Anda di halaman 1dari 9

Takdir telah ditetapkan 50.

000 tahun sebelumnya diciptakan Langit dan Bumi, sebagaimana sabda


Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma :
Sesungguhnya Allah menetapkan takdir-takdir makhluknya 50.000 (Lima puluh ribu) Tahun sebelum
menciptakan langit-langit dan bumi. (HR. Muslim 2653, shahih)
Bagaimana Kita Diciptakan?
Allah Subhanahu wa Taala berfirman :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At Tin : 5)
Firman Allah Subhanahu wa Taala di atas bisa menjadi bahan renungan buat kita! Sungguh
kenyataannya terpampang di hadapan mata. Alangkah sempurna penciptaannya dan alangkah
indahnya! Lalu pernahkan kita memikirkan dari mana kita diciptakan dan bagaimana tahap-tahap
penciptaannya? Pernahkah terpikir di benak kita bahwa tadinya kita berasal dari tanah dan dari
setetes mani yang hina?
Pembahasan berikut ini mengajak Anda untuk melihat asal kejadian manusia agar hilang
kesombongan di hati dengan kesempurnaan jasmani yang dimiliki dan agar kita bertasbih memuji
Allah Azza wa Jalla dengan kemahasempurnaan kekuasaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman kepada para Malaikat-Nya sebelum menciptakan Adam Alaihis
Salam :
Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. (Shad : 71)
Begitu pula dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Taala mengingatkan orang-orang musyrikin yang
ingkar dan sombong tentang dari apa mereka diciptakan. Dia Yang Maha Tinggi berfirman :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat. (Ash Shaffat : 11)
Dua ayat di atas dan ayat-ayat Al Quran lainnya yang serupa dengannya menunjukkan bahwasanya
asal kejadian manusia dari tanah. Barangsiapa yang mengingkari hal ini, sungguh ia telah kufur
terhadap pengkabaran dari Allah Subhanahu wa Taala sendiri.
Berkaitan dengan hal di atas, maka Allah Subhanahu wa Taala telah menentukan tahapan-tahapan
penciptaan itu dan begitu pula Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah memberikan kabar
kepada kita akan hal tersebut dalam hadits-haditsnya.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. (Al Mukminun : 12-14)
Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi . (Al
Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada
keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla wa Alaa
saja yang berhak untuk diibadahi.
Begitu pula penggambaran penciptaan Adam Alaihis Salam yang Dia ciptakan dari suatu saripati
yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal)
dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al Hijr : 26)
Tanah tersebut diambil dari seluruh bagiannya, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam :
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam (sepenuh telapak tangan) tanah yang
diambil dari seluruh bagiannya. Maka datanglah anak Adam (memenuhi penjuru bumi dengan
beragam warna kulit dan tabiat). Di antara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam, dan di
antara yang demikian. Di antara mereka ada yang bertabiat lembut, dan ada pula yang keras, ada
yang berperangai buruk (kafir) dan ada yang baik (Mukmin). (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, dan
Tirmidzi, berkata Tirmidzi : Hasan shahih. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam
Shahih Sunan Tirmidzi juz 3 hadits 2355 dan Shahih Sunan Abu Daud juz 3 hadits 3925)
Semoga Allah merahmati orang yang berkata dalam bait syiirnya :
Diciptakan manusia dari saripati yang berbau busuk. Dan ke saripati itulah semua manusia akan
kembali.
Setelah Allah Subhanahu wa Taala menciptakan Adam Alaihis Salam dari tanah. Dia ciptakan pula
Hawa Alaihas Salam dari Adam, sebagaimana firman-Nya :
Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya . (Az Zumar :
6)
Dalam ayat lain :
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar
dia merasa senang kepadanya . (Al Araf : 189)
Dari Adam dan Hawa Alaihimas Salam inilah terlahir anak-anak manusia di muka bumi dan
berketurunan dari air mani yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga
hari kiamat nanti. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah Subhanahu wa Taala berfirman :
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani).(As
Sajdah : 7-8)
Imam Thabari rahimahullah dan selainnya mengatakan bahwa diciptakan anak Adam dari mani Adam
dan Adam sendiri diciptakan dari tanah. (Lihat Tafsir Ath Thabari juz 9 halaman 202)
Allah Subhanahu wa Taala menempatkan nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan
perempuan dan bertemu ketika terjadi jima) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia
Yang Maha Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan
calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat
yang kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan. (Al Mursalat : 20-22)
Dari nuthfah, Allah jadikan alaqah yakni segumpal darah beku yang bergantung di dinding rahim.
Dari alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu
dari sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Taala kemudian
membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu
Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat.
Ditiupkanlah ruh, lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,
mendengar, dan meraba. (Bisa dilihat keterangan tentang hal ini dalam kitab-kitab tafsir, antara lain
dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Demikianlah kemahakuasaan Rabb Pencipta segala sesuatu, sungguh dapat mengundang
kekaguman dan ketakjuban manusia yang mau menggunakan akal sehatnya. Semoga Allah meridhai
Umar Ibnul Khaththab, ketika turun awal ayat di atas (tentang penciptaan manusia) terucap dari
lisannya pujian :
Fatabarakallahu ahsanul khaliqin Maha Suci Allah, Pencipa Yang Paling Baik
Lalu Allah turunkan firman-Nya :
Fatabarakallahu ahsanul khaliqin untuk melengkapi ayat di atas. (Lihat Asbabun Nuzul oleh Imam
Suyuthi, Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 241, dan Aysarut Tafasir Abu Bakar Jabir Al Jazairi juz 3
halaman 507-508)
Maha Kuasa Allah Tabaraka wa Taala, Dia memindahkan calon manusia dari nuthfah menjadi
alaqah. Dari alaqah menjadi mudhghah dan seterusnya tanpa membelah perut sang ibu bahkan
calon manusia tersebut tersembunyi dalam tiga kegelapan, sebagaimana firman-Nya :
Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan . (Az
Zumar : 6)
Yang dimaksud tiga kegelapan dalam ayat di atas adalah kegelapan dalam selaput yang menutup
bayi dalam rahim, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam perut. Demikian yang dikatakan
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Malik, Adh Dhahhak, Qatadah, As Sudy, dan Ibnu Zaid. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 46 dan keterangan dalam Adlwaul Bayan juz 5 halaman 778)
Sekarang kita lihat keterangan tentang kejadian manusia dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam. Abi Abdurrahman Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata :
Telah menceritakan kepada kami Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau adalah yang
selalu benar (jujur) dan dibenarkan. Beliau bersabda (yang artinya) Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah. Kemudian menjadi
segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging
selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang Malaikat maka ia meniupkan ruh kepadanya
dan ditetapkan empat perkara, ditentukan rezkinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Demi
Allah yang tiada illah selain Dia, sungguh salah seorang di antara kalian ada yang beramal dengan
amalan ahli Surga sehingga tidak ada di antara dia dan Surga melainkan hanya tinggal sehasta,
maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga ia
memasukinya. Dan sungguh salah seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli
neraka sehingga tidak ada antara dia dan neraka melainkan hanya tinggal sehasta. Maka telah
mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia beramal dengan amalan ahli Surga sehingga ia
memasukinya. (HR. Bukhari 6/303 -Fathul Bari dan Muslim 2643, shahih)
Berita Nubuwwah di atas mengabarkan bahwa proses perubahan janin anak manusia berlangsung
selama 120 hari dalam tiga bentuk yang tiap-tiap bentuk berlangsung selama 40 hari. Yakni 40 hari
pertama sebagai nuthfah, 40 hari kedua dalam bentuk segumpal darah, dan 40 hari ketiga dalam
bentuk segumpal daging. Setelah berlalu 120 hari, Allah perintahkan seorang Malaikat untuk
meniupkan ruh dan menuliskan untuknya 4 perkara di atas.
Dalam riwayat lain :
Malaikat masuk menuju nuthfah setelah nuthfah itu menetap dalam rahim selama 40 atau 45 malam,
maka Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia? Lalu ia
menulisnya. Kemudian berkata lagi : Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan? Lalu ia menulisnya
dan ditulis (pula) amalnya, atsarnya, ajalnya, dan rezkinya, kemudian digulung lembaran catatan tidak
ditambah padanya dan tidak dikurangi. (HR. Muslim dan Hudzaifah bin Usaid radhiallahu anhu,
shahih)
Dalam Ash Shahihain dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda :
Allah mewakilkan seorang Malaikat untuk menjaga rahim. Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku!
Nuthfah, Wahai Rabbku! Segumpal darah, wahai Rabbku! Segumpal daging. Maka apabila Allah
menghendaki untuk menetapkan penciptaannya, Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Laki-laki atau
perempuan? Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia? Bagaimana dengan rezkinya? Bagaimana
ajalnya? Maka ditulis yang demikian dalam perut ibunya. (HR. Bukhari `11/477 -Fathul Bari dan
Muslim 2646 riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu anhu)
Dari beberapa riwayat di atas, ulama menggabungkannya sehingga dipahami bahwasanya Malaikat
yang ditugasi menjaga rahim terus memperhatikan keadaan nuthfah dan ia berkata : Wahai Rabbku!
Ini alaqah, ini mudhghah pada waktu-waktu tertentu saat terjadinya perubahan dengan perintah
Allah dan Dia Subhanahu wa Taala Maha Tahu. Adapun Malaikat yang ditugasi, ia baru mengetahui
setelah terjadinya perubahan tersebut karena tidaklah semua nuthfah akan menjadi anak. Perubahan
nuthfah itu terjadi pada waktu 40 hari yang pertama dan saat itulah ditulis rezki, ajal, amal, dan
sengsara atau bahagianya. Kemudian pada waktu yang lain, Malaikat tersebut menjalankan tugas
yang lain yakni membentuk calon manusia tersebut dan membentuk pendengaran, penglihatan, kulit,
daging, dan tulang, apakah calon manusia itu laki-laki ataukah perempuan. Yang demikian itu terjadi
pada waktu 40 hari yang ketiga saat janin berbentuk mudhghah dan sebelum ditiupkannya ruh karena
ruh baru ditiup setelah sempurna bentuknya.
Adapun sabda beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam :
Apabila telah melewati nuthfah waktu 42 malam, Allah mengutus padanya seorang Malaikat, maka
dia membentuknya dan membentuk pendengarannya, panglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulangnya. Kemudian Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan .
Al Qadhi Iyadl dan selainnya mengatakan bahwasanya sabda beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam di
atas tidak menunjukkan dhahirnya dan tidak benar pendapat yang membawakan hadits ini pada
makna dhahirnya. Akan tetapi yang dimaksudkan maka dia membentuknya dan membentuk
pendengarannya, penglihatannya dan seterusnya adalah bahwasanya Malaikat itu menulis yang
demikian, kemudian pelaksanaannya pada waktu yang lain (pada waktu 40 hari yang ketiga) dan
tidak mungkin pada waktu 40 hari yang pertama. Urutan perubahan tersebut sebagaimana firman
Allah Taala dalam surat Al Mukminun ayat 12 sampai 14. (Lihat keterangan hal ini dalam Shahih
Muslim Syarah Imam An Nawawi, halaman 189-191)
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari (II/484) membawakan secara ringkas
perkataan Ibnu Ash Shalah : Adapun sabda beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam hadits
Hudzaifah bahwasanya pembentukan terjadi pada awal waktu 40 hari yang kedua. Sedangkan dalam
dhahir hadits Ibnu Masud dikatakan bahwa pembentukan baru terjadi setelah calon anak manusia
menjadi mudhghah (segumpal daging). Maka hadits yang pertama (hadits Hudzaifah) dibawa
pengertiannya kepada pembentukan secara lafadh dan secara penulisan saja belum ada perbuatan,
yakni pada masa itu disebutkan bagaimana pembentukan calon anak manusia dan Malaikat yang
ditugasi menuliskannya.
Dalam taliq kitab Tuhfatul Wadud halaman 203-204 disebutkan bahwasanya hadits yang
menyatakan Malaikat membentuk nuthfah setelah berada di rahim selama 40 malam, tidaklah
bertentangan dengan hadits-hadits yang lain. Karena pembentukan Malaikat atas nuthfah terjadi
setelah nuthfah tersebut bergantung di dinding rahim selama 40 hari yakni ketika telah berubah
menjadi mudhghah. Wallahu Alam.
Perubahan janin dari nuthfah menjadi alaqah dan seterusnya itu berlangsung setahap demi setahap
(tidak sekaligus). Pada waktu 40 hari yang pertama, darah masih bercampur dengan nuthfah, terus
bercampur sedikit demi sedikit hingga sempurna menjadi alaqah pada 40 hari yang kedua, dan
sebelum itu tidaklah ia dinamakan alaqah. Kemudian alaqah bercampur dengan daging, sedikit demi
sedikit hingga berubah menjadi mudhghah. (Lihat Fathul Bari)
Tatkala telah sempurna waktu 4 bulan, ditiupkanlah ruh dan hal ini telah disepakati oleh ulama. Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah membangun madzhabnya yang masyhur berdasarkan dhahir hadits
Ibnu Masud bahwasanya anak ditiupkan ruh padanya setelah berlalu waktu 4 bulan. Karena itu bila
janin seorang wanita gugur setelah sempurna 4 bulan, janin tersebut dishalatkan (telah memiliki ruh
kemudian meninggal). Diriwayatkan yang demikian juga dari Said Ibnul Musayyib dan merupakan
salah satu dari pendapatnya Imam Syafii dan Ishaq.
Dinukilkan dari Imam Ahmad bahwasanya ia berkata : Apabila janin telah mencapai umur 4 bulan 10
hari, maka pada waktu yang 10 hari itu ditiupkan padanya ruh dan dishalatkan atasnya (bila janin
tersebut gugur). (Lihat Iqadzul Himam Al Muntaqa min Jami Al Ulum wa Al Hikam halaman 88-89
oleh Abi Usamah Salim bin Ied Al Hilali)
Kita lihat dalam hadits Ibnu Masud di atas bahwasanya penulisan Malaikat terjadi setelah berlalu
waktu 40 hari yang ketiga. Sedangkan pada riwayat-riwayat di atas, penulisan Malaikat terjadi setelah
waktu 40 hari yang pertama. Riwayat-riwayat tersebut tidaklah bertentangan.
Imam An Nawawi rahimahullah menerangkan dalam Syarah Muslim (juz 5 halaman 191) setelah
membawakan lafadh hadits dari Imam Bukhari berikut ini (yang artinya) : Sesungguhnya penciptaan
setiap kalian dikumpulkan dalam rahim ibunya selama 40 hari (sebagai nuthfah). Kemudian menjadi
segumpal darah selama itu juga. Kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga. Kemudian
Allah mengutus seorang Malaikat dan diperintah (untuk menuliskan) empat perkara, rezkinya dan
ajalnya, sengsara atau bahagianya. Kemudian ditiupkan ruh padanya .
)) merupakan kalimat sisipan antara mathuf dan mathuf alaih dan yang demikian ini dibolehkan
dan biasa dijumpai dalam Al Quran, hadits yang shahih, dan selainnya dari ucapan orang-orang
Arab cu u^ cvE lHvtT cu u^ lZE lHvt )). Maka sabda beliau (( cu u^ lZE lHvt ))
bukan dengan sabda sebelumnya yakni (( 0te [| _o +lt )) merupakan mathuf dari sabdanya
(( cu XeI +=t +tv [=v.^ [=uA )) menunjukkan diakhirkannya penulisan Malaikat atas
perkara-perkara tersebut setelah waktu 40 hari yang ketiga. Sedangkan dalam hadits-hadits yang lain
penulisan itu ditetapkan setelah waktu 40 hari yang pertama. Jawaban dari permasalahan ini adalah
bahwasanya sabda beliau (( cu)) dengan menggunakan (( cu XeISabda beliau (( .
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
)) merupakan kesempurnaan dari kalimat-kalimat yang awal. Dan tidaklah yang dimaksudkan
bahwasanya penulisan Malaikat itu baru terjadi setelah selesai tiga tahap kejadian (dari nuthfah
sampai menjadi mudhghah). Bisa jadi (yang diberitakan dalam hadits Ibnu Masud) yang
dimaksudkan adalah untuk susunan berita saja, bukan susunan yang diberitakan 0te )). Adapun
sabdanya (( [=uA )) merupakan mathuf dari (( cu u^ cvE lHvt .Sabda beliau ((
. (Fathul Bari 11/485)
Yang jelas penulisan takdir untuk janin di perut ibunya bukanlah penulisan takdir yang ditetapkan
untuk semua makhluk sebelum makhluk itu dicipta. Karena takdir yang demikian telah ditetapkan
50.000 tahun sebelumnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dari Abdullah bin
Amr radhiallahu anhuma :
Sesungguhnya Allah menetapkan takdir-takdir makhluknya lima puluh ribu tahun sebelum
menciptakan langit-langit dan bumi. (HR. Muslim 2653, shahih)
Dalam hadits Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau
bersabda :
Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena (Al Qalam). Lalu Dia berfirman kepadanya : Tulislah!
Maka pena menuliskan segala apa yang akan terjadi hingga hari kiamat. (HR. Abu Daud 4700,
Tirmidzi 2100, dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali dalam Iqadzul Himam)
Banyak nash yang menyebutkan bahwa penetapan takdir seseorang apakah ia termasuk orang yang
bahagia atau sengsara telah ditulis terdahulu. Antara lain dalam Shahihain dari Ali bin Abi Thalib
radhiallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :
Tidak ada satu jiwa melainkan Allah telah menulis tempatnya di Surga atau di neraka dan telah
ditulis sengsara atau bahagia. Maka seorang laki-laki berkata : Wahai Rasulullah! Mengapa kita
tidak mengikuti (saja) ketentuan kita (yang telah ditulis) dan kita tinggalkan amal? Maka beliau
bersabda : Beramal-lah, maka setiap orang akan dimudahkan terhadap apa yang ditetapkan
baginya. Adapun orang yang bahagia akan dimudahkan baginya untuk beramal dengan amalan
orang yang bahagia. Adapun orang yang sengsara akan dimudahkan baginya untuk beramal dengan
amalan orang yang sengsara. Kemudian beliau membaca : Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (QS. Al Lail : 5-7) [HR. Bukhari 3/225 -
Fathul Bari dan Muslim 2647]
Bahagia atau sengsara seseorang ditentukan oleh akhir amalnya, sebagaimana diisyaratkan dalam
hadits Ibnu Masud di atas. Demikian pula dalam hadits berikut, dari Sahl bin Saad radhiallahu anhu
dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :
Sesungguhnya hanyalah amal-amal ditentukan pada akhirnya (penutupnya). (HR. Bukhari 11/330 -
Fathul Bari)
Sebagai penutup dapat kita simpulkan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan apa saja yang Dia
kehendaki. Dia menciptakan manusia pertama (Adam Alaihis Salam) dari tanah, sedangkan anak-
anak Adam berketurunan dengan nuthfah hingga akhir kehidupan nanti. Dia tempatkan nuthfah
dalam rahim ibu dan dijaga oleh seorang Malaikat. Nuthfah ini kemudian pada akhirnya menjadi
segumpal daging dan dari segumpal daging terus berkembang hingga menjadi sosok anak manusia
kecil yang bernyawa lengkap dengan pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki. Bersamaan
dengan itu telah ditulis ketentuan takdir untuknya, apakah rezkinya lapang ataukah sempit, apakah
amalnya baik atau sebaliknya, kapan datang ajalnya dan apakah ia termasuk hamba Allah yang
beruntung ataukah yang sengsara. Naudzubillah!
Dari tanah manusia berasal dan pada akhirnya akan kembali menjadi tanah. Mungkin ini bisa menjadi
bahan renungan untuk kita semua. Wallahu Alam Bis Shawab.
Daftar Bacaan :
1. Al Quranul Karim. 2. Adlwaul Bayan. Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi. 3. Ad Durul Mantsur fi At Tafsir Al Matsur.
Imam As Suyuthi. 4. Ahkamuth Thifli. Asy Syaikh Ahmad Al Aysawi. 5. Asbabun Nuzul. Imam As Suyuthi. 6. Aunul Mabud. Al
Hafidh Ibnu Qayyim Al Jauziyah. 7. Aysarut Tafasir. Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi. 8. Fathul Bari. Al Hafidh Ibnu Hajar
Al Atsqalani. 9. Iqadzul Himam Al Muntaqa min Jami Al Ulum wal Hikam. Syaikh Abi Usamah Salim bin Ied Al Hilali. 10. Jami
Al Ulum wal Hikam. Al Hafidh Ibnu Rajab Al Hanbali. 11. Jami Al Bayan fi Tawil Al Quran. Ibnu Jarir Ath Thabari. 12. Muj am
Mufradat Alfadzil Quran. Al Allamah Al Ashfahani. 13. Shahih Muslim Syarah An Nawawi. Imam An Nawawi. 14. Shahih
Sunan Abi Daud. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. 15. Shahih Sunan At Tirmidzi. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani. 16. Tafsir Ibnu Katsir. Al Hafidh Ibnu Katsir. 17. Tafsir Al Qurthubi. Imam Al Qurthubi. Artinya : Jejak kehidupannya.
Mathuf merupakan istilah dalam ilmu nahwu yang bermakna kurang lebih lafadh yang mengikuti lafadh tertentu yang terletak
sebelumnya. Mathuf alaih bermakna lafadh yang diikuti oleh lafadh tertentu yang terletak sesudahnya.

Anda mungkin juga menyukai