Anda di halaman 1dari 44

IMAGING TRAUMA

THORAKS
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
 Trauma toraks merupakan penyebab mortalitas kedua
setelah trauma kepala
 Pencitraan telah menjadi komponen sentral evaluasi
pasien-pasien tersebut
 Teknik yang digunakan untuk diagnosis trauma toraks
adalah Radiografi polos dan Computed tomography (CT)
 Sedangkan USG dan MRI  jarang  hanya sebagai
alat penyelesaian masalah yang spesifik
1. Kontusio Paru
 Kontusio paru  kerusakan
pada alveoli dan intestisium
paru tanpa laserasi yang
signifikan

 Manifestasi klinis :
- 50%  mengalami
hemoptisis
- Tanda-tanda trauma dinding
dada
(memar, flail chest)
- Dapat terjadi dengan/tanpa
fraktur iga
Rotgen dada  sebagai area CT-scan  menggambarkan
patchy air space yang opak area opasitas ground glass
atau konsolidasi tidak
terbatas pada satu lobus
2. Laserasi Paru
 Laserasi paru terjadi ketika ada
sobekan pada intestisium paru dan
rongga alveolar dengan paru yang
bersebelahan mengalami kolaps
diluar daerah tsb
 Sobekan ini terisi udara, darah, atau
campuran keduanya.
 Laserasi pulmonal telah
diklasifikasikan menjadi empat
tipe :
1. Type I - compression rupture
2. Type II - compression shear
3. Type III - direct puncture / rib
penetration
4. Type IV - adhesion tears
Potongan CT dengan
window paru-paru yang
menunjukkan laserasi
pulmonar pada lokasi
paraspinal (panah).
TRAUMA PLEURA
1. Pneumotorax
 Pneumotorax adl keadaan
dimana terdapatnya udara bebas
dalam cavum pleura, maka akan
menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang
maksimal.

 Klasifikasi :
1. Simple pneumotorax
2. Open pneumotorax
3. Tension pneumotorax
X-Ray  Bayangan radiolusen, paru
menjadi kolaps, mediastinum terdorong
kearah kontralateral, dan sela iga
semakin lebar
CT-Scan pneumotorax 
Potongan CT aksial dengan
window paru-paru yang
menunjukkan
pneumotoraks sisi kiri yang
moderat.
2. Hemothorax

 Terkumpulnya darah didalam


rongga pleura

 Manifestasi klinis :
1. Adanya tanda-tanda syok
2. Suara nafas menghilang
3. Perkusi pekak pada sisi dada
yang mengalami trauma
X-Ray  tampak sebagai Ct-Scan  menunjukkan cairan
peningkatan densitas pleura (darah atau cairan serosa)
sebagai batas peningkatan densitas
pada daerah yang menempati
posisi depan paru yang terkena
Ruptur Jalan Napas Utama
RUPTUR JALAN NAFAS UTAMA
 Ruptur trakea adalah kondisi yang jarang yang sulit
didiagnosis dengan pencitraan
 Radiografi dada sering meningkatkan kemampuan trauma
jalan napas utama dengan membuat pneumomediastinum
dan emfisema operatif yang trackingnya dilakukan ke dalam
leher
 CT sering mengkonfirmasi adanya udara mediastinum,
namun tanpa adanya ETT, CT tidak secara langsung
mendeteksi area luka. Ketika ETT ditempatkan, ETT dapat
membantu deteksi trauma trakea. Fitur utama CT adalah
deteksi balon yang mengalami overdistensi dan keluarnya
tube ke luar trakea. Cedera bronkial potensial dapat diduga
dari CT ketika udara terlihat di sekitar bronkus yang terluka,
namun biasanya perlu dikonfirmasi dengan bronkoskopi.
Pada foto lateral, gambaran trakea menghilang
RupturCEDERA
Jalan Napas
AORTAUtama
 Cedera aorta toraks adalah  Lokasi cedera paling umum,
penyebab terumum paling tidak pada orang-
mortalitas akibat trauma orang yang sempat dibawa
tumpul di Inggris ke RS dan di CT, adalah pada
ismus (arkus distal).
 Mekanisme pasti
bagaimana cedera trauta  Foto polos memiliki akurasi
tumpul terjadi pada aorta yang kurang baik untuk
tidak jelas mendeteksi cedera aorta
tumpul, dan jangan
digunakan sebagai
modalitas diagnostik utama
(A) CT aksial menunjukkan pseudoaneurisme kecil terisi kontras yang berada anterior
dari istmus aorta (panah).
(B) (B) Proyeksi intensitas maksimum oblik.
Hematoma mediastinum
(asteriks) secara anterior pada
mediastinum tanpa cedera
aorta. Hal ini dikaitkan dengan
fraktur sternum dan ruptur
pembuluh darah kecil pada
mediastinum.
TRAUMA DIAFRAGMATIKA
Ruptur diagrafma pada
trauma
tumpul tidak umum ditemui

Defek-defeknya biasanya
lebih besar
pada trauma tumpul
dibandingkan
trauma penetratif, dan lebih
sering
terjadi pada sisi kiri

Manifestasi klinis :
1. Gejala bergantung
ukuran defek dan
cedera yang menyertai
2. Penurunan bunyi
nafas
(A) Foto polos AP supine menunjukkan isi abdomen pada hemitoraks kiri
yang menunjukkan adanya ruptur diafragma. (B) Rekonstruksi CT
multiplanar koronal menunjukkan defek yang lebar pada diafragma kiri,
yang merupakan tanda langsung dari ruptur diafragma. Panah
menandakan pojok diafragma.
X-Foto CT-Scan

 CT adalah modalitas diagnosis utama


 Foto polos dapat memastikan
diagnosis dengan
 CT sangat sensitif mendiagnosis
menunjukkan isi abdomen ruptur diagrafma. Hal ini dapat
(biasanya terlihat adanya dibagi-bagi menjadi tanda langsung
udara dalam abdomen) pada (seperti konstriksi seperti pinggang
hemitoraks bawah, namun dari isi intraabdomen yang melewati
tidak terlalu sensitif defek) yang sangat spesifik, hingga
tanda tidak langsung yang
spesifisitasnya berbeda0beda
(hemotoraks)

 Hal-hal yang dapat memberikan


gambaran serupa ruptur diafragma
meliputi elevasi hemidiagrafma
idiopatik, eventrasi diafragma dan
hermia Bochdalek
TRAUMA KARDIAK DAN PERIKARDIAK
 Trauma kardiak  mortalitas yang tinggi
 Trauma tumpul  kompresi jantung di antara struktur
kaku pada sternum dan spina torasika
 Trauma penetratif  lokasi jejas akan tergantung pada
posisi luka
 Radiografi dada memiliki fungsi yang terbatas untuk
mendeteksi trauma kardiak. CXR lebih sering difoto
dalam posisi supine, dan proyeksi AP, sehingga ukuran
jantung sulit dinilai karena siluet jantung membesar
EKOKARDIOGRAFI

 Ekokardiografi dapat secara akurat mendeteksi


hemoperikardium dan tanda-tanda fisiologis tamponade dan
kemungkinan hanya itu yang diperlukan pada pasien tidak
stabil untuk menandai bahwa operasi cito diperlukan
 Ekokardiografi juga berguna saat diduga adanya jejas valvular
CT-SCAN
 Sensitif untuk mendeteksi trauma kardiak dan perikardiak
 Tidak ada gambaran diagnostik yang spesifik dari kontusio
miokardium pada CT
 Stranding lemak perikardium dan ekstraperikardium dengan
atau tanpa hemoperikardium dapat menjadi satu-satunya
temuan klinis
1. Tamponade Jantung

 Mortalitas yang tinggi 


tamponade jantung
 Ekokardiografi merupakan
modalitas pencitraan yang terbaik
CT  dilatasi SVC, IVC, dan
vena hepatika, edema
periportal, dan deformitas
ruang jantung, yang meskipun
non-spesifik, dengan
keberadaan efusi perikardium
bersifat sugestif ke arah
tamponade.
2. Hemoperikardium

 Indikator penting dari


trauma kardiak, Dua potongan aksial CT kontras pada dada pasien dengan
perikardiak, atau aorta luka tusuk dada kiri bawah menunjukkan cairan yang padat
proksimal yang di sekitar jantung yang konsisten dengan gambaran
hemoperikardium (gambar kiri). Gambar kanan juga
signiifikan
menunjukkan stranding lemak ekstraperikardiam (panah)
yang menandakan hematoma.
Potongan aksial dari CT kontras pada dada pada pasien dengan luka
tusuk dinding dada anterior menunjukkan lokulus-lokulus kecil udara
di dalam jaringan subkutan dinding dada anterior dan
hemoperikardium anterior yang dangkal (panah). Udara di dalam
mediastinum dan jaringan lunak sering dapat terlihat lebih baik
menggunakan window paru-paru (gambar kanan).
TRAUMA DINDING DADA
 Fraktur iga  paling sering 50%
 Pada kondisi fraktur iga multipel :
1. Menandakan adanya gaya yang lebih signifikan dan
meningkatkan kemungkinan cedera signifikan yang
terkait trauma tersebut. Terutama, fraktur iga atas
(biasanya iga pertama) harus meningkatkan
kecurigaan trauma intratoraks lainnya (trauma aorta
atau vaskular lainnya),
2. Kedua terkait fraktur iga multipel adalah efeknya
terhadap fungsi respirasi.
1. Foto polos
- Sering digunakan sebagai penilaian inisial trauma iga yang mungkin,
dan meskipun fraktur dapat terlihat ditemukan negatif palsu yang
cukup banyak.
- Untuk mendeteksi komplikasi terkait seperti pneumotoraks atau
hemotoraks
2. CT-Scan
- Sangat sensitif untuk menilai fraktur iga

Gambaran CT volume
rendered menunjukkan
fraktur-fraktur iga anterior
sisi kanan multipel.
 Trauma sternum  jarang namun apat terjadi pada trauma tumpul
 Biasanya trauma sternum dapat terkait trauma kardiak
 CT jauh lebih sensitif dibandingkan rotgen lateral untuk
mendeteksi fraktur sternum

X-RAY CT-
SCAN
 Trauma skapular  lebih jarang
 Biasanya menandakan trauma energi tinggi

CT volume rendered (gambaran Plain films show fracture of


posterior) mengilustrasikan scapula spine + concern for
fraktur skapula kominutif. extension into glenoid
RADIOLOGI INTERVENSIONAL PADA TATALAKSANA
TRAUMA AORTA TRAUMA MAYOR
LATAR BELAKANG

 Trauma pada aorta toraksis dan cabang-cabang


mayornya adalah salah satu pertimbangan paling
penting setelah trauma penetratif atau tumpul toraks.
 Trauma dada tumpul yang menyebabkan sobekan pada
aorta yang berkisar dari sobekan intimal minimal hingga
ruptur komplit dengan ekstravasasi.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
Gambaran CT aksial dengan Rekonstruksi oblik sagital Gambaran CT aksial
kontras setinggi arkus aorta dari CT dengan kontras dengan kontras setinggi
menunjukkan defek aorta toraks menujukkan aorta desendens toraks
pengisian kecil pada arkus adanya flap intimal yang bagian atas. Ditemukan
distal (panah) yang bermula dari kurvatura defek pada dinding
menandakan flap intimal mayor arkus distalis anterior aorta (panah)
(sobekan minimal). (panah). dengan ekstravasasi aktif
kontras menuju jaringan
mediastenal anterior
(bintang). Tampak juga
flap intimal kecil di
Lokasi trauma : Jenis trauma :
 Ismus aortikus (92%)  Sobekan trasversal yang
paling sering dapat berupa
 Arkus (4%) segmental (45%)
 Akar aorta (3%)  Sirkumferensial (55%)
 Parsial (65%)
 Hiatus diafragmatika  Transmural (35%).
(1%)
CT aksial dengan kontras
setinggi ostium arteri
koroner sinistra. Ditemukan
adanya sobekan terlokalisir
pada aorta asendens tepat
di atas akar (panah) dengan
kontras yang bocor ke
media.
PENCITRAAN DIAGNOSTIK
 CT multidetektor adalah modalitas non-invasif paling
berguna dalam kondisi akut.
 Angiografi kateter hampir selalu dikhususkan sebagai
prekursor terapi endovaskular.

TATALAKSANA
 Operasi terbuka dengan torakotomi dengan reseksi
 Penempatan graft Dakron atau peletakan stent graft
endovaskular
RADIOLOGI INTERVENSIONAL DAN INSERSI
GRAFT ENDOVASKULAR
 Peletakan stent graft endovaskular
tahun 1001  pertama
 Tujuan mencegah ruptur atau
ekstravasasi yang lebih parah dengan
mengeksklusi segmen yang cedera dari
sirkulasi sistemik dan memiliki tingkat
kesuksesan sebesar 100%.
 Stent graft adalah sebuah meshwork
silindris dari besi self-expanding dengan
bahan graft operatif yang teranyam di
antara alur-alur besi.
 Bagian awal sepanjang 1,5 cm tidak
ditutupi untuk memfasilitasi fiksasi ke
dinding pembuluh darah.
PROSEDURE
 Anestesi umum
 Akses menuju aorta diperoleh melalui arteriotomi arteri femoralis komunis
 Sebuah guidewire dan kateter dimanipulasi melalui aorta menuju arkus
tempat angiogram dapat dilakukan untuk melihat anatomi,
mengkonfirmasi diameter pembuluh darah, dan lokasi
 Stent graft kemudian dilepaskan menggunakan penglihatan fluoroskopi
direk dan angiogram dilakukan untuk memeriksa posisi dan
mengeksklusikan keboocoran
 Oleh karena lokasi trauma, ostium arteri subklavia sinistra biasanya
tertutupi oleh stent.
 Hal ini jarang menyebabkan komplikasi, meskipun beberapa pasien
mungkin memerlukan bypass arteri karotis-subklavia setelahnya.
 Ada beberapa syarat untuk stent graft, seperti pembuluh darah femoral
dan iliaka harus berukuran cukup untuk memungkinkan alat melewatinya
(biasanya 7 mm).
Gambar 1 Gambar 2
Gambaran potongan operatif ke Kateter angiogram pada pasien
dalam arteri femoralis komunis, dengan transeksi komplit. Kateter
sebuah selubung vaskular dan dimasukkan melalui arteri brakialis
guidewire dapat dilihat diposisikan sinistra untuk menandai posisi
di dalam lumen . Sistem ostium arteri subklavia sinistra.
pemasangan stent dipegang oleh Terlihat cuff kontras mengelilingi
operator dengan stent berada di lumen aorta yang ireguler.
dalam bungkus plastik, setelah
ditarik, stent akan menyebar dari
pinggirannya.
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
CT scan aksial kontras dari Ditemukan cuff kontras yang Angiogram kateter yang
dada setinggi tepat di bawah mengelilingi aorta toraksik dilakukan setelah
karina. Ditemukan kontras desenden pada lokasi peletakan stent graft.
yang mengalami ekstravasasi sobekan. Posisi trauma Arteri subklavia sinistra
ke luar dinding medial aorta terhadap arteri subklavia tetap paten dan kebocoran
(panah) dengan dua flap sinistra dapat dilihat, dan telah dieksklusikan dari
intimal yang terlihat lebih jarak dapat diukur jika sirkulasi.
posterior diperlukan
KEUNTUNGAN DAN KEMUNGKINAN KOMPLIKASI TERAPI
ENDOVASKULAR
KEUNTUNGAN KOMPLIKASI
Menghindari ventilasi paru Stroke
tunggal
Menghindari x-clamping aorta Luka tusuk pada situs/pembuluh
darah
Tidak diperlukan bypass Kerusakan nervus laringeal
kardiopulmoner rekurens
Pembatasan penggunaan
antikoagulan
Menurunnya kehilangan darah
 Pada kasus serial 41 pasien yang ditatalaksana dengan stent
graft untuk trauma aorta, 98% kasus hanya memerlukan satu
alat, mortalitas di RS sebesar 2,4%, dan tidak ada kejadian
paraplegia. Hasil-hasil ini jelas lebih baik dibandingkan reparasi
operatif.
 Panduan Praktik Klinis telah dipublikasikan di Amerika Utara oleh
Society of Vascular Surgery berdasarkan tinjauan pustaka 7768
pasien pada 139 studi. Tingkat mortalitas untuk reparasi
endovaskular, reparasi terbuka, dan tanpa intervensi adalah 9%,
19%, dan 46%.
 Hasil ini menunjukkan perbaikan bahwa setelah reparasi
endovaskular dengan penurunan prevalensi iskemia korda
spinalis, cedera pada ginjal, dan infeksi graft serta sistemik. 
KESIMPULAN
 Trauma toraks sering dijumai dan memiliki morbiditas dan
mortalitas yang signifikan.
 Modalitas pencitraan, terutama CT, menyediakan metode
yang cepat dan akurat untuk mendiagnosis trauma toraks
yang serius.
 Trauma aorta akut terdiri dari sebuah spektrum patologi
dalam dinding aorta, dan memiliki mortalitas yang tinggi
jika tidak diobati dengan cepat dan tepat.
 Reparasi stent graft endovaskular telah menggantikan
operasi sebagai metode yang lebih disukai untuk
tatalaksana.

Anda mungkin juga menyukai