Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK 2

Anisa (18100055)
Astri Ambarani ( 1810
0031)
Dika Anugrah P
(1910070P)
ASUHAN KEPERAWATAN Evi Yanuar (18100049)
Ferlen Faliany ( 1810
0053)
Isabela (18100066)
KOMUNITAS POPULASI RENTAN: Leony Paradillah
( 18100047)
Merry Agustin (18100
032)
Panji Romadhon
PENYAKIT MENTAL, KECACATAN, Riski Febri
(18100045)
(18100046)
Seli Weliyani (1810
0057)
DAN POPULASI TERLANTAR Wulan Silvani (1810
Yulianda Sari (18100
0037)
034)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Komunitas II”


Yang diampuh oleh : Ns. Ardiansyah, M.Kep
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk
menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera
mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain
genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya
hidup dan lingkungan. Faktor pencetusnya berupa genetik,
biologi atau psikososial.
Populasi Rentan
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5
ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa
setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan
berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan,
antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita
hamil dan penyandang cacat.
Menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke
dalam Kelompok Rentan adalah:
 Refugees (pengungsi)
 Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
 National Minoritie (kelompok minoritas)
 Migrant Workers (pekerja migran )
 Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya)
 Children (anak)
 Women (wanita)
Gangguan Mental (Mental Disorder)
Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah
sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara
klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di adalm
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan,
disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku,
psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak
di dalam hubungan orang dengan masyarakat
Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).

 Gangguan mental organik dan simtomatik


 Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.
 Gangguan skizofrenia dan gangguan waham.
 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
 Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres.
 Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik.
Gangguan kepribadian dan perilaku
 Retardasi mental
 Gangguan perkembangan psikologis.
 Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya
Gangguan Mental (Mental Disorder)
 
 Faktor Organis (somatic)
  Faktor-faktor psikis dan struktur
kepribadiannya
 Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau
faktor-faktor sosial
Pencegahan Gangguan Mental

Tujuan utama pencegahan gangguan mental


adalah membimbing mental yangsakit agar
menjadi sehat mental danmenjaga mental yang
sehat agar tetap sehat.
Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
 
Pencegahan mempunyai pengertian sebagai metode
yang digunakan manusia untuk menghadapi diri sendiri
dan orang lain guna meniadakan atau mengurangi
terjadinya gangguan kejiwaan. Dengan demikian
pencegahan gangguan mental didasarkan pada upaya
individu terhadap diri dan orang
lain untuk menekan serendah mungkin agar tidak terjadi
gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
Upaya pencegahan
Pada dasarnya upaya pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan
mental. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:
 Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri
 Keterpaduan atau integrasi diri
 Pewujudan diri (aktualisasi diri)
 Kemampuan menerima orang lain
 Agama dan falsafah hidup
 Pengawasan diri
Penyandang Cacat / Disabilitas
Pengertian Penyandang Disabilitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1
penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu.
Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari
kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidakmampuan.
Orang berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup
orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence
Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks,
sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
Jenis-jenis Disabilitas
 Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
 Mental Tinggi
 Mental Rendah
 Berkesulitan Belajar Spesifik

 Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:


 Kelainan Tubuh (Tuna Daksa)
 Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra)
 Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
 Kelainan Bicara (Tunawicara)
 Tunaganda (disabilitas ganda).
Tunawisma/ Gelandangan
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak
memiliki tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja
dibuat untuk tidur. Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam
golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki keluarga. . Beberapa
dari mereka menjadi tunawisma karena kemiskinan atau kegagalan
sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi
tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alkohol, atau cacat.
Walaupun begitu apapun penyebabnya, tunawisma lebih rentan
terhadap masalah kesehatan dan akses ke pelayanan perawatan
kesehatan berkurang
Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma
 Kemiskinan
  Rendah tingginya pendidikan
  Umur
 Cacat Fisik
 Rendahnya ketrampilan 
 Masalah sosial budaya

Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis.
Antara lain:
 Rendahnya harga diri.
 Sikap pasrah pada nasib.
 Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
 Keluarga
 Faktor Lingkungan
 Letak Geografis
 Lemahnya penangan masalah gelandangan dan pengemis
Asuhan keperawatan
pada agregat populasi
mental
KASUS
Seorang perempuan, usia 30 tahun,dengan dua orang anak
pulang dari rumah sakit setelah 20 hari dirawat di rumah
sakit, perempuan tersebut dirawat karena marah-marah,
tertawa, berbicara sendiri, merusak alat rumah tangga dan
curiga dengan suaminya. Diagnosa medis skizofrenia. Suami
perempuan tersebut bekerja sebagai buruh di kota dan
pulang seminggu sekali. Perempuan tersebut sudah 2 kali
dirawat di rumah sakit. Dirumah ia hanya tinggal dengan
kedua anaknya, 1 minggu setelah pulang kader melaporkan
keperawat puskesmas bahwa perempuan tersebut mulai
marah-marah, bicara dan tertawa sediri lagi dan tidak mau
minum obat
Pengkajian
 
Satu minggu setelah pulang dari rumah sakit perempuan tersebut marah-marah, bicara sendiri, tertawa sendiri, merusak alat
rumah tangga, dan curiga dengan suaminya. Selama satu minggu terakhir perempuan tersebut tidak minum obat.

Diagnosa keperawatan
 
Individu :
Dx : Halusinasi
Resiko perilaku kekerasan
Penatalaksanaan regimen terapeutik inefekti
Keluarga : Kurang pengetahuan
Perencanaan : Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang
Individu
 
 - Halusinasi berkurang atau hilang
 - Perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dapat di cegah
 - Patuh dalam penatalaksanaan regimen terapeutik
 
Keluarga
 
Merawat pasien dengan halusinasi, resiko perilaku kekerasan dan penatalaksanaan
Tujuan jangka pendek
regimen terapeutik inefektif
Individu
 Mengenal masalah dan mengontrol halusinasi dengan 4 cara : menghardik,
bercakap- cakap, kegiatan terjaduan dan patuh minum obat
 Mengontrol prilaku kekerasan dengan cara : fisik, sosial, spiritual, deescalasi dan
patuh obat
 Memahami manfaat 6 benar obat dan dampak bila putus obat

Keluarga
 
 Mengenal masalah halusinasi, resiko perilaku kekerasan dan penatalaksanaan
regimen terapeutik
 Memutuskan cara merawat perempuan tersebut
 Memodivikasi lingkungan
 Melakukan follow-up dan rujukan
Tindakan

Individu
 Melatih mengontrol halusinasi dengan 4 cara : menghardik, bercakap-cakap, kegiatan terjadual dan patuh
minum obat
 Melatih mengontrol prilaku kekerasan dengan cara: fisik, sosial, spiritual, deescalasi dan patuh obat
 Mendiskusikan tentang manfaat obat
  
Keluarga
 
 Melatih mengenal masalah
 Melatih keluarga mengambil keputusan
 Melatih keluarga cara memodivikasi lingkungan

 Melatih keluarga cara merawat ODGJ dengan halusinasi, resiko perilaku kekerasan dan ketidak efektifan
penatalaksanaan regimen terapeutik
Evaluasi
 
Individu
 
 Halusinasi terkontrol atau hilang
 Tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungsn
 Patuh minum obat
 Keluarga
Pencegahan
 Pengetahuan keluarga meningkat  
 Mampu merawat perempuan tersebut  Primer : pendidikan kesehatan dan melatih cara
 
manajemen setres untuk suami dan anak-anak
pasien tersebut
 Sekunder : monitor kepatuhan minum obat dan
memberikan perawatan
 Tersier : meningkatkan kemampuan koping dan
mengembangkan sistem pendukung
THANKS!
Do you have any questions?

Anda mungkin juga menyukai