Anda di halaman 1dari 15

MEMAHAMI PENANGANAN BENCANA PADA

KELOMPOK RENTAN SAAT BENCANA


Kelompok 3
Aan Juhanah 1117001
Equstin Eva 1117005
Gita Suci 1117017
Ira Dwi N 1117024
Ilham Nugraha 1117034
Dian Rukmana 1117038

Keperawatan 4 B
Definisi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.
Kelompok rentan menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah semua orang yang
menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak. Kelompok
rentan berhak mendapatkan perlakuan khusus untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kelompok rentan tersebut antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan
penyandang cacat
Karakteristik Kelompok Rentan

Perempuan Lansia Penyandang Cacat


Anak- Anak
(Ibu hamil, ibu menyusui) (Lanjut Usia) (Disabilitas)
Dampak Bencana Pada Kelompok Rentan
Perempuan
(Ibu hamil, ibu menyusui) Anak- Anak

 Abortus  Ketakutan
 trauma
 lahir prematur  anak mengalami kehilangan
disebabkan oleh ibu orang tua, anggota keluarga,
teman, air bersih dan makanan
mudah mengalami yang dibutuhkan untuk hidup,
stres, baik karena mainan kesayangan, barang-
barang yang memiliki memori,
perubahan hormon rumah yang nyaman, kegiatan
maupun karena bersekolah, kehidupan sehari-
hari yang selama ini dijalani
tekanan seperti biasa, dan rasa aman
lingkungan/stres di
sekitarnya.
Dampak Bencana Pada Kelompok
Rentan
Lansia Penyandang Cacat
(Lanjut Usia) (Disabilitas)

 penurunan fungsi tubuh


 Kehilangan
 Kehilangan
 Emosional
 Gangguan fisik
 mengasingkan diri
 Gangguan mental
 bertindak seakan-akan
kembali ke masa kanak-
kanak.
Siklus Bencana Dan Penanggulangan Bencana Pada KelompokRentan
Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu :
1. fase pra bencana
 Pencegahan
 Mitigasi
 Kesiapsiagaan

a. Pada ibu hamil dan bayi


◦ Membekali ibu hamil pengetahuan mengenai umur kehamilan, gambaran proses kelahiran, ASI eksklusif dan MPASI
◦ Melibatkan ibu hamil dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana, misalnya dalam simulasi bencana.
◦ Menyiapkan tenaga kesehatan dan relawan yang trampil menangani kegawat daruratan pada ibu hamil dan bayi melalui pelatihan atau workshop.
◦ Menyiapkan stok obat khusus untuk ibu hamil dalam logistik bencana seperti tablet Fe dan obat hormonal untuk menstimulasi produksi ASI.

Bayi
◦ Suhu tubuh bayi perlu dikaji karena permukaan tubuh bayi lebih besar dari pada tubuh orang dewasa sehingga suhu tubuhnya mudah turun.
◦ Pakaian bayi juga harus tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu yang ekstrim.
◦ Kebutuhan cairan juga perlu dikaji dengan seksama karena bisa saja bayi terpisah dari ibunya sehingga menyusui ASI terputus.
◦ Bayi yang kehilangan atau terpisah dari ibunya karena ibu sakit atau meninggal bisa dicarikan donor ASI dengan syarat keluarga menyetujui pemberian ASI donor, identitas donor ASI
maupun bayi penerima tercatat, ibu susu dinyatakan sehat oleh tenaga kesehatan serta ASI donor tidak diperjualbelikan.
b. Pada Anak
◦ perawat harus segera merespon dan menyediakan pengobatan dan psikoterapi disamping tindakan bedah,
dan harus memperhatikan masalah kesehatan mental anak dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak
dipisahkan dari orang tua.
◦ perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan
sampah dan tempat tinggal yang aman sudah terjamin. Apabila salah satu dari kebutuhan dasar tersebut tidak
tercukupi, maka baik kelangsungan hidup maupun pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak tidak
dapat terjamin
◦ menumpahkan perasaan dan ketakutan mereka dengan kata-kata atau suatu barang dengan bermain atau
menggambar
◦ menjamin keamanan melalui bantuan pada kehidupan dan pertolongan medis, sehingga ketenangan orang
dewasa pun bisa pulih, supaya pengasuh bisa menghadapi dengan kondisi mental yang stabil.
c. Lansia
◦ bagi komunitas dan daerah untuk mengetahui keberadaan lansia dan kondisi fisik mereka dan
sebelumnya menentukan metode penyelamatan yang konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat
pada saat bencana.
◦ Lansia yang diselamatkan, dibutuhkan pelayanan penyelamatan darurat (triage, treatment, dan
transportation)
d. Penyandang cacat atau disabilitas
• Koordinasi dan diskusi dengan komuitas/organiasi penyandang disabilitas terkait risiko bencana dan
membuat persiapan apabila teradi bencana
• Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat bencana alam
• Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan PRB.
2. Saat Bencana
a. Ibu Hamil dan bayi
Ibu hamil :
◦ petugas penyelamatan dengan melihat gejalagejala yang dirasakan oleh ibu hamil yaitu seperti sakit kepala dan
nadi meningkat, apabila tensimeter tidak tersedia
◦ Pengkajian pada ibu hamil harus juga mengkaji janin dalam kandungannya.
◦ Kondisi kesehatan janin dikaji dengan mengukur gerakan dan denyut jantungnya.
◦ Pertumbuhan janin juga perlu dikaji.
◦ Masa kehamilan dapat diperkirakan melalui hari terakhir menstruasi.
Bayi :
Mengkaji suhu tubuh bayi
Pakaian bayi juga harus tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu yang ekstrim
Mengkaji Kebutuhan cairan sehingga menyusui ASI terputus.
Bayi yang kehilangan atau terpisah dari ibunya karena ibu sakit atau meninggal bisa dicarikan donor ASI dengan syarat keluarga
menyetujui pemberian ASI donor, identitas donor ASI maupun bayi penerima tercatat, ibu susu dinyatakan sehat oleh tenaga
kesehatan serta ASI donor tidak diperjualbelikan.
2. Anak
◦ merespon dan menyediakan pengobatan dan psikoterapi disamping tindakan bedah, dan harus memperhatikan masalah
kesehatan mental anak dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua.
◦ perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan sampah dan
tempat tinggal yang aman sudah terjamin
◦ menumpahkan perasaan dan ketakutan mereka dengan kata-kata atau suatu barang dengan bermain atau menggambar
3. Lansia
◦ memindahkan orang lansia ke tempat yang aman
◦ menentukan metode penyelamatan yang konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat pada saat bencana.
◦ harus diperhatikan untuk melaksanakan triage yang cepat dan hati-hati
4. Penyandang cacat/disabilitas
melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi bencana
mengevakuasi penyandang disabilitas yang ditinggal oleh keluarganya saat terjadi bencana
menampung di pengungsian
membawa korban ke rumah sakit
melakukan pendataan dan penilaian
memberikan konseling dan memberikan terapi.
3. Pasca Bencana
◦ Fase pemulihan
◦ Fase rekontruksi/rehabilitasi

a. Pada Ibu Hamil dan Bayi


◦ Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
◦ Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Berkualitas
◦ Makanan siap saji untuk Ibu Menyusui
b. Pada Anak
◦ Penting bagi keluarga dan pengasuh untuk bercerita kepada anak bahwa mereka sedang berupaya secara positif sehingga dapat
menjamin keselamatan dan keamanan keluarga dan mempertahankan kehidupan keluarga dengan tepat.
◦ berbagi rasa dengan anak dan terus menunjukkan suatu model perilaku yang tepat
c. Pada Lansia
◦ Penting bagi keluarga dan pengasuh untuk bercerita kepada anak bahwa mereka sedang berupaya secara
positif sehingga dapat menjamin keselamatan dan keamanan keluarga dan mempertahankan kehidupan
keluarga dengan tepat.
◦ berbagi rasa dengan anak dan terus menunjukkan suatu model perilaku yang tepat
d. Penyandang cacat (disabilitas)
◦ Melaksanakan penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonsiliasi dalam bidang ekonomi dan sarana
prasarana
◦ Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir trauma
◦ Asistensi activity daily living serta sosialisasi kepada masyarakat
◦ Asistensi pemberdayaan ekonomi.
Sumber Daya Yang Tersedia Dilingkungan Untuk Kebutuhan
Kelompok Rentan

◦ Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus mensosialisasikan kesiapsiagaan terhadap
bencana terutama untuk area yang rentan terhadap kejadian bencana.
◦ Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari kelompok rentan baik itu dari segi
fasilitas maupun ketenagaan seperti: beberapa jumlah incubator untuk bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien anak,
ventilator anak, fasilitas persalinan, fasilitas perawatan pasien dengan penyakit kronis.
◦ Adanya simbol-simbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individu-individu dengan kecacatan tentang peringatan
bencana, jalur evakuasi, lokasi pengungsian dll.
◦ Adanya system support beberapa konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus menangani kelompok beresiko untuk
mencegah dan mengidentifikasi dini kondisi depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi yang
sesuai dapat diberikan untuk merawat mereka.
◦ Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO) yang membantu korban bencana
terutama kelompok-kelompok rentan seperti: agensi perlindungan anak dan perempuan, agency pelacakan keluarga
korban bencana ( tracking centre), dll.
◦ Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi informasi-informasi tentang bagaimana
perencanaan kegawat daruratan dan bencana pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.
Kesimpulan

◦ Kelompok rentan dalam situasi darurat bencana memerlukan perhatian dan perlakuan khusus.
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang bagaimana menghadapi bencana, termasuk melindungi
kelompok rentan perlu diupayakan dalam rangka memperkuat kesiapsiagaan masyarakat. Begitupun
halnya dengan pemanfaatan budaya lokal atau kearifan lokal.
◦ DPR RI berperan penting dalam memberikan kepastian hukum (legislasi) tentang bagaimana pemerintah
bisa memberikan dukungan peningkatan kapasitas masyarakat supaya sadar dan sigap menghadapi
situasi bencana. Selain itu, DPR RI juga berperan dalam pengawasan kinerja pemerintah dalam
penanganan bencana. Dukungan DPR RI pada kelompok rentan tentunya perlu dilakukan melalui
pemerintah dengan cara sosialisasi di wilayah rawan bencana dengan penguatan pengetahuan
kebencanaan kepada masyarakat, salah satunya melalui sumber daya yang telah ada seperti organisasi
yang bergerak dalam bidang penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang berbasis
masyarakat.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai