Dosen Pengampu :
Dra. Rd. Siti Sa’adah. M.Ag.
Kelompok 3 A :
Aris Maulana (11200210000037)
Nur Sinta (11200210000022)
A. Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd (bahasa Arab: بنرشد/ ;اNama lengkap bahasa Arab: بنرشد/حمد ا/بنا/لوليد محمد ا//بو ا/أ. Abu Al-Walid
Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd; 1126 – 11 Desember 1198), sering dilatinkan sebagai Averroes, adalah
seorang filsuf dan pemikir dari Al-Andalus yang menulis dalam bidang disiplin ilmu, termasuk filsafat, akidah
atau teologi Islam, kedokteran, astronomi, fisika, fikih atau hukum Islam, dan linguistik. Karya-karya filsafatnya
termasuk banyak tafsir, parafrase, dan ringkasan karya-karya Aristoteles, yang membuatnya dijuluki oleh dunia
barat sebagai “Sang Penafsir”.
B. Nasiruddin al-Thusi
Nama lengkapnya adalah Abu Jafar Muhammad Ibn Muhammad al Hasan Nasr al-Din al-thusi al-
Muhaqiqiy., ia adalah seorang sarjana yang mahir dalam ilmu Matematika, astronomi, politik, geografi,
farmasi, filsafat, mineragoli, teologi dan etika. Al-Thusi lahir pada tahun 1201 M / 597 H. Nama ayahnya
adalah Muhammad Ibnu Hasan, yang mendidik Al-Thusi sejak pendidikan dasar, kemudian Al-Thusi berangkat
menuju Nishapur untuk meneruskan pendidikan ketingkat lanjut.
Filsafat (Pemikiran) Nasiruddin al-Thusi
1. Filsafat Metafisika
Menurut Nashiruddin Al-Thusi, metafisika terdiri atas dua bagian, pertama ilmu Ketuhanan (’Ilmi Ilahi), kedua
filsafat pertama (falsafahi ula). Ilmu Ketuhanan meliputi Tuhan, akal, dan jiwa, pengetahuan tentang alam
semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta yang merupakan filsafat pertama.Sebagaimana
dijelaskan Allah dalam Q.S. Yasiin: 82:
ُ إِنَّ َما أَ ْم ُرهُ إِ َذا أَ َرا َد َش ْيئًا أَ ْن يَقُو َل لَهُ ُك ْن فَيَ ُك
ون
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka
terjadilah ia. (Q.S. Yasin 36:82)
2. Filsafat Etika
Tujuan dari filsafat etika (akhlak) Nashiruddin al-Thusi ini adalah untuk menemukan cara hidup untuk
mencapai sebuah kebahagiaan. Agar bisa mencapai kebaikan maka dalam hal ini manusia dituntut untuk sering
berbuat baik, menempatkan kebaikan di atas keadilan dan cinta.
3. Filsafat Jiwa
Pandangan Tusi tentang jiwa, ia berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan
karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain, lagi pula jiwa tidak bisa dibuktikan secara kasat mata. Masalah
semacam ini, pemikiran yang lepas dari eksistensi orang itu sendiri merupakan suatu kemustahilan dan
kemusykilan yang logis sebab suatu argumen masyarakat tentang adanya seorang ahli argumen dan sebuah
masalah untuk diargumentasikan, sedangkan dalam hal ini, keduanya sama yang bernama jiwa.
Sekian terimakasih