Anda di halaman 1dari 45

PARTURITIONS

RAHMATUN FAUZIAH
1920332045
PERJALANAN KLINIS PERSALINAN

 Beberapa jam terakhir pada kehamilan manusia di­tandai dengan kontraksi uterus
yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui jalan lahir. Banyak
energi dikeluarkan pada waktu ini; oleh karena itu, penggunaan istilah labor (kerja
keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada
persalinan terasa nyeri, sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk
mendeskripsikan proses ini.
 Pada 36 sampai 38 minggu pertama ke­hamilan, miometrium tidak responsif; setelah
masa tenang yang panjang ini, diperlukan fase transisi agar ketidakresponsifan
miometrium menghilang dan serviks melunak dan mendatar. Memang, ada banyak
status fungsional uterus yang harus dilaksa­nakan selama kehamilan dari masa nifas;
status-status fungsional ini diuraikan belakangan dan di­golong-golongkan sebagai
fase-fase uterus pada persalinan.
 Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat dirasakan
kapan pun selama kehamilan. Kontraksi-kontraksi ini ditandai dengan kejadian yang
tidak dapat diramalkan, intensitas rendah, dan durasinya singkat. Rasa tidak nyaman
yang ditimbulkan biasanya terbatas di abdomen bawah dan lipat paha. Menjelang
akhir masa keha­milan, ketika uterus mengalami persiapan untuk bersalin,
MIOMETRIUM
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN ANATOMIS DAN FISIOLOGIS

Ciri-ciri unik otot miometrium dibanding dengan otot rangka.


Miometrium dari sisi efisiensi kontraksi uterus dan pelahiran janin
Derajat pemendekan sel otot polos saat kontraksi mungkin satu
tingkat lebih besar daripada yang dicapai oleh sel otot lurik.
 Pada sel otot polos gaya-gaya kontraksi dapat diberikan ke berbagai
arah, sedangkan gaya kontraksi yang ditimbulkan oleh otot rangka
selalu sejajar dengan sumbu serat otot
 Otot polos tidak diorganisasi dengan cara yang sama seperti otot
rangka; pada miometrium ditemukan filamen tebal dan tipis pada
berkas-berkas yang panjang dan acak di seluruh sel tersebut.
 Terdapat keuntungan bahwa pembangkitan gaya yang
multidireksional pada otot polos miometrium memungkinkan
kesanggupan pengarahan daya dorong ke segala arah sehingga
pelahiran dapat dilakukan tanpa memandang letak atau presentasi
janin.
BIOKIMIAWI KONTRAKSI OTOT POLOS

 Interaksi miosin dan aktin penting untuk kontraksi otot.


 Miosin terdiri dari rantai ganda ringan dan berat dan terletak pada
miofilamen­miofilamen tebal. Interaksi miosin dan aktin, yang
menyebabkan aktivasi ATPase, hidrolisis ATP, dan pembentukan
kekuatan, dipengaruhi oleh fosfori­Iasi enzimatik rantai ringan
miosin 20-kd.
 Reaksi fosforilasi ini dikatalisis oleh enzim kinase miosin rantai
ringan, yang diaktifkan oleh Ca2+. Ca2+ mengikat kalmodulin, suatu
protein penga­tur pengikatan kalsium, yang selanjutnya akan
mengikat dan mengaktifkan kinase miosin rantai ringan.
 Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu
persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan
frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan
pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu
persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar
10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena
itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi
TIGA KALA serviks.

PERSALINAN  Kala dua persalinan mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap,
dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan adalah
stadium ekspulsi janin.
 Kala tiga persalinan mulai segera setelah janin lahir, dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga
persalinan adalah stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.
AWITAN PERSALINAN SECARA KLINIS

 Sebuah tanda yang agak dapat diandalkan akan dimulainya awitan


persalinan aktif (asalkan belum dilakukan pemeriksaan rektal atau
vaginal dalam 48 jam sebelumnya) adalah keluarnya sedikit mukus
bercam­pur darah dari vagina.
 Tanda ini menunjukkan ekstrusi sumbat mukus yang mengisi
saluran ser­viks sepanjang kehamilan, dan, disebut sebagai “show”
atau “bloody show” (darah lendir).
 Ini meru­pakan tanda lanjut, karena umumnya persalinan sudah
berjalan atau mungkin akan terjadi dalam beberapa jam sampai
beberapa hari sesudahnya. Normalnya, darah yang keluar dari
sumbat mukus hanya beberapa tetes; perdarahan yang lebih
banyak menunjukkan penyebab yang abnormal.
KONTRAKSI UTERUS YANG KHAS UNTUK
PERSALINAN
Kontraksi otot polos uterus pada persalinan terasa sangat nyeri, dan hal ini
merupakan sesuatu yang unik dibanding kontraksi otot fisiologis lain­nya. Penyebab
nyeri tidak diketahui secara pasti, tetapi sudah diusulkan beberapa kemungkinan:
 Hipoksia pada miometrium yang berkontraksi. (seperti pada angina pektoris).
 Penekanan ganglia saraf di serviks dan uterus bagian bawah oleh berkas-berkas otot
yang saling bertautan.
 Peregangan serviks sewaktu dilatasi.
 Peregangan peritoneum yang terletak di atas fundus.
 Penekanan ganglia saraf di serviks dan segmen ba­wah uterus oleh miometrium
yang sedang berkon­traksi adalah hipotesis yang sangat menarik. Infil­trasi
paraservikal dengan anestetik lokal biasanya menghasilkan peredaan nyeri yang
signifikan pada kontraksi-kontraksi uterus berikutnya.
 Kontraksi uterus bersifat involuntar dan, sebagian besar, tidak bergantung pada
kendali ekstra­uteri.
Selama persalinan aktif, uterus berubah menjadi dua bagian yang
berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih
tebal ketika persalinan maju. Bagian bawah, yang terdiri dari segmen
bawah uterus dan serviks, relatif pasif dibanding dengan segmen atas,
dan bagian ini berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih
tipis untuk janin. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus
DIFERENSIASI yang melebar dan menipis keluar pada perempuan yang tidak hamil;
pembentukannya tidak hanya merupa­kan fenomena persalinan.
AKTIVITAS Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah
tua dan kemudian menipis sekali pada saat persalinan.
UTERUS
Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika
terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas
uterus cukup kencang atau keras, se­dangkan konsistensi segmen bawah
uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan ba­gian
uterus yang berkontraksi secara aktif; segmen bawah adalah bagian
yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.
PERUBAHAN BENTUK UTERUS

 Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai


pengurangan diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-
efek penting pada proses persalinan. Pertama, pengurangan diameter
horizontal menimbulkan pelurusan kolumna vcrte­bralis janin, dengan
menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara
kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul.
pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah
mencapai antara 5 sampai 10 cm.
 Tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu
janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik
tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya
bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah
janin. Efek ini merupakan faktor yang pen­ting untuk dilatasi serviks pada
otot-otot segmen bawah dan serviks.
GAYA-GAYA TAMBAHAN PADA PERSALINAN

 Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada


ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal
ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-­otot
abdomen secara bersamaan dengan upaya pernapasan paksa dengan
glottis tertutup. Gaya ini disebut “mengejan”. Sifat gaya yang
ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defekasi, tetapi
intensitasnya biasanya jauh lebih besar. Pentingnya tekanan
intraabdominal pada ekspulsi janin paling jelas terlihat pada persalinan
perempuan yang menderita paraplegi.
 Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk
menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini sia-sia sampai serviks
sudah membuka lengkap. Secara spesifik, tekanan ini merupakan
bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksi­kontraksi uterus
pada kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya membantu sedikit
pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka.
SERVIKS

Sebelum persalinan mulai, pada fase pembangkitan dan


persiapan uterus, serviks melunak, sehingga mempermudah
dilatasi serviks begitu kontraksi miometrium yang kuat
dimulai pada persalinan.
 Tenaga yang efektif pada kala satu per­salinan adalah kontraksi
uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik
ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen ba­wah
uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin
dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus.
PERUBAHAN  Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan
mendasar pendataran dan dilatasi pada serviks yang sudah
PADA SERVIKS melunak. Untuk lewatnya kepala janin rata-rata aterm melalui
YANG serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter
sekitar 10 cm; pada saat ini, serviks dikatakan telah membuka
DIINDUKSI lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama
pendataran serviks, tetapi paling sering bagian terbawah janin
PERSALINAN turun sedikit ketika serviks membuka.
 Pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin
terjadi secara khas agak lambat tetapi mantap pada nulipara.
Namun, pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi, penu­
runan berlangsung sangat cepat.
PENDATARAN SERVIKS
 “Obliterasi” atau “pendataran” serviks adalah pemendekan saluran
serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara
melingkar dengan tepi hampir setipis kertas.
 Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari
atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum
ditarik ke atas, atau, dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, se­
mentara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah.
 Pemendekan dapat di­bandingkan dengan suatu proses pembentukan
te­rowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang
sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan
lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium
yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan,
pendataran yang lumayan besar pada serviks yang lunak kadangkala
selesai sebelum persalinan aktif mulai pendataran menyebabkan
ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek.
DILATASI SERVIKS
 Dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan
serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh
karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini
mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks
mengalami tarikan sentrifugal sampai 11-10).
 Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput
ketuban, tekanan hidro­statik kantong amnion akan melebarkan
saluran serviks seperti sebuah baji. Bila selaput ketuban sudah
pecah, tekanan pada bagian terbawah janin terhadap serviks dan
segmen bawah uterus juga sama efektifnya.
 Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks
selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan
tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus.
POLA-POLA PERSALINAN

POLA DILATASI SERVIKS

 Ciri klinis kontraksi uterus yaitu, frekuensi, intensitas, dan durasi


tidak dapat diandalkan: sebagai ukuran kemajuan persalinan dan
sebagai indeks normalitas. Dua fase dilatasi ser­viks adalah fase
laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi,
fase lereng maksimum, dan fase deselerasi.
 Lamanya fase laten lebih variabel dan rentan terhadap perubahan-
perubahan sensitif oleh faktor-faktor luar dan oleh sedasi
(pemanjangan fase laten).
 Dilatasi serviks lengkap, kala dua persalinan mulai; sesudah itu,
hanya turunnya bagian terbawah janin secara progresiflah satu-
satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai kemajuan persalinan.
 Pada banyak nuhpara, masuknya kepala janin ke pintu atas
panggul telah tercapai sebelum persalinan mulai, dan penurunan
janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai akhir persalinan. Pada
multipara yang masuknya kepala janin ke pintu atas panggul
POLA-POLA mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh terjadi
pada kala satu persalinan.
PENURUNAN  Dalam pola penurunan pada persalinan normal, terbentuk kurva
JANIN hiperbolik yang khas ketika station kepala janin diplpt pada suatu
fungsi durasi persalinan. Penurunan aktif biasanya terjadi setelah
dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara,
kecepatan turun biasanya bertambah cepatIselama fase lereng
maksimum dilatasi serviks.
 Mekanisme-mekanisme klasik per­salinan, yang melibatkan
KRITERIA pergerakan-pergerakan utama janin, terutama ter adi selama
bagian pelvik persalinan ini.
PERSALINAN  Awal bagian pelvik ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari
NORMAL bagian dilatasi per­salinan. Selain itu, kecepatan dilatasi serviks
tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan,
mungkin malah lebih cepat.
KETUBAN PECAH
 Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-
waktu pada persa­linan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak
jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit
keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi.
Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang
ditemukan.
 Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran
selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan
bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kadangkala
disebut sebagai caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai
pada tahapan kehamilan mana pun disebut sebagai ketuban
pecah dini.
 Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang
bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur yang paling penting adalah m.
levator ani dan fasia yang mem­bungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi
praktisnya dapat dianggap sebagai dasar panggul.
 Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 sampai 5 mm, meskipun tepi-tepinya yang
melingkari rektum dan vagina agak lebih tebal. Selama keha­milan m. levator ani biasanya
mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan per vaginam, tepi dalam otot ini dapat diraba
sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar
PERUBAHAN 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum dan vagina ke
depan dan ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot
PADA VAGINA perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekedar sebagai
penyokong.
DAN DASAR  Pada kala satu persalinan, selaput ketuban dan bagian terbawah janin memainkan peran
untuk membuka bagian atas vagina. Namur, setelah ketu­ban pecan, perubahan-
PANGGUL perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian
terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri dari peregangan serabut-serabut m.
levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum, yang berubah bentuk dari massa
jaringan berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur
membran tipis yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum
teregang maksimal, anus menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang ber­
diameter 2 sampai 3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar
pembuluh darah yang luar biasa yang memperdarahi vagina dan dasar panggul
menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini sobek.
Normalnya, pada saat bayi selesai dilahirkan, rongga uterus hampir
terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa otot yang hampir padat,
dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis.
Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilikus.
Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan
pengurangan bidang tempat implantasi plasenta.
PELEPASAN Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan
PLASENTA yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya, tetapi karena
elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang
dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah ­lapisan
spongiosa, mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu,
pelepasan plasenta terutama disebabkan oleh disproporsi yang terjadi
antara perubahan ukuran plasenta dan mengecilnya ukuran tempat
implantasi di bawahnya pada seksio sesarea, fenomena ini mungkin dapat
diamati langsung bila plasenta berimplantasi di posterior.
 Pengurangan besar‑besaran luas permukaan rongga uterus secara
ber­samaan menyebabkan membran janin (amnioko­rion) dan
desidua parietalis terlepas menjadi lipatan yang banyak sekali dan
PEMISAHAN menambah ketebalan la­pisan tersebut dari kurang dari 1 mm
menjadi 3 sampai 4 mm.
AMNIOKORIO  Lapisan uterus pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa
N banyak dari lapisan pa­rietal desidua parietalis termasuk di dalam
lipatan­-lipatan amnion dan korion laeve yang melekuk­-lekuk
tersebut.
EKSTRUSI PLASENTA

 Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang


diberikan padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini
menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau bagian
atas vagina.
 Dengan demikian, diperlukan cara-cara artifisial untuk
menyelesaikan stadium ketiga. Metode yang biasa dilakukan
adalah bergantian menekan dan menaikkan fundus, sambil
melakukan traksi ringan pada tali pusat.
 Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan
inisiasi partus dan awitan persalinan tidak diketahui. Sampai
PROSES sekarang, umumnya diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada
semua spesies mamalia bergantung pada kegiatan progesteron
FISIOLOGIS untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati
akhir kehamilan.
DAN  Kadar progesteron di dalam plasma perempuan hamil meningkat
BIOKIMIAWI sepanjang kehamilan, baru menurun setelah pelahiran plasenta,
jaringan yang merupakan lokasi sintesis progesteron pada
PERSALINAN kehamilan manusia.
 Persalinan, melahirkan bayi, mencakup seluruh proses fisiologis
FASE-FASE yang terlibat pada saat melahirkan: pendahuluan, persiapan, proses
persalinan, dan pemu­lihan ibu dari kelahiran anak.
UTERUS  Dari proses-proses fisiologis yang memiliki sifat berbeda-beda ini,
PADA jelas bahwa banyak transformasi fungsi uterus yang harus
disesuaikan secara tepat waktu selama kehamilan dan persalinan
PERSALINAN yang berhasil. Partus dapat dibagi menjadi empat fase uterus yang
bersesuaian dengan transisi-transisi fisiologis besar pada
miometrium dan serviks sepanjang kehamilan.
 Fase partus ini ditandai dengan ketenangan otot polos miometrium
disertai pemeliharaan integritas struktural serviks. Dalam fase inilah
kecenderungan inheren miometrium untuk berkontraksi ditahan. Pada
FASE 0 fase ini, yang menetap selama sekitar 95 persen kehamilan pertama pada
kehamilan normal, otot polos miome­trium dibuat tidak responsif terhadap
UTERUS rangsangan alami dan paralisis kontraktil relatif terjadi terhadap
PADA sekelompok tantangan mekanik dan kimiawi yang sebaliknya akan
mencetuskan pengosongan isi ute­rus. Ketidakresponsifan kontraktil
PARTUS miometrium pa­da fase 0 demikian luar biasa sehingga mendekati akhir
kehamilan miometrium harus bangun dari masa tidur persalinan yang
panjang ini dalam per­siapan untuk bersalin.
 Selama fase 0 partus ketika miometrium dipertahankan dalam status
tenang, serviks harus tetap kencang dan tak mudah terangsang.
Pemeliharaan integritas anatomik dan struktural serviks ini pen­ting untuk
keberhasilan fase 0 partus.
 Untuk mempersiapkan uterus terhadap persalinan, ketenangan
uterus pada fase 0 partus harus dihentikan; inilah saatnya uterus
bangun.
 Perubahan morfologis dan fungsional pada miometrium dan
FASE 1 serviks yang mempersiapkan uterus untuk persalinan mungkin
merupakan hasil alami penghentian. fase 0 uterus; tetapi apapun
UTERUS mekanismenya, kapasitas sel miometrium untuk mengatur
konsentrasi Ca2+ sitoplas­mik dikombalikan lagi; responsivitas sel
PADA miome­trium dipulihkan kembali, sensitivitas uterotonin
PARTUS berkembang, dan kemampuan komunikasi inter­selular terbentuk.
Karena kapasitas fungsional otot polos miometrium untuk
berkontraksi ini telah kembali dan serviks menjadi matang, fase 1
partus berlanjut dengan fase 2, persalinan aktif.
Perubahan spesifik fungsi uterus ber­kembang seiring terhentinya fase 0 uterus:

UTERUS  Peningkatan mencofok reseptor oksitosin mio­metrium.


 Peningkatan celah (gap pinctions) (dalam jumlah dan luas permukaan) antara sel-sel
SELAMA miometrium.
FASE 1  Iritabilitas uterus.
Keresponsifan terhadap uterotonin.
PARTUS  Transisi dari status kontraktil yang terutama ditandai dengan kontraksi-kontraksi kadang­-
kadang tanpa nyeri menjadi status kontraktil dengan kontraksi yang lebih sering terjadi.
 Pembentukan segmen bawah uterus.
 Pelunakan serviks.
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus yang terbentuk dengan baik, kepala janin
seringkali turun ke atau bahkan melewati pintu atas panggul ibu, suatu peristiwa tersendiri
yang disebut sebagai lightening (peringanan).
 Korpus uteri (fundus) dan serviks, meski­pun merupakan bagian
organ yang sama, harus berespons, dengan cara yang cukup
berbeda selama kehamilan dan partus. Di satu pihak, pada
sebagian besar masa kehamilan, miometrium harus dapat
mengembang tetapi tetap tenang. Di lain pihak, serviks harus
tetap tak responsif dan cukup kaku. Namun, bersamaan dengan
PERUBAHAN- inisiasi partus, serviks harus melunak, mengalah, dan menjadi
PERUBAHAN lebih mudah melebar.
 Fundus harus berubah dari organ yang relatif relaks dan tidak
SERVIKS PADA responsif yang khas pada sebagian besar masa kehamilan menjadi
FASE 1 PARTUS organ yang akan menimbulkan kontraksi yang efektif daft
mendorong janin melalui serviks yang mudah membuka dan
melalui jalan lahir. Kegagalan interaksi terkoordinasi antara
fungsi-fungsi fundus dan serviks menandakan hasil kehamilan
yang kurang baik. Namun, meskipun
 Ada tiga komponen struktural utama pada serviks: kolagen, otot
polos, dan jaringan ikat atau substansi dasar. Konstituen ser­viks
yang penting pada perubahan serviks saat par­tus adalah yang
terdapat dalam matriks ekstrase­lular dan. substansi dasar,
KOMPOSISI glikosaminoglikan, dermatan sulfat dan asam hialuronat.
SERVIKS  Kandungan otot polos pada serviks jauh lebih sedikit daripada
kandungan di fundus, dan bervariasi secara anato­mis dari 25
sampai hanya 6 persen.
Modifikasi serviks pada fase 1 partus pada prinsipnya meliputi
perubahan-­perubahan yang terjadi pada kolagen, jaringan ikat, dan
substansi dasarnya pelunakan serviks disertai dua perubahan yang
saling melengkapi:
 Pemecahan kolagen dan penyusunan kembali serat kolagen.
 Perubahan-perubahan jumlah relatif berbagai glikosaminoglikan.

PELUNAKAN   Asam hialuronat dikaitkan dengan kapasitas suatu jaringan untuk


menahan air. Mendekati aterm, ter­dapat peningkatan mencolok
SERVIKS jumlah relatif asam hialuronat di serviks, A
 Prostaglandin E2 dan PGF2 yang dioleskan langsung ke serviks
menginduksi perubahan-peru­bahan pematangan ke arah
pelunakan serviks, yaitu, perubahan kolagen dan perubahan
konsentrasi relatif glikosaminoglikan. Supositoria prostaglan­din,
yang dipasang intravagina di dekat serviks, digunakan secara
klinis untuk menimbulkan pelu­nakan serviks dan digunakan untuk
mempermudah induksi persalinan.
 Fase 2 sinonim dengan persalinan aktif, yaitu, kontraksi uterus
FASE 2 yang menghasilkan dilatasi serviks progresif dan pelahiran
UTERUS konseptus.
 Fase 2 persalinan biasanya di­bagi menjadi tiga tahapan. Awitan
PADA per­salinan adalah transisi dari fase 1 uterus ke fase 2 partus.
PARTUS
 Fase 3 meliputi peristiwa-peristiwa nifas pemulihan ibu dari me­
lahirkan, kontribusi ibu untuk kelangsungan hidup bayi, dan
pemulihan fertilitas ibu melahirkan. Se­gera setelah pelahiran
konseptus, dan selama sekitar satu jam atau sesudahnya,
miometrium harus di­pertahankan pada kondisi keras dan
melakukan kontraksi/retraksi menetap, yang menyebabkan
FASE 3 kompresi pembuluh-pembuluh besar uterus dan trombosis lumen-
lumennya. Dalam cara yang ter­koordinasi ini, perdarahan
UTERUS- pascapartum yang fatal dapat dicegah.
PADA  involusi uterus yang memulihkan or­gan ini ke keadaan tidak hamil
dan kembalinya ovulasi harus diselesaikan sebagai persiapan
PARTUS untuk kehamilan berikutnya. Biasanya diperlukan empat sampai
enam minggu untuk mencapai involusi sempurna uterus; tetapi
lamanya fase 3 partus bergantung pada lamanya menyusui.
Infertilitas biasanya berlangsung terus sepanjang menyusui
diteruskan karena terjadi anovulasi dan amenore yang diinduksi
laktasi (prolaktin).
SISTEM ANTI-GAGAL UNTUK MEMPERTAHANKAN
KETENANGAN UTERUS

 Ketenangan mio­metrium pada fase 0 partus begitu jelas (dan


biasa­nya begitu berhasil) karena mungkin diinduksi oleh banyak
proses yang independen dan kooperatif.
 Secara sendiri-sendiri, beberapa di antara proses-proses ini
mungkin terjadi berlebihan, yaitu, kehamilan mungkin berlanjut
tanpa satu atau beberapa proses yang normalnya ikut andil dalam
sistem anti-gagal untuk pemeliharaan kehamilan.
 Otot polos miometrium fasik secara inheren adalah suatu jaringan
kontraktil; pita-pita miometrium pada uterus pe­rempuan tidak
hamil—bila ditempatkan di dalam bak air isotonik berkontraksi
secara ritmik tanpa rangsangan tambahan, sekalipun ada inhibitor
pros­taglandin sintase (Crankshaw dan Dyal, 1994). Oleh karena
MENGATASI itu, sulit dimengerti bagaimana uterus dapat mengembang untuk
menampung janin 3500 g, 1 L cairan amnion, dan 800 g plasenta
KECENDERUNGA serta selaput ketuban tanpa mencetuskan kontraksi kuat.
N INHEREN  Kapasitas volume rongga uterus meningkat beberapa tingkatan
MIOMETRIUM pembesaran selama kehamilan. Uterus bertambah besar dari
UNTUK sebuah organ dengan berat sekitar 50 sampai 70 gram menjadi
organ yang mempunyai berat lebih dari 1000 g pada aterm.
BERKONTRAKSI Dengan mengetahui daya luar biasa yang akan ditimbulkannya
pada persalinan, amat mengheran­kan bahwa beban intrauteri
pada kehamilan manu­sia ditoleransi dengan ketenangan
miometreium fungsional seperti itu.
 Investasi fisiologis yang harus dibuat untuk mem­pertahankan fase 0
amat besar. Kemungkinan semua cara pada sistem biomolekular
(saraf, endokrin, parakrin, dan otokrin), yang memungkinkan ba­
nyak proses pemanggilan-sel, dilaksanakan dan dikoordinasikan
untuk mencapai suatu status uterus yang relatif tidak responsif.
Selain itu, sistem anti­gagal tambahan yang melindungi uterus
INVESTASI terhadap agen-agen yang dapat men.gganggu kondisi kete­nangan
pada fase 0 itu juga harus ada.
FISIOLOGIS  Estrogen dan progesteron via reseptor intraselular; peningkatan
PADA FASE adenosin monofosfat siklik (CAMP) yang diperantarai reseptor
membran plasma sel miometrium; pembentukan guanosin
0 PARTUS monofosfat siklik (cGMP); dan sistem-sistem lain (modifikasi
saluran ion pada sel miometrium), semuanya mungkin bekerja pada
fase 0 persalinan manusia. Seandainya demikian, mungkin juga
suatu defek pada satu komponen dalam sistem ini (baik yang terjadi
secara alami atau terinduksi secara farmakologis), seberapa pun
beratnya, mungkin tidak harus menghalangi keberhasilan pemeliha­
raan kehamilan sampai aterm.
 Estrogen menyebabkan kontraksi miome­trium dan bahwa
progesteron melemahkan keres­ponsifan kontraktil. Sebagian
disebabkan oleh kepercayaan ini, seringkali dibuat keterangan
menge­nai pentingnya “rasio estrogen: proges teron” (dalam darah
atau jaringan) terhadap kontraktilitas uterus.
KONTRIBUSI  Kemungkinan besar ini merupakan penyederhanaan berlebihan
HORMON dan cukup mungkin merupakan suatu interpretasi yang tidak
benar tentang peranan dua hormon steroid ini pada fungsi
STEROID miometrium.
 Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma pada kehamilan
PADA FASE 0 manusia normal amat besar; keduanya amat berlebihan dalam arti
PARTUS bahwa afinitasnya kon­stan terhadap receptor estrogen dan
progesteron. Karena alasan ini, sulit dimengerti bagaimana
perubahan rasio konsentrasi kedua steroid yang relatif kecil ini
dapat mengatur proses-proses fisiologis selama kehamilan
manusia. Alasan teleologic untuk kadar estrogen dan progesteron
yang sedemikian tinggi pada kehamilan manusia tidak diketahui.
ESTROGEN
 Bekerja baik secara langsung atau tidak langsung, estrogen
menimbulkan berbagai peru­bahan pada miometrium yang
meningkatkan kapa­sitas miometrium untuk menimbulkan daya
kontraksi yang kuat: hipertrofi sel miometrium, potensial kontraktil sel
miometrium, reseptor uterotonin, dan komunikabilitas sel-ke-sel
 Namun, estrogen tidak bekerja secara lang­sung untuk menyebabkan
kontraksi miometrium; melainkan, estrogen meningkatkan kapasitas
untuk melakukan kontraksi yang kuat dan terkoordinasi progesteron
(langsung atau tak langsung) tampak­nya membuat ketidakresponsifan
kontraktil (mungkin selaras dengan sistem-sistem lainnya).
 Kemungkinan besar, estrogen dan progesteron bekerja secara selaras
untuk meningkatkan efektivi­tas fase 0 partus. Estrogen bekerja
sebagian dengan meningkatkan keresponsifan terhadap progesteron.
Di banyak jaringan responsif, reseptor estrogen yang bekerja melalui
elemen respons estrogen pada gen reseptor progesteron menginduksi
sintesis reseptor progesteron.
PROGESTERON

 Selama beberapa dekade kerja pro­gesteron dianggap esensial


bagi kesuksesan peme­liharaan kehamilan. Namun, patut
disesalkan bah­wa ternyata tak satu pun partikel biomolekular
pada progesteron, maupun peran agen-agen lain dalam
menimbulkan keadaan uterus yang toleran ini yang telah
ditetapkan dengan jelas.
 Meski demikian, ka­rena kerjanya pada spesies mamalia lain,
timbul anggapan bahwa progesteron bekerja untuk menim­bulkan
dan mempertahankan fase 0 uterus pada partus.
 Komunikasi antara sel-sel miometrium terbentuk dengan menggunakan
persambungan. celah (gap junctions) yang memfasi­litasi lewatnya arus
(listrik atau kopling ion) atau metabolit (kopling metabolit).
persambungan celah adalah saluran-saluran membran transelular yang
terdiri dari konekson-konekson.
 Saluran ini merupakan suatu susunan heksamerik dari suatu ko­neksin
HORMON spesifik (protein persambungan celah) yang tersambung secara simetri
cermin dengan konekson lain di membran plasma sel sebelahnya.
STEROID DAN Pasangan-pasangan konekson ini mem­bentuk suatu saluran untuk
KOMUNIKASI SEL pertukaran molekul­molekul kecil dan ion-ion antarsel. Karena penting
untuk fungsi kontraktil miometrium, cAMP dan Ca 2+ harus diangkut me­
KE SEL PADA lalui saluran-saluran ini.
MIOMETRIUM  Di jantung dan miometrium, koneksin43 (Mr. sekitar 43 kd) adalah
protein utama persambungan celah. Jumlah (luas) optimal
persambungan celah permeabel yang berfungsi di antara sel-sel
miometrium dipercaya penting secara fisiologis untuk membentuk
keselarasan elektrik di miometrium, yang menghasilkan koordinasi kon­
traksi dan dengan demikian juga menghasilkan kekuatan yang lebih
besar sepanjang persalinan.
 Pada eksplan miometrium percobaan menyebabkan pe­ningkatan
reseptor oksitosin di miometrium. Kerja estradiol-17 ini dihambat
oleh pemberian proges­teron pada saat yang bersamaan.
HORMON
 Progesteron juga mungkin bekerja meningkatkan degradasi
STEROID DAN reseptor oksitosin
RESEPTOR  Terapi estradiol-17 pada jaringan uterus domba in vitro tidak
OKSITOSIN menyebabkan peningkatan reseptor oksi­tosin, tetapi terapi
oksitosin dan progesteron menu­runkan kadar reseptor ini.
AMNION
 Amnion menyediakan hampir semua daya regang (resistensi
terhadap robekan dan ruptur) membran janin. Amnion manusia
yang avaskular sangat resisters terhadap penetrasi oleh leukosit,
mikroorganisme, dan sel neoplastik dari kompartemen ibu serta
merupakan suatu filter selektif untuk mencegah skuama janin dan
sekret paru dan kulit yang terikat partikel agar tidak men­capai
kompartemen ibu.
 Dengan cara ini, jaringan ibu terlindungi dari konstituen-
konstituen di dalam cairan amnion yang dapat mengganggu
fungsi desi­dua atau miometrium atau bahkan kesejahteraan ibu
seperti embolisme cairan amnion.
 Jauh lebih sulit bekerja dengan korion laeve terpisah dan sel
sitotro­foblasnya daripada dengan amnion yang terpisah dan sel
epitelnya atau dengan desidua dan sel desidua yang terpisah.
Sangat sulit memisahkan ja­ringan korion laeve secara sempurna
dari fragmen­fragmen desidua parietalis yang melekat erat dan
KORION sebaliknya.
 Setelah masalah teoretis ini teratasi, ko­rion akan menyerupai
LAEVE DAN amnion dengan fungsi utama sebagai jaringan pelindung
menyebabkan peneri­maan imunologis dalam pencegahan
PARTUS terhadap partus yang tidak tepat waktu. Selain itu, korion laeve
diperkaya dengan enzim-enzim yang meng­inaktifkan uterotonin
seperti prostaglandin dehidrogenase, oksitosinase, dan
enkefalinase (Germain dkk., 1994).
Kelahiran preterm bukan merupakan konsekuensi tunggal
persalinan. preterm. Ada tiga faktor etiologic besar yang berperan
dalam pelahiran se­belum minggu ke-34:
 Preterm, ketuban pecah dini.
 Persalinan preterm spontan pada kehamilan dengan selaput
PERSALINAN ketuban utuh.

PRETERM  Komplikasi kehamilan yang amat mengancam kesehatan janin


dan kadangkala ibu serta me­wajibkan pelahiran janin, biasanya
karena kea­daan lingkungan intrauteri yang menurun bagi sang
janin (Goldenberg dkk., 2000).
 
 Istilah ini digunakan untuk menandai pecahnya selaput ketuban
secara spontan sebelum awitan persalinan, baik aterm maupun
preterm. Pada beberapa institusi, termasuk Parkland Hospital,
KETUBAN pelahiran preterm yang didahului oleh ketuban pecah dini, sama
banyak atau lebih banyak daripada persalinan pre-term spontan
PECAH DINI  Patogenesis ketuban pecah dini tidak jelas; dan sayangnya,
PRETERM pandangan­-pandangan baru untuk mencegah komplikasi keha­
milan yang serius ini belum muncul.
TERIMA KASIH....

Anda mungkin juga menyukai