Anda di halaman 1dari 38

Uji Kemanfaatan

TRISNA PERMADI S.Si, M.Farm


Penapisan efek farmakologi

Penapisan efek farmakologi Obat Tradisional ditujukan untuk melihat efek


farmakologik pada system biologi yang dapat merupakan petuniuk terhadap adanya
khasiat terapetik. Pengujian dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro pada
hewan coba yang sesuai. Petunjuk tentang khasiat calon OT seyogyanya diperoleh
dari percobaan in vivo pada hewan mamalia yang sesuai, sedapat mungkin dikaitkan
dengan model penyakitnya pada manusia. Kegunaan uji penapisan farmakologik
sebenarnya adalah untuk menghindari pemborosan dalam tahap uji lebih lanjut. Hasil
positif dapat digunakan untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia.
In Vitro

 In vitro (dalam gelas) mengacu pada teknik melakukan prosedur yang diberikan dalam
lingkungan yang terkendali di luar organisme hidup.
 Salah satu kelemahan tetap dari percobaan in vitro adalah bahwa mereka gagal untuk
mereplikasi kondisi seluler yang tepat dari suatu organisme, khususnya mikroba.
In vivo

 In vivo (bahasa Latin untuk "dalam makhluk hidup") mengacu pada eksperimen
menggunakan keseluruhan, organisme hidup sebagai lawan dari organisme parsial atau
mati. Penelitian pada hewan dan uji klinis adalah dua bentuk penelitian in vivo. Pengujian
in vivo sering dilakukan secara in vitro karena lebih cocok untuk mengamati efek
keseluruhan percobaan pada subjek yang hidup.

 Meskipun ada banyak alasan untuk meyakini penelitian in vivo memiliki potensi untuk
menawarkan wawasan konklusif tentang sifat obat dan penyakit, ada sejumlah cara bahwa
kesimpulan ini dapat menyesatkan. Misalnya, terapi dapat menawarkan manfaat jangka
pendek, tetapi membahayakan jangka panjang.
In silico
 Dalam silico adalah ungkapan yang digunakan untuk berarti "dilakukan pada komputer atau melalui simulasi
komputer." Ekspresi dalam silico pertama kali digunakan di depan umum pada tahun 1989 di bengkel "Cellular
Automata: Theory and Applications" di Los Alamos, New Mexico. Pedro Miramontes, seorang matematikawan dari
Universitas Otonomi Nasional Meksiko (UNAM), mempresentasikan laporan "Hambatan Fisikokimia DNA dan
RNA, Automata Seluler dan Evolusi Molekul." seluruhnya di komputer.
 Meskipun dalam studi silico merupakan cara penyelidikan yang relatif baru, telah mulai digunakan secara luas
dalam studi yang memprediksi bagaimana obat berinteraksi dengan tubuh dan dengan patogen. Sebagai contoh,
sebuah penelitian tahun 2009 menggunakan emulasi perangkat lunak untuk memprediksi bagaimana obat-obatan
tertentu yang sudah ada di pasaran dapat mengobati beberapa jenis tuberkulosis yang resistan terhadap beberapa
obat dan kebal obat.
 Ada berbagai teknik in silico, tetapi dua yang dibahas paling sehubungan dengan Protokol Marshall adalah:
 Teknik sekuensing bakteri - Sebagai alternatif metode in vitro untuk mengidentifikasi bakteri, berbagai metode in silico yang mengurutkan DNA dan
RNA bakteri telah dikembangkan. Penggunaan yang paling umum digunakan adalah polimerase chain reaction (PCR). PCR mengambil satu atau
beberapa potong salinan DNA dan meningkatkannya, menghasilkan jutaan atau lebih salinan dari rantai DNA tertentu. PCR telah memungkinkan
para peneliti untuk mendeteksi bakteri yang terkait dengan berbagai kondisi dengan sensitivitas yang semakin tinggi.
 Pemodelan molekuler - Bagian dari Marshall Pathogenesis didasarkan pada penelitian silico, menunjukkan bagaimana obat-obatan dan zat lain
berinteraksi dengan reseptor. Secara khusus, Trevor Marshall, PhD, telah menggunakan emulasi berbasis komputer untuk menunjukkan bahwa 25-D,
salah satu metabolit vitamin D, dan Capnine, zat yang diproduksi oleh bakteri, mematikan Reseptor Vitamin D. Kesimpulan ini sejak itu telah
divalidasi oleh pengamatan klinis.
 Simulasi sel utuh - Seperti yang dijelaskan di sini, para peneliti telah membangun model komputer dari bagian sel bakteri yang secara akurat
mensimulasikan perilaku sel hidup.
Persyaratan uji klinis OT

 Bahan baku terstandar


 Bahan baku harus memenuhi persyaratan FI, EkstraFI, MMI, atau jika belum ada maka boleh
menggunakan persyaratan lain diluar standar tersebut.
 Tidak mengandung zat kimia berkhasiat (tunggal murni)
 Dipilih formula yg memberikan keamanan, khasiat, mutu dan stabilitas terbaik
 Harus dapat terjamin kebenaran komposi, keseragaman dan keamanannya
 Pernyataan khasiat harus menggunakan istilah medik
 Protocol pengujian harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan
Uji klinik Fase I

 Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama


kalinya pada manusia.
 Dilakukan pada sukarelawan sehat untuk melihat keamanan obat
 Tujuannya untuk menentukan dosis tunggal yg dapat diterima
 Pada fase ini juga diteliti sifat farmakodinamikanya
 Uji klinik fase 1 dilakukan secara terbuka , yaitu tanpa
pembandingdan tidak tersamar
 Total jumlah subjeknya 20 – 50 orang
Uji klinik fase II

 Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita
 Tujuannya untuk melihat apakah efek farmakologik pada fase I berguna atau tidak untuk
terapi
 Pada fase II awal dilakukan secara terbuka, karena masih eksploratif
 Pada fase II akhir uji dibandingkan dengan plasebo atau obat standart
 Fase II akhir dilakukan secara tersamar ganda
 Fase II mencakup dosis efek, untuk menentukan dosis optimal yg akan digunakan
selanjutnya
 Subjek yg digunakan 100 – 200 penderita
Uji klinik fase III
 Uji ini dilakukan untuk memastikan suatu khasiat, dan untuk mengetahui
kedudukannya dibandingkan dengan standart
 Penelitian ini harus dapat menjawab pertanyaan tentang :
 Efek bila dilakukan secara luas dan diberikan oleh dokter yg kurang ahli
 Efek samping yg belum terlihat pada fase II
 Dampak pada penderita yg tidak diseleksi secara ketat
 Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda
 Pembanding yg digunakan pada uji ini adalah plasebo, obat yg sama tapi dosis
berbeda, obat standart dengan dosis equiefektif
 Jumlah penderita yg diikutsertakan paling sedikit 500 orang
 Bila hasil uji klinik fase III menunjukkkan obat aman dan efektif maka obat dapat
diizinkan untuk dipasarkan
Uji klinik fase IV

 Biasa disebut post marketing surveillance


 Uji ini mengamati obat yg telah dipasarkan
 Uji ini bertujuan untuk menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta
pola efektifitas dan keamanannya.
 Uji ini tidak terikat pada protokol penelitian, tidak ada ketentuan tentang
pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat
 Pada fase ini kepatuhan pasien mengkonsumsi obat merupakan masalah
Komponen uji klinik

1. Seleksi / pemilihan subjek


2. Rancangan
3. Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya
4. Pengacakan perlakuan
5. Besar sampel
6. Penyamaran
7. Penilaian respon
8. Analisis data
9. Protokol uji klinik
10. Etika uji klinik
Pemilihan subjek

 Dalam pemilihan subjek harus ditetapkan kriiteria diagnostik yg benar benar


merupakan indikasi utama pemakaian obat yg diujikan
 Kriteria inklusi : syarat yg secara mutlak harus dipenuhi oleh subjek, meliputi
diagnostik (klinis maupun laboratoris), derajat penyakit, umur, jenis kelamin
 Kriteria eklusi : kriteria yg tidak memungkinkan diikutsertakannya subjek, contoh
kondisi hamil
Rancangan uji klinik

 Uji klinik fase III membandingkan dua atau lebih terapi dengan
menggunakan satu atau lebih parameter pengukuran, maka perlu
dibuat rancangan atau desain yg dapat dipertanggung jawabkan.
 Rancangan tersebut ialah parallel atau Randomized controlled trial
(RCT) dan RCT cross over
Jenis pengobatan

 Dalam uji klinik, jenis pengobatan dan pembandingnya harus didefinisikan secara jelas
 Informasi yg perlu dicantumkan meliputi jenis obat dan formulasinya, dosis dan frekuensi
pengobatan, waktu dan cara pemberian, serta lamanya pengobatan.
 Penggunaan pembanding juga harus jelas apakah pembanding positif (obat standart) atau
negatif (plasebo)
 Plasebo tidak dianjurkan untuk
 penyakit yg dapat berakibat fatal dan serius
pengacakan

 Pengacakan mutlak diperlukan dalam uji klinik terkendali dengan


tujuan untuk menghindari bias
 Dengan pengacakan maka setiap subjek akan memperoleh
kesempatan yg sama dalam mendapatkan perlakuan, dan ciri – ciri
subjek dalam suatu kelompok praktis seimbang
Besar sampel

 Besar sampel ditentukan oleh derajat kepekaan uji klinik,


keberagaman hasil dan derajat kebermaknaan statistik
 Jika perbedaan kemaknaan klinis antara obat yg diuji tidak begitu
besar maka diperlukan numlah sampel yg besar
 Makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam kelompok yg
sama maka makin sedikit jumlah subjek yg diperlukan
 Makin besar kebermaknaan statistik yg diharapkan dari uji klinik,
maka makin besar pula jumlah subjeknya
penyamaran

 Penyamaran adalah merahasiakan bentuk terapi yg diberikan


 Dengan penyamaran maka pasien dan atau pemeriksa tidak
mengetahui yg mana obat yg diuji dan yg mana pembandingnya
 Single blind : pasien tidak mengetahui identitas obat
 Double blind : pasien dan dokter tidak mngetahui identitas obat
 Triple blind : pasien, dokter dan pengolah data tidak mengetahui
identitas obat
Penilaian respon

 Penilaian respon pasien terhadap proses terapi yg


diberikan harus bersifat objektif, akurat dan konsisten.
 Respon yg diukur harus didefinisikan dengan jelas
 Variabel – variabel yg dapat muncul dalam pengujian
harus diatur sedemikian rupa
Analisis dan interpretasi data

 Analisis data dan interpretasi hasil suatu uji klinik sangat


tergantung pada metode statistik yang digunakan.
 Metode statistik yang akan digunakan harus sudah
disiapkan saat pengembangan protokol penelitian.
 Sebagai contoh, bila kriteria untuk penilaian hasil
diekspresikan dalam bentuk ya atau tidak maka salah satu
uji stratistiknya adalah Chi-square
Protokol uji klinik

 Protokol uji klinik (operation manual) adalah penjelasan


mengenai prosedur dan tatalaksana penelitian hingga cara
penilaian hasil dan analisis data
 Protokol uji klinik diperlukan sebagai rancangan ilmiah
(scientific design) yg mencakup latar belakang, tujuan
khusus, kepentingan uji klinik hingga rancangan uji dasar
ilmiah penggunaan rancangan yang bersangkutan
Etika uji klinik
 Setiap uji klinik perlu memegang prinsip-prinsip dasar etika penelitian yang
secara garis besar menjamin bahwa segi kesehatan dan keselamatan pasien akan
menjadi pertimbangan dan perhatian utama peneliti.
 Tujuan uji klinik lebih diutamakan bagi kepentingan pasien dari pada sekedar uji
coba obat.
 Etika uji klinik antara lain mencakup, protokol uji klinik telah mendapat izin
kelaikan etik (ethical clearance) dari komisi etik penelitian biomedik pada
manusia, menjamin kebebasan pasien untuk ikut secara sukarela dan mengizinkan
pasien bila mengundurkan diri dari uji klinik.
 Keikutsertaan pasien dalam uji klinik harus dinyatakan secara tertulis (written -
informed consent). Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang
diperoleh pasien.
Meta analisis

 Meningkatkan ketepatan konklusi dari review terhadap


berbagai uji klinis
 Dasarnya :
 Menggabungkan berbabagai laporan uji klinis
 Melakukan penilaian kuantitatif
 Membuat konklusi
Kerangka protokol uji kemanfaatan
1. Judul
2. Pendahuluan
 Latar belakang
 Rumusan masalah
 Hipotesis
 Tujuan penelitian
 Manfaat
3. Tinjauan pustaka
4. Metodologi
 Desain
 Tempat dan waktu
 Populasi dan sampel
 Kriteria inklusi dan ekslusi
 Cara kerja
 Pengukuran variabel
 Analisa statistik
 Definisi operasional
5. Daftar pustaka
Pemilihan OT

 Jenis OT yg diharapkan mempunyai khasiat untuk penyakit –


penyakit yg menduduki urutan atas dalam morbiditas
 Jenis OT yg diperkirakan mempunyai khasiat untuk penyakit
tertentu berdasarkan inventarisasi pengalaman pemakaian
 Jenis OT yg diperkirakan merupakan alternatif untuk penyakit
tertentu
 Tidak bersifat narkotik
Bagaimana menetapkan judul?

 Judul harus menggambarkan isi UK


 Disusun dalam kalimat sederhana, jangan terlalu panjang
 Jangan menggunakan singkatan, kecuali sangat umum
 Contoh :
 Uji Efektivitas Jamu Godok Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Winstar
 Perbandingan Efektifitas Klinis Jamu Godok Versus Glibenklamid untuk Diabetes
Tipe II
 Contoh yg salah :
 Uji Aktivitas Antidiabetes Air Seduhan Jamu Godok Untuk Menurunkan Kadar Glukosa Darah
Tikus Putih Jantan Galur Winstar Secara In Vivo
Menjelaskan latar belakang

 Harus menggambarkan adanya suatu masalah (perbendaan antara


apa yg ada dan apa yang seharusnya ada, atau perbedaan kondisi
saat ini dan kondisi yg seharusnya tercapai)
 Contoh : DHF adalah infeksi virus yang sering mengakibatkan
kematian di Indonesia. Hingga kini belum ada antimikroba yang
efektif dan aman untuk infeksi tersebut
Menetapkan tujuan

 Uraian tentang latar belakang yg dirumuskan dengan tajam untuk menjawab pertanyaan
penelitian
 Pertanyaan penelitian adalah ketidakpastian akan sesuatu dalam populasi yang ingin
dipastikan oleh kalian dengan melakukan pengujian
 Tujuan harus memenuhi kaedah berikut ini : layak, menarik, baru, etis, dan relevan
 Contoh :
 Pertanyaan penelitian : apakah jamu godok dapat menurunkan kadar gula darah tikus winstar?
 Tujuan penelitian : untuk mengetahui apakah jamu godok dapat menurunkan kadar gula darah
tikus winstar
Menetapkan tujuan
 Ciri – ciri pertanyaan penelitian yg buruk :
 Terlalu banyak variabel yg mau diukur
 Jumlah subjek yg sulit dipenuhi
 Mengulang apa yg sudah diketahui orang
 Menarik bagi anda tapi tidak menarik bagi org lain
 Tidak bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan
 Metode pengukuran diluar kemampuan
 Terlalu mahal atau terlalu lama
 Sebaiknya jangan mulai menulis protokol sebelum mengecek ide kalian dengan
kaedah penelitian
Menetapkan tujuan

 Tujuan umum : menjelaskan tujuan jangka panjang, misal


menjadikan jamu godok sebagai alternatif terapi diabetes
tipe II
 Tujuan khusus : menjelaskan tujuan secara langsung,
misal apakah jamu godok dapat menurunkan kadar gula
darah tikus winstar
Menyusun hipotesis

 Hipotesis adalah jawaban sementara untuk pertanyaan


penelitian, yang akan diuji kebenarannya melalui dalam
pelaksanaan UK
 Hipotesis riset tidak sama dengan hipotesis statistik
 Penelitian deskriptif / observasional tidak mempunyai
hipotesis
Desain penelitian

 Dengan kontrol
 Pararel
 Cross over
 Latin square
 Faktorial
 Pengacakan pasangan serasi
 Randomisasi grup
 Tanpa kontrol
 Time series
 Kontrol diri sendiri
 Meta analisis
Desain pararel

 Paling banyak digunakan


 Bisa untuk akut atau kronis
 Bisa 2 kelompok atau lebih
 Perlu kelompok yg seimbang (dilakukan randomisasi)
 Perlu penyamaran

Perlakuan uji

Sampel

Randomisasi
Perlakuan kontrol
Desain menyilang
 Tiap subjek menjadi kontrol bagi dirinya sendiri
 Cocok untuk penyakit kronik
 Populasi sampel lebih sedikit (50% dari pararel)
 Tidak cocok untuk penyakit yg sembuh dalam 1x terapi
 Ada carry over effect dan order effect
 Contoh desain menyilang :
 Asma kronik
 Reumatoid
 Heiperkolesterolemia
 hipertensi Perlakuan uji Perlakuan kontrol

Sampel Washout

Randomisasi Perlakuan kontrol Perlakuan uji


Desain latin square

 Merupakan desain menyilang dengan kelompok perlakuan >2


 Menggunakan sampel yg sedikit
 Tidak dapat diterapkan pada penyakit yg sembuh cepat
Desain faktorial

 Sangat efisien, dapat menjawab 2 pertanyaan penelitian sekaligus


 Contoh efek jamu godok terhadap hiperurisemia dan efek jamu tokcer terhadap inflamasi
 Namun bila ada interaksi antara kedua obat penafsiran menjadi sulit

Obat A + obat B

Obat A + plasebo B
Sampel

Randomisasi
Obat B + plasebo A

Plasebo B + plasebo A
Uji kemanfaatan tanpa kontrol

 Berpotensi menghasilkan kesimpulan yg sangat menyesatkan


 Sering digunakan untuk tujuan promosi
 Sulit digunakan untuk mendapatkan izin edar
Menyeleksi subjek

 Kriteria inklusi jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat


 Kriteria ekslusi adalah yg emenuhi kriteria inklusi tapi harus dikeluarkan lg, contohnya
kehamilan, cacat fisik, dll
 Variabel dasar (umur, BB, jenis kelamin dll) di ukur
 Populasi sampel harus tepat
 Populasi terlalu sedikit hasilnya semu
 Populasi terlalu banyak boros waktu dan anggaran
Pengukuran variabel dan analisis data

 Tentukan variabel apa saja yg akan diukur


 Tentukan skala pengukuran variabel
 Untuk populasi 2 kelompok tidak berkaitan gunakan unpaired t test
 Untuk populasi 2 kelompok saling berkaitan gunakan paired t test
 Populasi > 2 kelompok gunakan anova

Anda mungkin juga menyukai