Anda di halaman 1dari 62

Hidung

Rahmatulhusna Atika G1A219130


Ririn hayu Pangestu G1A219110
Dwi Mutiara Ramadani G1A219127
Andi Wahyuni Ahmad G1A219139
Sarah Madeleyne Baringbing G1A219128
→ Hidung (nasal) merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian
lebih dari biasanya merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.

→ Hidung mempunyai beberapa fungsi: sebagai indra penghidu, menyiapkan udara


inhalasi agar dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada
paru-paru dan memodifikasi bicara.

→ Hidung Terbagi atas 2 bagian :


I. Hidung luar (eksternal)
II. Hidung dalam (Internal)
EXTERNAL ASPECTS OF THE NOSE
• Menonjol pada garis tengah di antara pipi dan berada di bibir atas
Struktur hidung :
• Kubah tulang Lateral view
• Kubah kartilago Radiks nasi
• Lobulus hidung
Dorsum nasi
Bentuk piramid :
Apeks nasi
1. Pangkal (radix)
2. Batang (dorsum)
3. Puncak (apex) Sulkus alaris
kolumela
4. Ala nasi Ala nasi
Anterior view
5. Kolumela
6. Lubang (nares anterior)
Plica
nasolabialis
Angulus
nasolabialis
Hidung Luar (Eksterna)
Hidung luar di bentuk oleh kerangka tulang dan tulang tuang rawan
The nasal cavity is the most superior part of
the respiratory tract. It extends from the
vestibule of the nose to the nasopharynx,
and has three divisions:

• Vestibule – the area surrounding the


anterior external opening to the nasal
cavity.
• Respiratory region – lined by a ciliated
psudeostratified epithelium, interspersed
with mucus-secreting goblet cells.
• Olfactory region - located at the apex of
the nasal cavity. It is lined by olfactory cells
with olfactory receptors.
INTERNAL ASPECTS OF THE NOSE
• Struktur ini
membentang dari
os internum di
sebelah anterior
hingga koana di
posterior, yang
memisahkan
rongga hidung dari
nasofaring
• Duktus nasolakrimalis bermuara
pada meatus inferior di bagian
anterior. Hiatus semilunaris dari
meatus media merupakan muara
sinus frontalis, etmoidalis anterior
dan sinus maksilaris.

• Sel- sel sinus etmoidalis posterior


bermuara pada meafus superior,
sedangkan sinus sfenoidalis
bermuara pada resesus
sfenoetmoidalis
• Ujung-ujung saraf olfaktorius
menempati daerah kecil pada
bagian medial dan lateral dinding
hidung dalam dan ke atas hingga
kubah hidung.
Vasculature & Innervation
• Vasculature
The nose receives blood from both the internal and
external carotid arteries:

a) Internal carotid branches:
• Anterior ethmoidal artery
• Posterior ethmoidal artery
The ethmoidal arteries are branch of
the ophthalmic artery. They descend into the nasal cavity
through the cribriform plate

b) External carotid branches:


• Sphenopalatine artery
• Greater palatine artery
• Superior labial artery
• Lateral nasal arteries

The veins of the nose tend to follow the arteries. They drain into
the pterygoid plexus, facial vein or cavernous sinus.
• Innervation

The innervation of the nose can be functionally divided


into special and general innervation.

Special sensory innervation refers to the ability of the nose


to smell olfactory nerves.

General sensory innervation to the septum and lateral walls


is delivered by the nasopalatine nerve (branch of
maxillary nerve) and the nasociliary nerve (branch of
the ophthalmic nerve). Innervation to the external skin of
the nose is supplied by the trigeminal nerve.
Anatomy Of The Paranasal Sinuses
Frontal Sinuses drainage is via the frontonasal duct.
Sensation is supplied by the supraorbital nerve (a branch of
the ophthalmic nerve), and arterial supply is via the anterior
ethmoidal artery (a branch of the internal carotid).

Sphenoid Sinuses innervated by the posterior ethmoidal


nerve (a branch of the ophthalmic nerve), and branches of the
maxillary nerve. They recieve blood supply from pharyngeal
branches of the maxillary arteries.
Anatomy Of The Paranasal Sinuses(2)
Ethmoidal Sinuses innervated by the anterior and posterior
ethmoidal branches of the nasociliary nerve and the maxillary
nerve. The anterior and posterior ethmoidal arteries are
responsible for arterial supply.

Maxillary Sinuses they drain into the nasal cavity at the


hiatus semilunaris, underneath the frontal sinus opening. This is
a potential pathway for spread of infection – fluid draining from
the frontal sinus can enter the maxillary sinus.
FISIOLOGI
PENGHIDUAN
a) Proses penghiduan melibatkan konversi stimulus kimiawi (bau) sinyal listrik yang dikirim ke otak untuk
interpretasi.
b) Mekanisme ini dimulai setelah neuron sensorik olfaktorius mengalami depolarisasi sebagai respons
terhadap pengikatan molekul bau ke G-protein coupled receptors (GPCR).
c) Protein G yang terdisosiasi mengaktifkan kaskade intraseluler melalui adenylyl cyclase yang menghasilkan
molekul cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang mengikat dan membuka saluran ion di dalam
membran plasma neuron.
d) Selanjutnya, masuknya ion natrium dan kalsium positif dan keluarnya ion klorida negatif terjadi.
e) Depolarisasi saraf berlanjut sampai potensi ambang batas terjadi, melepaskan potensi aksi yang dihasilkan.
f) Potensial aksi bergerak ke bawah saraf penciuman melalui cribriform plate menuju glomeruli di bulbus
olfaktorius.
g) Glomeruli kemudian memproyeksikan ke area tertentu di dalam otak tempat pemrosesan, modulasi, dan
interpretasi tingkat yang lebih tinggi terjadi.
Tahanan Jalan Napas

Pola aliran udara melalui hidung


Umumnya aliran udara melengkung di dekat konka media dan
tidak menyusuri dasar hidung. Aliran turbulen meningkatkan
fungsi filtrasi fisiologis, juga melembabkan dan menghangatkan
udara serta mengatur tahanan jalan napas.
Variasi dalam tahanan jalan napas terutama disebabkan
perubahan pada jaringan erektil konka
AIR CONDITIONING
• Udara dihangatkan (atau didinginkan) oleh radiasi dari pembuluh darah mukosa.
• Humidifikasi terjadi dengan penguapan dari mucous blanket. ]
• Pembuluh darah mukosa terletak pada dua lapisan baris yang kurang lebih
sejajar. Lapisan yang lebih dangkal mengirimkan kapiler ke dalam epitel, dan
kapiler dari lapisan yang lebih dalam di dekat membran basal untuk memfasilitasi
pergerakan cairan.
• Aliran darah dari posterior ke anterior, berlawanan dengan aliran udara inspirasi
dan lendir. Mekanisme "arus balik" menambah efisiensi sistem.
• Selaput lendir hidung lebih dingin dengan jumlah yang bervariasi dari udara yang
keluar dengan demikian, beberapa kondensasi dan pemanasan pada membran
terjadi — yang disebut efek regeneratif.
Purifikasi Udara
• Rambut hidung, atau vibrisa pada vestibulum nasi yang berlapis kulit
berperanan dalam filtrasi udara.
• Anatomi hidung dalam yang iregular menimbulkan arus balik udara
inspirasi, dengan akibat penimbunan partikel dalam hidung dan
nasofaring. Benda asing, termasuk bakteri dan virus (sering kali
menggumpal membenluk partikel besar) akan diekspektorans atau
diangkut melalui transpor mukosiliar ke dalam lambung untuk
disterilkan sekresi lambung
Fungsi Mukosiliar
• Transpor benda asing yang tertimbun dari udara
inspirasi ke faring di sebelah posterior, di mana
kemudian akan ditelan atau diekspektorans,
merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan
mukus dengan partikel yang terperangkap (Gbr).

• Mukus hidung di samping berfungsi sebagai alat


transportasi partikel yang tertimbun dari udara
inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya
mukus menghangatkan udara inspirasi dan
mendinginkan udara ekspirasi, serta
melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari
satu liter uap setiap harinya.
Cont…
• Iapisan mukus, di samping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga
merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun
organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat
suatu biakan postnasal yang positif.

• Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding
sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalarn membran hidung merupakan bentuk proteksi
di bawah pennukaan. Membran sel pernapasan juga memberikan imunitas induksi
selular.
Hubungan dengan paru-paru
• Faal paru-paru normal bergantung pada pernapasan hidung. Sedangkan tonus
bronkus tergantung pada refleks nasopulmonaris yang juga menyebabkan
perubahan tahanan dan perfusi paru-paru total.

• Berbagai penelitian telah melaporkan kasus-kasus dengan gangguan jantung


pernapasan, mulai dari kardiomegali sedang dan hipertrofi yang disebabkan oleh
sumbatan parsial pada saluran pernapasan alas. Perubahan-perubahan ini dapat
dipulihkan setelah jalan napas dibersihkan

• Riset telah menunjukkan suatu refleks yang dihantarkan dari mukosa hidung ke
paru-paru homolateral. Suatu penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan
vaskular perifer juga telah dikaitkan dengan rangsangan membrana hidung. Namun
tahanan vaskular perifer tersebut tidak mengubah aliran karotis. Hal ini mirip
dengan apa yang dijelaskan sebagai "refleks menyelarn" yang secara selektif
mempertahankan aliran darah ke otak.
Modifikasi bicara
• Pembentukan bicara merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan paru-paru sebagai
sumber tenaga, laring sebagai generator suara, dan stlukfur kepala dan leher seperti bibir, lidah,
gigi, dll.

• Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga hidung dapat digolongkan
sebagai hipernasal atau hiponasal.

• Hipernasal terjadi bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi
dalam rongga hidung. Pasien- pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara khas mewakili
gangguan bicara ini.
• Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi
terhambat. Sumbatan hidung dapat menimbulkan kelainan ini dengan berbagai penyebab
seperti infeksi saluran pernapasan atas, hipertrofi adenoid, atau turnor hidung.
PEMERIKSAAN
HIDUNG
Kamar Periksa THT
• Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang berisi alat-alat THT
(THT set) dengan
• lampu kepala yang arah sinarnya dapat disesuaikan dengan posisi organ
yang akan diperiksa. serta suction) serta obat-obatan dalam botol yang
diperlukan untuk pemeriksaan.
• Di samping meja alat harus disiapkan kursi yang dapat diputar, ditinggikan
serta dapat direbahkan sebagai tempat berbaring untuk pasien sesuai
dengan posisi yang diinginkan pada pemeriksaan dan kursi dokter yang juga
dapat berputar yang diletakkan saling berhadapan.
• Jika kursi pasien seperti itu tidak ada sebaiknya selain dari kursi pasien,
disediakan juga sebuah tempat tidur.
Gambar posisi dokter dan pemeriksaa
Alat-alat pemeriksaan hidung
ANAMNESIS
1. anamnesis meliputi; identitas pasien secara lengkap, keluhan utama
yang menyebabkan pasien datang berobat, keluhan penyakit sekarang,
riwayat pengobatan & alergi obat, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi ( pekerjaan, kebiasaan dll).

2. Keluhan yang sering berhubungan dengan penyakit respirasi


diantaranya, sumbatan hidung, cairan keluar dari hidung dan
tenggorok, bersin bersin berulang, rasa nyeri di daerah muka dan
kepala, prdarahan dari hidung dan gangguan penghidu.
3. Pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang beragam misalnya ;
adanya sumbatan hidung disertai keluarnya cairan hidung dan
sebagainya. Perlu ditanyakan keluhan mana yang paling menonjol yang
menjadi alasan pasien datang berobat yang menjadi keluhan utamanya.
PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG,
NASOFARING DAN SINUS PARANASAL
• Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih
tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat
hidung.
• Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan,
kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60
derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.
Hidung Luar
• Bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi
tulang hidung. Apakah ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus
paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung
atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal.
RINOSKOPI ANTERIOR

• Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang


dengan tangan kiri, arah horizontal, dengan jari telunjuk
ditempelkan pada dorsum nasi.
• Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke
dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam
posisi sedikit terbuka.
• Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan :
• Rongga hidung, luasnya lapang/sempit (dikatakan lapang kalau dapat
dilihat pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan),
• Adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut. Jika terdapat sekret
kental yang keluar daridaerah antara konka media dan konka
inferior kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis
etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di meatus superior
berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid
• Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah
muda (normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema
atau hipertrofi.
• Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
• Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu
diperhatikan keberadaannya.
• Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu
diperhatikan.
Rinoskopi Anterior dan tipe-tipe septum
deviasi
RINOSKOPI POSTERIOR
• Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no. 2-4. Kaca ini
dipanaskan dulu dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya
di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas pasien.
• Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa
apakah tidak terlalu panas.
• Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui
mulut kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan
arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui hidung.
Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring
supaya pasien tidak terangsang untuk muntah.
Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
• septum nasi bagian belakang
• nares posterior (koana)
• sekret di dinding belakang faring (post nasal drip) dengan memutar
kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka
media dan konka inferior.
• Dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius dan
massa di fossa
• Rossenmuller.
Pemeriksaan rinoskopi posterior dan pasase
udara hidung
PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS
• Inspeksi dilakukan dengan melihat ada tidaknya pembengkakan pada
• wajah. Pembengkakan dan kemerahan pada pipi, kelopak mata bawah
• menunjukkan kemungkinan adanya sinusitis maksilaris akut.
• Pembengkakan pada kelopak mata atas kemungkinan sinusitis frontalis
akut.
• Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi bagian atas menunjukkan
adanya Sinusitis maksilaris.
• Nyeri tekan pada medial atap orbita menunjukkan adanya Sinusitis frontalis.
• Nyeri tekan di daerah kantus medius menunjukkan adanya kemungkinan
sinusitis etmoidalis.
PEMASANGAN TAMPON ANTERIOR
• Jika perdarahan berlangsung lebih berat dan sumber perdarahan sulit
untuk dilokalisasi, tampon anterior harus dilakukan. Tampon yang
digunakan adalah tampon yang terbuat dari kapas dan potongan jari-
jari handscoen, lalu diikat dengan benang.
• Caranya pertama, diambil kapas dengan ukuran 0 x 0 x0 cm, dilipat
dan dimasukkan ke dalam potongan jari-jari handscoen. Diameter jari-
jari handscoen disesuaikan dengan diameter dan panjang rongga
hidung (panjang rongga hidung 5-7 cm). Tampon handscoen ini lalu
dimasukkan dengan menggunakan pinset dan speculum hidung
dengan cara sejajar dengan lantai hidung (Gambar)
• Tampon dapat dilepas setelah 48 jam, jika perdarahan telah
berhenti. Kadang-kadang, itu harus terus selama 2-3 hari;
dalam kasus itu, antibiotik sistemik harus diberikan untuk
mencegah infeksi sinus dan toxic shock syndrome.
TAMPON POSTERIOR
• Hal ini diperlukan untuk pasien epistaksis posterior. Satu tampon
posterior disiapkan dengan mengikat tiga buah benang dengan
sepotong kain kasa digulung menjadi bentuk kerucut.
• Sebuah kateter karet dilewatkan melalui hidung dan akhirnya dibawa
keluar dari mulut
• Ujung benang terikat untuk itu dan kateter ditarik dari hidung. Pack,
yang mengikuti benang, sekarang dipandu ke nasofaring dengan jari
telunjuk.
• Anterior rongga hidung sekarang dikemas dan benang diikat di atas
bibir. Ini membantu dalam melepaskan mudah tampon nanti. Pasien
yang membutuhkan tampon posterior harus selalu di rawat di rumah
sakit.
• Pilihan lain untuk tampon posterior, adalah menggunakan sebuah
Foley kateter ukuran 12-14 F. Setelah penyisipan balon ke dalam
rongga hidung melewati uvula lalu digelembungkan dengan 5-10 ml
saline, balon mengembang dan ditarik ke depan sehingga choana
menjadi tertekan.
Pemasangan tampon posterior
Tampon posterior dengan menggunakan Folly
Catheter
GAMBARAN NORMAL PADA
NASOENDOSCOPY
GAMBARAN NORMAL PADA
NASOENDOSCOPY
NASOFARING
OROFARING
GAMBARAN TIDAK NORMAL PADA NASAL
GAMBARAN TIDAK NORMAL PADA
OROFARING
GAMBARAN TIDAK NORMAL PADA VOCAL
CORD
SERING PADA ANAK- ANAK

Anda mungkin juga menyukai