Anda di halaman 1dari 38

Hukum

Kewarisa
n
Kelompok 5

1. Apriyani Pratiwi (2010631020170)

2. Destianne Rachma Amalia (2010631020173)

3. Siti Aminah (2010631020135)

4. Tania Agustin (2010631020141)

5. Tegar Abdillah Manaf (2010631020144)


PENGERTIAN HUKUM
WARIS

Mawaris atau Aturan berkaitan dengan pembagian harta


faraid pusaka.

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari


Keberlakuan hukum waris harta peninggalan ibu bapak dan
dalam Islam adalah Al-Qur’an kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
dan Sunnah Rasul bagian (pula) dari harta peninggalan ibu
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan”
(QS.An-Nisa, 4:7)
03
Bentuk-Bentuk 01
Hak waris secara fardh Hak waris secara
Waris (yang telah ditentukan tambahan.
bagiannya).

04
02
Hak waris secara 'ashabah
Hak waris secara
(kedekatan kekerabatan dari
pertalian rahim.
pihak ayah).
Waris Berlakunya Hukum

- Membiayai perawatan jenazahnya

Apabila seorang muslim - Membayar zakatnya, jika si mayat belum


meninggal dunia dan mengeluarkan zakat sebelum meninggal dunia

meninggalkan harta benda, - Membayar utang-utangnya apabila mayat


maka setelah mayat meninggalkan utang

dikuburkan, keluarganya - Membayarkan wasiatnya, jika mayat mewasiatkan


wajib mengelola harta sebelum meninggal dunia

peninggalannya dengan - Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta


langkah-langkah berikut: peninggalan milik mayat sebagai harta pusaka yang
dinamai tirkah atau mauruts. Harta tersebut
dibagikan kepada ahli waris mayat berdasarkan
ketentuan hukum waris islam.
Sebab Perwarisan

1. Perkawinan > Adanya ikatan sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami
istri. Keduanya memiliki hak waris mewarisi yang tidak terhalang oleh ahli waris
manapun.
2. Kekerabatan > Hubungan nasab antara dua orang yang mewariskan dan dua orang
yang mewarisi disebabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akan terputus karena
menjadi sebab adannya seseorang tidak bisa dihilangkan.
3. Wali atau perwalian > Kekerabatan yang timbul karena membebaskan budak dan
adanya perjanjian tolong menolong atau sumpah setia antara seseorang dengan
orang lain.
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia,
dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi
harta peninggalannya.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk
menguasai atau menerima harta peninggalan
Rukun
pewaris dikarenakan adanya ikatan Waris
kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan,
atau lainnya.
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau
kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik
berupa uang, tanah, dan sebagainya.
Syarat Waris
01 02
Meninggalnya seseorang Adanya ahli waris yang
(pewaris) baik secara hakiki hidup secara hakiki pada
maupun secara hukum
waktu pewaris meninggal
(misalnya dianggap telah
meninggal). dunia.
03
Seluruh ahli waris diketahui
secara pasti, termasuk jumlah
bagian masing-masing.
SYARAT PERTAMA

seseorang telah meninggal dan diketahui seluruh ahli warisnya atau


sebagian dari mereka, atau vonis ditetapkan hakim terhadap seseorang yang
tidak diketahui lagi keberadaannya.

Sebagai contoh, orang yang hilang yang keadaannya tidak diketahui lagi
secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang telah
meninggal. Hal ini harus diketahui secara pasti, karena bagaimanapun
keadaannya, manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk
mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikannya tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal.
SYARAT KEDUA

Pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris secara syariat
benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah meninggal tidak memiliki hak
untuk mewarisi.

Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling
mewarisi meninggal dalam satu peristiwa atau dalam keadaan yang berlainan
tetapi tidak diketahui mana yang lebih dahulu meninggal maka di antara mereka
tidak dapat saling mewarisi harta mereka miliki ketika masih hidup.
Hal seperti ini oleh kalangan fuqaha digambarkan seperti orang yang sama-sama
meninggal dalam suatu kecelakaan kendaraan, tertimpa puing, atau tenggelam.
Para fuqaha menyatakan, mereka adalah golongan orang yang tidak dapat saling
mewarisi.
SYARAT KETIGA

Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya
suami, istri, kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui dengan
pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris.
Sebab, dalam hukum waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan
membedakan jumlah yang diterima.

Misalnya, kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa seseorang adalah saudara
sang pewaris. Akan tetapi harus dinyatakan apakah ia sebagai saudara kandung,
saudara seayah, atau saudara seibu. Mereka masing-masing mempunyai hukum
bagian, ada yang berhak menerima warisan karena sebagai ahlul furudh, ada
yang karena 'ashabah, ada yang terhalang hingga tidak mendapatkan warisan
(mahjub), serta ada yang tidak terhalang.
Penggugur Hak
Warishak waris seseorang maksudnya
Penggugur
kondisi yang menyebabkan hak waris
seseorang menjadi gugur
Budak
Pembunuhan
Seseorang berstatus sebagai budak Apabila seorang ahli waris
tidak mempunyai hak mewarisi 01 02 membunuh pewaris (misalnya
sekalipun dari saudaranya. Sebab seorang anak membunuh
sesuatu yang dimiliki secara ayahnya), maka ia tidak
langsung menjadi milik tuannya. berhak mendapatkan warisan.
Baik budak sebagai qinnun Hal ini berdasarkan sabda
Perbedaan
,mudabbar atau mukatab. 03 Agama
Rasulullah saw.:
"Tidaklah seorang pembunuh
berhak mewarisi harta orang
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh yang dibunuhnya."
orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah
ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan
tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)
Ahli waris (yaitu orang yang
berhak mendapatkan
warisan) dari kaum laki-laki Jenis-jenis Ahli Waris
ada lima belas:

Anak Cucu laki- Kakek Saudara Saudara kandung


laki-laki laki(dari anak Bapak (dari pihak kandung laki-laki se ayah
laki-laki) bapak) laki-laki

Anak laki-laki
Anak laki-laki Saudara laki-laki
Paman (saudara Paman (saudara dari saudara
dari saudara laki- seibu
bapak seayah) kandung bapak) kandung laki-
laki seibu
laki
Anak laki-laki
dari paman Laki-laki yang
Anak laki-laki
(saudara paman seayah Suami memerdekakan
kandung ayah) budak

Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya,
yang penting laki-laki dan dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan kakek, dan seterusnya.
Adapun ahli waris dari kaum Jenis-jenis Ahli Waris Ahli
wanita ada sepuluh: Waris dari Golongan Wanita

Anak perempuan Nenek (ibu Nenek (ibu Saudara kandung


Anak
Ibu (dari keturunan dari bapak) perempuan
perempuan dari ibu)
anak laki-laki)

Perempuan yang Saudara perempuan


Saudara
memerdekakan Istri perempuan seibu
seayah
budak.

Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit dan seterusnya, yang penting
perempuan dari keturunan anak laki-laki. Demikian pula yang dimaksud dengan nenek --baik ibu
dari ibu maupun ibu dari bapak dan seterusnya.
HIBAH
Pengertian Hibah

Secara bahasa hibah adalah


pemberian (athiyah)
Menurut istilah hibah
yaitu : “akad yang menjadikan
kepemilikan tanpa adanya
pengganti ketika masih hidup
dan dilakukan secara sukarela”.
Didalam syara” sendiri menyebutkan
hibah mempunyai arti akad yang
pokok persoalannya pemberian harta
milik seseorang kepada orang lain
diwaktu dia hidup, tanpa adanya
imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya
kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi
tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan
maka harta tersebut disebuti’aarah (pinjaman).
Hukum Hibah

Hibah disyariatkan dan dihukumi mandub (sunat) dalam Islam. Dan Ayat ayat Al quran maupun teks dalam
hadist juga banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong menolong dan salah
satu bentuk tolong menolong tersebut adalah memberikan harta kepada orang lain yang betul–betul
membutuhkannya.

Dalam firman Allah:


… Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa..( QS: Al Maidah: 2).
Adapun barang yang sudah dihibahkan tidak boleh diminta kembali kecuali hibah orang tua kepada
anaknya dalam sabda Nabi yang artinya :
“Tidak halal bagi seseorang yang telah memberi sesuatu pemberian atau menghibahkan suatu hibah
atau menarik kembali kecuali orang tuua yang memberi kepada anaknya.” (HR. Abu Daud)
Rukun Hibah

Menurut jumhur ulama’ rukun hibah ada empat:


Mauhub lah
Wahib (Pemberi) (Penerima)

Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan Penerima hibah adalah seluruh manusia dalam
barang miliknya kepada orang lain. arti orang yang menerima hibah.

Mauhub Shighat (Ijab dan


Qabul)

Mauhub adalah barang


Shighat hibbah adalah segala sesuatu yang dapat
yang di hibahkan.
dikatakan ijab dan qabul.
Syarat-Syarat Hibah
Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang
diberi hibah, dan sesuatu yang dihibahkan. 02
.    Syarat-syarat
01 bagi orang yang
Syarat-syarat penghibah
diberi hibah
Orang yang diberi hibah disyaratkan benar-
• Penghibah memiliki sesuatu untuk dihibahkan benar ada waktu diberi hibah.
• Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena
suatu alasan. Bila tidak benar-benar ada, atau diperkirakan
• Penghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang adanya, misalnya dalam bentuk janin, maka
kemampuannya. hibah tidak sah. Apabila orang yang diberi
• Penghibah itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang hibah itu ada  di waktu pemberian hibah, akan
mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya. tetapi dia masih atau gila, maka hibah itu
diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau
orang mendidiknya sekalipun dia orang asing.
03
Syarat-syarat bagi yang
dihibahkan Syarat-Syarat Hibah
• Benar-benar ada.
• Harta yang bernilai.
• Dapat dimiliki dzatnya, yakni bahwa yang dihibahkan itu adalah apa yang bisa dimiliki, diterima peredarannya,
dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menghibahkan air di sungai, ikan di laut, burung di
udara, masjid-masjid atau pesantren-pesantren.
• Tidak berhubungan dengan tempat pemilik hibah, seperti menghibahkan tanaman, pohon, atau bangunan
tanpa tanahnya.
• Dikhususkan, yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum, sebab pemegangan dengan tangan itu tidak sah
kecuali bila ditentukaan (dikhususkan) seperti halnya jaminan.

Terdapat dua hal yang hendak dicapai oleh hibah yakni, 

Pertama, dengan beri memberi akan menimbulkan suasana akrab dan kasih sayang antara sesama manusia.  Sedangkan
mempererat hubungan silaturrahmi itu termasuk ajaran dasar agama Islam. 

Kedua, yang dituju oleh anjuran hibah adalah terbentuknya kerjasam dalam berbuat baik, baik dalam menanggulangi
kesulitan saudaranya, maupun dalam membangun lembaga-lembaga sosial.
Macam-macam Hibah

Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu

Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang
mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang
pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun.

Misalnya  menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.

Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau
barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi
hibah.
Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau
hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah
seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena
setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus
dikembalikan.
WASIAT
Pengertian Wasiat

Kata wasiat itu diambil dari kata wahshaitu asy-syaia,


uushiihi, artinya aushaltuhu ( aku menyampaikan sesuatu). Maka
orang yang berwasiat adalah orang yang menyampaikan pesan
diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.

Menurut syara’ wasiat adalah pemberian seseorang


kepada orang lain baik itu berupa barang, piutang
ataupun mamfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi
wasiat sesudah orang yang berwasiat tersebut mati.
Sebagian fuqaha mengartikan bahwa wasiat itu adalah pemberian hak milik secara sukarela yang
dilaksanakan setelah pemberinya mati. wasiat bisa berupa barang, piutang ataupun manfaat.
Firman Allah SWT : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-
tanda maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya dengan cara yang baik. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang taqwa( QS Al-
Baqarah : 180 )

Dalam sunnah juga terdapat hadist-hadist berikut: “ telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim,
dari Ibnu Umar r.a., dia berkata:  Telah bersabda Rasulullah saw: “ Hak bagi seorang muslim yang
mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam dua malam tiada lain
wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya.” Ibnu Umar berkata : Tidak berlalu bagiku satu
malampun sejak aku mendengar Rasulullah saw. Mengucapkan hadist itu kecuali wasiatku berada
di sisiku.

Makna dari hadist ini adalah bahwa yang demikian ini merupakan suatu keberhati-hatian, sebab
kemungkinan orang yang berwasiat itu mati secara tiba-tiba.

Asy-Syafi’i berkata: Tidak ada keberhati-hatian dan keteguhan bagi seorang muslim, melainkan bila
wasiatnya itu tertulis dan berada disisinya bila dia mempunyai sesuatu yang hendak di wasiatkan, sebab dia
tidak tahu kapan ajalnya datang, sebab jika dia mati sedangkan wasiatnya itu tidak tertulis dan tidak berada
disisinya, maka wasiatnya mungkin tidak kesampaian.
Syarat Dan Rukun
Wasiat

Rukun wasiat ada empat yaitu

• Pewasiat (Al-Mushi)

• Harta yang diwasiatkan (musho bih)

• Penerima wasiat (musho lah)

• Penerima amanah menyampaikan wasiat (musho ilaih)


Adapun syarat dari keempat unsur di atas adalah  :

1. Syarat benda yang diwasiatkan (musho bih)


a. Wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga). Apabila lebih, maka untuk kelebihan dari 1/3 harus atas seijin ahli
waris.
b. Wasiat tidak boleh diberikan pada salah satu ahli waris kecuali atas seijin ahli waris lain.
c. Boleh berupa benda yang sudah ada atau yang belum ada seperi wasiat buah dari pohon yang belum berbuah.
d. Boleh berupa benda yang sudah diketahui atau tidak diketahui seperti susu dalam perut sapi.
e. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

2. Syarat Pewasiat / Pemberi Wasiat (Al-Washi)


a. Akil baligh
b. Berakal sehat
c. Atas kemauan sendiri.
d. Boleh orang kafir asal yang diwasiatkan perkara halal.
Adapun syarat dari keempat unsur di atas adalah  :

3. Syarat Penerima Wasiat (Al-Musho Lah 3‫ه‬3‫لموصىل‬33‫)ا‬


Penerima wasiat ada dua macam. (i) Wasiat umum seperti wasiat pembangunan masjid; (ii) wasiat khusus yaitu wasiat
kepada orang/benda tertentu. Kalau wasiat bersifat umum, maka tidak boleh untuk hal yang mengandung dosa
(maksiat). Contoh, wasiat harta untuk pembangunan masjid boleh tetapi wasiat untuk membangun klab malam tidak
boleh.
Untuk wasiat khusus maka syaratnya adalah :

• Penerima wasiat hidup (orang mati tidak bisa menerima wasiat)

• Penerima wasiat diketahui (jelas identitas oragnya).

• Dapat memiliki.

• Penerima wasiat tidak membunuh pewasiat.

• Penerima wasiat menerima (qabul) pemberian wasiat dari pewasiat. Kalau menolak, maka wasiat batal.
Hukum Wasiat

Melaksanakan wasiat itu wajib dan berdosa bagi al-musho ilaih


kalau tidak menyampaikan wasiat. Sedangkan hukum wasiat bagi
pewasiat (al-washi/al-mushi) ada 4 (empat) yaitu wajib, sunnah,
makruh dan haram.

1. WASIAT WAJIB
Wajib apabila (i) manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat,
seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat
yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai
hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.
Hukum Wasiat
2. WASIAT SUNNAH
Wasiat adalah Sunnah mu'akkad menurut ijmak (kesepakatan) ulama. Walaupun bersedekah pada waktu hidup itu lebih
utama. Dan apabila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang saleh. Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal.

3. WASIAT MAKRUH
Makruh apabila (i) orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang
membutuhkan hartanya. Dan (ii) wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan
menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan.
Hukum Wasiat
4. WASIAT HARAM
a. Wasiat yang lebih dari 1/3 (sepertiga)
b. Wasiat kepada ahli waris.
c. Haram jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun
wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat
hiburan.

5. WASIAT MUBAH (BOLEH)

Wasiat hukumnya mubah apabila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati itu kerabat ataupun
orang jauh (bukan kerabat). Menurut Imam Rafi'i mubahnya wasiat karena bukan transaksi ibadah.
WAKAF
Pengertian wakaf

Secara etimologis Wakaf berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan yang mempunyai arti

menghentikan atau menahan. Secara terminologis para ulama telah memberikan definisi wakaf,

antara lain sebagai berikut :

Pengertian Wakaf Menurut Imam Nawawi adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya

tetapi bukan untuk dirinyam sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya

untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.


Tujuan dan fungsi wakaf

Tujuan Wakaf :

memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan dengan fungsinya.

Fungsi Wakaf :

Untuk mewujudkan suatu potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan

ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.


Macam-macam wakaf
1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)
Wakaf ahli merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang atau lebih dari satu, baik
keluarga wakif atau bukan, misalnya mewakafkan buku untuk anaknya yang mampu mempergunakannya,
kemudian diteruskan kepada cucu-cucunya. Macam wakaf ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta
wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf Umum
Wakaf umum ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan pada
orang-orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan juga dengan amalan wakaf yang menyatakan bahwa pahalanya
akan terus mengalir sampai wakif itu meninggal dunia. Apabila harta wakaf masih, tetap diambil manfaatnya
sehingga wakaf itu dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan merupakan sarana untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang sosial, pendidikan, kebudayaan,ekonomi serta
keagamaan.
Syarat wakaf
1. Syarat Wakaf harus ada Wakif
Dalam syarat wakaf harus ada wakif. Wakif adalah orang yang mewakafkan harta benda miliknya. Wakif antara
lain meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum. Syarat perseorangan yaitu dewasa, berakal sehat dan
juga tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda wakaf.

2. Syarat Wakaf harus ada Nadzir


Dalam syarat wakaf harus ada nadzir. Nadzir adalah orang yang diserahi tugas pemiliharaan dan pengurusan
benda wakaf. Nadzir meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum.

3. Syarat Wakaf harus ada Harta Benda Wakaf


Syarat wakaf harus ada harta benda yang diwakafkan. Harta benda wakaf adalah benda baik bergerak maupun
tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai atau bernilai menurut ajaran islam.
4. Syarat Wakaf harus ada Ikrar Wakaf
Syarat wakaf harus ada ikrar wakaf. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan
benda miliknya. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakil kepada nadzir di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf) dengan disaksikan oelha 2 orang saksi, ikrar tersebut dinyatakan secara lisan dan atau tulisan serta
diuangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Lanjutan

5. Syarat Wakaf harus ada Peruntukan Harta Benda Wakaf


Syarat wakaf harus ada peruntukan harta benda wakaf. Dalam rangka mencapai fungsi wakaf dan tujuan
wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi :
- Sarana ibadah
- Kegiatan dan prasarana pendidikan serta kesehatan
- Bantuan kepada anak terlantar, fakir miskin, yatim piatu dan beasiswa
- Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
- Kemajuan dan juga kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.

6. Syarat Wakaf harus ada Jangka Waktu Wakaf


Syarat wakaf harus ada jangka waktu wakaf. Pada umumnya para ulama berpendapat yang diwakafkan
zatnya harus kekal. Namun Imam Malik dan golongan syi'ah Imamiyah menyatakan bahwa wakaf itu boleh
dibatasi waktunya.
Rukun wakaf
1. Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;

a. kehendak sendiri

b. berhak berbuat baik walaupun non Islam

2. Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;

a.Barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari

b. Miliki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian

yang lain

c. Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak

syah.

d. Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul

(jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)


Terima kasih

Any questions ?

Anda mungkin juga menyukai