Anda di halaman 1dari 117

Bab III Pelumasan

BAB III
PELUMASAN

Training on Bearing and Lubrication 1


Bab III Pelumasan

3.1. PENDAHULUAN
Pelumasan adalah proses pengurangan, secara signifikan, gesekan dan
keausan yang terjadi antara 2 permukaan-padat yang mengalami gerakan
relatif dengan memberikan pelumas di antara kedua permukaan tersebut.
Pelumas adalah substansi (gas, cair, padat) yang jika diberikan di antara 2
permukaan solid yang bergerak relatif akan mampu mengurangi, secara
signifikan, gesekan dan keausan yang terjadi.

Fungsi utama pelumas


– Mengurangi gesekan
– Mengurangi keausan
Fungsi tambahan:
– Meredam kejut
– Mengurangi temperatur
– Meminimumkan korosi
– Seal out contaminants
Training on Bearing and Lubrication 2
Bab III Pelumasan

FRICTION

HEAT

EXPANSION
(High point come in contact and break off)

WEAR

To Combat Friction

LUBRICATE
(Using the right principle)

Training on Bearing and Lubrication 3


Bab III Pelumasan

Right Principal In Lubrication

MENEMPATKAN
PELUMAS
YANG TEPAT

DI TEMPAT
YANG TEPAT

PADA WAKTU
YANG TEPAT

Training on Bearing and Lubrication 4


Bab III Pelumasan

Beberapa fakta berkaitan dengan pelumasan


 Sebagian besar peralatan/komponen mekanik
memiliki bagian yang berkontak dan bergerak relatif
antara satu dengan yang lainnya.
 60% dari semua kegagalan mekanik secara langsung
berkaitan dengan ketidaksempurnaan praktek
pelumasan.
 Pelumasan merupakan satu bagian sangat penting
dalam aktivitas maintenance di dunia industri.
 Dunia industri telah mengklaim bahwa penggunaan
pelumasan yang tepat dapat memperpanjang umur
efektif komponen mekanik sampai dengan 3 (tiga)
kali.

Training on Bearing and Lubrication 5


Bab III Pelumasan

Alasan Kegagalan Peralatan Mekanik

Kegagalan karena Kegagalan tanpa


pengaruh maintenance pengaruh maintenance
• Poor lubrication • Operator error,
practices, • Improper setup,
• Faulty repairs, • Mechanical design,
• Slow response time, • Sabotage,
• Lack of training, • Poor training,
• Ineffective PM, • Material defect,
• Inadequate routine • Improper application,
maintenance, • Poor environment,
• Etc. • Etc.

Training on Bearing and Lubrication 6


Bab III Pelumasan

Benefit Of Good Lubrication (JOST, UK)

 Reduction of Energy Consumption through 7.5%


lower friction
 Saving in lubricant cost 20%
 Saving in maintenance repair & replacement 20%
cost
 Saving in consequential losses due to Varies
downtime
 Saving in Investment  efficiency & 1%
utilization
 Saving in investment  increased life 5%
 Saving in man power 0,13%

Training on Bearing and Lubrication 7


Bab III Pelumasan

Jenis Pelumasan

 Pelumasan Hidrostatik
 Pelumasan Hidrodinamik
 Pelumasan Elastohidrodinamik
 Pelumasan Boundary
 Pelumasan Solid Film

Training on Bearing and Lubrication 8


Bab III Pelumasan

Pelumasan Hidrostatik

Gesekan dan keausan dikurangi dengan


memasukkan pelumas di antara 2 permukaan-
padat yang berkontak dengan bantuan
tekanan statik.
Tidak diperlukan adanya gerakan relatif antara
kedua permukaan yang berkontak.
Lapisan pelumas yang terjadi antara dua
permukaan yang berkontak relatif cukup tebal
sehingga kontak langsung antara permukaan
(padat) dapat dihindarkan.

Training on Bearing and Lubrication 9


Bab III Pelumasan

Pelumasan Hidrodinamik
 Gesekan dan keausan dikurangi dengan memberikan
lapisan tipis pelumas tanpa bantuan tekanan statik.
 Dibutuhkan adanya gerakan relatif yang cukup antara 2
permukaan yang saling berkontak  Teori hidrodinamik.
 Pelumas yang berada di antara dua permukaan mengalami
tarikan oleh permukaan yang bergerak ke ruang di antara
permukaan, sehingga timbul tekanan fluida yang cukup
untuk menahan beban yang terjadi dan mencegah kontak
langsung antara 2 permukaan tersebut.
 Tebal lapisan pelumas yang terjadi, umumnya lebih kecil
dibandingkan dengan pada pelumasan hidrostatik.
 Penyediaan pelumas harus cukup untuk setiap saat.
 Nama lain: full-film or fluid lubrication.
Training on Bearing and Lubrication 10
Bab III Pelumasan

Pelumasan Elastohidrodinamik
Pelumasan yang terjadi di antara dua permukaan yang
berkontak secara menggelinding, misalnya dalam kasus
kontak rodagigi dan roller bearing.

Pelumasan Boundary
Jika dalam pelumasan hidrodinamik terjadi perubahan sifat
pelumas, besarnya beban, dsb. menyebabkan lapisan yang
terjadi di antara dua permukaan sangat tipis sekali sehingga
masih terjadi kontak antara 2 permukaan secara signifikan.

Pelumasan Solid Film


Untuk operasi pada temperatur tinggi, lapisan pelumas
berupa lapisan padat tipis seperti graphit atau molybdenum
disulfida yang digunakan. Hal ini karena pelumas cair tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Training on Bearing and Lubrication 11
Bab III Pelumasan

3.2. KLASIFIKASI PELUMAS


LIQUID LUBRICANTS

OILS GREASES

SYNTHETIC SOAP BASED NON-SOAP BASED


NATURAL
(Calcium, sodium, (Carbon black, Clay,
Lithium, Barium, Silica, Copper,
etc. as thickeners) etc. as thickeners)

FATTY PETROLEUM ESTERS SILICONS OTHERS


• ANIMAL FAT • PARAFFINIC • FATTY ACID • DIMETHYL • CHLORINATED PETROLEUM SYNTHETIC
• VEGETABLE • NAPHTHENIC • DIBASIC ACID • PHENYIL HYDROCARBONS
OILS OILS
• MARINE • AROMATIC • POLYGLYCOL METHYL • CHLORO
SOURCES • • CHLORO- FLUORO
NEOPENTYL
PHENYL CARBONS
POLYOL
METHYL • POLYPHENYL
• FLUORO
• ALKYL ETHERS
• PHOSPHATE
METHYL • FLUORO DIBASIC POLY- SILICONS FLUORO
• SILICATE CARBONS
• FLUORO- ACID ALKALINE CARBONS
CARBONS
ESTER GLYCOL

Training on Bearing and Lubrication 12


Bab III Pelumasan

SOLID LUBRICANTS

ADDITIVE BULK SOFT HARD SURFACE


IN OLIS, COATING COATING TREATMENTS
GREASES &
POLYMERS
• MoS2
• GRAPHITE
• PTFE BULK

FERROUS NON-FERROUS CERAMIC INORGANIC SOFT POLYMERS


METAL METAL & ALLOYS & CERMETS NON-METALS • FLUOROCARBONES
(PTFE)
• CAST IRON • Pb • DIAMOND • MoS2
• POLYAMIDE
• STEEL • Sn • OXYDES • GRAPHITE
• ACETALS
• Cu • CARBIDES
• POLYETHYLINE
• Ag • NITRIDES
• POLYANIDE-IMIDE
• Au • BIORIDES
• POLUIMIDE
• Co-BASED • SILICIDES
• NITRILE
• Ni-BASED
• FLUOROELASTOMERS

Training on Bearing and Lubrication 13


Bab III Pelumasan

SOFT COATINGS

LAYER-LATTICE NON-LAYER-LATTICE POLYMERS SOFT METAL


• MoS2 • CaF2 • PTFE • Au
• GRAPHITE • CaF2-BaF2 • POLYAMIDE-IMIDE • Ag
• (CFX)n • PbO-SiO2 • POLYPHENYLENE SULFIDE • Pb
• POLYIMIDE • Sn
• In

HARD COATINGS

METALS INTERMETALIC OXIDES CARBIDES NITRIDES BORIDES SILICIDES


• Ni ALLOYS • AI2O3 • TiC • TiN • TiB2 • MoSi2
• Cr • STEEL • Cr2O3 • WC • Si3N4 • ZrB2 • WSI2
• Mo • Ni-BASED • Zr02 • Cr3C2 • HfN • HfB2
• Co-BASED • SiO2 • SiC • CBN • CrB2
• B4C

SURFACE TREATMENTS

MICROSTRUCTURE CHEMICAL
• MARTENSITE • CARBIDES
• NITRIDES
• BORIDES
Training on Bearing and Lubrication 14
Bab III Pelumasan

3.3. VISKOSITAS
 Definisi Umum : Kemampuan fluida (pelumas) untuk
mengalir dan melumasi bagian-bagian yang
bergesekan.
 Viskositas diukur dari tingkat fluidity (ketidakstabilan
kemudahan mengalir dari fluida).
 Ditambah dengan sifat pelumasan dinamis, yaitu
harus mampu menjaga kontak di antara dua
permukaan yang bergesekan.
 Viskositas pelumas sangat dipengaruhi oleh
temperatur operasi.
 Pelumas diusahakan memiliki viskositas yang relatif
tetap untuk suatu selang nilai temperatur tertentu.
Training on Bearing and Lubrication 15
Bab III Pelumasan

1. Viskositas Absolut

Hukum Newton untuk keadaan


aliran viscous menyatakan bahwa
tegangan geser di dalam fluida
berbanding lurus dengan laju
perubahan kecepatan u terhadap y.

Gbr. 1  : tegangan geser


F : gaya geser
F du A : luas bidang gesek pelat - fluida
  
A dy du
: laju kecepatan fluida terhadap y
dy
atau  : absolute viscosity atau dynamic viscosity
F U U : kecepatan pelat
   h : jarak antara dua pelat
A h
Training on Bearing and Lubrication 16
Bab III Pelumasan

2. Satuan viskositas
Dalam sistem satuan ips (inch - pound - second)
F : [pound - force]

F h h : [inch]
 A : [inch 2 ]
A U U : [inch sec]
 pound - force - sec 
 : 2  atau  psi  sec 
 inch 
 reyn (Sir Osborne Reynolds)

Dalam sistem satuan SI Dalam sistem satuan cgs (cm - gram - second)
F : [newton] F : [dyn]
h : [m] h : [cm]
A : [m2 ] A : [cm2 ]
U : [m/sec] U : [cm/sec]
 newton - sec 
 atau Pa  sec 
 dyn - sec 
 atau Poise 
 : 2 :
 m   cm 2

Training on Bearing and Lubrication 17


Bab III Pelumasan

Gbr. 2
Perbandingan
viskositas untuk
beberapa fluida
sebagai fungsi dari
temperatur
Training on Bearing and Lubrication 18
Bab III Pelumasan

3. Konversi Satuan Viskositas


Jika viskositas dinyatakan dalam centipoise (cP), maka umumnya simbol
viskositas adalah Z. Konversi satuan viskositas dari cgs ke SI dan dari
cgs ke reyn dapat dituliskan sbb.

Z  cP 
 Pa - sec   10 -3 Z  cP ;   reyn 
6,89  10 6

Standard ASTM untuk mengukur viskositas


dilakukan dgn menggunakan alat yang
dinamakan Saybolt Universal Viscosimeter.
Metodenya adalah dengan mengukur waktu
(dalam detik) yang dibutuhkan sejumlah
pelumas, pada temperatur tertentu, untuk
mengalir pada tabung dengan ukuran
diameter dan panjang tertentu. Hasil yang
diperoleh dinamakan viskositas kinematik. Gbr. 4 Contoh alat ukur
viskositas
Training on Bearing and Lubrication 19
Bab III Pelumasan

Dengan menggunakan Hukum Hagen-Poiseuille, viskositas kinematik yang


diukur berdasarkan Saybolt second (disebut Saybolt Universal Viscosity,
SUV) dalam detik adalah.
 180  Z k : [centistokes]
Z k   0,22  t   dengan
 t  t : [Saybolt second  SUS]
Dalam satuan SI, viskositas kinematik,  memiliki satuan mm2 per second
dengan konversi sbb.
 180 
 [ sec
m2
]  10 6 Z k [cSt]  10 6  0,22  t  [SUS]
 t 

