Anda di halaman 1dari 9

Tafsir Ayat Aqidah

Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Tajuddin Arafat, M.Ag

“MAKNA SYAHADAT
DAN FITRAH KEIMANAN”

Dibuat Oleh Kelompok 1:


- Alip Alfiandi Rizki M
- Dwiki Ahkam M
- Lailatus Sofrina
Pengertian Syahadat

 Dalam bahasa Arab, syahadat (syahâdah) berarti kesaksian atau pernyataan.


Kata syahadat berasal dari kata syahida-yasyhadu yang berarti menyaksikan
atau menyatakan.
 Q.S. Ali’Imrân [3]: 18

Artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Pengertian Syahadat 2

 Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) ketika menafsirkan


firman Allâh Azza wa Jalla :

ِّ ‫…“ إِاَّل َم ْن َش ِه َد بِ ْال َح‬


َ ‫ق َوهُ ْم يَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
“Kecuali orang-orang yang menyaksikan dengan benar dan mereka mengetahui.”
[Az-Zukhrûf/43: 86]
Beliau rahimahullah berkata, “Persaksian dia terhadap kebenaran dan ikrar dia
terhadap tauhid maksudnya: kecuali yang beriman kepada Allâh dan mereka
mengetahui hakikat Tauhid.”
 Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata, “Yang dimaksud dengan
syahadat di sini adalah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mencakup semua yang disebutkan
tentang keyakinan (rukun iman yang enam dan yang selainnya).”
Fitrah Keimanan

Q.S Al-A’raf : 172

‫ُور ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َوأَ ْشهَ َدهُ ْم َعلَ ٰى أَ ْنفُ ِس ِه ْم‬ َ ُّ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ َرب‬
ِ ‫ك ِم ْن بَ ِني آ َد َم ِم ْن ظُه‬
‫ْت بِ َربِّ ُك ْم ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ َش ِه ْدنَا ۛ أَ ْن تَقُولُوا يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة إِنَّا ُكنَّا َع ْن ٰهَ َذا‬
ُ ‫أَلَس‬

َ ِ‫َغا ِفل‬
‫ين‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
Fitrah Keimanan

Q.S Ar-Rum [30] : 30

ِ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬


‫ق‬ َ َ‫ت هَّللا ِ الَّتِي ف‬
َ َّ‫ط َر الن‬ َ ‫ط َر‬ ْ ِ‫ين َحنِيفًا ف‬ َ َ‫فَأَقِ ْم َوجْ ه‬
ِ ‫ك لِل ِّد‬
ِ َّ‫ين ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬
َ ‫اس اَل يَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬ ُ ‫ك ال ِّد‬َ ِ‫هَّللا ِ َذل‬
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus.
Fitrah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada

ciptaan Allah. Itulah yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak


mengetahui.”
Makna Fitrah

 Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esa-an Allah atau tauhid.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Katsir bahwa manusia sejak lahir
telah membawa tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk meng-
Esa-kan Tuhannya, dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan
tersebut (Katsir, 1981: 432).
 al-Maraghi mengatakan bahwa fitrah mengandung arti kecenderungan
untuk menerima kebenaran. Sebab secara fitri, manusia cenderung
dan berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun hanya
bersemayam dalam hati kecilnya (sanubari). Adakalanya manusia
telah menemukan kebenaran, namun karena faktor eksogen yang
mempengaruhinya, maka manusia berpaling dari kebenaran yang
diperoleh (Al-Maraghi: 44).
Makna Fitrah

 Selanjutnya, fitrah juga bisa bermakna tabiat alami yang dimiliki manusia.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh al-Qurthubi bahwa manusia lahir dengan
membawa perwatakan (tabiat) yang berbeda-beda. Watak itu dapat berupa
jiwa pada anak atau hati sanubarinya yang dapat menghantarkan pada ma'rifat
kepada Allah (Al-Qurthubi: 5108).
 Sedangkan 'Abdullah Yusuf 'Ali menafsirkan fitrah dengan istilah agama yang
lurus (standard religion) atau al-Dîn al-Qayyim. Maksudnya adalah bahwa
manusia sebenarnya sejak lahir sudah dibekali atau berpotensi memiliki
agama yang lurus seperti halnya agama Ibrahim a.s. yang hanîf. Akan tetapi,
oleh karena manusia berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya,
adakalanya manusia berbuat tidak baik (Ali, 1989: 1015-1016).
Simpulan
Sampai di sini bisa diambil kesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi
fithrah berbuat baik, terutama fithrah beragama atau beriman, bahkan potensi
tersebut sudah dianggap sebagai kebutuhan spiritual manusia. Melihat begitu
pentingnya kedudukan pendidikan dalam upaya membimbing dan memelihara
potensi fithrah manusia sejak dini, maka dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan Islam yakni membentuk manusia menjadi hamba Allah (‘abdullâh)
dan sebagai wakil Allah (khalîfatullâh), pencapaiannya hanya dapat dilakukan
dengan cara mengembalikan fithrah manusia sebagai al-hanîf.
Referensi:
• Syahâdah an Lâ Ilâha Illallâh (hlm. 23-24), karya DR.
Shalih bin Abdul Aziz Utsman as-Sindi, cet. II, Daar Imam
Muslim, th. 1432 H.
Diakses melalui:
https://almanhaj.or.id/12921-kedudukan-dua-kalimat-syahadat-dala
m-syariat-islam.html
• Suriadi. Fitrah Dalam Prespektif Al-Qur’an. Studi
Kependidikan dan Keislaman. Vol. 08 No. 02, Institut
Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
Kalimantan Barat, 2018
Diakses melalui:
http://journal.umpo.ac.id/index.php/muaddib/article/download/142
4/868

Anda mungkin juga menyukai