Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 1

GINA FAYZAH ZEIN 1911311005


BERLIANA SINTYA PUTRI 1911311008

Dosen Pembimbing :
Ns. Dally Rahman, M.Kep., Sp.Kep.MB
Pengertian HIV / AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV.
Tanda dan gejala HIV-AIDS pada bayi
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari
HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase :

a) Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan
tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip
flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening.
b) Fase lanjut

Penderita HIV/AIDS akan mulai


memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering
merupakan gejala yang khas), diare, berat
badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.
c) Fase akhir
Infeksi virus HIV akan berakhir pada penyakit yang
disebut AIDS. Pada fase ini, tubuh hampir kehilangan
kemampuan untuk melawan penyakit. Hal ini terjadi karena
sel darah putih berada jauh di bawah normal.
Gejala HIV pada anak sudah mulai tampak sejak awal infeksi hingga usia 8 tahun.
Beberapa diantaranya, yaitu :
a) Berat badan tidak bertambah
Tanda awal yang cukup jelas adalah berat badan yang sulit
bertambah.
b) Gangguan perkembangan

Bila dibandingkan dengan bayi seusianya, bayi yang


terinfeksi HIV akan lebih lambat perkembangannya. Ia akan
lebih lama menguasai kemampuan motoric kasar.
c) Sariawan
Sama halnya dengan infeksi HIV pada orang dewasa,
bayi yang terifeksi HIV pun akan sering mengalami sariawan.
Infeksi HIV menyebabkan kekebalan tubuh penderitanya
turun sehingga infeksi yang ringan dapat menimbulkan gejala
yang berat, bahkan mengancam nyawa.
d) Kejang
Bayi dengan HIV-AIDS akan sering mengalami
kejang dan gangguan saraff lainnya seperti gangguan
berjalan.

e) Ruam kemerahan

Kulit bayi yang mengalami infeksi HIV sering tampak ram


kemerahan yang tidak menonjol.
Proses penularan HIV pada bayi
Bayi yang terinfeksi HIV biasanya ditularkan dari ibunya yang juga
terinfeksi HIV. Proses penularan tersebut dapat terjadi selama masa kehamilan,
proses persalinan maupun dari ASI. Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif
ke bayi disebut transmisi vertical.
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau
kontak antara kulit atau membran mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan.
Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a) Usia kehamilan
Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena
plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi
pada ibu. Transmisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu
persalinan.
b) Beban virus di dalam darah

C) Kondisi kesehatan ibu

d) Faktor yang berhubungan dengan persalinan

e) Pemberian profilaksis obat antiretroviral

f) Pemberian ASI
 
Diagnose HIV-AIDS pada bayi

Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan
tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali. Tes paling
spesifik untuk mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif
juga menunjukan pasien terinfeksi HIV.
DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitif selama 1
bulan setelah lahir. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV sehingga tes PCR
perlu diulang setelah bayi disapih. Anak dengan HIV sering mengalami infeksi bakteri, gagal
tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada
mulut dan faring.
Pengobatan yang dilakukan pada bayi dengan HIV-AIDS

HIV/AIDS sampai saat ini belum bisa disembuhkan, namun replikasi virus
dapat dihambat menggunakan obat antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan
menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri dan
mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.
Obat tersebut diberikan bila sudah terdapat gejala seperti infeksi
oportunistik, sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah
trombosit <75.000/mm3 selama 2 minggu, atau terdapat penurunan status
imunologis. Dosis pada bayi <4 minggu adalah 3 mg/kg BB per oral setiap 6
jam, untuk anak lebih besar 180 mg/m2; dosis dikurangi menjadi 90-120
mg/m2 setiap 6 jam apabila terdapat tanda-tanda efek samping atau
intoleransi.`
Perawatan yang diberikan pada bayi dengan HIV-AIDS

a) Nutrisi pada Bayi dengan HIV-AIDS


Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIV dan transmisi melalui ASI
adalah sebanyak 15 %. Kemungkinan transmisi vertikal intrapartum dapat
diturunkan sampai 2-4% dengan menggunakan cara pencegahan.
Analisis dari data yang diperoleh membuktikan bahwa di negara yang angka
kematian pascaneonatal adalah 90 per seribu, bila penggunaan susu formula mencapai
10% akan terjadi kenaikan 13% pada angka kematian bayi dan apabila penggunaan susu
formula mencapai 100% angka kematian bayi naik sebanyak 59%.
b) Imunisasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi yang tertular HIV melalui
transmisi vertikal masih mempunyai kemampuan untuk memberi respons
imun terhadap vaksinasi sampai umur 1-2 tahun. Oleh karena itu di
negara-negara berkembang tetap dianjurkan untuk memberikan vaksinasi
rutin pada bayi yang terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal.
 
Prognosis HIV pada bayi

Tujuh puluh puluh delapan persen (78%) bayi yang terinfeksi HIV
sudah akan menunjukkan gejala klinis menjelang umur 2 tahun dan
biasanya 3-4 tahun kemudian meninggal.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai