Anda di halaman 1dari 58

KEPERAWATAN

HIV/ AIDS

Mar’atus Sholihah, M.Kep.


TM 4

– STIGMA PADA ODHA


– PERILAKU BERESIKO
SEKS BEBAS
PENYALAHGUNAAN NAPZA
– KEWASPADAAN UNIVERSAL PRECAUTION
– VCT DAN DASAR-DASAR KONSELING BAGI PASIEN HIV/AIDS
STIGMA PADA ODHA

Mar’atus Sholihah, M.Kep.


DEFINISI

Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis


seseorang buruk moral/perilakunya sehingga
mendapatkan peyakit tersebut. Orang-orang yang di
stigma biasanya di anggap memalukan untuk alasan
tertentu dan sebagai akibatnya mereka dipermalukan,
dihindari, dideskreditkan, ditolak, ditahan.
AKIBAT

Penelitian Nursalam, Kurniawati, Bakar, Purwaningsih, & Asmoro


(2014) menemukan bahwa Stigma terhadap pasien HIV masih sangat
kuat menyebabkan:
 penderita takut membuka status HIV pada keluarga, pasangan
 mereka dikucilkan oleh masyarakat sehingga tidak berani secara
terbuka menerima kunjungan petugas kesehatan di rumah mereka.
PENYEBAB

Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara


lain karena HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku menyimpang seperti
1. seks sesama jenis
2. penggunaan obat terlarang
3. seks bebas
4. HIV diakibatkan oleh kesalahan moral sehingga patut
mendapatkan hukuman (Kristina, 2005) & Cipto (2006).
MK

Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara


lain karena HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku menyimpang seperti
1. seks sesama jenis
2. penggunaan obat terlarang
3. seks bebas
4. HIV diakibatkan oleh kesalahan moral sehingga patut
mendapatkan hukuman (Kristina, 2005) & Cipto (2006).
PENGKAJIAN
MASALAH
Masalah yang dapat dialami oleh pasien HIV/ AIDS yang perlu dikaji dengan melihat bebrapa respon yang diberikan:
1. Respons Biologis (Imunitas) Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+
akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas.
2. Respons Adaptif Psikososial – Spiritual: Respons Adaptif Psikologis (penerimaan diri): Pengalaman suatu penyakit akan
membangkitkan berbagai perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu,
berduka dan ketidak pastian menuju pada adaptasi terhadap penyakit. Respons adaptif Spiritual, meliputi:
Harapan yang realistis, Tabah dan sabar, Pandai mengambil hikmah (Ronaldson (2000) dan Kauman & Nipan (2003).
3. Respons Adaptif sosial
Aspek psikososial menurut Stewart (1997) dibedakan menjadi 3 aspek, yaitu:
4. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri pasien.
5. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan bekerja dan hidup serumah juga akan
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.
6. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai penolakan, marah-marah, tawar menawar, dan depresi
berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien akhirnya mengkonsumsi obat-obat
terlarang untuk menghilangkan stres yang dialami.
TUJUAN ASKEP
KELUARGA
Tujuan dari asuhan keperawatan keluarga dengan AIDS adalah
ditingkatkannya
kemampuan keluarga dalam :
1. Memahami masalah HIV AIDS pada keluarganya
2. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi HIV AIDS
3. Melakukan tindakan keperawatan pada anggota keluarga
yang menderita HIV AIDS
4. Memelihara lingkungan (fisik, psikis dan sosial) sehingga dapat
menunjang peningkatan kesehatan keluarga
5. Memanfaatkan sumber daya yang ada dalam masyarakat
misalnya: puskesmas, puskesmas pembantu, kartu sehat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
6. Menurunkan stigma sosial
Seorang laki-laki berusia 25 tahun didiagnosis medis HIV-AIDS. Pasien
merasa di tempat tinggalnya stigma pada pasien HIV-AIDS terlalu tinggi.
Dampak yang bisa dialami pasien karena stigma masih tinggi adalah.....
1. Pasien takut membuka status HIV pada keluarga dan pasangan
2. Pasien dikucilkan oleh masyarakat
3. Pasien tidak berani secara terbuka menerima kunjungan petugas keseahatan
di rumah
4. Pasien mendapat bantuan dari tetangga

LATIHAN SOAL
PERILAKU BERESIKO:
SEKS BEBAS DAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA

Kelompok 4 8A 2020
DEFINISI

Menurut Desmita (2012), seks bebas adalah segala cara


mengekspesikan dan melepaskan dorongan sksual yang berasal
dari kematangan organ seksual, sperti brkencan intim,
bercumbu, sampai melakukan kontak seksual yang dinilai tidak
sesuai dengan norma.
DAMPAK

Timbul Rasa Menggugurkan


Menciptakan Kandungan (aborsi) Penyebaran
Ketagihan Mengakibatkan
Kenangan Buruk dan Pembunuhan Penyakit
Kehamilan
Bayi)
Perilaku Seks Yang Beresiko

Hubungan intim tanpa kondom Melakukan hubungan seks untuk


mendapat narkoba atau uang atau
barang pengganti lainnya.

Hubungan seks oral (genital Tidak setia pada pasangan.


dengan mulut) tanpa pelindung

Aktivitas seksual dini, terutama di Memiliki pasangan yang berisiko


usia sebelum 18 tahun tinggi
Perilaku seksual anal
Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Seks Bebas

Kurangnya
Meningkatnya Tabu informasi tentang
libido larangan industri
seksualitas Penundaan seks
pornografi
usia Pergaulan
perkawinan yang makin
bebas
Penyalahgunaan NAPZA

Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) adalah zat-zat kimiawi
(obat-obat berbahaya) yang mampu merubah fungsi mental dan perilaku seseorang, yang
dimasukkan kedalam tubuh manusia, baik melalui mulut, dihirup maupun disuntikkan
(Purwandari, 2015)

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara
berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan
fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial
Tingkat pemakaian NAPZA

01 02 03 04 05
Pemakaian coba- Pemakaian Pemakaian Penyalahgunaan Ketergantungan
coba (experimental sosial/rekreasi Situasional (abuse) (dependence use)
use) (social/recreational (situasional use)
use)
Jenis Napza
1. Narkotik
• Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan.
• Contohnya : heroin, kokain, dan ganja. (Putauw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk). morfin, tetidin, dan metadon, kodein.
Your Picture Here

2. Psikotropika
– Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku.

– Contoh MDMA (ekstasi), LSD dan


STP,amfetamin, metamfetamin (sabu),
fensiklidin dan Ritalin, pentobarbital dan
flunitrazepam, diazepam, klobazam,
fenobarbital, barbital, klorazepam,
klordiazepoxide dan nitrazepam (nifam, piL KB
/koplo, DUM, MG, Lexo, rohyp, dan lain-lain).
Your Picture Here

3. Zat Adiktif dan Alkohol


– Zat Adiktif lainnya adalah : bahan
atau zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar Narkotika dan Psikotropika.

– contohnya : minuman alcohol,


inhalasi dan solven(Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin),
tembakau.
An. C dan An. D usia 15 tahun janjian keluar bersama nanti malam, karena
langit terlalu mendung, mereka pun berangkatnya terburu-buru, sehingga
tanpa sadar saat bertemu mereka melakukan perilaku seks yang beresiko
karena......
A. Melakukan hubungan intim tanpa kondom
B Melakukan hubungan seks oral tanpa pelindung
C. Melakukan aktivitas seksual dini
D. Melakukan dengan pasangan yang beresiko tinggi

LATIHAN SOAL
KEWASPADAAN
UNIVERSAL

Mar’atus Sholihah, M.Kep.


PRINSIP
1. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani
cairan tubuh pasien, gunakan alat pelindung, seperti sarung tangan,
masker, kaca mata pelindung, penutup kepala, apron, sepatu boot.
Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis tindakan yang
dilakukan.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan
3. Dekontaminasi cairan tubuh pasien
4. Memakai alat kedokteran sekali pakai atau sterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar). Jangan memakai jarum suntik
lebih dari satu kali, dan jangan dimasukkan ke dalam penutup jarum
atau dibengkokkan
5. Pemeliharaan kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6. Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara
benar dan aman (Depkes RI, 1997).
Click icon to add picture

PRINSIP
PENGGUNAAN
Click icon to add picture
PRINSIP
PENGGUNAAN
TUJUAN

SARUNG TANGAN MASKER


– menghindari kontaminasi bagi – melindungi membran mukosa
tenaga kesehatan dari mata, hidung, mulut selama
microorganisme dari satu pasien melaksanakan tindakan
ke pasien yang lain.
TUJUAN

PENUTUP KEPALA GAUN PELINDUNG


– menghindari percikan darah, – melindungi kulit serta melindungi
cairan tubuh, sekresi dan ekskresi pakaian selama pelaksanaan
dan menghindari kotoran dari tindakan yang memungkinkan
rambut. terjadi percikan darah, cairan
tubuh sekresi dan ekskresi.
TUJUAN

SEPATU PELINDUNG
– melindungi penularan melalui kaki
terutama yang luka dan
menghindari kontak dengan darah
dan cairan tubuh yang lain
Perawat secara bijak akan menggunakan sarung tangan pada kondisi.....
1. Digunakan bila terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, dan bahan yang
terkontaminasi
2. Digunakan bila terjadi kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
3. Sarung tangan steril harus selalu digunakan untuk prosedur antiseptik
misalnya pembedahan
4. Sarung tangan rumah tangga daur ulang, bisa dikenakan saat menangani sampah
atau melakukan pembersihan

LATIHAN SOAL
VCT DAN DASAR-DASAR
KONSELING BAGI PASIEN
HIV/AIDS

Mar’atus Sholihah, M.Kep.


PERBEDAAN KONSELING HIV

1. Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual (IMS) dan
HIV AIDS.
2. Membutuhkan pembahasan mengenai praktik seks yang sifatnya pribadi.
3. Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian.
4. Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat
dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai konselor itu sendiri.
5. Membutuhkan ketrampilan pada saat memberikan hasil HIV yang positif.
6. Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan maupun
anggota keluarga klien.
PRINSIP KONSELING (Menteri
Kesehatan RI, 2013).
1. Informed Consent, adalah persetujuan akan suatu tindakan pemeriksaan laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien
atau wali/pengampu setelah mendapatkan dan memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan
tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien/klien tersebut.
2. Confidentiality, adalah semua isi informasi atau konseling antara klien dan petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes
laboratoriumnya tidak akan diungkapkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien/klien. Konfidensialitas dapat dibagikan
kepada pemberi layanan kesehatan yang akan menangani pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi
penyakit pasien.
3. Counselling, yaitu proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan
dapat dimengerti klien atau pasien. Konselor memberikan informasi, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu
klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang
diberikan lingkungan. Layanan konseling HIV harus dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling pra-Konseling dan Tes
pascates yang berkualitas baik.
4. Correct test results. Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti standar pemeriksaan HIV nasional yang berlaku.
Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa.
5. Connections to, care, treatment and prevention services. Pasien/klien harus dihubungkan atau dirujuk ke layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.
Prinsip Pelaksanaan VCT (Depkes, 2008)

– 1. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV


– 2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas
– 3. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif
– 4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
Model Layanan VCT

1) Mobile VCT (Penjangkauan 2) Statis VCT (Klinik VCT Tetap)


dan keliling)
– Layanan konseling dan testing HIV AIDS sukarela – Pusat konseling dan testing HIV AIDS sukarela
model penjangkauan dan keliling (mobile VCT) terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana
dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan lainnya, artinya bertempat dan
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran menjadi bagian dari layanan kesehatan yang
kelompok masyarakat yang memiliki perilaku telah ada. Sarana kesehatan dan sarana
beresiko atau beresiko tertular HIV AIDS di kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan
wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan memenuhi kebutuhan masyarakat akan
survey atau penelitian atas kelompok konseling dan testing HIV AIDS, layanan
masyarakat di wilayah tersebut dan survey pencegahan, perawatan, dukungan dan
tentang layanan kesehatan dan layanan pengobatan terkait dengan HIV AIDS (Depkes,
dukungan lainnya di daerah setetmpat(Depkes, 2008).
2008).
Tahap – Tahap VCT

1. Sebelum deteksi HIV (Pre-Konseling)


– Disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini yaitu aplikasi
perilaku klien beresiko tinggi dan apakah klien mengetahui AIDS dengan benar.
2. Deteksi HIV (Sesuai keinginan klien & setelah klien memberikan lembar
persetujuan / informed consent)
– Tes HIV adalah sebagai tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif
terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sample darahnya.
3. Koseling Pasca Tes : Konseling setelah deteksi HIV
– Yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun
negatif, konseling post test sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV (+) agar
dapat mengetahui cara menghindari penularan pada orang lain, serta untuk bisa mengatasinya
dan menjalani hidup secara positif.
Click icon to add picture
Masyarakat umum menghubungi call center rumah sakit B untuk
menanyakan perbedaan dari Mobile VCT dan statis VCT, maka
penjelasan yang paling tepat adalah.....
A. Mobile VCT adalah penjangkauan dan keliling kalau statis . VCT
adalah klinik VCT tetap
B. Mobile VCT dilakukan oleh LSM
C. Statis VCT terintegrasi dengan sarana kesehatan
D. Mobile VCT diawali dengan survey

LATIHAN SOAL
TM 8

– ASKEP PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN ARV


– TERAPI ANTIRETROVIRAL
– PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN TERAPI ARV DAN DALAM
MENINGKATKAN ADHERENCE (menilai pengertian perawat
– KEPATUHAN MINUM OBAT ARV (kiat)
AZT

3TC

d4T

ddi

Loponavir/Ritonavir (LPV/r)
MK

– MK akan muncul dari respon pasien terhadap ARV yang sedang dikonsumsi
– Setiap obat memiliki efek samping masing-masing, sehingga perlu mengetahui
efek sampingnya agar bisa memperkirakan intervensi keperawatan apa yang
dapat diberikan
– Misal: Zidovudine menyebabkan Anemia, bisa diangkat MK: Keletihan
ARV LINI PERTAMA

– 2NRTI + 1 NNRTI
ARV LINI KEDUA

– 2 NRTI + 1 PI
ART Untuk Pencegahan Pasca
Pajanan (PPP)
– PPP sebaiknya ditawarkan pada kedua kelompok pajanan tersebut dan
diberikan sesegera mungkin dalam waktu 72 jam setelah paparan.
– Penilaian kebutuhan PPP harus berdasarkan status HIV sumber paparan jika
memungkinkan, dan pertimbangan prevalensi dan epidemiologi HIV di
tempat tersebut.
– PPP tidak diberikan jika orang yang berisiko terpapar sebenarnya HIV
positif atau sumber paparannya HIV negatif.
– Lamanya pemberian PPP HIV adalah 28-30 hari.
PERAN PERAWAT

– Mengkaji kesiapan pasien dalam manajemen pengobatan: sebelum pemberian ART, pasien
perlu diberikan konseling.
– Menilai pengertian pasien terhadap ART: Pasien harus memahami bahwa ARV tidak
menyembuhkan dan perlu dikonsumsi seumur hidup. Selama pengobatan ARV, virus masih
dapat ditularkan atau didapat sehingga perlu diterapkan safe sex dan safe injection
– Mendidik pasien mengenai ART dilakukan saat pasien sudah memulai terapi ART, harus
dijelaskan mengenai efek samping yang dapat terjadi dalam beberapa minggu pertama
setelah inisiasi hingga toksisitas pada pemakaian lama
– Monitoring: dilakukan oleh pihak yang berwenang (perawat, konselor, dan dokter) atau
pihak yang berhubungan dengan ODHA lainnya. Monitoring tidak hanya dilakukan untuk
kondisi fisik, namun juga psikologis
KIAT UNTUK PATUH MINUM
OBAT
Beberapa kiat penting untuk mengingat minum obat yaitu:
– meminum obat pada waktu yang sama setiap hari,
– harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada,
misalnya di kantor, di rumah, dan tempat lain,
– membawa obat kemanapun pergi (di kantong, tas, dan lain-lain asal tidak
memerlukan lemari es),
– menggunakan peralatan (jam, HP yang berisi alarm yang bisa diatur agar
berbunyi setiap waktunya minum obat) untuk mengingatkan waktu saatnya
minum obat (Conn & Ruppar, 2017; Martin & Upvall, 2016).
TM 10

– ASKEP IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS


– ASKEP ANAK DAN REMAJA DENGAN HIV/AIDS
– NUTRISI PADA PASIEN HIV/AIDS
PENULARAN HIV dari IBU ke
ANAK
– Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal
atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi
maternal saat melahirkan. Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko
penularan, sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan operasi sectio caesaria
– Status gizi selama hamil. Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan
mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi
yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
– Penyakit infeksi selama hamil seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus
dan risiko penularan HIV ke bayi.
Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak

– Mengingat antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan,
maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi
HIV karena tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibodi terhadap virus
HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah PCR untuk DNA HIV.
– Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi
lain seperti pada orang dewasa.
SYARAT DIET PASIEN HIV/AIDS

1) kebutuhan zat gizi dihitung dengan kebutuhan individu, ditambah 10-25%


2) mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna berasal dari protein hewani dan nabati
seperti daging, telur, ayam, ikan, kacang-kacangan dan produk olahannya,
3) banyak makan sayuran dan buah-buahan secara teratur, terutama syuran dan buah-buahan berwarna
yang kaya vitamin A (Beta karoten), zat besi,
4) menghindari makanan yang diawetkan dan makanan beragi (tape, brem),
5) makanan bersih bebas pestisida dan zat kimia,
6) bila pasien mendapatkan terapi ARV, pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal minum obat dimana
ada obat yang diberikan saat lambung kosong, pada saat lambung harus penuh, atau diberikan bersama-sama
dengan makanan,
7) menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (mencegah mual),
8) menghindari rokok, kafein, dan (Duggal et al., 2002; Friis et al., 2017; WHO, 2002).
TM 11

– PENATALAKSANAAN HIV
– NUTRISI PADA HIV
TM 14

– PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER KLIEN DENGAN HIV/AIDS


– PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER KLIEN DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA
Perbedaan 3 Macam Pencegahan

– Pencegahan Primer: dilakukan pada seseorang dengan fakto resiko


– Pencegahan Sekunder: dilakukan pada yang baru saja terkena
– Pencegahan Tersier: proses adaptasi kembali

Anda mungkin juga menyukai