Hubungan antara viskositas kinematik dan viskositas absolut (dinamik)


dapat dituliskan sbb..
 180 
[Pa  sec]    10 6  0,22  t  [SUS)
 t 

dengan   massa jenis pelumas [kg m3 ]

Notes:
1 Saybolt second = 1 SUS (Saybolt Universal Second) = 1 SUV (Saybolt Universal Viscosity) =
1 SSU (Saybolt Second Universal)
Training on Bearing and Lubrication 20
Bab III Pelumasan

Gbr. 5
Grafik konversi
viskositas ke
SAE number
Training on Bearing and Lubrication 21
Bab III Pelumasan

Contoh Soal:
Pelumas mesin mempunyai viskositas kinematik pada 100oC setara dengan
58 SSU. Hitung nilai viskositas absolutnya dalam satuan mPa-sec (cP) dan
dalam mikro reyns. Tentukan juga bialangan SAEnya. Diketahui pelumas
memiliki massa jenis sebesar 0,837 gram/cm3 pada temperatur 100oC.

Jawab:
 180 
 [Pa  sec]    10 6  0,22  t  [SUS)
 t 

gr  kg 106 cm3  6  180 


  0,837 3    3

  10  0 ,22  58    8,083  10 3
Pa  sec
cm  1000gr m   58 

Atau diperoleh  = 8,083 mPa-sec = 8,083 cP)


Z[cP] 8,083
[reyn]  atau  6
 1,173  10 6 reyn  1,173 reyn
6,89  10 6 6,89  10

Berdasarkan grafik konversi ke SAE diperoleh bahwa viskositas pelumas


mesin tersebut pada temperatur 100oC setara dengan SAE 40.
Training on Bearing and Lubrication 22
Bab III Pelumasan

Tabel 1 Contoh Klasifikasi viskositas pelumas mesin

Training on Bearing and Lubrication 23


Bab III Pelumasan

Tabel 2 Contoh Klasifikasi viskositas pelumas transmisi manual dan gandar

Training on Bearing and Lubrication 24


Bab III Pelumasan

Tabel 3 Contoh sistem viskositas untuk pelumas industrial

Training on Bearing and Lubrication 25


Bab III Pelumasan

4. Indeks Viskositas (Viscosity Index, VI)


 Indeks viskositas merepresentasikan besar-kecilnya perubahan
viskositas terhadap perubahan temperatur. Makin rendah VI semakin
besar perubahan viskositas pelumas terhadap temperatur operasinya.
 Penggunaan skala VI pertama kali diusulkan oleh Dean and Davis th
1929. Pada waktu itu refined Pennsylvania crude oils diberikan VI 100
dan Gulf Coast crudes diberikan VI 0.
 VI rating diberikan dalam standard ANSI/ASTM specification D2270.
 Pelumas jenis non-petroleum memiliki variasi VI yang lebar. Misalnya
silicon oils memiliki perubahan viskositas yang relatif kecil, sehingga
mungkin melebihi nilai VI 100 pada skala Dean and Davis.
 Pelumas multigrade, misalnya SAE 10W-40, memiliki VI yang lebih
besar dibanding yang single grade, misalnya SAE 40 atau SAE 10W.

Indeks Viskositas 0oF 160oF 210oF


50 17000 SUS (100%) 150 SUS (0,88%) 41 SUS (0,24%)
90 8000 SUS (100%) 150 SUS (1,88%) 43 SUS (0,54%)

Training on Bearing and Lubrication 26


Bab III Pelumasan

Gbr 6
Pengaruh temperatur
terhadap viskositas
berbagai jenis pelumas
Training on Bearing and Lubrication 27
Bab III Pelumasan

Dampak viskositas terlalu rendah


 Mudah bocor.
 Mudah terjadi slip,
 Mudah terjadi aus,
 Temperatur fluida cepat naik, karena gesekan membesar.
 Umur service fluida menurun.

Dampak viskositas terlalu tinggi


 Tekanan total sistem turun, karena turunnya tekanan pada tiap
komponen akibat besarnya tahanan alir.
 Pada temperatur rendah, sistem operasi menjadi cepat karena
kentalnya fluida pelumas.
 Efisiensi sistem turun.
 Temperatur tinggi dan umur service mengecil.
 Kemungkinan terjadi bising lebih besar.
Training on Bearing and Lubrication 28
Bab III Pelumasan

3.4. Hukum Petroff

Hukum Petroff menjelaskan


tentang kelompok parameter
tanpa dimensi pada mekanisme
perputaran poros pada bantalan
yang dilapisi pelumas (cair).

Gbr. 7

Training on Bearing and Lubrication 29


Bab III Pelumasan

Gaya yang diperlukan untuk menggeser lapisan tipis pelumas


tersebut adalah tegangan dikali dengan luas, sehingga torsi :

(b)

Jika tekanan P = W/2rl ; gaya gesek = f W, maka

(c)

Sehingga diperoleh:

Hukum
Petroff
(1883)
Training on Bearing and Lubrication 30
Bab III Pelumasan

1. Pelumasan Stabil

Gbr 8 Grafik di atas menjelaskan kestabilan dari suatu pelumas


Training on Bearing and Lubrication 31
Bab III Pelumasan

 Operasi pelumasan di sebelah kiri garis ACB. Jika terjadi penurunan


viskositas (misalnya akibat kenaikan temperatur), akan mengakibatkan
gesekan membesar dan menyebabkan temperatur T naik yang justru
akan semakin menurunkan viskositas lebih rendah lagi. Dalam
dikatakan bahwa operasi di sebelah kiri ordinat ACB adalah operasi
yang tidak stabil.
 Operasi pelumasan di sebelah kanan garis ACB. Terjadinya kenaikan
temperatur pelumas (T) akan menyebabkan penurunan viskositas dan
nilai N/P. Penurunan N/P mengakibatkan koefisien gesek juga
mengecil sehingga mengakibatkan temperatur juga menurun.
Penurunan temperatur menyebabkan kenaikan viskositas dan nilai
N/P dan gesekan juga membesar yang akhirnya kembali menurunkan
viskositas. Demikian seterusnya terjadi secara terus-menerus berada
stabil tetap di sebelah kanan garis ACB.
 Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa operasi di sebelah kanan ordinat
BA adalah pelumasan stabil karena perubahan parameter yang terjadi
akan saling memperbaiki.
 Titik C mewakili kemungkinan terjadinya kontak logam dengan logam
karena N/P kecil dan lapisan pelumasnya sangat tipis.
Training on Bearing and Lubrication 32
Bab III Pelumasan

2. Pelumasan Lapisan Tebal

Gbr. 9

• Kelonggaran bantalan = c
• Titik pusat jurnal = O
Gbr. 10
• Titik pusat bantalan = O’
• Eksentrisitas = e
• Tebal lapisan maksimum = ho
Training on Bearing and Lubrication 33
Bab III Pelumasan

 Gambar 9.a adalah kondisi pelumas kering di mana


keseimbangan diperoleh bila gaya gesek diimbangi oleh
komponen tangensial dari beban bantalan. Terjadi saat
awal jurnal akan menggelinding ke kanan
 Gambar 9.b adalah kondisi berpelumas (lubricated).
 Jurnal berputar dan memompa pelumas ke sekeliling
bantalan dalam arah yang sama dengan putaran
bantalan (searah jarum jam).
 Pelumas dipompa ke arah ruangan kecil dan mendesak
jurnal ke atas atau sisi yang lain searah dengan jarum
jam, dengan ketebalan ho.
 Kondisi gbr 9.b dapat diperjelas dengan gbr 10.

Training on Bearing and Lubrication 34


Bab III Pelumasan

3.5. TEORI HIDRODINAMIS


Kondisi percobaan awal (kondisi 1) :
 Diameter bantalan 4 in
 Panjang 6 in
 Pelumasan dicelup
 Sudut bantalan 157o
Hasil percobaan awal:
Koefisien gesek yang diperoleh Tower agak
rendah

Kondisi 2
Dibuat lubang dengan diameter ½ in
untuk lubang pelumasan
Gbr. 11 Hasil kondisi 2
 Setelah berputar, gabus penutup lubang
pelumas terlepas
Beauchamp Tower 1880 (UK)  Hasil pengukuran tekanan menunjukkan
terjadi peningkatan tekanan sebesar 2
kali. Lihat gambar 8.
Training on Bearing and Lubrication 35
Bab III Pelumasan

Gbr. 12

Training on Bearing and Lubrication 36


Bab III Pelumasan

Penelitian Reynolds
 Menerangkan secara matematis hasil yang diperoleh
Tower.
 Menggambarkan pelumas sebagai lapisan penengah
antara dua permukaan dan mengalami tarikan oleh
permukaan ke sebuah ruang dengan tekanan dan lapisan
pelumas dengan intensitas yang cukup untuk mendukung
beban bantalan.
 Lapisan pelumas sangat tipis dengan kelengkungan dapat
diabaikan sehingga memungkinkan mengganti lengkung
bantalan dengan bantalan rata yang disebut bantalan
luncur (sleeve bearing atau plain bearing).

Training on Bearing and Lubrication 37


Bab III Pelumasan

Pemisalan lain yang digunakan oleh Reynolds:


 Pelumasan mematuhi hukum aliran viskous dari
Newton.
 Gaya inersia pelumas diabaikan.
 Pelumas dianggap fluida inkompresibel (volume
tidak berubah karena tekanan).
 Viskositas diasumsikan konstan.
 Tekanan tidak berubah dalam arah aksial.

Training on Bearing and Lubrication 38


Bab III Pelumasan

• Gambar 13 di samping ini


menunjukkan sebuah jurnal
yang berputar pada arah
jarum jam yang didukung oleh
lapisan pelumas yang memiliki
tebak h dan berubah-ubah
pada suatu bagian bawah
bantalan yang tetap.
• Jurnal mempunyai kecepatan
tangensial U.
• Karena kelengkungannya
diabaikan, kita tetapkan suatu
sistem referensi sumbu xyz
pada bantalan tersebut.

Gbr. 13
Training on Bearing and Lubrication 39
Bab III Pelumasan

Asumsi lain yang diambil:


 Bantalan dan jurnal dapat diperluas sampai tak
terhingga pada arah z. Ini berarti bahwa tidak
ada aliran pelumas dalam arah z.
 Tekanan lapisan dalam arah y adalah konstan.
Jadi tekanan hanya berubah dalam arah ordinat
x.
 Kecepatan setiap partikel dari pelumas tersebut
hanya bergantung pada koordinat x dan y.

Training on Bearing and Lubrication 40


Bab III Pelumasan

Keseimbangan gaya-gaya pada elemen dx, dy, dan dz adalah :

(a)

Yang dapat disederhanakan menjadi

(b)

(c)

Training on Bearing and Lubrication 41


Bab III Pelumasan

Persamaan diferensial parsial digunakan karena kecepatan u tergantung


pada x dan y. Dengan memasukan (b) dan (c) akan diperoleh :

(d)

Dengan x konstan, sekarang kita integrasikan persamaan ini dua kali


terhadap y

u 1 dp
 y  C1 (e)
dy  dx

(f)

Training on Bearing and Lubrication 42


Bab III Pelumasan

Dengan asumsi tidak terjadi slip antara pelumas dan


permukaan batas, maka terdapat dua kondisi batas,
yaitu :
(g)

Dengan memasukan kondisi (g) ini ke persamaan (e),


diperoleh:

(h)

(i)

Training on Bearing and Lubrication 43


Bab III Pelumasan

Persamaan (i) menunjukkan distribusi kecepatan pelumas


dalam lapisan sebagai fungsi dari koordinat y dan gradien
tekanan dp/dx, seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gbr. 14
Training on Bearing and Lubrication 44
Bab III Pelumasan

Bagian parabola dapat berupa penambahan atau pengurangan


terhadap bagian linier, tergantung pada tanda dari gradien
tekanan. Bila tekanan dp/dx = 0 dan fungsi kecepatan adalah

(j)

Dengan beberapa manipulasi matematik, diperoleh persamaan


klasik Reynolds:

(k)

Training on Bearing and Lubrication 45


Bab III Pelumasan

Solusi persamaan (k) di atas biasanya diselesaikan secara


numerik
Sommerfeld memberikan penyelesaian yang lebih praktis
lagi, yaitu :

(l)

Dengan:
• c = Kelonggaran bantalan (radial clearance)
• r = radius poros (journal radius)
• f = koefisien gesek (coefficient of friction)
•  = viskositas pelumas (absolute viskosity)
• N = putaran poros (journal speed)
• P = beban satuan bantalan (bearing unit load)
Training on Bearing and Lubrication 46
Bab III Pelumasan

3.6. PERKEMBANGAN PELUMASAN


Sesuai dengan perkembangan teknologi, pelumas juga mengalami
perkembangan yang telah menghasilkan tiga generasi, yaitu :

1. Chemical Wear Lubricants (CWL)


Contoh : oli yang ada di pasaran. Flatness dapat mencapai 20%

Gbr 15 Chemical wear lubricants provide surface improvement through


abrasion. Left: Surface at startup; Middle: Wearing in; Right: Finished
surface
Training on Bearing and Lubrication 47
Bab III Pelumasan

2. Solid Lubricants (SL)


Contoh : graphite, molybdenum disulfide (MoS2), boron
nitride, PTFE (Teflon), Titaniom Dioxide, dll.
Flatness dapat mencapat 40%.

Gbr. 16 Solid lubricants provide surface improvement through buildup.


Left: Solid lubricant startup; Middle: Wearing in; Right: Finished face

Training on Bearing and Lubrication 48


Bab III Pelumasan

3. Plastic Deforming Lubricants (PDL).


Flatness dapat mencapai 70%

Gbr. 17 Plastic deforming lubricants provide surface improvement through


metal restructuring. Left: PD startup; Middle: Wearing in; Right : Finished
surface

Training on Bearing and Lubrication 49


Bab III Pelumasan

Comparison of lubricated surface for 3 generation lubricant

a b Gbr. 18 c d

a. Original surface prior to break-in


b. Surface after break-in with 1st generation lubricant
c. Surface after break-in with 2nd generation lubricant
d. Surface after break-in with 3rd generation lubricant

Training on Bearing and Lubrication 50


Bab III Pelumasan

3.7 OLI DAN GEMUK

1. Pengklasifikasian Oli

1. Animal/ vegetable
2. Mineral
3. Synthetic

 Synthesized hydrocarbons:
polyalphaolefins (PAO) and polybutenes
 Organic ester:
poly esters and diabatic Acid Ester (Diesters)

Training on Bearing and Lubrication 51


Bab III Pelumasan

Tabel 4 Perbandingan Antara Oli Mineral Dengan Sintetik

Training on Bearing and Lubrication 52


Bab III Pelumasan

2. Karakteristik Oli Standar

 Viscosity
 Viscosity Index
 Pour Point
 Flash Point
 Fire Point
 Corrosion or Rust
 Demulsibility
 Anti Foaming

Training on Bearing and Lubrication 53


Bab III Pelumasan

Sifat-sifat Viskositas
 Semakin tinggi temperatur, viskositas semakin rendah
 Semakin tinggi beban, viskositas semakin tinggi
 Semakin tinggi laju geseran, viskositas semakin rendah

Gbr. 19
Training on Bearing and Lubrication 54
Bab III Pelumasan

Viscosity Limitation Guide


(For Reference Purposes Only)

Maximum Viscosity (at Startup) in Centistokes :


22,000 : Maximum pouring viscosity
11,000 : Maximum viscosity for splash of bath lubricant
8,600 : Maximum pump-ability viscosity for gear and pistons
pumps
2,200 : Upper limit for automatic oil lubrication pumps
2,200 : Upper limit for oil constituent of dispensable grease
1,000 : Ring of roller element bearings
860 : Maximum limit for hydraulic vane pumps
220 : Oil mist systems

Training on Bearing and Lubrication 55


Bab III Pelumasan

Minimum Viscosity in Centistokes

33 : Gear lubrication
30 : Gear pumps
21 : Spherical roller bearings
13 : Other rolling element bearings
13 : Plain bearings
13 : Hydraulic systems
4 : Minimum viscosity to support dynamic load

Training on Bearing and Lubrication 56


Bab III Pelumasan

Tabel 5 Lubricant Viscosity Rating and Comparison Chart

SSU : Saybolt
Second Universal
ISO :
International
Standards
Organization
AGMA : American
Gear
Manufacturers
Association
CST : Centistokes

Training on Bearing and Lubrication 57


Bab III Pelumasan

Tabel 6 Lubricant Testing Standard

IP : Institute of
Petroleum (UK)
ASTM : American
Society for Testing and
Materials (USA)
DIN : Deutsche
Industrie Norm
ISO : International
Standard Organization
(Europe)

Training on Bearing and Lubrication 58


Bab III Pelumasan

3. Spesifikasi additive pada oli

• Detergents/Dispersants, EP (Extreme Pressure),


Anti-wear Agents, Antioxidants, Viscosity Improvers,
Pour Point Depressant.

• Campuran additive yang tidak tepat dapat


menimbulkan interaksi yang tidak diinginkan,
misalnya efek netralisasi, korosivitas, dan
terbentuknya bahan yang tidak larut dalam pelumas.

Training on Bearing and Lubrication 59


Bab III Pelumasan

Tabel 7
Types of
additive oil
required for
various types
of machinery

Training on Bearing and Lubrication 60


Bab III Pelumasan

4. Pengklasifikasian Gemuk

Gemuk diklasifikasikan
menurut pengujian ASTM
D-217 (Uji Penetrasi
Kerucut). Skala yang
dipakai menurut NLGI
(National Lubricating
Grease Institute).
Disamping itu gemuk juga
dibedakan menurut zat
pengentalnya (thickener).

Gbr. 20
ASTM D-217 Cone Test for Grease
Apparatus

Training on Bearing and Lubrication 61


Bab III Pelumasan

Tabel 8 NLGI Grease classifications

Training on Bearing and Lubrication 62


Bab III Pelumasan

Tabel 9 Grease thickeners

Training on Bearing and Lubrication 63


Bab III Pelumasan

Tabel 10 Grease thickeners compatibility

 Perhatikan kesesuaian jenis thickener saat anda mengganti gemuk yang


berlainan jenis thickener-nya.
 Untuk gemuk yang thickener-nya tidak bersesuaian usahakan sisa gemuk
lama dibersihkan.
Training on Bearing and Lubrication 64
Bab III Pelumasan

5. Karakteristik Gemuk

 Pumpability
 Oil Separation
 Slumpability
 Dropping Point
 Color
 Water Resistance

Training on Bearing and Lubrication 65


Bab III Pelumasan

Tabel 11 Grease Containing Mineral Oil

Training on Bearing and Lubrication 66


Bab III Pelumasan

3.8. Perawatan Sistem Pelumasan


Merawat sistem pelumasan adalah menjaga agar kuantitas dan kualitas
pelumas tetap terpenuhi secara kontinyu sesuai dengan kebutuhan
spesifikasi peralatan yang ada.

 Kuantitas: jumlah pelumas tidak berlebih dan tidak kurang


Kuantitas akan berkurang bila ada kebocoran dan penyumbatan
saluran dan kerusakan pompa pada sistem pelumasan
 Kualitas: sifat pelumas tidak banyak berubah selama waktu
pemakaiannya.
Kualitas akan menurun jika pelumas mengalami kerusakan
 perlu penggantian secara periodik
 Faktor-faktor penyebab kerusakan minyak pelumas:
– Oksidasi
– Penguraian thermal
– Kontaminasi

Training on Bearing and Lubrication 67


Bab III Pelumasan

Tabel 12 Some factors influencing oxidation of lubricant

Training on Bearing and Lubrication 68


Bab III Pelumasan

Tabel 13 Example of thermal decomposition products

Training on Bearing and Lubrication 69


Bab III Pelumasan

Tabel 14 Example of lubricant contaminants

Training on Bearing and Lubrication 70


Bab III Pelumasan

Gbr. 21 Approximate Life of Well-Refined Mineral

Training on Bearing and Lubrication 71


Bab III Pelumasan

1. Prosedur Perencanaan Perawatan Pelumasan

 Melakukan survey secara rinci dan akurat dari semua


peralatan yang membutuhkan pelumasan. Identifikasi
parameter-parameter berikut:
– Lubricant grade
– Cara pelumasan
– Frekuensi pelumasan
 Kaji pengumpulan informasi yang dikumpulkan untuk
merasionalisasi lubricant grade dan cara pelumasan.
 Merencanakan sistem untuk penerapan pelumasan.

Training on Bearing and Lubrication 72


Bab III Pelumasan

Gbr. 22 Contoh perencanaan perawatan sistem pelumasan


Training on Bearing and Lubrication 73
Bab III Pelumasan

Tabel 15 Some factors affecting lubricant selection

Training on Bearing and Lubrication 74


Bab III Pelumasan

Tabel 15 Some factors affecting lubricant selection (cont’d)

Training on Bearing and Lubrication 75


Bab III Pelumasan

Tabel 16 A Convenient
Standardised Code to Describe
the Method of Lubricant
Application

Training on Bearing and Lubrication 76


Bab III Pelumasan

Tabel 17 Range of lubricant grades commonly available showing factors to be


taken into account for economic rationalisation

Training on Bearing and Lubrication 77


Bab III Pelumasan

Gbr. 23 Method of planning for systematic lubrication


Training on Bearing and Lubrication 78
Bab III Pelumasan

Tabel 18 Some Factors Affecting lubrication frequency

Training on Bearing and Lubrication 79


Bab III Pelumasan

Tabel 18 Some factors affecting lubrication frequency (cont’d)

Training on Bearing and Lubrication 80


Bab III Pelumasan

2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Perawatan Pelumasan

 Menjamin pemeriksaan secara teratur terhadap


kuantitas pelumas dan memasang low-level switch
yang berfungsi sebagai pengaman mesin.
 Memberikan tanda secara jelas bila pompa pelumas
mengalami kehilangan fungsi primernya.
 Menjamin pemeriksaan sistem pelumasan secara
teratur.
 Menandai route pelumasan dengan warna.
 Analisis partikel yang aus dan pelumas. Misalnya :
ferrography dan spectrometry

Training on Bearing and Lubrication 81


Bab III Pelumasan

Tabel 19 Contoh
checklist untuk
delivery system
pelumasan

Training on Bearing and Lubrication 82


Bab III Pelumasan

Gbr. 24 Contoh pemberian warna pada route pelumasan


Training on Bearing and Lubrication 83
Bab III Pelumasan

3.9 Analisis Pelumas (Lubricant Analysis)


• Tujuan:
Mengetahui karakteristik minyak pelumas
• Jenis Pengujian:
– Pengujian karakteristik fisika & kimia
– Pengujian performans (unjuk kerja)
• Pengujian Karakteristik Fisika & Kimia:
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada minyak
pelumas yang telah digunakan dan untuk mengetahui
penyebab perubahan tersebut.
• Pengujian Performans (Unjuk Kerja):
Untuk mengetahui kemampuan pelumas pada kondisi
pemakaian yang sebenarnya.
Training on Bearing and Lubrication 84
Bab III Pelumasan

CONTOH ANALISIS PELUMAS (ENGINE)

ELEMEN
ELEMEN INDIKASI
INDIKASI BANTALAN
BANTALAN

ALUMUNIUM
ALUMUNIUM PISTON,
PISTON, BANTALAN
BANTALAN
CHROME
CHROME RING
RING PISTON,
PISTON, BANTALAN
BANTALAN
MOLYBDENUM
MOLYBDENUM RING
RING PISTON
PISTON
COPPER
COPPER PENDINGIN
PENDINGIN PELUMAS
PELUMAS
WASHERS
WASHERS
IRON
IRON CRANKSHAFT,
CRANKSHAFT, CAMSHAFT,
CAMSHAFT,
RODAGIGI,
RODAGIGI, LINER
LINER
LEAD
LEAD BANTALAN
BANTALAN
NICKEL
NICKEL BANTALAN
BANTALAN
SODIUM
SODIUM BAHAN
BAHAN PENDINGIN
PENDINGIN PELUMAS
PELUMAS
SILICON
SILICON KONTAMINASI
KONTAMINASI TOTAL
TOTAL
Training on Bearing and Lubrication 85
Bab III Pelumasan

Gbr. 35 Typical
spectrographic oil
analysis
Training on Bearing and Lubrication 86
Bab III Pelumasan

Gbr. 26 Wear Particle Analysis – Standard Tests

Training on Bearing and Lubrication 87


Bab III Pelumasan

A. Pengujian Fisika dan Kimia


Referensi standard yang umum digunakan
 ASTM Handbooks
 British Institute Of Petroleum Handbooks
 United States Federal Test Method Standard
 SAE

A1. Pengujian Residu Karbon


• Residu karbon dalam minyak pelumas adalah jumlah
persentasi berat deposit karbon setelah pelumas
mengalami proses evaporasi dan pirolisis dengan tekanan
tertentu.
• Dalam pengujian, pelumas dengan jumlah residu lebih
tinggi akan menunjukkan viskositas yang lebih tinggi.

Training on Bearing and Lubrication 88


Bab III Pelumasan

A1. Pengujian Residu Karbon

• Residu karbon dalam minyak pelumas adalah jumlah


persentasi berat deposit karbon setelah pelumas
mengalami proses evaporasi dan pirolisis dengan tekanan
tertentu.
• Dalam pengujian, pelumas dengan jumlah residu lebih
tinggi akan menunjukkan viskositas yang lebih tinggi.
• Pengujian residu karbon ditujukan pada:
– Bahan dasar pelumas untuk pelumas mesin
– Pelumas mesin mineral (pelumas mesin pesawat)
– Pelumas berat
Indikasi residu karbon menunjukkan tingkat
kualitas produk pelumas (refinement quality)

Training on Bearing and Lubrication 89


Bab III Pelumasan

A2. Pengujian Warna

• Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan


cahaya yang ditembuskan melalui pelumas
tersebut.
• Penentuan warna dilakukan secara visual.

Indikator warna menyatakan apakah proses


pemurnian minyak sudah baik atau belum (proper
oil refinement)

Training on Bearing and Lubrication 90


Bab III Pelumasan

A3. Pengujian Berat Jenis


dan Gaya Berat
• Pengujian berat jenis dan gaya berat
dilakukan dengan menggunakan
hidrometer (lihat gambar).
• Hidrometer dapat dikalibrasi untuk
menentukan berat jenis dan gaya
berat.
• Penentuan berat jenis dan gaya
berat dilakukan pada temperatur
tertentu.
• Untuk pelumas bekas (habis
dipakai), adanya peningkatan berat
jenis menunjukkan adanya
kontaminasi (misalkan oksida), Gbr. 27 Hydrometer untuk mengukur
sedangkan penurunan berat jenis berat jenis dan gaya berat
menunjukkan adanya pencampuran
pelumas.
Training on Bearing and Lubrication 91
Bab III Pelumasan

A4. Pengujian Titik Nyala


dan Titik Api
• Titik nyala adalah temperatur
pelumas di mana uap pelumas
tersebut dapat menyala jika terkena
api.
• Seandainya pelumas tersebut terus
dipanasi maka akan tercapai suatu
temperatur di mana pelumas
tersebut dapat terbakar dan ini
disebut dengan titik api.
• Pengujian ini dilakukan untuk
keperluan keamanan terhadap
bahaya terbakar.
• Untuk pelumas bekas, adanya
penurunan titik nyala menunjukkan
adanya kontaminasi oleh bahan Gbr. 28 Cleveland open cup
dengan titik nyala rendah. flash tester
Training on Bearing and Lubrication 92
Bab III Pelumasan

A5. Pengujian Bilangan Netralisasi

• Pengujian dilakukan untuk menentukan jumlah asam yang


terdapat dalam pelumas, dengan melakukan proses netralisasi
dengan basa.
• Beberapa hasil oksidasi dari pelumas hidrokarbon adalah asam
organik.
• Pelumas yang digunakan pada temperatur tinggi cenderung
menjadi asam.
• Berarti pengujian keasaman pelumas adalah untuk mengetahui
tingkat oksidasi yang terjadi.
• Pengujian keasaman ini kurang berfungsi bagi pelumas yang
menggunakan aditif karena adanya reaksi dari aditif tersebut.
• Bilangan basa total (Total Base Number, TBN) menunjukkan
jumlah penggunaan bahan alkali (melalui aditif) untuk
menetralisir produk asam akibat pembakaran.

Training on Bearing and Lubrication 93


Bab III Pelumasan

A6. Pengujian Titik Curah

• Titik curah adalah temperatur terendah di mana pelumas


masih dapat mengalir.
• Umumnya pelumas mengandung bahan lilin yang tidak
terlarut, yang apabila didinginkan dapat menyebabkan
pelumas sukar untuk mengalir.
• Ditinjau dari segi pemakaian, titik curah pelumas mesin
“winter grade” harus cukup rendah sehingga dapat dialirkan
dengan mudah pada temperatur rendah.
• Pelumas yang memiliki titik curah yang agak tinggi tidak
cocok digunakan untuk daerah bermusim 4, karena dapat
menyebabkan mesin sukar distart pada saat musim dingin.

Training on Bearing and Lubrication 94


Bab III Pelumasan

A7. Pengujian Abu Sulfat

• Abu sulfat merupakan residu dalam minyak pelumas yang


besarnya dinyatakan dalam persen berat setelah pelumas
mengalami pembakaran.
• Pengujian ini untuk menentukan kandungan bahan yang
tidak terbakar dalam pelumas.
• Pada proses pembuatan pelumas, pengujian ini
memberikan informasi mengenai jumlah aditif yang
digunakan, karena aditif cenderung membentuk abu
sulfat.
• Untuk pelumas bekas, peningkatan kandungan abu sulfat
menunjukkan adanya kontaminasi seperti debu, kotoran,
geram dan kristal timah hitam.

Training on Bearing and Lubrication 95


Bab III Pelumasan

A8. Pengujian Viskositas


• Viskositas merupakan sifat yang
paling penting untuk pelumas.
• Standard ASTM untuk mengukur
viskositas dilakukan dgn
menggunakan alat yang
dinamakan Saybolt Universal
Viscosimeter. Metodenya adalah
dengan mengukur waktu (dalam
detik) yang dibutuhkan sejumlah
pelumas, pada temperatur
tertentu, untuk mengalir pada
tabung dengan ukuran diameter
dan panjang tertentu. Hasil yang
diperoleh dinamakan viskositas
kinematik.
• Viskositas absolut = viskositas Gbr. 29 Contoh alat
kinetik dikalikan massa jenis ukur viskositas
fluida.
Training on Bearing and Lubrication 96
Bab III Pelumasan

B. Pengujian Kinerja Pelumas


B1. Pengujian Oksidasi
• Oksidasi minyak pelumas tergantung pada temperatur, jumlah oksigen
yang kontak dengan pelumas dan efek katalis logam.
• Beberapa pengujian oksidasi yang dikenal:
– IP 280 procedure, cibre (conference internationale des grandes reseaux
electriques).
• Besaran yang diukur adalah bilangan asam dan persen berat residu.
– ASTM D943, “oxidation characteristic of inhibited steam-turbine oils” atau
tost (turbin oil stability test). Pengujian ini digunakan juga untuk minyak
hidrolik dan minyak sirkulasi.
• Besaran yang diukur: bilangan netralisasi.
• Kelemahan alat ini: waktu pengujian terlalu lama.
– Pneurop test
• Besaran yang diukur: kehilangan akibat penguapan dan residu karbon.

Training on Bearing and Lubrication 97


Bab III Pelumasan

B2. Pengujian Stabilisasi Termal

• Stabilitas termal adalah kemampuan pelumas atau aditif


untuk mencegah terjadinya dekomposisi (penguraian)
pelumas jika dioperasikan pada temperatur tinggi.
• Dekomposisi akan mengakibatkan pengentalan,
peningkatan keasaman, pembentukan residu.
• Pengujian stabilitas termal meliputi pemanasan statis atau
sirkulasi melalui permukaan logam panas.

Training on Bearing and Lubrication 98


Bab III Pelumasan

B3. Pengujian Perlindungan Karat


• Kemampuan perlindungan karat oleh pelumas sukar dievaluasi karena
karat terjadi pada logam ferrous pada saat kontak dengan udara dan
uap air.
• Pengujian pelumas di udara terbuka atau melalui pengujian dinamik.
• Beberapa di antara pengujian dinamik:
– ASTM D665, “rust preventive characteristic of steam turbine oil in the
presence of water”
– Test “corrosion preventive properties of gear lubricants”

B4. Pengujian Buih Pelumas


• Pengujian yang paling umum dilakukan adalah ASTM D892
“foaming characteristic of lubricating oils”.
• Dalam pengujian ini diukur volume buih yang terjadi dan
dinyatakan sebagai stabilitas buih.
Training on Bearing and Lubrication 99
Bab III Pelumasan

B5. Pengujian Tekanan Tinggi dan Keausan

• Fungsi pelumas adalah untuk mencegah terjadinya gesekan


dan keausan antara dua permukaan.
• Dengan demikian pelumas perlu diuji kemampuannya
untuk mencegah kontak pada tekanan tinggi dan untuk
mencegah keausan permukaan.
• Klasifikasi keausan:
– Abrasif
– Korosif
– Adesif
– Kelelahan
• Jenis pengujian ini sangat beragam dan besaran yang
diukur adalah volume aus yang terjadi. Prinsip dasar
pengujian umumnya dalam bentuk pengujian kontak
mekanik.
Training on Bearing and Lubrication 100
Bab III Pelumasan

B6. Pengujian Stabilitas Emulsi

• Dalam beberapa kasus, minyak pelumas perlu dicampur


dengan air, misalkan minyak mesin uap kapal, minyak bor
karang, pelumas rol logam, dll.
• Karena dicampur dengan air dan agar dapat terbentuk
emulsi yang baik, maka pelumas memiliki kemampuan
pendinginan yang lebih baik.
• Beberapa pengujian stabilitas emulsi:
– ASTM D1479, “emulsion stability of soluble cutting oils”.
– ASTM D3342, ”measuring the emulsion stability of new rolling oil
dispersion in water”.
– ASTM D1401, ”emulsion characteristics of petroleum oils and
synthetic fluids”.
– ASTM D2711, ”demulsibility characteristic of lubricating oils”.
– IP 19, ”demulsification number”

Training on Bearing and Lubrication 101


Bab III Pelumasan

B7. Pengujian Mesin

• Pengujian mesin dilakukan untuk mengevaluasi kinerja


pelumas pada mesin yang sebenarnya, baik pada mesin
diesel maupun mesin bensin.
• Jenis pengujian yang dilakukan dapat dikategorikan ke
dalam :
– Pengujian stabilitas oksidasi dan proteksi karat.
– Pengujian temperatur tinggi silinder tunggal.
– Pengujian temperatur tinggi silinder banyak.
– Pengujian temperatur operasi rendah.
– Pengujian proteksi karat

Training on Bearing and Lubrication 102


Bab III Pelumasan

Tabel 20 Contoh lembar pengujian temperatur tinggi silinder tunggal

Training on Bearing and Lubrication 103


Bab III Pelumasan

Tabel 21 Contoh lembar pengujian temperatur tinggi silinder banyak

Training on Bearing and Lubrication 104


Bab III Pelumasan

B8. Pengujian Pelumas Rodagigi Kendaraan

Tabel 22 Beberapa standard pengujian pelumas rodagigi

Training on Bearing and Lubrication 105


Bab III Pelumasan

3.10 Delivery System


1. System 1: Hand Gun and Zirk Fitting

Training on Bearing and Lubrication 106


Bab III Pelumasan

2. System 2: Manual Centralized Manifold System

Training on Bearing and Lubrication 107


Bab III Pelumasan

3. System 3: Manual Progressive Lubrication System

Training on Bearing and Lubrication 108


Bab III Pelumasan

4. System 4: Single Point Lubricator

Training on Bearing and Lubrication 109


Bab III Pelumasan

5. System 5: Single Line Resistance (SLR)

Training on Bearing and Lubrication 110


Bab III Pelumasan

6. System 6: Pump-To-Point System (Multi-point)

Training on Bearing and Lubrication 111


Bab III Pelumasan

7. System 7: Positive Displacement Injector (PDI) System

Training on Bearing and Lubrication 112


Bab III Pelumasan

8. System 8: Series Progressive System

Training on Bearing and Lubrication 113


Bab III Pelumasan

9. System 9: Dual Line System

Training on Bearing and Lubrication 114


Bab III Pelumasan

10. System 10: Mist Systems (Oil only)

Training on Bearing and Lubrication 115


Bab III Pelumasan

11. System 11: Air/Oil Systems (Oil only)

Training on Bearing and Lubrication 116


Bab III Pelumasan

References
1) J.E. Shigley, C.R. Mischke, “Mechanical Engineering Design”, McGraw-Hill, 5 th
edition, 1989.
2) Bharat Bhusan, B.K. Gupta, “Handbook of Tribology”, McGraw-Hill, 1st
edition, 1991.
3) M.J. Neale, “Bearing: A Tribology Handbook”, Butterorth-Heinemann, 1995.

Training on Bearing and Lubrication 117

Anda mungkin juga menyukai