Vinnie Ladacing
N 111 18 068
PEMBIMBING :
dr. Faridnan, Sp.An
PENDAHULUAN
Closed
Manajeme Laryngeal Fraktur
Definisi Trias
n jalan Mask Radius
Anestesi Anestesi
nafas Airway Ulna 1/3
Distal
TINJAUAN PUSTAKA
• Tujuan
• Indikasi
Alternatif
Airway
Dificult
manajeme
Airway
n
Laryngeal Mask Airway
• Kontraindikasi
Aspirasi
lambung
↓compliance
Laryngospasm sistem
pernapasan
Jangka lama
Laryngeal Mask Airway
Ukuran LMA
Laryngeal Mask Airway
Jenis-jenis LMA
Laryngeal Mask Airway
• Efek samping
• nyeri tenggorok, dengan insidensi
10 % dan sering berhubungan
dengan over inflasi cuff LMA. Efek
samping yang utama adalah
aspirasi.
Laryngeal Mask Airway
• Ekstubasi
• Pada akhir pembedahan, cLMA tetap
pada posisinya sampai pasien bangun
dan mampu untuk membuka mulut
sesuai perintah, dimana refleks proteksi
jalan napas telah normal pulih kembali.
TINJAUAN KASUS
Identitas Penderita
• Nama : Tn. A. P
• Tanggal Lahir/ umur : 26-08-1960/ 59 thn
• BB : 69 kg
• Alamat : Kayumalue
• Agama : Kristen
• Ruangan : Kenanga
• Tanggal Pemeriksaan : 03 Januari 2020
• Keluhan Utama : nyeri pada tangan kanan
• B2 (Blood) :
• Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+),
tekanan darah : 150/90 mmHg, denyut nadi : 80 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
• B3 (Brain) :
Kesadaran: Composmentis, pupil: isokor 2mm/2mm, defisit neurologis (+),
refleks babinski (+)
• B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan.
• B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-)
massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
• B6 (Back &Bone) :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
• Pemeriksaan penunjang
Parameter Hasil
HbsAg Non Reaktif
Diagnosis Kerja : Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal
Tindakan : ORIF
Kesan Anestesi
• Laki laki 59 tahun dengan diagnosis Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal,
tindakan operatif yang dilakukan ORIF (Open Reduction Interna Fixation).
Pasien termasuk PS ASA kelas II.
• Penatalaksanaan yaitu
• Rencana operasi : ORIF
• Di Ruangan :
• Surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan
anestesi (+)
• Puasa : 8 jam preoperasi
Kesimpulan
• Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
• Diagnosis Pre Operatif
Closed Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal
• Status Operatif
PS ASA II, Mallampati II
• Jenis Anastesi
General Anestesi
Persiapan Preoperasi
Surat persetujuan
operasi (+), surat IVFD RL 100
Teknik anestesi:
persetujuan Persiapan regional
Intubasi endotrakeal
tindakan anestesi anastesi
(+)
Preinduksi
Meja operasi dengan asesoris Tiang infus, plaster dan lain- Alat pantau tekanan darah,
yang diperlukan lainnya. suhu tubuh, dan EKG.
Urin = 100 cc = 6 cc x 69 kg
=414 ml
Total output cairan ± 250 cc
Cairan defisit pengganti puasa (P)
Lama puasa x maintenance = 8 x 109 = 872 ml – 500 ml (cairan yang masuk saat puasa)
= 372 ml
Kebutuhan cairan pasien menggunakan rumus:
Jam I : M + O + 1/2P → 109 + 414 + 186 = 709 cc
25 Menit : M + O + 1/4P → 109+ 414 + 93 = 616
Jumlah Cairan yang masuk: 1000 ml.
Jadi, keseimbangan kebutuhan: cairan masuk – cairan yang dibutuhkan: 1000 ml-1325 ml=
- 325 ml.
TOTAL SKOR 9
PEMBAHASAN
Pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general anestesi. Adapun indikasi
dilakukan general anestesi adalah karena pada kasus ini diperlukan hilangnya
kesadaran, rasa sakit, amnesia dan mencegah resiko aspirasi dengan
menggunakan premedikasi. Teknik anestesinya dengan pemasangan LMA
nomor 4.
Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan cairan RL 500 ml. Pemberian
maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 69 kg sehingga
kebutuhan cairan maintenance pasien selama 1 jam operasi adalah 109 ml/jam.
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 8 jam. Tujuan puasa
untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah
pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-obat
anastesi yang diberikan. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi
cairan ini yaitu 8x maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus
dipenuhi selama 8 jam ini adalah 872 ml. Selama oprasi jumlah defisit darah
adalah 150 ml sehingga memerlukan pergantian cairan dengan kristaloid
sebanyak 450 ml.
Pasien masuk keruang OK dan dilakukan pemasangan O2 dengan hasil TD 179/107
mmHg; Nadi 73x/menit, dan SpO2 100%. Dilakukan injeksi sedacum (midazolam) 2 mg
pada kasus ini sebagai premedikasi untuk efek sedatif. Obat ini memiliki efek sedatif.
Sedativa ini berfungsi menenangkan otak dan sistem saraf kita. Karena itu, midazolam
akan memicu rasa kantuk dan rileks, sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan
sebelum seseorang menjalani operasi.
Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu propofol 100 mg I.V
karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain
itu juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat
anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada
pasien dengan pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan
rasa khawatir. Namun, penggunaan propofol pada pasien ini harus hati-hati karena efek
obat ini dapat menurunkan tekanan intraokular.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan
pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive
dibanding dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih
manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama operasi
yang tidak begitu lama. LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang
membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak
dapat dilakukan pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack,
karena insersi LMA akan mengakibatkan laryngospasm. LMA sebagai
alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway
management. Pada kasus ini tidak diberikan pelemas otot saat
pemasangan LMA karena dalam proses pemasangannya tidak ada
hambatan. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET
menjadi suatu indikasi. Keuntungan penggunaan LMA dibanding ET
adalah kurang invasif, mudah penggunaanya, minimal trauma pada gigi
dan laring, efek laryngospasm dan bronkospasme minimal, dan tidak
membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya. LMA
diekstubasikan ketika pasien sadar, pasien bangun dan mampu untuk
membuka mulut sesuai perintah. Ekstubasi LMA dilakukan pada keadaan
pasien sadar karena dimana refleks proteksi jalan nafas telah normal pulih
kembali.
Pada kasus ini obat anestesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran
2.5%. Sevofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair,
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk inhalasi.
Proses induksi dan pemulihan cepat dari semua obat anestesia inhalasi
yang lain. Terhadap kardiovaskular relatif stabil dan tidak menimbulkan
aritmia selama anestesia. Tahanan vaskular dan curah jantung menurun
sehingga tekanan darah sedikit menurun.
Pasien laki-laki atas nama Tn. A.P usia 59 tahun tahun dengan Closed Fraktur
Radius Ulna 1/3 Distal Dextra, tindakan operatif yang dilakukan ORIF. Pasien
termasuk PS ASA kelas II. Teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi general
(umum) dengan LMA, respirasi spontan.
Selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi
anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak
terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan
operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
TERIMA KASIH