Anda di halaman 1dari 17

BUDAYA ORGANISASI

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN STRATEGI

D
I

S
U
S
U
N

OLEH :

KELOMPOK 7 :
1. SHERRY V. SAHETAPY
NIM. 1317134125
2. NISWAR
NIM. 1317134117

POLITEKNIK NEGERI AMBON


JURUSAN NIAGA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS TERAPAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Sang Pemilik Hidup, karena atas perkenaan dan
cintaNya sehingga penulis boleh menyelesaikan proses penulisan tugas akhir Mata Kuliah
Eksport Import ini. Tulisan yang dibuat dalam upaya untuk menyelesaikan proses
pembelajaran di semester Tujuh (7) khususnya pada Mata Kuliah Manajemen Strategi ini
dibuat oleh penulis dengan segala upaya dan usaha serta tenaga dan spirit yang dimiliki oleh
penulis. Oleh sebab itu, maka apabila dalam tulisan ini terdapat hal-hal yang mungkin saja
mengganjal, penulis mohon dimaafkan.
Terhadap seluruh kekurangan yang dimiliki dalam tulisan ini, maka penulis mengharapkan
feedback yang baik dari pembaca sehingga mampu memperkaya tulisan ini kedepannya.
Terutama, hal-hal yang bersifat konstruktif sangatlah dibutuhkan, sebab penulis sadar sungguh
bahwa Tiada Gading yang Tak Retak.
Melalui kesempatan inipun penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah menopang penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Terutama ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Dian Utami Sutiksno, S.E., M.Si. selaku Dosen
Pengasuh Mata Kuliah, semoga tulisan ini dapat diterima dan dinilai sesuai dengan prosedur
penilaian yang ditetapkan. Akhirnya atas perhatian dan seluruh bantuannya, penulis sampaikan
terima kasih.

Ambon, Oktober 2020


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara
satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan
anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau
karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau
dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama.
Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu.
Ada budaya organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat
menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau
menyesuaikan budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja. Memang banyak faktor
lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya
organisasi merupakan faktor yang utama.

I.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentefikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Budaya Organisasi ?
2. Bagaimana Tingkatan Budaya Organisasi ?
3. Bagaimana kharakteristik budaya organisasi ?
4. Bagaimana Budaya Organisasi dalam manajemen strategi ?
5. Bagaimana Strategi Untuk mendukung dan Mengubah Budaya ?
6. Bagaimana Menilai Strategi kesesuaian (strategi budaya) ?

I.3 Tujuan dan Manfaat


a. Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas manajemen strategi. Selain
itu makalah ini bertujuan untuk membandingkan antara baik dan buruknya suatu
organisasi. Membandingkan dalam arti tidak mengatakan suatu organisasi itu baik
atau tidak baik, tapi dijadikan sebagai pedoman bagi para pembaca jika ingin
membuat suatu organisasi dan menjawab rumusan masalah.
b. Manfaat makalah ini adalah memenuhi tugas manajemen strategi dan menjadi
pedoman bagi seseorang jika ingin bergabung dengan suatu organisasi atau bahkan
mendirikan sebuah organisasi yang baik dan dapat bertahan lama.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Konsep Budaya Organisasi
a) Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan di kembangkan oleh suatu
kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena
itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan
benar dalam hubungan dengan masalah tersebut
(Edgar Schein, 1997 : 12 dalam Wibowo).
Menurut Owen (1987), budaya dipandang sebagai nilai-nilai atau norma yang merujuk kepada
bentuk pernyataan tentang apa yang dapat dan apa yang tidak dapat dilakukan oleh anggota
organisasi; sebagai asumsi, yang merujuk kepada hal-hal apa saja yang dianggap benar atau
salah. Pengertiannya, bahwa aturan yang menyatakan suatu sikap dan perilaku yang menuntun
dan mendorong anggota masyarakat untuk melakukan segala sesuatunya secara benar, serta
menghambat dan menghalangi orang untuk berbuat sesuatu yang salah perbuatan yang salah
akan mendapat hukuman secara moral menurut nilai-nilai atau norma yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan adanya rujukan yang menyatakan kebenaran dan kesalahan, tindakan
anggota masyarakat akan selalu dituntun rambu-rambu nilai dan norma tersebut.

Dari pendapat para pakar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan pola
kegiatan manusia yang secara sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai
proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan
lingkungannya.

b) Pengertian Organisasi
Organisasi bisa didefinisikan sebagai kelompok orang yang bekerja sama dengan
terkoordinasi, dengan cara yang terstruktur, untuk mencapai tujuan tertentu. (Sunarto dan
Herawati, 2002).
Mirrian S. Arief (1985), menyatakan bahwa organisasi dapat diartikan bermacam-macam
tergantung dari arah mana kita memandangnya. Kalau dari segi wujudnya maka organisasi
adalah kerja sama orang-orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang diingini.
Dalam segi wujudnya ini organisasi bersifat dinamis. Contoh: Seorang bapak mengajak
anaknya mengangkat sebuah meja ke pinggir jalan untuk tempat berjualan. Dari contoh ini
dapat dilihat adanya suatu organisasi. Walaupun bentuk organisasi ini masih sederhana, tetapi
terlihat adanya ciri-ciri organisasi, yang sekurang-kurangnya harus ada untuk setiap organisasi
manapun juga. Ciri-ciri tersebut adalah:
1. Ada orang-orang, dalam arti lebih dari satu orang (bapak dan anak).
2. Ada kerja sama (mengangkat sebuah meja).
3. Ada tujuan (untuk berjualan)
Bilamana organisasi telah kompleks, maka diperlukan suatu pengaturan yang rapi terhadap
orang-orang yang bekerja sama dalam suatu wadah tertentu. Dalam hal ini organisasi dapat
dipandang sebagai suatu wadah atau tempat orang bekerja sama melakukan kegiatan-kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

c) Pengertian Budaya Organisasi


Pada umumnya budaya berada di bawah ambang sadar, karena budaya itu melibatkan tentang
bagaimana seseorang melihat, berpikir, bertindak, dan merasakan serta bereaksi (Kreitner and
Kinicki, 1992). Teori ini menyatakan, budaya organisasi merupakan pola dasar asumsi untuk
menciptakan, menemukan, atau pengembangan kelompok dengan belajar untuk mengadaptasi
dari luar serta mengintegrasikannya ke dalam organisasi, apa yang akan dikerjakan secara baik
serta konsisten dan valid, dan juga sebagai acuan bagi karyawan baru untuk mengoreksi
sebagai penerimaan, pikiran, dan perasaannya di dalam hubungannya dengan semua
permasalahan secara rinci dan detail.
Jennifer dan Gareth (1996) menyatakan, konsep dari suatu budaya organisasi adalah
informalisasi dari satuan nilai dan norma sebagai alat kontrol bagi langkah-langkah karyawan
dan kelompoknya di dalam organisasi untuk berinteraksi secara agresif, cepat, dan mudah
dengan yang lainnya, serta dengan orang di luar organisasi sebagai pelanggan atau pemasok.
Robbins (1996: 510) menyatakan : … organizational culture refers to a system of shared
meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations. This
system of shared meaning is, on closer analysis, a set of key characteristich that the
organization value. Lebih lanjut Robbins yang diterjemahkan oleh Jusuf Udaya (1994: 479)
mengemukakan bahwa: “Budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang disebarluaskan
dalam organisasi yang dijadikan filosofi kerja karyawan yang menjadi panduan bagi
kebijakanorganisasi dalam mengelola karyawan dan konsumen”.
Robbin (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat
anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma
standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh
anggotanya.

Budaya Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan
organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa
sebuah sistem mak na bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda
dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari
nilai-nilai organisasi.
Dalam hal ini Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
1. Innovation and risk taking (Inovasi dan keberanian mengambil resiko). Sejauh mana
karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail (Perhatian terhadap detail). Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal kecil.
3. Outcome orientation (Berorientasi pada hasil). Sejauh mana manajemen berfokus lebih
pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. People orientation (Berorientasi kepada manusia). Sejauh mana keputusan-keputusan
manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam
organisasi.
5. Team orientation (Berorientasi pada tim). Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja
diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
6. Aggresiveness (Agresivitas). Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai.
7. Stability (Stabilitas). Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahan-kannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi
adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan demikian, budaya
organisasi dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip operasional
organisasi.

Menurut Robbin (1991:572), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi memiliki
kepribadian yang menunjukkan ciri suasana psikologis organisasi, yang memiliki arti penting
bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi. Suasana
psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah
berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara
para anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana para
anggota harus berperilaku. Dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan Peterson (1994), bahwa
budaya organisasi itu mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada
akhirnya Creemers dan Reynold (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota di dalam
organisasi.
Oleh karena itu, budaya organisasi itu berwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi-
asumsi, keyakinan, serta sikap dan norma bersama anggota organisasi tersebut dalam
memandang berbagai realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan internal maupun
eksternal organisasi.
Senada dengan itu, Owens (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “… the body
of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a group and that
is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about and feel in
relation to those problem …”.
Budaya organisasi didefinisikan sebagai pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang
diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan
memecahkan masalah yang dihadapi tersebut.
Dengan demikian budaya atau kultur organisasi dapat didefinisikan sebagai kualitas kehidupan
(the quality of life) dalam sebuah organisasi, termanifestasikan dalam aturan-aturan atau
norma, tatakerja, kebiasaan kerja (work habits), gaya kepemimpinan (operating styles of
principals) seorang atasan maupun bawahan (Hodge & Anthony, 1988). Kualitas kehidupan
organisasi, baik yang terwujud dalam kebiasaan kerja maupun kepemimpinan dan hubungan
tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut
organisasi. Karena itu, budaya organisasi banyak didefinisikan juga sebagai spirit dan
keyakinan sebuah organisasi yang mendasari lahirnya aturan-aturan, norma-narma dan nilai-
nilai yang mengatur bagaimana seseorang harus bekerja, struktur yang mengatur bagaimana
seorang anggota organisasi berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain,
sistem dan prosedur kerja yang mengatur bagaimana kebiasaan kerja seharusnya dimiliki
seorang pemimpin maupun anggota organisasi (Torrington & Weightman, dalam Preedy,
1993).
Berdasarkan pengertian budaya atau kultur organisasi di atas, sebenarnya konsep budaya atau
kultur dapat dipahami dari dua sisi, yaitu (1) memahami ditinjau dari sudut sumbernya, (2)
dan memahami dari sisi manifestasi atau tampilannya. Budaya atau kultur bersumber dari spirit
dan nilai-nilai kualitas kehidupan. Beberapa spirit dan nilai-nilai yang patut dianut sebuah
organisasi, sebagaimana disarankan oleh Torrington & Weightman, dalam Preedy (1993)
diantaranya adalah spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan
nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit
dan nilai-nilai semangat hidup, spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta
persatuan dan kesatuan. Sedangkan budaya atau kultur dipahami dari sisi manifestasi atau
tampilannya yaitu dengan cara merasakan atau mengamati manifestasi atau tampilan yang
tercermin dalam aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mengatur bagaimana pemimpin
dan anggota organisasi seharusnya bekerja, struktur organisasi yang mengatur bagaimana
seorang anggota organisasi seharusnya berhubungan secara formal maupun informal dengan
orang lain, sistem dan prosedur kerja seharusnya diikuti, dan kebiasaan kerja dimiliki seorang
pemimpin maupun anggota organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, budaya atau kultur organisasi mengikat anggota
menjadi suatu kesatuan yang utuh dan senantiasa diajarkan/disampaikan kepada setiap anggota
baru organisasi atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai-
nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota
organisasi atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi perilaku dan pemecahan
masalah yang dihadapi (Hodge & Anthony, 1988) dan merupakan proses sosialisasi anggota
organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi (Sonhadji,
1991) berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi. Ada seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi. Riset yang paling baru mengemukakan tujuh
karakteristik primer berikut yang menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi. Tujuh
karakteristik budaya organisasi tersebut, yaitu: (1) inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana
para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, (2) perhatian ke rincian, sejauh
mana para karyawan diharapkan mem-perlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian
kepada rincian, (3) orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu, (4) orientasi orang,
sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu, (5) orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-
tim, bukannya individu-individu, (6) keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif dan bukannya santai-santai, dan (7) kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan (Robbin, 2003).
Sehubungan dengan itu, Harris (1998) mengemukakan ciri-ciri budaya dalam organisasi yang
disebut sebagai dimensi dari organisasi. Ciri-ciri tersebut, yaitu: “…..(1) tujuan dan misi, (2)
sikap, keyakinan, prinsip-prinsip, dan philosophi, (3) perioritas, nilai, etika, status, dan system
hadiah, (4) norma dan peraturan, (5) desain struktur organisasi, dan teknologi, (6) kebijakan,
prosedur, dan proses-proses, (7) system komunikasi, bahasa, dan terminologi, (8) pengawasan,
pelaporan, dan praktik personal, (9) membuat keputusan, memecahkan masalah, dan resolusi
konflik, (10) kompensasi, pengakuan, dan promosi, (11) ruang dan lingkungan kerja, dan (12)
kepemimpinan”.
DeRoche (1987) mengemukakan empat ciri budaya organisasi yang efektif sebagai berikut: (1)
struktur dan perintah, (2) dukungan bagi interaksi social, (3) dukungan bagi kegiatan-kegiatan
intelektual atau belajar, dan (4) komitmen yang kuat terhadap visi dan misi organisasi.
Sedangkan hasil penelitian Soetopo (2001) ada dua belas karakteristik budaya organisasi, yaitu:
nilai-nilai keteladanan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, tata aturan/norma,
dukungan, identitas, hadiah, performansi, toleransi konflik, toleransi resiko, dan upacara
simbolik.
Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangiable)
dan dimensi yang tampak (tangiable). Dimensi yang tidak tampak yaitu meliputi: spirit/nilai-
nilai, keyakinan, dan idiologi yang dimanifestasikan dalam dimensi yang tampak, meliputi:
kalimat, baik tertulis maupun lisan yang digunakan, perilaku yang ditampilkan, bangunan,
fasilitas, serta benda yang digunakan di sekolah (Calldwell dan Spinks, 1993).
Sedangkan Sergiovanni (1987:128) mengutip pendapat Lundberg menyebutkan bahwa budaya
organisasi muncul dalam empat tingkatan, yaitu (1) artifacts, (2) perspectives, (3) values, dan
(4) assumption. Pada tingkatan artifacts, budaya organisasi terwujud dalam cerita/kisah, mitos,
ritual, seremoni, serta produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi nilai-nilai.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan perspectives adalah peraturan-peraturan dan norma
yang dijadikan acuan dalam menyelesaikan problema yang dihadapi oleh organisasi dan
menjadi pedoman bersikap dan berperilaku anggota.
Budaya organisasi menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi
budaya organisasi, yaitu: (1) berperan menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2) membawa suatu rasa identitas
bagi anggota-anggota organisasi, (3) mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang, dan (4) meningkatkan kemantapan
sistem sosial organisasi (Robbin, 2003). Senada pendapat tersebut di atas, Greemers &
Reynold (1993) mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah (1) memberikan rasa
identitas kepada anggota organisasi, (2) memunculkan komitmen terhadap visi dan misi
organisasi, (3) membimbing dan membentuk standart perilaku anggota organisasi, dan (4)
meningkatkan stabilitas sistem sosial.
Khususnya fungsi keempat, baik yang dikemukakan oleh Robbin maupun Greemers &
Reynold tersebut di atas, budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi berfungsi
sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku anggota-anggota organisasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap anggota organisasi
merupakan bagian dari organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap
organisasinya akan menyatu dan melebur dengan komponen lainnya. Semakin kuat ikatan
psikologis dan emosional antara anggota organisasi, maka semakin kuat komitmen, rasa
identitas, memegang standar perilaku dan mantapnya stabilitas sistem sosial organisasi.

II. 2. TINGKATAN BUDAYA ORGANISASI


Ada beberapa tingkatan budaya organisasi. Menurut Daft (2002), terdapat tiga tingkatan
budaya organisasi, yaitu:
Artifak (artifact)
Artifak (artifact), adalah budaya organisasi tingkat pertama, yaitu hal-hal yang dilihat, didengar
dan dirasa ketika seseorang berhubungan dengan suatu kelompok baru. Artifak bersifat kasat
mata (visible), misalnya lingkungan fisik organisasi, cara berprilaku, cara berpakaian, dan lain-
lain. Karena antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifaknya berbeda-beda,
maka anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian terhadap
budaya organisasi tersebut.
Nilai (espoused values)
Nilai (espoused values), merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk
mendukung caranya melakukan seseuatu. Ini adalah budaya organisasi tingkat kedua yang
mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Pada tingkat ini, baik
organisasi maupun anggota organisasi memerlukan tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari
pemimpin organisasi untuk bersikap dan bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami espoused
values ini, seringkali dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau
menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.
Asumsi dasar (basic assumption)
Asumsi dasar (basic assumption), merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Asumsi
ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari nilai- nilai yang didukung karena
merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi seperti
kepercayaan, persepsi ataupun perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya
organisasi tingkat ketiga ini menetapkan cara yang tepat untuk melakukan seseuatu dalam
sebuah organisasi, yang seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan.

II. 3. KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI


Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan
diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2) Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3) Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada
hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4) Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan
manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada
di dalam organisasi.
5) Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi
pada tim ketimbang individu-individu.
6) Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai.
7) Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke
dalam empat tipe dasar:
1) Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada
kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi
masalah dan preskriptif.
2) Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap
pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan
informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
3) Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi
diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan
kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe
budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
4) Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang
individu mampu memperoleh inspirasi.

Ii.4. Budaya Organisasi Dalam Manajemen Strategi


Organisasi perusahaan yang dirancang untuk mengimplementasikan suatu strategi
sesungguhnya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan format struktur organisasi yang
digambarkan dalam sebuah bagan. Diluar bagan tersebut, sesungguhnya ada hal lain yang
sangat perlu mendapat perhatian manajemen dalam proses implementasi, yaitu budaya
perusahaan. Budaya perusahaan mirip dengan kepribadian seseorang. Budaya perusahaan
merupakan norma atau nilai yang dianut bersama (shared value) yang menjadi dasar bertindak
seorang individu dalam organisasi. Budaya perusahaan inilah yang dapat menyebabkan
mengapa suatu strategi dapat diimplementasikan pada suatu perusahaan, sedangkan pada
perusahaan yang lain strategi itu gagal diimplementasikan kendati kedua perusahaan tersebut
menghadapi kondisi yang relatif sama. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti
yang dianut perusahaan dan merasa sangat terikatkepadanya, maka akan semakin kuat budaya
tersebut.
Karena budaya perusahaan mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku seluruh pegawai,
maka budaya perusahaan juga berpengaruh besar dalam mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam mengubah arah strateginya. Perubahan dalam misi, sasaran, strategi atau
kebijakan suatu perusahaan, kemungkinan akan gagal jika dalam perusahaan tersebut ada pihak
yang melakukan oposisi secara kuat terhadap budaya yang dianut. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa jika implementasi suatu strategi akan mengakibatkan suatu perubahan, dan
langkah-langkah untuk melakukan perubahan tersebut dalam praktiknya yang tidak sesuai
dengan budaya perusahaan tersebut, maka ada kemungkinan akan timbul penolakan atau
hambatan-hambatan. Sedangkan jika langkah-langkah yang diambil sesuai dengan budaya
perusahaan tersebut, maka proses implementasi strategi akan lebih mudah dilakukan.
II.5. Strategi Untuk Mendukung Dan Mengubah Budaya
Strategi untuk mendukung dan mengubah budaya dapat dilakukan melalui :
1. Analisis budaya dan pendukung serta penguatan budaya
Mekanisme utama yang paling kuat menumbuhkan dan memperkuat budaya adalah :
 Apa yang mendapat perhatian dari pemimpin untuk diukur dan dikontrol
 Reaksi pimpinan terhadap peristiwa dan krisis yang penting
 Model peran, pengajaran dan bimbingan yang dilaksanakan dengan sengaja
oleh pemimpin
 Kriteria untuk mengalokasi imbalan dan status.
Perubahan budaya :
Idealnya, program perubahan budaya dimulai dengan analisis dari budaya yang
telah ada. Budaya yang diinginkan kemudian ditetapkan, membawa pengenalan
suatu ‘’kesenjangan sosial’’.
2. Perangkat untuk berubah
Memikirkan perangkat apa yang dapat membuat perubahan, dan bagaimana hal tersebut
dapat digunakan. Perangkat ini dapat digunakan, selama sesuai dengan :
 Kinerja : skema pembayaran terkait dengan kinerja atau terkait dengankinerja
atau terkait dengan kecakapan, proses manajemen kinerja, pembagian hasil,
pelatihan kepemimpinan.
 Komitmen : komunikasi, partisipasi dan program keterlibatan, mengembangkan
iklim kerja sama dan tanggung jawab, memperjelas kontrak psikologis.
 Kualitas : program kualitas total
 Pelayanan pelanggaran : program kepedulian kepada pelanggan.
 Kerjasama tim : pembangunan tim, manajemen kinerja tim, imbalan tim.
 Pembelajaran organisasi : mengambil langkah untuk meningkatkan modal
intelektual dan kapabilitas berbasis sumber daya milik organisasi dengan
mengembagkan organisasi pembelajaran.
 Nilai : mendapatkan pemahaman, penerimaan dan komitmen melalui
keterbatasan dalam mendefenisikan nilai, proses manajemen kinerja dan
invervensi pengembangan karyawan.

II.6. Menilai Strategi Kesesuaian (Strategi-Budaya)


Mengingat budaya perusahaan mempunyai pengaru besar terhadap suksesnya implementasi
strategi, maka pihak manajemen harus melakukan analisis untuk menilai kesesuaian antara
rumusan strategi dengan budaya perusahaan. Untuk itu pihak manajemen dapat
mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut :
 Apakah strategi yang dirumuskan sesuai dengan budaya perusahaan saat ini?
Jika jawabannya adalah ‘’ya’’, mulailah dengan segera. Gabungkanlah perubahan-
perubahan organisasional dengan budaya perusahaan dengan mengidentifikasi
bagaimana strategi baru tersebut akan mencapai misi yang telah ditetapkan dengan
lebih baik daripada strategi yang sebelumnya dijalankan.
 Jika strategi baru tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini, dapatkah budaya
tersebut dimodifikasi dengan mudah sehingga lebih cocok dengan strategi yang baru?
Jika jawabannya adalah ‘’ya’’, jalankan strategi baru tersebut dengan hati-hati dengan
memperkenalkan serangkaian kegiatan perubahan budaya, misalnya modifikasi kecil
terhadap struktur, kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM, mempekerjakan
manajer-manajer baru yang lebih cocok dengan strategi baru.
 Jika budaya perusahaan tidak dapat berubah dengan mudah dalam menyesuaikan
dengan strategi baru, apakah pihak perusahaan bersedia dan mampu membuat
perubahan organisasional yang besar dan menerima kemungkinan penundaan dalam
mengimplementasi strategi baru dan menerima kemungkinan meningkatnya biaya?
Jika jawabannya adalah ‘’ya’’, pihak manajemen harus mampu mengubah budaya saat
ini dengan menetapkan sebuah unit struktural baru untuk mengimplementasikan
strategi baru.
 Jika pihak perusahaan tidak bersedia membuat perubahan organisasional yang besar
yag menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola budaya perusahaan, apakah
seluruh SDM dalam perusahaan tersebut masih mempunyai komitmen untuk
mengimplementasikan strategi tersebut?
 Jika jawabannya adalah ‘’ya’’, carilah partner kerja dalam usaha patungan atau
mengkontrakkan strategi tersebut untuk mengimplementasikannya. Jika jawabannya
adalah ‘’tidak’’, rumuskanlah strategi lainnya.

Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman
bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan
di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289)
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan
merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti diatas.
Substansi atau akar budaya organisasi adalah karakteristik inti yang mengindikasikan ciri-ciri,
sifat-sifat, unsur-unsur, atau elemen-elemen yang melekat pada budaya organisasi.Budaya
organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata
lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini
adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di
tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan
pengertian yang serupa.

III.2. Saran
Setelah mengetahui pentingnya budaya organisasi, penulis mencoba menyarankan agar setiap
organisasi dapat menciptakan budaya yang baik yang nantinya dapat meningkatkan
peningkatan kinerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA

Torang Syamsir. 2014. Organisasi dan Manajemen. Bandung: Alfabeta, cv


Tika, Moh. Pabundu. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta:
PT Bumi Aksara
http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-budaya-organisasi-definisi.html
http://www.psychologymania.com/2013/01/indikator-budaya-organisasi.html

Anda mungkin juga menyukai