Anda di halaman 1dari 17

PERBEDAAN BUDAYA DAN IKLIM ORGANISASI

Di susun untuk melengkapi tugas mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Fasilitator : Nurul Hikmatul Qowi,S.Kep.,Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4
1. Puji Hartatik (1702012362)
2. Putri Sabrina (1702012363)
3. Qurrotul Aini (1702012364)
4. Rini Dwi Astutik (1702012365)
5. Riska Juli Hartanti (1702012366)
6. Roro Ayu P. S. (1702012367)
7. Restika Eka P. (1702012368)
8. Reza Bela Syindi (1002012369)
9. Sabilatul Abidah (1702012370)
10. Silvy Dwi Anggraeni (1702012371)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul
Konsep Sistem Pengorganisasian Asuhan Keperawatan dengan Metode Primer
dengan tepat waktu tanpa halangan apapun.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Management Keperawatan.Dengan dituliskannya makalah ini diharapkan
mahasiswa maupun tenaga kesehatan dapat memahami Makalah Konsep Sistem
Pengorganisasian Asuhan Keperawatan dengan Metode Primer. Makalah ini tidak
akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Nurul Hikmatul Qowi., S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku Dosen Mata Kuliah
Management Keperawatan yang telah membimbing penulis.
2. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak, Ibu serta kelurga yang
telah mendukung, mendorong memberikan fasilitas kepada penulis sehingga
terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis
berharap semoga Makalahini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan pendidikan khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.
Lamongan, 01 November 2020

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi
melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan
manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan
keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen
kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna.
Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa
aktifitas dengan sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat
dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan
organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan
harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok
sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai.

Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan


termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim kesehatan
dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggung jawab dalam
penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan
keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan Yang menjadi bahasan dalam pelayaan keperawatan diruang
rawat meliputi: struktur organisai ruang rawat, pengelompokkan kegiatan
(metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan kelompok
kerja; yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang struktur
organisasi dalam pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan.

3
2

1.2 Tujuan
1. Apa pengertian dari budaya organisasi?

2. Apa pengertian dari iklim organisasi?

1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian budaya organisasi.
2. Untuk mengetahui pengertian iklim organisasi.
3.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Budaya Organisasi


Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti
mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian
dalam bahasa Inggris menjadi culture. Menurut Kotter dan Haskett (1922:3),
perhatian masyarakat akademik terhadap budaya berasal dari studi
antropologi sosial yang pada akhir abad ke-19 melakukan studi terhadap
masyarakat “primitif”, seperti Eskimo, Afrika dan penduduk asli Amerika.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa cara hidup anggota-anggota
masyarakat ini tidak hanya berbeda cara hidup masyarakat maju di Eropa
danAmerika Utara tetapi juga berbeda di antara masing-masing masyarakat
primitif tersebut.
Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa
“budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan
terlaksana dengan baik”. Oleh karena itu, budaya diajarkan (diwariskan)
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami,
memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut.
Budaya organisasi mengacu pada norma prilaku, asumsi, dan
keyakinan dari suatu organisasi, sementara dalam iklim organisasi mengacu
pada persepsi orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan norma-
norma, asumsi-asumsi dan keyakinan (Owens, 1991). Sedangkan Sonhadji
dalam Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah proses
sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai dan
keyakinan terhadap organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan
keyakinan terhadap organisasi. Sementara Soetopo (2010) mengatakan
bahwa budaya organisasi berkenaan dengan keyakinan, asumsi, nilai,

9
10

norma-norma prilaku, ideology, sikap, kebiasaan dan harapan-harapan yang


dimiliki oleh organisasi (dalam hal ini termasuk organisasi universitas
swasta).
Gibson, Ivanichevich & Donelly dalam Soetopo (2010) berpendapat
bahwa budaya organisasi adalah “kepribadian organisasi yang
mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi”. Budaya
mengandung pola eksplisit dan implisit dari dan untuk prilaku yang
dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok manusia secara berbeda
termasuk benda-benda ciptaan manusia.
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang
dianut dan dijalankan oleh organisasi terkait dengan lingkungan tempat
organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. (Simamora, 2012).
Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum
dapat ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna
bersama, nilai, sikap dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari
suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari
seluruh individu anggota organisasi mulai dari manajemen puncak hingga
manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas manajemen
yang dapat melepaskan diri dari budaya.
Komponen-Komponen budaya organisasi Robbins dalam Soetopo
(2010) mengemukakan tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu:
a. Otonomi individu yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab dan
kesempatan individu untuk berinisiatif dalam organisasi
b. Struktur yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk
mengontrol prilaku pegawai
c. Dukungan yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada pegawai
d. Identitas yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organisasinya secara
keseluruhan, terutama informasi kelompok kerja dan keahlian
profesionalnya
e. Hadiah performansi yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada
criteria performansi pegawai
11

f. Toleransi konflik yaitu kadar konflik dalam hubungan antar sejawat dan
kemauan untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan
g. Toleransi resiko yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif,
inovatif dan berani menanggung resiko.
Fungsi budaya organisasi Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi
budaya organisasi bergayut dengan fungsi eksternal dan fungsi internal.
Fungsi eksternal budaya organisasi adalah melakukan adaptasi terhadap
lingkungan diluar organisasi, sementara fungsi internal berkaitan dengan
integrasi berbagai sumber daya yang ada didalamnya termasuk sumber daya
manusia. Jadi secara eksternal budaya organisasi akan selalu beradaptasi
dengan budaya-budaya yang ada diluar organisasi, begitu seterusnya
sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada penyesuaian-penyesuaian.
Lebih lanjut Soetopo menjelaskan bahwa makin kuat budaya organisasi,
makin tidak mudah organisasi itu akan terpengaruh oleh budaya luar yang
berkembang di lingkungannya. Sementara kekentalan fungsi internal makin
dirasakan menguat jika didalam organisasi itu semakin berkembang norma-
norma, peraturan, treadisi, adat istiadat organisasi yang terus menerus
dipupuk oleh para anggotanya sehingga berangsur-angsur budaya itu akan
menajdi semakin kuat.
Karakteristik budaya organisasi O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo
(2010) mengemukakan tujuh karakteristik utama yang menjadi inti dari
suatu organisasi, yaitu :
1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong
untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan
menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada detail-detail.
3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil,
bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil.
4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam fungsi budaya
organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi.
12

5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan atas


dasar tim kerja daripada individu.
6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi
bersifat agresif dan kompeteitif.
7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas organisasi menekankan
pemeliharaan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik diatas bergerak pada suatu kontinuitas


dari rendah hingga ke tinggi. Menilai suatu organisasi dengan ketujuh
karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi
tersebut. Gambaran tersebut kemudian menjadi dasar  untuk perasaan saling
memahami yang dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi mereka,
bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama
tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap (Robbins,
2005;486).
Klasifikasi budaya organisasi dalam mempelajari budaya organisasi,
terdapat empat pendekatan menurut Robert dan Hunt dalam Soetopo (2010).
Keempat pendekatan itu antara lain : (1) beberapa sarjana memandangnya
sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam organisasi dan
kelompok kerja, (2) kelompok kedua tertarik dengan mitos, cerita, dan
bahasa sebagai manifestasi budaya, (3) memandang tata cara dan seremonial
sebagai manifestasi budaya, dan (4) mempelajari interaksi antar anggota 
dan symbol-simbol. Sedangkan Schein membaginya kedalam tiga dimensi
budaya yaitu : (1) artefak dan kreasi berupa teknologi, seni, pola prilaku
13

yang dapat dilihat dan didengar. Terlihat oleh mata tetapi sering tidak dapat
diartikan dan diuraikan, (2) nilai, dapat diuji dalam lingkungan fisik, dapat
diuji hanya oleh konsensus social. Tingkat yang lebih tinggi mengenai
kesadaran, (3) asumsi dasar, yaitu menegnai hubungan manusia-
lingkungan, hakikat dasar manusia, hakikat hubungan manusia.
Sedangkan Hellriegel dan Slocum dalam Soetopo (2010) mengajukan
kerangka klasifikasi budaya organisasi sebagai berikut :

Sumbu vertical mencerminkan orientasi pengawasan yang relative


normal, jarak dari mantap ke fleksibel. Sumbu horizontal mencerminkan
fokus relative terhadap perhatian, jarak dari fungsi internal ke fungsi
eksternal. Sudut-sudut dari empat persegi mewakili empat tipe murni dari
budaya organisasi yaitu birokratik, clan, entrepreneurial dan pasar.
a) Budaya Birokratik
Suatu organisasi dengan karyawan yang mempunyai formalisasi
nilai peraturan standar prosedur operasi dan koordinasi hierarkis.
Perhatian jangka panjang dalam birokrasi, efisiensi, dan stabilitas dapat
diperkirakan. Karyawannya mempunyai standar nilai yang tinggi
terhadap pelayanan pelanggan. Manajer memandang peran mereka
sebagai koordinator yang baik, organisator dan memperkuat standard
dan aturan tertulis.
b) Budaya Clan
14

Mempunyai atribusi tradisi, kesetiaan, komitmen pribadi,


sosialisasi ekstensif, tim kerja, manajemen diri dan pengaruh social.
Komitmen individual jangka panjang pada organisasi diganjar dengan
komitmen jangka panjang organisasi terhadap karyawan.
c) Budaya entrepreneurial
Menunjukkan tingkat pengambilan resiko yang tinggi, dinamis dan
kreatifitas. Ada komitmen terhadap eksperimentasi, inovasi. Budaya ini
tidak hanya cepat bereaksi terhadap perubahan lingkungan, tetapi
menciptakan perubahan.
d) Budaya Pasar
Nilai yang akan dicapai terukur, dan karyawan dituntut untuk
mencapai sasaran, terutama yang berbasis financial dan pasar.

2.2 Terbentuknya Budaya Organisasi

Beberapa unsur yang membentuk budaya organisasi antara lain:


1. Lingkungan organisasi; lingkungan demana organisasi itu beroperasi

akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh organisasi tersebut

untuk mencapai keberhasilan.

2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu

organisasi.

3. Panutan atau keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau

teladan individu lainnya karena keberhasilannya.

4. Upacara-upacara (rites and ritual); acara-acara rutin yang

diselenggarakan oleh organisasi dalam gambaran pola hubungan

dengan individu organisasi.

5. “Network”, jaringan komunikasi informal didalam organisasi yang

dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya organisasi.


15

2.3 Iklim Organisasi


Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the study
of perceptions that individual have of various aspect of the environment in
the organization”. Dengan demikian pengkajian iklim organisasi dapat
dilakukan dengan menggali data dari persepsi individu yang ada dalam
organisasi. Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim
organisasi adalah suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami
oleh anggotanya, mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan
dengan nilai-nilai karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner
(1998) menyarikan aspek-aspek definisi iklim organisasi sebagai berikut :
a) Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung
cirri karakteristik tertentu.
b) Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada
menilainya.
c) Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi.
d) Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo
(2010) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi
pandang yaitu (1) iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota
terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi dilihat dari hubungan antara
kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya.
Klasifikasi iklim organisasi berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Halpin (1971) yang menggunakan Organizational Climate
Description Quesionare (OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi
yaitu:
1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota
organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya
keterbukaan.
2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya
peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
16

3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi


dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja
keras serta kurangnya hubungan antar sesama anggota.
4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara
pimpinan dan anggota.
5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan
terhadap anggota.
6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan
prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat
tertutup terhadap para anggotanya.
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen
iklim organisasi berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
a. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf
atau bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap
pencapaian tujuan organisasi.
b. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa
pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan
pekerjaan mereka.
c. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena
terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.
d. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam
organisasi.
Sedangkan berdasarkan kategori perilaku pemimpin sebagai berikut :
1) Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku
pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social
dengan staf.
2) Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada
prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan
ketat, direktifdan menuntut hasil maskimal.
3) Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin
yang ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
17

4) Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku


pemimpin dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan
martabatnya (Owens, 1991; Halpin, 1971)

2.4 Dimensi Iklim Organisasi


Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui
lima dimensi, yaitu:
1. Responsibility (tanggung jawab)
2. Identity (identitas)
3. Warmth (kehangatan)
4. Support (dukungan)
5. Conflict(konflik)

2.5 Faktor-Faktor Iklim Organisasi


Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang

mempengaruhi iklim, yaitu :

1. Manajer/pimpinan

2. Prilaku karyawan

3. Prilaku kelompok kerja

4. Faktor eksternal organisasi


18

2.6 Keterkaitan antara Iklim Organisasi dengan Budaya Organisasi

1. Jika suatu organisasi memiliki ciri-ciri iklim yang sesuai dengan budaya
organisasi maka iklim yang terbentuk akan kondusif.

2. Pada umumnya, iklim organisasi bersifat teknis atau sementara,


sedangkan budaya organisasi lebih kekal dan strategis
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perencanaan dalam keperawatan merupakan upaya dalam


meningkatkan profesionalisme pelayanan keperawatan sehingga mutu
pelayanan keperawatan dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Dengan
melihat pentingnya fungsi perencanaan, dibutuhkan perencanaan yang baik
dan professional.
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang
dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari
perawat pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan
perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi,
sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan
prioritas.
Proses manajemen merupakan proses yang holistic, melibatkan
banyak sisi yang akan saling berinteraksi. Sebagai langkah awal dari proses
ini, langkah teknis yang dapat dipelajari adalah bagaimana keperawatan
mampu memetakan masalah dengan suatu metode analisis tertentu seperti
mengguanakan analisis SWOT dan TOWS.

3.2 Saran

Kami menyarankan kepada pembaca agar makalah ini dapat


dimengerti dan dipahami dengan baik, sehingga kita dapat mengetahui
tentang menyusun perencanaan manajemen keperawatan suatu unit ruang
rawat dan puskesmas. Agar dapat menjadi pedoman buat kita sebagai
perawat.

21
22

DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-


Ruzz Media.
Kuntoro, Arif. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Simamora, Roymond H. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta:
2012.
Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai