Anda di halaman 1dari 44

“MANAJEMEN JALAN NAPAS

MENGGUNAKAN LARYNGEAL MASK


AIRWAY PADA PASIEN CLOSED FRACTUR
RADIUS ULNA 1/3 DISTAL”

Vinnie Ladacing
N 111 18 068
PEMBIMBING :
dr. Faridnan, Sp.An
PENDAHULUAN

Closed
Manajeme Laryngeal Fraktur
Definisi Trias
n jalan Mask Radius
Anestesi Anestesi
nafas Airway Ulna 1/3
Distal
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi jalan nafas


EVALUASI JALAN NAPAS

• Tujuan evaluasi jalan napas adalah


untuk menghindari gagalnya
penanganan jalan napas dengan
menerapkan cara alternatif pada pasien
yang diduga akan sulit diventilasi
dan/atau diintubasi.
Sistem klasifikasi Mallampati

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Laryngeal Mask Airway

• Tujuan

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi


berhubungan dengan hilangnya pengendalian
jalan nafas dan refleks - refleks proteksi jalan
napas. LMA telah digunakan secara luas untuk
mengisi celah antaraintubasi ET dan pemakaian
face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam
faring dan membentuk suatu sekat bertekanan
rendah sekeliling pintu masuk laring.
Laryngeal Mask Airway

• Indikasi
Alternatif

Airway
Dificult
manajeme
Airway
n
Laryngeal Mask Airway

• Kontraindikasi
Aspirasi
lambung

↓compliance
Laryngospasm sistem
pernapasan

Jangka lama
Laryngeal Mask Airway
Ukuran LMA
Laryngeal Mask Airway
Jenis-jenis LMA
Laryngeal Mask Airway

• LMA di insersi secara blind ke dalam faring


dan membentuk suatu sekat bertekanan
rendah sekeliling pintu masuk laring.
Laryngeal Mask Airway

• Efek samping
• nyeri tenggorok, dengan insidensi
10 % dan sering berhubungan
dengan over inflasi cuff LMA. Efek
samping yang utama adalah
aspirasi.
Laryngeal Mask Airway

• Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan


kedalaman anestesi yang lebih besar. Kedalaman
anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk
keberhasilanselama pergerakan insersi cLMA
dimana jika kurang dalam sering membuat posisi
mask yang tidak sempurna.

• Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat


karena propofol dapat menekan refleks jalan napas
dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk
atau terjadinya gerakan.
Laryngeal Mask Airway

• Ekstubasi
• Pada akhir pembedahan, cLMA tetap
pada posisinya sampai pasien bangun
dan mampu untuk membuka mulut
sesuai perintah, dimana refleks proteksi
jalan napas telah normal pulih kembali.
TINJAUAN KASUS

Identitas Penderita

• Nama : Tn. A. P
• Tanggal Lahir/ umur : 26-08-1960/ 59 thn
• BB : 69 kg
• Alamat : Kayumalue
• Agama : Kristen
• Ruangan : Kenanga
• Tanggal Pemeriksaan : 03 Januari 2020
• Keluhan Utama : nyeri pada tangan kanan

• Riwayat Penyakit Sekarang :


• Seorang pasien laki – laki 72 tahun masuk dengan
keluhan penglihatan mata kanan kabur, dirasakan
sejak kurang lebih satu tahun terakhir. Selain itu juga
seringkali mata kanan gatal, kemudian berair dan
terasa perih. Pasien sering mengucek-ngucek mata
kanannya ketika gatal. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Buang air kecil dan besar pasien lancar.
Demam (-), sesak (-), nyeri menelan (-). Pasien
sudah melakukaan puasa 8 jam yang lalu.
• Riwayat penyakit sekarang:
• Riwayat penyakit hipertensi (+)
• Riwayat penyakit diabetes melitus (+)
– Riwayat alergi (-)
– Riwayat asma (-)
– Riwayat penyakit jantung (-)
– Riwayat penyakit berat lainnya (-)
– Riwayat anestesi (-)

• Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada riwayat penyakit


spesifik lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
• Status Generalis
• Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 V5 M6)
• Berat Badan : 69 kg
• Status Gizi : Gizi Baik
• Airway : Paten
• Pernafasan : Respirasi 18 kali/menit
• Nadi : 80 kali/menit, regular, kuat angkat
• TD :150/90mmHg
• Suhu : 36,7o C
• B1 (Breath) :
• Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), protrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 5 cm, jarak hyothyoid 6 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan : 22 kali/menit, suara pernapasan : vesikular
(+/+), suara pernapasan tambahan ronchi(-/-), wheezing(-/-), skor
Mallampati : 2, massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).

• B2 (Blood) :
• Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah : 150/90 mmHg, denyut nadi : 80 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
• B3 (Brain) :
Kesadaran: Composmentis, pupil: isokor 2mm/2mm, defisit neurologis (+),
refleks babinski (+)
• B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan.
• B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-)
massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
• B6 (Back &Bone) :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
• Pemeriksaan penunjang

Parameter Hasil Satuan Range Normal

RBC 4,17 106/mm3 3,8-5,2


Hemoglobin (Hb) 13,8 gr/dl 11,7-15,5
Hematokrit 39,8 % 35,0-47,0
PLT 225 103/mm3 150-440
WBC 9,33 103/mm3 3,6-11,0
BT 2’ 00” menit 1-5
CT 8’ 00” menit 4-10
Creatinin 1,50 mg/dl 0,6-1,2
Urea 42,3 mg/dl 18,0-55,0
Range
Parameter Hasil Satuan
Normal
GDS 501
30/12/2019  
GDS 111 mg/dL 70 -140
02/01/2020  
GDS 134

Parameter Hasil
HbsAg Non Reaktif
Diagnosis Kerja : Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal

Tindakan : ORIF

Kesan Anestesi
• Laki laki 59 tahun dengan diagnosis Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal,
tindakan operatif yang dilakukan ORIF (Open Reduction Interna Fixation).
Pasien termasuk PS ASA kelas II.
• Penatalaksanaan yaitu
• Rencana operasi : ORIF
• Di Ruangan :
• Surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan
anestesi (+)
• Puasa : 8 jam preoperasi

Kesimpulan
• Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
• Diagnosis Pre Operatif
Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal
• Status Operatif
PS ASA II, Mallampati II
• Jenis Anastesi
General Anestesi
Persiapan Preoperasi

Surat persetujuan
operasi (+), surat IVFD RL 100
Teknik anestesi:
persetujuan Persiapan regional
Intubasi endotrakeal
tindakan anestesi anastesi
(+)
Preinduksi

Meja operasi dengan asesoris Tiang infus, plaster dan lain- Alat pantau tekanan darah,
yang diperlukan lainnya. suhu tubuh, dan EKG.

Obat-obat resusitasi, Alat-alat pantau lainnya


Mesin anestesi dengan sistem misalnya; adrenalin, atropine, sesuai dengan indikasi,
aliran gasnya aminofilin, natrium misalnya; “Pulse Oxymeter”
bikarbonat dan lain-lainnya. dan “Capnograf”.

