Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

Dipresentasikan oleh:

Ririn Andriani Ibrahim


Yanti Y. Awaki

Penguji :
dr. Renny Hariati Bagus, Sp.A
ABSTRAK

Malnutrisi dapat menyebabkan penurunan pada sistem imun


terutama pada produksi sitokin (IL-4, IL-5, IL-10) dan kinerja sel
1 efektor pada respon imun (eosinofi l, IgE, dan sel mast).

Gangguan ini dapat berakibat pada meningkatnya risikoinfeksi


2 nematoda usus. Selain malnutrisi, faktor perilaku tidak higienis
juga dapat meningkatkan risiko infeksi nematode usus.
Infeksi nematoda usus pada balita dapat menyebabkan gangguan
3 pertumbuhan dan perkembangan.

Nematoda usus yang menyerang anak-anak usia balita umumnya


4 disebabkan oleh soil-transmitted helminth (STH), diantaranya
adalah hookworm dan Strongyloides stercoralis.

2
ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi


terhadap prevalensi infeksi pada balita di Puskesmas Kokar,
5 Kabupaten Alor
Rancangan penelitian bersifat cross sectional, dengan teknik
6 quote sampling.
Sampel 238 balita di Puskesmas Kokar, kabupaten Alor.
7 Pengumpulan data pada bulan Agustus – Oktober 2016.

Subjek dan orangtua yang memenuhi kriteria penelitian


8 diwawancara menggunakan panduan kuisioner.
Sampel feses dikumpulkan dan diperiksa jenis infeksi
9 menggunakan metode uji Baermann, Koga Agar Plate (KAP),
dan Harada- Mori.
3
ABSTRAK

Prevalensi infeksi hookworm dan S. stercoralis pada balita di


10 Puskesmas Kokar adalah 8,82% dan 0,42%.

Korelasi antara status gizi dan infeksi hookworm dianalisis


11 menggunakan Mann-Whitney test didapatkan nilai p = 0,54 (>
0,05).

 Tidak ada hubungan bermakna antara status gizi balita dan


12 prevalensi infeksi hookworm.
 Tidak ada korelasi antara perilaku tidak higienis dengan
prevalensi infeksi hookworm.
Kata kunci: prevalensi infeksi hookworm, status gizi balita, perilaku, Kokar, Alor

4
PENDAHULUAN
Status gizi adalah keadaan kesehatan balita yang Peningkatan risiko infeksi mungkin disebabkan oleh
diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan penurunan produksi sitokin (IL-4, IL-5, IL-10) dan
tinggi badan (BH). penurunan kinerja sel efektor pada imun
Status gizi dapat dipengaruhi oleh: (eosinofil, IgE, dan sel mast).
 asupan gizi dalam makanan,
 pola asuh orang tua, Kadar IL-4 yang rendah diperkirakan dapat
 pelayanan kesehatan anak, meningkatkan kemungkinan infeksi STH karena
 kesehatan lingkungan, daya tahan tubuh yang rendah untuk mencegah
 faktor ekonomi, infeksi cacing.
 faktor sosial budaya,
 dan faktor pendidikan orang tua (pengetahuan). Fokus penelitian ini terletak pada infeksi cacing
tambang dan S. stercoralis karena dapat
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi menyebabkan anemia dan sindrom malabsorpsi
nematoda usus. akibat perdarahan kronis dan deskuamasi epitel usus.
 malnutrisi menyebabkan peningkatan risiko
infeksi kedua infeksi tersebut dapat menyebabkan
 sedangkan cacingan juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
malnutrisi.
5
PENDAHULUAN

Laporan penelitian
Laporan penelitian menunjukkan
menunjukkan bahwabahwa  Data
Data di
di puskesmas
puskesmas menyebutkan
menyebutkan bahwa
bahwa
prevalensi STH
prevalensi STH pada
pada anak
anak didi beberapa
beberapa 6,00% anak
6,00% anak mengalami
mengalami gizigizi buruk;
buruk;
daerah di
daerah di Indonesia
Indonesia cukup
cukup tinggi,
tinggi, antara
antara 12,70% mengalami
12,70% mengalami beratberat badan
badan
lain di:
lain di: kurang; 77,80%
kurang; 77,80% mengalami
mengalami beratberat
 Jayapura
Jayapura (50%),
(50%), badan normal;
badan normal; dan
dan 3,50%
3,50% mengalami
mengalami
 Kabupaten
Kabupaten Maluku
Maluku Tengah
Tengah (99,4%),
(99,4%), berat badan
berat badan berlebih.
berlebih.
 Padang
Padang (51,3%),
(51,3%),  Data
Data ini ini menyebabkan
menyebabkan kabupaten
kabupaten
 Nangroe
Nangroe Aceh
Aceh Darussalam
Darussalam (59,2%),
(59,2%), Kokar menjadi
Kokar menjadi kabupaten
kabupaten dengan
dengan
 Nusa
Nusa Tenggara
Tenggara Timur
Timur (27,7%)
(27,7%) persentase balita
persentase balita gizi
gizi buruk
buruk dan
dan berat
berat
 dan
dan Kalimantan
Kalimantan Barat
Barat (26,2%).
(26,2%). badan kurang
badan kurang tertinggi
tertinggi ketiga
ketiga setelah
setelah
Apui dan
Apui dan Kabir
Kabir di
di Kabupaten
Kabupaten Alor.
Alor.

6
PENDAHULUAN
Fokus penelitian adalah mencari hubungan antara status gizi dengan infeksi cacing
tambang dan S. stercoralis.

Penelitian ini juga mencoba mengkaji prevalensi S. stercoralis karena data tentang
strongyloidiasis di Indonesia masih sangat terbatas hingga saat ini.

Keterbatasan data ini mungkin disebabkan oleh kesulitan dalam melakukan metode
deteksi S. stercoralis seperti uji Baermann dan Koga Agar Plate (KAP).

Hasil penelitian ini mungkin berguna untuk tindakan lebih lanjut yang diambil oleh
pemangku kepentingan dan pemerintah daerah.

7
BAHAN DAN METODE
Jenis Penelitian Populasi Kriteria
 Populasi yang terjangkau dalam
 Potong lintang dengan penelitian ini adalah balita di Kriteria inklusi meliputi:
status gizi sebagai Kokar yang berjumlah 631 (1) balita berusia 12 hingga 59
variabel bebas orang. bulan dan
 sedangkan infeksi cacing  Melalui rumus Slovin, jumlah (2) tidak mengonsumsi obat
anthelmintik selama 4 bulan
tambang dan S. stercoralis minimal sampel dalam penelitian
ini adalah 245 balita berusia 12-59 terakhir.
sebagai variabel terikat. Kriteria eksklusi meliputi:
bulan.
(3) feses terkontaminasi,
(4) feses diberikan lebih dari 24
jam setelah buang air besar,
(5) orang tua tidak setuju.
1 2

3
8
BAHAN DAN METODE
Pengumpulan Data

 Dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2016 di wilayah kerja Puskesmas Kokar,
Kabupaten Alor Barat Laut, Provinsi Nusa Tenggara Timur
 Sampel feses dalam keadaan segar (tidak lebih dari 24 jam) tanpa kontaminasi dari air,
tanah dan urin.
 Responden tidak mengonsumsi obat cacing selama empat bulan terakhir.
 Sampel feses dikumpulkan dalam wadah tinja.

Setiap sampel feses diperiksa menggunakan 3 metode diagnostik:


1. Uji baermann,
2. Koga agar plate (KAP),
3. Dan metode kultur harada-mori untuk mengidentifikasi ada tidaknya infeksi.

9
BAHAN DAN METODE
Analisis data Pertimbangan Etis

 Analisis hasil penelitian dilakukan secara


statistik dan deskriptif Penelitian ini telah disetujui oleh Komite
 Hubungan antara infeksi cacing tambang Etik Penelitian Kedokteran dan
dan S. stercoralis dengan status gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran
dianalisis dengan uji Mann Whitney. Universitas Gadjah Mada dengan nomor
referensi Ref: KE / FK / 892 / EC / 2016.

1 2

10
HASIL DAN DISKUSI
  Total infeksi (n=22)
  Strongyloides stercoralis
Hookworm n (%)
Tabel 1. menunjukkan bahwa 21 dari
n (%)
238 balita mengalami infeksi cacing KAP - 15 (68.18 %)
tambang dan hanya 1 balita yang
terinfeksi S. stercoralis berdasarkan Harada Mori - 11 (50%)
pemeriksaan feses Beerman test 1 (4.54%) -
KAP + Harada
- 21 (95.45%)
Mori

Tabel 1. Identifikasi sampel feses dari balita di wilayah kerja Puskesmas Kokar

11
HASIL DAN DISKUSI

Larva filariform yang ditemukan dengan metode


Harada Mori diidentifikasi sebagai Necator
americanus karena terdapat celah antara esophagus
dan intestinum (lihat Gambar 1).

Gambar 1.
Larva filariform Necator americanus dengan
perbesaran 400x

12
HASIL DAN DISKUSI

 Salah satu hasil yang didapat dari metode pemeriksaan


KAP adalah adanya jejak larva pada permukaan agar-
agar (lihat Gambar 2)

 Banyak penelitian tentang infeksi cacing tambang di


berbagai daerah di Indonesia menemukan prevalensi
yang lebih tinggi seperti di Jayapura (14,3%) dan di
Kabupaten Maluku Tengah (56,8%)
 sedangkan prevalensi S. stercoralis ditemukan lebih
tinggi di Bali (1,6%). Gambar 2.
Jalur larva rhabditiform di Koga Agar plate

13
HASIL DAN DISKUSI
Karakteristik Hookworm S. Stercoralis
N
responden n (%) n(%)
Umur (bulan)
12-23 bulan 4 (1.68) 0 84
Prevalensi infeksi cacing tambang dan 24-59 bulan 17 (7,14) 1 (0,42) 154
S. stercoralis yang diperoleh dalam Status Nutrisi      
penelitian ini masing-masing sebesar Gizi Buruk 1 (0,42) 0 18
8,82% dan 0,42% (lihat Tabel 2).
BB kurang 3 (1,26) 0 46
BB normal 17 (7,14) 1 (0,42) 168
BB lebih 0 0 6
Total 21 (8,82) 1 (0,42) 22 (9,24)

Tabel. 2 Distribusi kasus infeksi cacing tambang dan S. stercoralis pada


balita berdasarkan status gizi dan usia di wilayah kerja Puskesmas Kokar,
14 Kabupaten Alor
HASIL DAN DISKUSI
 Pemberian obat secara massal (MDA) Hookworm p
dengan DEC (dietilkarbamizin) dan Status (n=238)
albendazol mungkin menjadi salah satu Nutrisi Negatif Positif Total
penyebab prevalensi cacing tambang
(n=217) (n=21) (n=238)
yang rendah dalam penelitian ini.
 Obat-obatan tersebut diberikan sebagai Gizi Buruk 17 (7,14) 1 (0,42) 18 (7,56)
0,54
terapi anthelmintik untuk filariasis BB kurang 43 (18,07) 3 (1,26) 46 (19,33)
brugian dan infeksi STH. BB normal 151 (63,44) 17 (7,14) 168 (70,58)
 Program tersebut dilaksanakan di BB lebih 6 (2,52) 0 (0) 6 (2,52)
Kabupaten Alor dari tahun 2002 hingga
2007 dengan target warga Alor berusia 3- Tabel 3. Korelasi antara status gizi dengan infeksi cacing tambang
50 tahun. pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kokar, Kabupaten Alor, bulan
Agustus – Oktober 2016

15
HASIL DAN DISKUSI
Balita dengan status gizi normal memiliki
persentase maupun kuantitas infeksi cacing Hookworm p
tambang tertinggi dibanding balita dengan Status (n=238)
status gizi lainnya (lihat Tabel 3). Nutrisi Negatif Positif Total
(n=217) (n=21) (n=238)
Gizi Buruk 17 (7,14) 1 (0,42) 18 (7,56)
 Hubungan status gizi dengan infeksi cacing 0,54
tambang dianalisis menggunakan uji Mann BB kurang 43 (18,07) 3 (1,26) 46 (19,33)
Whitney dengan p-value = 0,54. BB normal 151 (63,44) 17 (7,14) 168 (70,58)
 Hal ini menunjukkan bahwa status gizi BB lebih 6 (2,52) 0 (0) 6 (2,52)
tidak berhubungan dengan infeksi cacing
Tabel 3. Korelasi antara status gizi dengan infeksi cacing
tambang. tambang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kokar,
Kabupaten Alor, bulan Agustus – Oktober 2016

Penelitian ini sejalan dengan penelitian


sebelumnya yang dilakukan pada anak
sekolah dasar di Purus, Padang.
16
HASIL DAN DISKUSI
 Kebutuhan protein yang mencukupi mungkin menyebabkan tidak
adanya korelasi antara infeksi cacing tambang dengan status gizi.
 Kebutuhan protein yang tercukupi menyebabkan tubuh mampu
memproduksi IL-4 (sitokin utama dalam produksi IgE) secara normal.
 Antibodi IgE merupakan respon imun adaptif terhadap infeksi cacing.

 Meski demikian, adanya faktor pengganggu lain (seperti perilaku anak-


anak) dapat menjadi penyebab tidak adanya korelasi antara infeksi
cacing tambang dengan status gizi.

 Penelitian yang dilakukan oleh Alemu dkk menunjukkan bahwa infeksi


cacing tambang memiliki hubungan dengan kebiasaan memakai
sepatu pada anak-anak.

17
HASIL DAN DISKUSI

 Aktivitas di luar ruangan menjadi penyebab utama infeksi cacing


tambang.

 Hal ini terjadi akibat adanya kebiasaan buang air besar sembarangan di
masyarakat.

 Oleh karena itu, bermain dengan tanah dan berjalan atau melakukan
aktivitas di luar ruangan tanpa alas kaki dapat meningkatkan risiko
infeksi filariform pada anak-anak.

18
HASIL DAN DISKUSI

 Selain perilaku, status sosial ekonomi juga dapat berpengaruh pada


infeksi STH.

 Sebagian besar orang tua di wilayah kerja Puskesmas Kokar bekerja


sebagai petani (71,4%) dengan pendapatan bulanan rumah tangga yang
rendah (95,3%).

 Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa status sosial ekonomi


(seperti pendapatan keluarga) merupakan faktor yang cukup signifikan
dalam meningkatkan risiko infeksi STH.
Hasil penelitian kami tidak menunjukkan adanya korelasi antara status gizi dengan
infeksi S. stercoralis karena jumlah subjek yang terinfeksi positif terlalu sedikit
sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk pengolahan data.

19
KESIMPULAN

Hasil penelitian kami menemukan bahwa prevalensi infeksi cacing tambang


dan S. stercoralis pada balita di Puskesmas Kokar Kabupaten Alor masing-
masing sebesar 8,82% dan 0,42%.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan infeksi
cacing tambang pada balita.

Penelitian ini merekomendasikan agar metode pemeriksaan KAP digunakan


bersamaan dengan metode pemeriksaan Harada-Mori untuk mendeteksi
adanya infeksi cacing tambang karena mampu meningkatkan tingkat deteksi
hingga 95,45%.

20
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai