Anda di halaman 1dari 20

PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM

HARTA DALAM PERKAWINAN

Dr. M. Slamet Turhamun, M.H.

MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS JAYABAYA
2021
Pengertian
• Hukum Harta Perkawinan dan Hukum Keluarga
mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, tetapi kita bisa
membedakannya
• Yang dimaksud dengan Hukum Harta Perkawinan
adalah hukum yang mengatur akibat perkawinan
terhadap harta yang terbentuk dalam keluarga tersebut.
Ada yang menyebutnya sebagai Hukum Kekayaan
Keluarga, atau lebih sering: Hukum Harta Perkawinan
(Huwelijksgoederanrecht). 
• Perkawinan tidak hanya mempunyai dampak
terhadap diri pribadi suami dan isteri, tidak
hanya mempunyai akibat dalam hubungan
kekeluargaan, tidak hanya mempunyai akibat
terhadap hak dan kewajiban suami-isteri dalam
keluarga, tetapi juga terhadap harta suami-isteri
yang terbentuk dalam perkawinan.
• Hukum Keluarga: Keseluruhan ketentuan yang mengatur
hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan karena sedarah, baik dalam garis lurus
maupun menyamping, dan kekeluargaan karena
perkawinan (semenda)
• Hukum Harta Perkawinan: Peraturan hukum yang
mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta
kekayaan suami-isteri yang telah melangsungkan
perkawinan.
• Hukum Keluarga mengatur:
1. Hubungan keluarga.
2. Perkawinan.
3. Kedudukan suami-isteri dalam perkawinan.
4. Kedudukan anak dan hak-haknya.
5. Hubungan anak dengan orang tua.
6. Perlindungan hak-hak anak

• Hukum Harta Perkawinan:


1. Persatuan harta kekayaan menurut undang-undang.
2. Pengurusan atas harta kekayaan persatuan.
3. Bubarnya persatuan dan melepaskan diri atas harta persatuan.
4. Pemisahan dan penghapusan harta persatuan.
5. Percampuran/ persatuan yang dilanjutkan.
• Dalam Islam harta benda perkawinan adalah semua harta
yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam
ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai,
maupun harta perorangan yang berasal dari harta warisan,
harta penghasilan sendiri, harta hibah, harta pencarian
bersama suami istri dan barang-barang hadiah.
• Kepemilikan harta dan warisan, dalam Islam berlaku
sistem kepemilikan individual.
• Warisan dalam Islam berarti pemindahan hak dalam
bentuk pembagian harta (sekaligus menjadi hak milik
penuh) kepada sejumlah ahli waris menurut bagian
masing-masing. Dengan demikian, harta yang pada
mulanya dimiliki oleh seseorang terbagi menjadi milik
beberapa orang setelah ia meninggal.
• Islam tidak mengatur kepemilikan harta secara komunal
kecuali dalam bentuk serikat usaha (syirkah) dengan
pertimbangan pertimbangan untung rugi. Serikat usaha
bisa ditemukan dalam satu keluarga seperti firma (usaha
keluarga) atau serikat usaha dengan orang lain. Jika
terjadi pewarisan harta, maka hak perongan harus
dikeluarkan terlebih dulu sebelum harta dibagi.
• Pada dasarnya,harta suami istri terpisah. Jadi masing-
masing mempunyai hak milik untuk menggunakan atau
membelanjakan hartanya dengan sepenuhnya, tanpa
diganggu oleh pihak lain.
• Dalam fikih Islam klasik tidak dikenal harta bersama
bahkan kalau terjadi perceraian, maka harus dilihat
siapa pemilik hartanya.
• Berbeda dengan fikih yang berlaku di Indonesia, yang
dikenal dengan hukum Islam hasil ijtihad bangsa
Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan perubahannya
serta Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

• Dua peraturan perundang-undangan tersebut dapat


disebut fikih, yaitu hasil ijtihad dengan sungguh-sungguh
menghasilkan suatu rumusan hukum. Keduanya hasil
pemikiran para alim ulama dan umara’, sehingga dapat
disebut “fikih Islam Indonesia”.
• Mengapa dua sumber hukum Islam yang berlaku di
Indonesia (fikih Islam Indonesia) mengakui ada harta
bersama?, Sebab perkawinan itu dianggap sebagai
bentuk syirkah, yaitu bersatu, berserikat untuk
membentuk rumah tangga.

• Dalam kata lain adalah percampuran atau berserikatnya


dua orang (calon mempelai laki-laki dan calon mempelai
perempuan dalam akad nikah untuk mengikatkan diri
membentuk rumah tangga).
• Pendapat T. M. Hasbi Ash Shiddiqie dalam
buku Pedoman Rumah Tangga; dengan perkawinan,
menjadikan sang istri syirkatur rojuli filhayati (kongsi
sekutu seorang suami dalam menjalani bahtera hidup),
maka antara suami istri dapat terjadi syarikah
abadan (perkongsian tidak terbatas).

• Di Pengadilan Agama ketika ada orang Islam bercerai


dan mempersoalkan harta yang diperoleh selama
perkawinan, maka akan dipertimbangkan harta dalam
perkawinan sebagaimana ketentuan Pasal 35 UU
Perkawinan dan Pasal 85-97 KHI.
• Asal usul harta yang didapat suami istri dalam Islam ada
empat sumber yaitu :
1. Harta hibah dan harta warisan yang diperoleh salah
seorang dari suami atau istri
2. Harta hasil usaha sendiri sebelum mereka menikah
3. Harta yang diperoleh pada saat perkawinan atau karena
perkawinan
4. Harta yang diperoleh selama perkawinan selain dari
hibah khusus untuk salah seorang dari suami istri dan
selain dari harta warisan.
Dasar Hukum
• Dalam sistematika Burgerlijk Wetboek (BW), Hukum
Harta Perkawinan merupakan bagian dari Hukum
Keluarga
• UU Perkawinan (UU No. 1 Th. 1974), mengatur lebih
dari sekadar perkawinan: Harta Benda di dalam
Perkawinan (BAB VIII), Kedudukkan Anak (BAB IX), Hak
dan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak (BAB X) dan
Perwalian (BAB XI), yang merupakan bagian dari Hukum
Keluarga
• Sebelum berlakunya UU Perkawinan -atas dasar Pasal 131
jo. Pasal 162 Indische Staatsregeling dan Pasal 11
Algemene Bepaling van Wetgeving- kita sudah mengenal
Hukum Harta Perkawinan yang berlaku bagi beberapa
golongan penduduk Indonesia (dahulu disebut Nederlands
Indie).
• Undang-undang baru yang mengatur hal yang sama
dengan undang-undang yang selama ini berlaku, maka
berlaku asas lex posterior derogat lex priori. Namun
demikian bisa terjadi, undang-undang yang baru belum
mengatur seluruh materi yang diatur dalam undang-undang
lama, yang hendak diganti dengan yang baru, sehingga
bisa ada sebagian dari undang-undang lama yang masih
tetap berlaku berdampingan dengan yang baru.
• Pasal 66 UU Perkawinan menyatakan: “Untuk
perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang
ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi
Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers S. 1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde
Huwelijken S. 1898 No. 158) dan peraturan lain yang
mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam
Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku”.
• Masih berlakunya KUH Perdata ditunjukkan oleh
keputusan MA tanggal 15 Februari 1977 No.
726K/Sip/1976, dalam pertimbangannya menyebutkan
bahwa sekalipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
telah berlaku, tetapi untuk pelaksanaannya masih
memerlukan peraturan pelaksanaan dan karena hingga
kini peraturan pelaksanaan yang mengatur sebagai
pengganti ketentuan-ketentuan yang dalam BW belum
ada maka bagi penggugat dan tergugat yang adalah
WNI Keturunan Cina masih berlaku ketentuan-ketentuan
mengenai perkawinan yang tercantum dalam KUH
Perdata
• Undang-Undang 1 Tahun 1974 mempunyai prinsip yang
sama dengan hukum adat, “asasnya sama” (yaitu : ada
harta gono-gini atau harta bersama dan harta bawaan
masing-masing tetap terpisah).
• Harta bersama (HB) dalam perkawinan merupakan
norma hukum perkawinan di Indonesia
• Pengaturan HB dalam hukum perkawinan merupakan
sebuah perikatan yg lahir dari Undang-Undang (KUH
Perdata/Burgerlijk Wetboek Pasal 1352 dan 1353)
• HB dalam KUH Perdata diatur dalam Buku Pertama
(Orang) BAB VI. Harta-harta Bersama Menurut Undang-
undang Dan Pengurusannya, Pasal 119 -138
• Kemudian diadopsi ke dalam Undang-Undang
Perkawinan (UU No. 1 Th. 1974) BAB VII Harta Benda
Dalam Perkawinan yg termuat dalam Pasal 35 - 37

• Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan
harta benda yang diperoleh masingmasing sebagai hadiah
atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
• Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat
bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan
isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

• Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama
diatur menurut hukumnya masing-masing
• Bagi masyarakat muslim di Indonesia, pengaturan harta
dalam perkawinan ditegaskan dalam Kompilasi Hukum
Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) dalam Pasal 85 - 97
pada pokoknya mengatur:
1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak
sebelum perkawinan;
2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak
sebelum perkawinan;
3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang
diperoleh selama perkawinan yang menjadi harta
bersama suami istri;
4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris,
dan shadaqah suami, yaitu harta yang diperolehnya
sebagai hadiah atau warisan;
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai