Anda di halaman 1dari 8

FIQH THAHARAH

MATERI KULIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


SYEKH MUHAMMAD NAFIS TABALONG
PENGERTIAN THAHARAH

 Secara Etimology
Dalam beberapa kitab fiqh, seperti Kitab Al fiqhul Islamy wa adillatuhu karya Wahbah Az Zuhaily bahwa
thaharah secara bahasa berarti bersuci, dan thaharah juga berarti An Nadzafah yang berarti kebersihan

 Secara Terminology
Menurut istilah thaharah bisa diartikan sebagai kegiatan bersuci dan membersihkan. Namun yang
dimaksud disini tentu bukan semata suci dan kebersihan, tapi pengertiannya lebih luas lagi.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar karya Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Husaini Al Hashini kitab
bermadzhab Syafi’i, dan kitab Kasysyaful Qinna’ karya Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuty kitab
bermazhab Hambali mengatakan bahwa thaharah :
‫عبارة عن غسل اعضاء مخصوصة بصفة مخصوصة‬
“ Kegiatan mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu”
Secara ringkas maksudnya :
‫رفع الحد ث وازالة النجس‬
“ Mengangkat hadats dan menghilangkan najis”
THAHARAH DARI HADATS

 Dalam beberapa kitab fiqh, thaharah dari hadats ini disebut dengan
istilah thaharah hukmi, maksudnya adalah sucinya dari hadats, baik
hadats kecil maupun hadats besar
 Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik, bahkan boleh
jadi secara fisik tidak ada kotoran di badan,namun belum tentu
dipandang bersih menurut hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian
secara ritual
 Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu atau mandi jenabah
 Seorang yang tertidur batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada
kotoran pada badannya, Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara
berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual seperti shalat, thawaf dan
lainnya.
THAHARAH DARI NAJIS

 Dalam beberapa kitab fiqh, thaharah dari najis ini disebut dengan istilah thaharah
hakiki
 Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan
badan, pakaian dan tempat shalat dari najis, boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki
adalah terbebasnya seseorang dari najis
 Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada
badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah riual
 Seseorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing, tidak sah shalatnya, karena tidak terbebas dari thaharah secara hakiki
 Cara menghilangkan najis, tergantung dari tingkat kenajisannya, bila ringan cukup
dengan memercikkan air dimana najis berada, bila sedang atau pertengahan disucikan
dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya,
bila berat harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah
KLASSIFIKASI AIR DAN PENGGUNAANNYA DALAM BERSUCI

 Air mutlak (air yang suci lagi mensucikan)


Mengangkat hadats dan menghilangkan najis harus dengan air mutlak , yaitu : air hujan, air laut, air sungai,
air sumur, air dari mata air, air es, dan air embun. Air mutlak memiliki 3 sifat : rasa (tha’mun), warna
(launun) dan bau (rihun)
 Air suci tidak mensucikan
Air yang berubah sebab bercampur dengan benda-benda suci lainnya seperti ; teh, kopi dan sirup.
Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakannya masih terpelihara. Jika sudah tidak terpelihara
sehingga tidak dapat lagi dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci pada dirinya sendiri, tidak
menyucikan bagi lainnya
 Air yang bernajis
Air yang sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis, air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit
atau banyak, sebab hukumnya seperti najis. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya, Air ini
kalau sedikit berarti kurang dari 2 kulah tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis
 Air yang makruh
Air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas. Air ini makruh dipakai untuk badan,
tetapi tidak makruh untuk pakaian
BENDA NAJIS DISEPAKATI ULAMA

1. Bangkai (selain bangkai ikan)


2. Darah
3. Daging babi
4. Air kencing, muntah dan kotoran manusia
5. Nanah
6. Madzi (cairan putih/bening encer keluar karena gejolak syahwat dari
kemaluan laki-laki), dan wadi (cairan kental berwarna putih, keluar
mengiringi air kencing
7. Khamr
BENDA YANG KENAJISANNYA TIDAK DISEPAKATI ULAMA

1. Tubuh jenazah manusia


Jenazah adalah tubuh manusia yang telah kehilangan nyawa. Dalam pandangan jumhur ulama selain
Hanafiyah berpendapat bahwa jenazah hukumnya suci. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah
berpendapat jenazah manusia muslim itu najis, karena itulah diwajibkan mandi bagi jenazah untuk
mensucikannya. Adapun jenazah orang kafir tetap najis dan tidak bisa disucikan dengan memandikannya.
2. Anjing
Menurut mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat (mughalladzah),
termasuk air liur dan keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjingpun ikut hukum yang
sama. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Menurut mazhab Hanafiyah yang najis dari anjing itu hanyalah air liurnya, mulutnya dan kotorannya, tubuh
dan bagian lainnya tidak dianggap najis.
Menurut mazhab Malikiyah bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja, bila air liur
anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya
KLASSIFIKASI NAJIS DAN CARA MENSUCIKANNYA

1. Najis ringan (mukhaffafah) : seperti air kencing anak yang berusia dibawah umur 2 tahun dan
belum makan dan minum kecuali air susu ibunya. Cara pembersihannya dengan memercikkan
air ke tempat yang terkena najis
2. Najis sedang (mutawassithah) : seperti kotoran ayam yang ada di lantai. Cara mensucikannya
dengan menghilangkan najis ‘ainiyahnya hingga hilang bau, rasa dan warnanya, kemudian
menyiramnya dengan air suci dan mensucikannya
3. Najis berat (mughalladzah) seperti najis anjing /babi. Cara mensucikannya dengan membasuh
dengan air sebanyak 7 kali dan diantara basuhannya salah satunya dicampuri dengan
tanah/debu
Menurut Kitab Safinatun Najah ada 2 macam najis
4. Najis Haqiqiyah / ‘ainiyah : najis yang dapat menghalangi shalat, seperti air kencing, kotoran
hewan dan sejenisnya.
5. Najis Hukmiyah/ ma’nawiyah : keadaan seseorang yang tidak suci yang dapat menghalanginya
untuk shalat, sehingga perlunya lebih dahulu berwudhu atau mandi, seperti kentut, atau
dalam keadaan junub

Anda mungkin juga menyukai