Alat-alat resusitasi Obat-obat anestesia yang


Kartu catatan medis anestesia.
(STATICS) diperlukan.
STATICS
Laporan Anestesi

• Diagnosis Pra Bedah


• Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal
• Penatalaksanaan Pra-operasi
• RL 500 ml
• Anestesiologis : dr. Faridnan, Sp.An
• Ahli Ortopedi : dr. Harris Tata, M.Kes, Sp.OT
• Penatalaksanaan Anestesi
• Jenis Anestesi : General Anestesi
• Teknik Anestesi : General Anestesi dengan teknik
• LMA nomor 4
• Lama Anestesi : 09.35 – 11.35 (2 jam)
• Lama Operasi :10.05 – 11.30 (1 jam 25 menit)
• Premedikasi : Midazolam 2 mg
• Ondansentron 4 mg
• Induksi : Propofol 100 mg
• Fentanyl 130 mcg
• Medikasi tambahan : Dexametason 5 mg
• Ketorolac 30 mg
• Maintanance : Sevoflurane 2.5 %
• O2 4 lpm
• Alat bantu pernapasan : LMA nomor 4
• Respirasi : Pernapasan spontan
• Posisi : Supinasi
• Cairan Durante Operasi : RL 500 ml
Sistol Diastol
Jam Pulse Obat Yang Masuk
(mmHg) (mmHg)
09.35 179 107 73 Midazolam 2 mg
Fentanyl 80 mcg, Propofol 100
09.40 159 93 69
mg
09.45 159 93 68  
09.50 106 72 68  
09.55 92 63 63 Fentanyl 20 mcg
10.00 97 66 56  
10.05 97 66 65  
10.10 215 137 75  
10.15 211 131 89 Fentanyl 30 mcg
10.20 171 97 55  
10.25 168 103 66  
10.30 175 97 59  
10.35 147 87 53  
10.40 138 82 52  
10.45 178 102 56  
10.50 139 81 48  
10.55 121 75 49 Ondancentron 4 mg
11.00 117 81 48  
11.05 107 64 100 Dexametason 5 mg
11.10 116 78 98  
11.15 116 78 96  
11.20 113 77 92 Ketorolac 30 mg
11.25 124 81 91  
11.30 122 83 87  
11.35 120 82 86  
1 Terapi Cairan :
- Berat Badan : 69 kg
- Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB pasien 69 kg
BB (Kg) x 75 ml/kgBB
= 75 cc/kg BB x 69 kg
= 5175 cc
- Jumlah perdarahan: ± 150 cc
% Perdarahan = Jumlah Perdarahan : EBV x 100%
= 150: 5175 x 100%
= 0,029 x 100%
= 2,9 %
Perhitungan cairan
Pemberian cairan Input yang diperlukan selama operasi
Cairan masuk Cairan Maintanance

Preoperatif (RL 500 cc) (M) = (4x10) + (2x10) + (1x49)


= 40+ 20 + 49
Durante operatif (RL 500cc)
= 109 ml/jam
Total input cairan : 1000 ml
= 2.616 cc/24 jam
Cairan keluar Stress operasi (operasi sedang):
Darah = 150 cc = 6 cc x BB

Urin = 100 cc = 6 cc x 69 kg
=414 ml
Total output cairan ± 250 cc
Cairan defisit pengganti puasa (P)
Lama puasa x maintenance = 8 x 109 = 872 ml – 500 ml (cairan yang masuk saat puasa)
= 372 ml
Kebutuhan cairan pasien menggunakan rumus:
Jam I : M + O + 1/2P → 109 + 414 + 186 = 709 cc
25 Menit : M + O + 1/4P → 109+ 414 + 93 = 616
Jumlah Cairan yang masuk: 1000 ml.
Jadi, keseimbangan kebutuhan: cairan masuk – cairan yang dibutuhkan: 1000 ml-1325 ml=
- 325 ml.

Perhitungan cairan pengganti darah


Transfusi + 3 x cairan kristaloid = volume perdarahan
0 + 3x = 150
3x = 150
x = 3 x 150 = 450 cc
Untuk menggantikan kehilangan darah 150 cc diperlukan ± 450 cc cairan kristaloid
• Post Operatif
• Pemantauan di Recovery Room :
– Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
– Berikan antiemetic, H2 reseptor bloker dan
analgetik
– Bila Aldrette Score ≥8 boleh pindah ruangan.
– Mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh
makan dan minum sedikit – sedikit.
SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTHESIA
J.A ALDRETTE 1970
TANDA KRITERIA SKOR

AKTIVITAS Mampu menggerakkan 4 ekstremitas 2

RESPIRASI Mampu bernapas dalam dan batuk 2

SIRKULASI TD ± 20% dari nilai pre anestesi 2

KESADARAN Sadar penuh 2

WARNA KULIT Pucat kuning 1

  TOTAL SKOR 9
PEMBAHASAN

Pasien, Tn. A.P 59 tahun di rawat di ruang Kenanga, untuk menjalani


operasi ORIF pada tanggal 03 Januari 2020 dengan diagnosis pre-
operatif Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal Dextra. Persiapan operasi
dilakukan pada tanggal 02 Januari 2020.

Pada pasien ini, sebelumnya telah dilakukan informed consent terkait


tindakan yang akan diberikan beserta konsekuensinya. Kemudian
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan hematologi rutin untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
perdarahan serta dilakukan juga pemeriksaan GDS dan uji imunoserologi
HbsAg.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg; nadi
80x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 36,7OC. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi: Hb 13,8 g/dl; GDS 134 mg/dL dan HBsAg (-). Pasien berusia lanjut
dengan riwayat penyakit tekanan darah tinggi, dengan keadaan tersebut, pasien
termasuk dalam kategori ASA II. Pada pasien ini, pemeriksaan fisik ataupun
laboratorium sudah tidak menunjukkan adanya gangguan yang dapat menjadi
kontraindikasi dilakukannya tindakan.

Pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general anestesi. Adapun indikasi
dilakukan general anestesi adalah karena pada kasus ini diperlukan hilangnya
kesadaran, rasa sakit, amnesia dan mencegah resiko aspirasi dengan
menggunakan premedikasi. Teknik anestesinya dengan pemasangan LMA
nomor 4.
Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan cairan RL 500 ml. Pemberian
maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 69 kg sehingga
kebutuhan cairan maintenance pasien selama 1 jam operasi adalah 109 ml/jam.
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 8 jam. Tujuan puasa
untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah
pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-obat
anastesi yang diberikan. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi
cairan ini yaitu 8x maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus
dipenuhi selama 8 jam ini adalah 872 ml. Selama oprasi jumlah defisit darah
adalah 150 ml sehingga memerlukan pergantian cairan dengan kristaloid
sebanyak 450 ml.
Pasien masuk keruang OK dan dilakukan pemasangan O2 dengan hasil TD 179/107
mmHg; Nadi 73x/menit, dan SpO2 100%. Dilakukan injeksi sedacum (midazolam) 2 mg
pada kasus ini sebagai premedikasi untuk efek sedatif. Obat ini memiliki efek sedatif.
Sedativa ini berfungsi menenangkan otak dan sistem saraf kita. Karena itu, midazolam
akan memicu rasa kantuk dan rileks, sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan
sebelum seseorang menjalani operasi.

Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu propofol 100 mg I.V
karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain
itu juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat
anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada
pasien dengan pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan
rasa khawatir. Namun, penggunaan propofol pada pasien ini harus hati-hati karena efek
obat ini dapat menurunkan tekanan intraokular.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan
pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive
dibanding dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih
manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama operasi
yang tidak begitu lama. LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang
membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak
dapat dilakukan pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack,
karena insersi LMA akan mengakibatkan laryngospasm. LMA sebagai
alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway
management. Pada kasus ini tidak diberikan pelemas otot saat
pemasangan LMA karena dalam proses pemasangannya tidak ada
hambatan. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET
menjadi suatu indikasi. Keuntungan penggunaan LMA dibanding ET
adalah kurang invasif, mudah penggunaanya, minimal trauma pada gigi
dan laring, efek laryngospasm dan bronkospasme minimal, dan tidak
membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya. LMA
diekstubasikan ketika pasien sadar, pasien bangun dan mampu untuk
membuka mulut sesuai perintah. Ekstubasi LMA dilakukan pada keadaan
pasien sadar karena dimana refleks proteksi jalan nafas telah normal pulih
kembali.
Pada kasus ini obat anestesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran
2.5%. Sevofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair,
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk inhalasi.
Proses induksi dan pemulihan cepat dari semua obat anestesia inhalasi
yang lain. Terhadap kardiovaskular relatif stabil dan tidak menimbulkan
aritmia selama anestesia. Tahanan vaskular dan curah jantung menurun
sehingga tekanan darah sedikit menurun.

Pembedahan selesai dilakukan, dengan pemantauan akhir TD 122/83


mmHg; Nadi 86x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama
40 menit dengan perdarahan sekitar 150cc. Pasien kemudian dibawa ke
ruang pemulihan (Recovery Room). Selama di ruang pemulihan, jalan
napas dalam keadaan baik, pernapasan spontan dan adekuat serta
kesadaran compos-mentis.
KESIMPULAN

Pasien laki-laki atas nama Tn. A.P usia 59 tahun tahun dengan Closed Fraktur
Radius Ulna 1/3 Distal Dextra, tindakan operatif yang dilakukan ORIF. Pasien
termasuk PS ASA kelas II. Teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi general
(umum) dengan LMA, respirasi spontan.

Anestesi general tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan


nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau
reversibel. Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring adalah alat bantu
pernapasan (penanganan jalan nafas) yang dimasukkan ke dalam laring.

Selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi
anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak
terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan
operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai