelembagaan menunjukkan perbedaan pendapat
mengenai apa yang dimaksud dengan legal atau konsisten dengan
kebijakan publik yang ditentukan secara sah. Perbedaan yang paling
mendasar dalam kasus ini adalah, apabila konflik etis berfokus pada
definisi moral, maka konflik institusional berfokus pada apa yang
dimaksud dengan sah secara hukum.

Contohnya :
Banyak pemerintah yang mengadopsi hukum perlindungan konsumen
untuk melindungi penduduknya dari produk yang tidak sehat, tidak aman
atau diproduksi dengan metode yang buruk. Sedangkan pemerintah
lainnya cenderung mengambil pendekatan yang menekankan pada asas
non-intervensi (atau caveat emptor).
Masih banyak lagi hukum yang ada dalam kitab hukum namun jarang sekali
ditegakkan. Selain membuat hukum, pemerintah beserta departemennya
menyepakati pembuatan berbagai macam kebijakan publik yang didesain untuk
kepentingan bersama.

Contoh : Departemen - departemen dalam pemerintahan mengeluarkan peraturan,


rekomendasi, atau sasaran pada isu yang terkait dengan kebijakan sosial (seperti
emisi kendaraan, gas rumah kaca, dan pembangunan berkelanjutan). Beberapa
kebijakan publik ini memiliki bermacam cara penegakan (biasanya lunak)
sedangkan yang lain ditegakkan oleh tekanan sosial.
D. Konflik Etis dan Tantangannya
Setiap hari, manajer di seluruh dunia dihadapkan pada konflik moral atau etis yang
berkaitan dengan kepercayaan serta nilai-nilai baik individu maupun masyarakat. Isu
konflik yang dipermasalahkan meliputi norma masyarakat secara umum mengenai apa
yang benar dan salah, juga mengenai kepercayaan keagamaan seperti apa yang
seharusnya dilakukan atau apa yang wajib dilakukan. Sebagaimana yang terjadi
dengan teori manajemen pada umumnya, sebagian besar dari tulisan yang dijadikan
pustaka dalam etika bisnis dan manajerial dikembangkan oleh para ilmuwan Barat
yang dididik dalam tradisi pemikiran Barat dengan melihat kondisi yang terjadi pada
pembuat kebijakan di Barat dalam melakukan pengelolaan di lingkungan yang
cenderung kebarat-baratan. Upaya untuk memperluas analisis, meskipun hanya dengan
menggabungkan ketegangan yang dihadapi oleh orang Barat dalam interaksinya
dengan non-Barat, hanya terbatas pada tingkat perkembangan yang sangat rendah.
1. Tingkat Pemahaman Konflik Etika Lintas
Budaya

Apa makna dari


nilai-nilai Apa hubungan antara
“universal”? prinsip-prinsip dan praktik
di lapangan?

Bagaimana Menyelesaikan
Konflik Etika Dalam dan Antar
Organisasi?
2. Upaya Pencarian Kebenaran
Dapat disimpulkan bahwa kebenaran benar-benar tergantung dari siapa yang melihatnya.
Artinya, kebenaran bukan selalu berarti kebenaran. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa
pada titik tertentu, tidak ada suatu apapun yang bernilai universal dalam kebenaran.
Untuk dapat memahami dampak budaya terhadap bagaimana seseorang memandang mana
yang benar dan salah serta bagaimana mereka mencoba dan melogika tanggung jawab mereka
terhadap diri sendiri maupun orang lain, kita perlu membagi pembahasan ini menjadi beberapa
Level :
1. Budaya berpengaruh terhadap bagaimana sekelompok orang diperlakukan dengan cara yang berbeda
berdasarkan latar belakang budaya mereka – yaitu dengan mempertanyakan “siapa” yang terlibat
didalamnya, pihak mana saja yang mempengaruhinya dalam pertukaran etika dan pengaruh latar belakang
budaya tersebut terhadap pertukaran yang dilakukan.
2. Budaya juga dapat mempengaruhi apa yang dimaksud perilaku yang sopan oleh seseorang terhadap dirinya
sendiri dan orang lain – yang seringkali disebut dengan pertanyaan “apa.” Perbedaan ini perlu diperhatikan
karena manajer global yang gagal memahami perbedaan ini seringkali menganggap perilaku yang wajar
sebagai perilaku yang tidak etis sehingga memicu konflik dan ketegangan dalam hubungannya dengan
orang lain.
E. Tantangan dan Konflik
Kelembangaan
Berbeda dengan konflik dan tantangan etika (seperti norma atau moral), konflik
kelembagaan berfokus pada bagaimana manusia dan masyarakat memandang fungsi
sosial dari hukum, peraturan dan kebijakan publik. Fokus yang akan kita bahas di sini
adalah mengenai apa saja yang diprasyaratkan dalam hukum atau digalakkan oleh
pemerintah dan organisasi antar pemerintah (seperti OECD, ILO dan PBB). Kebijakan-
kebijakan ini berfokus pada apa yang benar secara hukum, bukan pada apa yang benar
secara moral atau budaya. FCPA melarang perusahaan asal AS sekaligus karyawannya
atau agennya melakukan praktek suap dalam bentuk apapun kepada lembaga
pemerintahan mana pun untuk mengamankan atau menguasai bisnis.
Secara spesifik, aturan ini melarang 5 kategori
tindakan :
1. Pembayaran terhadap pejabat asing, partai politik asing, atau calon pejabat asing, atau
untuk tujuan mempengaruhi, semua tindakan atau keputusan untuk mendapatkan,
menguasai atau membantu sebuah perusahaan mendapatkan usaha.
2. Menerima dana di luar perhitungan akuntansi atau dana pelican
3. Dengan sengaja membuat pertanyaan yang keliru dalam buku, rekaman dan dokumen
pendukung catatan keuangan perusahaan seperti pembayaran jasa atau pembayaran
pengeluaran.
4. Terlibat dalam pembuatan rekaman anggaran yang melebihi kenyataan, kurang atau
praktek serupa dengan tujuan mempengaruhi transaksi atau pembayaran yang tidak
semestinya yang menyebabkan pencatatan tidak akurat dalam buku perusahaan.
5. Melakukan pembayaran yang, baik sebagian maupun secara keseluruhan, digunakan
untuk tujuan selain yang tertera dalam dokumen pendukung atau menyetujui tindakan
pembayaran tersebut.
 Kesimpulannya, terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan
dari tantangan dan konflik kelembagaan yaitu :

1. Penyuapan dan Korupsi

2. Hubungan Kerja

3. Tata Laksana Lingkungan


Kesimpula
n
Sebagian besar dari apa yang kita lakukan dan katakan selalu berhubungan dengan gagasan dan juga
kondisi ideal dari benar dan salah, baik dan buruk, serta menang dan kalah, baik dalam urusan bisnis,
kegiatan sosial, olahraga maupun kehidupan pribadi kita. Para manajer pun demikian, sebagaimana dapat
kita lihat dalam kasus Halliburton di Nigeria. Contoh yang baik, yang mengecewakan dan terkadang
perilaku manajerial yang benar-benar illegal dapat kita saksikan di semua lingkungan bisnis.
Akibatnya, banyak pakar etika bisnis yang berpendapat bahwa semua perusahaan, terutama perusahaan
global, membutuhkan panduan etika untuk membimbing tindakan organisasinya dengan cara yang sesuai
dengan etika. Sedangkan yang lain justru berpendapat sebaliknya: tidak ada yang benar atau salah, hanya
bagaimana pandangan orang yang melihatnya.
Dikotomi pandangan ini menunjukkan bahwa baik konsep mengenai benar dan salah maupun adanya
pandangan kebenaran universal di semua budaya, keduanya melekat dalam budaya dan oleh karena itu,
setiap budaya sangat mungkin memahami keduanya dengan cara yang berbeda. Dimana posisi manajer
global terdidik dalam hal ini Kemungkinan di antara keduanya. Konflik ini mencerminkan esensi dari
manajemen yang baik, secara lokal maupun nasional. Manajer harus secara konsisten bertindak meskipun
tidak terdapat informasi yang cukup dan menghadapi hasil yang belum pasti. Meskipun demikian, mereka
harus tetap bertindak dan mereka akan dinilai berdasarkan hasil yang mereka dapatkan. Oleh karena itu,
dalam hal perilaku etika, manajer benar-benar membutuhkan panduan moral yang tidak sepihak dan
terbuka.
Thanks!
Do you have any
questions?
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai