Anda di halaman 1dari 5

Soal dan Jawaban tentang Materi Manusia dan Kehidupan

1) Jelaskan tahapan kejadian manusia!


a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering
kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka
oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah
di dalam firmannya :
“ Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah ”. (Q.S. As Sajdah (32) : 7)
“ Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk “. (Q.S. Al Hijr (15) : 26)
Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu
adalah Al Hijr ayat 28 dan 29. Di dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah”.
(HR.Bukhari).
b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa).
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan
berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan
lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup (istri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam
salah satu firman-Nya :
“ Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui. (QS. Surat Yaasiin (36) : 36).
Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’
ayat 1 yaitu :
“ Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang sangat banyak. (Q.S. An Nisaa’ (4)
: 1).
Di dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :
“ Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam “ (HR. Bukhari
Muslim).
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan
manusia laki-laki dan perempuan melalui pekawinan adalah usaha untuk menyatukan
kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain.
Dengan perkawinan itu maka lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
c) Perpaduan Al-Qur’an dengan Hasil Penelitian Ilmiah tentang Asal-usul Manusia.
Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu
enam masa. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
“ Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada iantara keduanya dalam enam masa.
Kemudian Dia bersemayam diatas Arsy (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah
itu kepada Yang Maha Mengetahui.” (Q.S Al Furqan (25) : 59)
Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum,
Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode menunjukkan
perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme yang sesuai
dengan ukuran kadarnya masing-masing (tidak berevolusi).
“..dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya” (QS. Al-Furqan (25) : 2)
Perpaduan antara Al’qur’an dengan hasil penelitian ini maka teori evolusi Darwin
ternyata tidak dapat diterima. Penelitian membuktikan bahwa kurun akhir (cenozoikum)
adalah masa dimana mulai muncul manusia yang berbudaya dan allah menciptakan lima
kurun sebelumnya lengkap dengan segala isinya adalah untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh manusia.
Hal ini dijelaskan oleh Allah di dalam salah satu firman-Nya :
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui atas segala sesuatu” (QS Al-Baqarah (2) : 29).
Kemudian di dalam surat Al-Baqarah ayat 31 s/d 32 Allah berfirman :
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman : ‘Sebutlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’ : Mereka menjawab : ‘Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selalin daripada apa yang Engkau ajarkan kepada
kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS Al-
Baqarah (2) : 31-32).
Untuk memelihara kelebihan ilmu yang dimiliki oleh Adam AS maka Allah berkenan
menurunkan kepada semua keturunannya agar derajat mereka lebih tinggi daripada
makhluk yang lain apabila kita menilai kepada literatur-literatur yang berkaitan dengan
masalah antropologi maka akan tampak sekali keragu-raguan dari para ahli sendiri, apakah
homo sapiens itu benar-benar dari pithecanthropus atau sinanthropus, setelah melalui
berbagai pertimbangan akhirnya para ahli mengambil kesimpulan bahwa pithecanthropus
dan sinanthropus bukanlah asal (nenek moyang) dari homo sapiens (manusia), tetapi
keduanya adalah makhluk yang berkembang dengan bentuk pendahuluan yang mirip
dengan manusia kemudian musnah atau punah.
“Ingatlah ketuka Tuhanmu berfirman kepada kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakn padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?. Tuhan berfirman : Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. (QS Al-Baqarah (2) : 30).
Dari ayat ini banyak mengandung pertanyaan, siapakah makhluk yang berbuat
kerusakan yang dimaksudkan Malaikat pada ayat di atas dalam literatur Antropologi
memang ada jawabannya yaitu sebelum homo sapiens (manusia berbudaya) memang ada
makhluk yang mirip dengan manusia yang disebut pithecanthropus, sinanthropus,
Neanderthal dan sebagainya yang tentu saja karena mereka tidak berbudaya maka mereka
selalu membuat keruskan seperti yang dilihat para Malaikat.
Nama-nama makhluk yang diungkapkan para Antropologi di atas dapat pula ditemui
dalam pendapat para ahli mufassirin. Salah satu diantaranya adalah Ibnu Jazir dalam kitab
tafsir Ibnu Katsir mengatakan :
“Yang dimaksudkan dengan makhluk sebelum Adam AS diciptakan adalah Al Jan yang
kerjanya suka berbuat kerusuhan”.
Dengan demikian uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Adam AS adalah manusia
pertama, Khalifah pertama dan Rasul (Nabi) pertama. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
“Dan tidak ada suatu umat pun (manusia) melainkan telah ada padanya seorang pemberi
peringatan (Nabi)” (QS Fathir : 24).
‘Tiap-tiap umat mempunyai Rasul (QS Yunus : 47).
2) Menjelaskan potensi-potensi dan kelebihan manusia atas makhluk lain!
Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama menggunakan kata yang terdiri
atas huruf alif, nun dan sin. Seperti kata insan,ins,naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata
basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Allah swt. Berfirman : “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah dia
menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang
biak. (Q.S ar-Rum (30) : 20).
Selain itu kata basyar juga dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya
mampu memikul tanggung jawab. Akibat kemampaun mengemban tanggung jawab inilah
maka pantas tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah
berikut ini : “ Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seseorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan) ku, maka tundukklah kamu kepadanya dengan bersujud.
(Q.S Al Hijr (15) 28:29)
Dalam (Q.S Al Baqarah (2) : 30) dituliskan “ Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada
para malaikat. Sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang khalifah dimuka bumi ini.
Mereka bertanya, mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman, “ Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak,harmonis, dan
tampak. Kata insaan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga, bahkan lebih jauh Bintusy Syathi menegaskan bahwa makna kata
insaan inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi
khalifah dimuka bumi, menerima beban dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini yakni basyar dan insaan, sudah cukup menggambarkan hakikat manusia dalam Al-
Qur’an. Dari dua kata ini, dapat disimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah
yang paling sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga,
jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka bumi
(Khalifah fil-ard).
3) Apa saja fungsi penciptaan manusia dalam Al-Qur’an?
1. Manusia Menjadi Pemimpin-Pengelola di Muka Bumi

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah : 30) Bentuk
pengabdian manusia kepada Allah salah satunya adalah menjalankan misi hidupnya sebagaimana
yang telah Allah berikan untuk menjadi Khalifah fil Ard. Khalifah artinya adalah pemimpin. Tugas
pemimpin adalah mengelola dan memperbaiki agar hal yang diatur dan dipimpinnya menjadi baik.
Pemimpin atau Khalifah bukan arti sebagai status yang menjalankannya hanya orang-orang tertentu.

Khalifah di muka bumi dilakukan oleh semua orang dan di semua lingkup. Keluarga, pekerjaan,
lingkungan sekitar, masyarakat, dan negara adalah lingkup dari khalifah fil ard. Untuk
menjalankannya maka kita membutuhkan ilmu pengetahuan dan skill untuk bisa berkarya bagi
kelangsungan dan kelancaran kehidupan manusia di bumi menjadi seimbang atau mengalami
kerusakan.

2. Manusia Tidak Berbuat Kerusakan dan Melakukan Keadilan


Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan (QS. Al-Qasas [28] : 77)

Sebagaimana ayat diatas maka manusia sebagai khalifah dilarang untuk berbuat kerusakan, kejahatan
yang mampu merusak keadilan dan kemakmuran di muka bumi, termasuk menjaga pergaulan dalam
islam yang sudah diatur untuk umat islam. Jika kerusakan tetap dilakukan oleh manusia maka yang
merugi adalah manusia itu sendiri. Tentunya manusia yang menggunakan akal dan taat kepada Allah
akan sadar untuk tidak berbuat kerusakan di semua aspek kehidupannya. Apa yang Allah berikan
sudah banyak dan tidak ada kurang satu apapun.

3. Menegakkan Keadilan Antar Sesama Manusia

Sebagaimana yang disampaikan di ayat berikut, bahwa keadilan dan hak-hak manusia perlu dijaga
keadilan dan keseimbangannya oleh umat manusia. Menjadi khalifah fil ard bukan hanya mengurus
alam dan kondisi sendiri, melainkan juga memperhatikan hak-hak hidup orang lain dan berlaku adil.
Hal ini menjaga kedamaian di muka bumi serta melangsungkan keadilan adalah nilai-nilai dasar dari
ajaran islam yang Rasulullah SAW ajarkan kepada umat islam.

“Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.(QS. Hud [11] : 85)

Anda mungkin juga menyukai