Anda di halaman 1dari 18

Etos Kerja dalam Islam

Anjuran dan Keutamaan Bekerja dalam Islam


Bekerja : Perintah & Konsekuensi
َ ‫ُه َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اأْل َ ْر‬
ُ ‫ض َذلُواًل فَا ْم‬
ْ‫شوا فِي َمنَا ِكبِ َها َو ُكلُوا ِمن‬
‫ِر ْزقِ ِه َوإِلَ ْي ِه النُّشُو ُر‬

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi


kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya.
Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.(QS Al Mulk )
Bekerja : Kemuliaan !
‫ فَيَ ْحتَ ِط َب َعلَى‬،ُ‫َنْ يَأْ ُخ َذ أَ َح ُد ُك ْم َح ْبلَه‬ ‫سي بِيَ ِد ِه أَل‬ِ ‫« َوالَّ ِذي نَ ْف‬
ْ َ‫ فَي‬، ‫أَنْ يَأْتِ َي َر ُجاًل‬
»ُ ُ‫سأَلَهُ أَ ْعطَاهُ أَ ْو َمنَ َعه‬ ْ‫ظَ ْه ِر ِه َخ ْي ٌر لَهُ ِمن‬

Demia Allah, sekiranya seorang diantara kamu


mengambil talinya, kemudian (dengannya
mencari) dan memanggul kayu bakar di
punggungnya, itu lebih baik dari pada ia
mendatangi seseorang meminta-minta.(HR
Bukhori )
Bekerja : Menggugurkan Dosa
‫َم ْن أ َْم َسى َكاالًّ ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه أ َْم َسى َمغْ ُف ْوًرا لَهُ (رواه‬
)‫الطبراني‬
• Barang siapa yang sore hari duduk
kelelahan lantaran pekerjaan yang telah
dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari
tersebut dosa-dosanya diampuni oleh
Allah SWT. (HR. Thabrani)
Nasihat Luqman al Hakim
‫ فإنه ما‬،‫ يا بنى استعن بالكسب الحالل‬: ‫فروى أن لقمان الحكيم قال البنه‬
،‫ وضعف فى عقله‬،‫ رقة فى دينه‬: ‫افتقر أحد قط إال أصابه ثالث خصال‬
‫ وأعظم من هذه الخصال استخفاف الناس به‬،‫وذهاب مروءته‬
Diriwayatkan bahwa Luqman al Hakim menasehati
anaknya : “ wahai anakku, hendaknya engkau tetap
bekerja mencari rizki yg halal, sesungguhnya tidak ada
seorangpun yg tidak berpenghasilan kecuali ia akan
mendapatkan tiga hal :
Lemah dalam agamanya, lemah akalnya, dan hilangnya
kewibawaan atau orang-orang meremehkannya
Keutamaan Ihsan
dalam Bekerja
Anjuran IHSAN dalam Setiap Amal

َ ‫ت َوا ْل َحيَاةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَ ُّي ُك ْم أَ ْح‬


‫س ُن َع َماًل‬ َ ‫ق ا ْل َم ْو‬
َ َ‫• الَّ ِذي َخل‬
• Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya (Al-Mulk 2)
‫ش ْى ٍء‬ َ ‫ان َعلَى ُك ِّل‬ َ ‫س‬َ ‫اإل ْح‬
ِ ‫ب‬ َ َ‫• إِ َّن هَّللا َ َكت‬
• Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan berlaku
ihsan atas segala sesuatunya (HR Muslim
Kecintaan Allah SWT

" ُ‫إن هللاَ تَبَا َر َك َوتَ َعالَى يُ ِح ُّب إِ َذا َع ِم َل أَ َح ُد ُك ْم َع َماًل أَنْ يُ ْتقِنَه‬
َّ •

• Rasulullah SAW bersabda :” Sesungguhnya


Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian
bekerja, maka ia itqon (profesional) dalam
pekerjaannya” (HR Baihaqi)
Ancaman Serius dari Rasulullah

َّ ‫س َد األَ ْم ُر إِلَى َغ ْي ِر أَ ْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ِر ال‬


َ‫سا َعة‬ ِّ ‫• إِ َذا ُو‬

• Rasulullah SAW bersabda : “Jika sebuah


urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kehancurannya” (HR Bukhori)
Sindiran bagi yang Asal-asalan

‫ْت‬ ِ ‫اصنَ ْع َما‬


َ ‫شئ‬ ْ َ‫• إِ َذا لَ ْم ت‬
ْ َ‫ستَ ْح ِي ف‬

• Rasulullah SAW bersabda : “Jika engkau tidak


punya malu, maka berbuatlah sekehendakmu
… “ (HR Bukhori)
Kualitas Etik Kerja
Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat)

Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan


yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap
pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat
derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat
(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” (al-An’am: 132)
Al-Itqan
(Kemantapan atau perfectness)

Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan sifat


pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi
kualitas pekerjaan yang islami (an-Naml: 88). Rahmat Allah
telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan,
yakni mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu,
diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal.
Al-Ihsan
(Melakukan yang Terbaik atau Lebih Baik Lagi)
 Kualitas ihsan mempunyai dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu sebagai
berikut.
 
• Pertama, ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat dilakukan. Dengan makna
pertama ini, maka pengertian ihsan sama dengan ‘itqan’. Pesan yang
dikandungnya ialah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap
dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan.
 
• Kedua, ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari prestasi atau kualitas
pekerjaan sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan yang terus-
menerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu,
dan sumber daya  lainnya. Adalah suatu kerugian jika prestasi kerja hari ini
menurun dari hari kemarin, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits
Nabi saw. Keharusan berbuat yang lebih baik juga berlaku ketika seorang
muslim membalas jasa atau kebaikan orang lain. Bahkan, idealnya ia tetap
berbuat yang lebih baik, hatta ketika membalas keburukan orang lain
(Fusshilat :34, dan an Naml: 125)
Al-Mujahadah
(Kerja Keras dan Optimal)

Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an meletakkan kulaitas


mujahadah dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu
untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar   nilai guna dari
hasil kerjanya semakin bertambah. (Ali Imran: 142, al-
Maidah: 35, al-Hajj: 77, al-Furqan: 25,  dan al-Ankabut: 69).
Tanafus dan Ta’awun
(Berkompetisi dan Tolong-menolong)

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas


amal solih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani
yang bersifat “amar” atau perintah. Ada perintah “fastabiqul khairat” (maka,
berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan) (al-Baqarah: 108). Begitu
pula perintah “wasari’u ilaa magfirain min Rabbikum wajannah” `bersegeralah
lamu sekalian menuju ampunan Rabbmu dan surga` Jalannya adalah melalui
kekuatan infaq, pengendalian emosi, pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan
bersegera bertaubat kepada Allah (Ali Imran 133-135). Kita dapati pula dalam
ungkapan “tanafus” untuk menjadi hamba yang gemar berbuat kebajikan,
sehingga berhak mendapatkan surga, tempat segala kenikmatan (al-
Muthaffifin: 22-26). Dinyatakan pula dalam konteks persaingan dan ketaqwaan,
sebab yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah insan yang paling
taqwa (al Hujurat: 13). Semua ini menyuratkan dan menyiratkan etos
persaingan dalam kualitas kerja.
Mencermati Nilai Waktu
Mengutip al-Qardhawi dalam bukunya “Qimatul waqti fil
Islam”: waktu adalah hidup itu sendiri, maka jangan
sekali-kali engkau sia-siakan, sedetik pun dari waktumu
untuk hal-hal yang tidak berfaidah. Setiap orang akan
mempertanggung jawabkan usianya yang tidak lain
adalah rangkaian dari waktu. Sikap negatif terhadap
waktu niscaya membawa kerugian, seperti gemar
menangguhkan atau mengukur waktu, yang berarti
menghilangkan kesempatan. Namun, kemudian ia
mengkambing hitamkan waktu saat ia merugi, sehingga
tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan

Anda mungkin juga menyukai