D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 7 :
1. SHERRY V. SAHETAPY
NIM. 1317134125
2. NISWAR
NIM. 1317134117
Dari pendapat para pakar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan pola
kegiatan manusia yang secara sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai
proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan
lingkungannya.
b) Pengertian Organisasi
Organisasi bisa didefinisikan sebagai kelompok orang yang bekerja sama dengan
terkoordinasi, dengan cara yang terstruktur, untuk mencapai tujuan tertentu. (Sunarto dan
Herawati, 2002).
Mirrian S. Arief (1985), menyatakan bahwa organisasi dapat diartikan bermacam-macam
tergantung dari arah mana kita memandangnya. Kalau dari segi wujudnya maka organisasi
adalah kerja sama orang-orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang diingini.
Dalam segi wujudnya ini organisasi bersifat dinamis. Contoh: Seorang bapak mengajak
anaknya mengangkat sebuah meja ke pinggir jalan untuk tempat berjualan. Dari contoh ini
dapat dilihat adanya suatu organisasi. Walaupun bentuk organisasi ini masih sederhana, tetapi
terlihat adanya ciri-ciri organisasi, yang sekurang-kurangnya harus ada untuk setiap organisasi
manapun juga. Ciri-ciri tersebut adalah:
1. Ada orang-orang, dalam arti lebih dari satu orang (bapak dan anak).
2. Ada kerja sama (mengangkat sebuah meja).
3. Ada tujuan (untuk berjualan)
Bilamana organisasi telah kompleks, maka diperlukan suatu pengaturan yang rapi terhadap
orang-orang yang bekerja sama dalam suatu wadah tertentu. Dalam hal ini organisasi dapat
dipandang sebagai suatu wadah atau tempat orang bekerja sama melakukan kegiatan-kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Budaya Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan
organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa
sebuah sistem mak na bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda
dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari
nilai-nilai organisasi.
Dalam hal ini Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
1. Innovation and risk taking (Inovasi dan keberanian mengambil resiko). Sejauh mana
karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail (Perhatian terhadap detail). Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal kecil.
3. Outcome orientation (Berorientasi pada hasil). Sejauh mana manajemen berfokus lebih
pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. People orientation (Berorientasi kepada manusia). Sejauh mana keputusan-keputusan
manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam
organisasi.
5. Team orientation (Berorientasi pada tim). Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja
diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
6. Aggresiveness (Agresivitas). Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif
ketimbang santai.
7. Stability (Stabilitas). Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahan-kannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi
adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan demikian, budaya
organisasi dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip operasional
organisasi.
Menurut Robbin (1991:572), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi memiliki
kepribadian yang menunjukkan ciri suasana psikologis organisasi, yang memiliki arti penting
bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi. Suasana
psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah
berkembang sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama diantara
para anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana para
anggota harus berperilaku. Dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan Peterson (1994), bahwa
budaya organisasi itu mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada
akhirnya Creemers dan Reynold (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota di dalam
organisasi.
Oleh karena itu, budaya organisasi itu berwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi-
asumsi, keyakinan, serta sikap dan norma bersama anggota organisasi tersebut dalam
memandang berbagai realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan internal maupun
eksternal organisasi.
Senada dengan itu, Owens (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “… the body
of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a group and that
is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about and feel in
relation to those problem …”.
Budaya organisasi didefinisikan sebagai pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang
diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan
memecahkan masalah yang dihadapi tersebut.
Dengan demikian budaya atau kultur organisasi dapat didefinisikan sebagai kualitas kehidupan
(the quality of life) dalam sebuah organisasi, termanifestasikan dalam aturan-aturan atau
norma, tatakerja, kebiasaan kerja (work habits), gaya kepemimpinan (operating styles of
principals) seorang atasan maupun bawahan (Hodge & Anthony, 1988). Kualitas kehidupan
organisasi, baik yang terwujud dalam kebiasaan kerja maupun kepemimpinan dan hubungan
tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut
organisasi. Karena itu, budaya organisasi banyak didefinisikan juga sebagai spirit dan
keyakinan sebuah organisasi yang mendasari lahirnya aturan-aturan, norma-narma dan nilai-
nilai yang mengatur bagaimana seseorang harus bekerja, struktur yang mengatur bagaimana
seorang anggota organisasi berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain,
sistem dan prosedur kerja yang mengatur bagaimana kebiasaan kerja seharusnya dimiliki
seorang pemimpin maupun anggota organisasi (Torrington & Weightman, dalam Preedy,
1993).
Berdasarkan pengertian budaya atau kultur organisasi di atas, sebenarnya konsep budaya atau
kultur dapat dipahami dari dua sisi, yaitu (1) memahami ditinjau dari sudut sumbernya, (2)
dan memahami dari sisi manifestasi atau tampilannya. Budaya atau kultur bersumber dari spirit
dan nilai-nilai kualitas kehidupan. Beberapa spirit dan nilai-nilai yang patut dianut sebuah
organisasi, sebagaimana disarankan oleh Torrington & Weightman, dalam Preedy (1993)
diantaranya adalah spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan
nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit
dan nilai-nilai semangat hidup, spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta
persatuan dan kesatuan. Sedangkan budaya atau kultur dipahami dari sisi manifestasi atau
tampilannya yaitu dengan cara merasakan atau mengamati manifestasi atau tampilan yang
tercermin dalam aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mengatur bagaimana pemimpin
dan anggota organisasi seharusnya bekerja, struktur organisasi yang mengatur bagaimana
seorang anggota organisasi seharusnya berhubungan secara formal maupun informal dengan
orang lain, sistem dan prosedur kerja seharusnya diikuti, dan kebiasaan kerja dimiliki seorang
pemimpin maupun anggota organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, budaya atau kultur organisasi mengikat anggota
menjadi suatu kesatuan yang utuh dan senantiasa diajarkan/disampaikan kepada setiap anggota
baru organisasi atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai-
nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota
organisasi atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi perilaku dan pemecahan
masalah yang dihadapi (Hodge & Anthony, 1988) dan merupakan proses sosialisasi anggota
organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi (Sonhadji,
1991) berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi. Ada seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi. Riset yang paling baru mengemukakan tujuh
karakteristik primer berikut yang menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi. Tujuh
karakteristik budaya organisasi tersebut, yaitu: (1) inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana
para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, (2) perhatian ke rincian, sejauh
mana para karyawan diharapkan mem-perlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian
kepada rincian, (3) orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu, (4) orientasi orang,
sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu, (5) orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-
tim, bukannya individu-individu, (6) keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif dan bukannya santai-santai, dan (7) kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan (Robbin, 2003).
Sehubungan dengan itu, Harris (1998) mengemukakan ciri-ciri budaya dalam organisasi yang
disebut sebagai dimensi dari organisasi. Ciri-ciri tersebut, yaitu: “…..(1) tujuan dan misi, (2)
sikap, keyakinan, prinsip-prinsip, dan philosophi, (3) perioritas, nilai, etika, status, dan system
hadiah, (4) norma dan peraturan, (5) desain struktur organisasi, dan teknologi, (6) kebijakan,
prosedur, dan proses-proses, (7) system komunikasi, bahasa, dan terminologi, (8) pengawasan,
pelaporan, dan praktik personal, (9) membuat keputusan, memecahkan masalah, dan resolusi
konflik, (10) kompensasi, pengakuan, dan promosi, (11) ruang dan lingkungan kerja, dan (12)
kepemimpinan”.
DeRoche (1987) mengemukakan empat ciri budaya organisasi yang efektif sebagai berikut: (1)
struktur dan perintah, (2) dukungan bagi interaksi social, (3) dukungan bagi kegiatan-kegiatan
intelektual atau belajar, dan (4) komitmen yang kuat terhadap visi dan misi organisasi.
Sedangkan hasil penelitian Soetopo (2001) ada dua belas karakteristik budaya organisasi, yaitu:
nilai-nilai keteladanan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, tata aturan/norma,
dukungan, identitas, hadiah, performansi, toleransi konflik, toleransi resiko, dan upacara
simbolik.
Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangiable)
dan dimensi yang tampak (tangiable). Dimensi yang tidak tampak yaitu meliputi: spirit/nilai-
nilai, keyakinan, dan idiologi yang dimanifestasikan dalam dimensi yang tampak, meliputi:
kalimat, baik tertulis maupun lisan yang digunakan, perilaku yang ditampilkan, bangunan,
fasilitas, serta benda yang digunakan di sekolah (Calldwell dan Spinks, 1993).
Sedangkan Sergiovanni (1987:128) mengutip pendapat Lundberg menyebutkan bahwa budaya
organisasi muncul dalam empat tingkatan, yaitu (1) artifacts, (2) perspectives, (3) values, dan
(4) assumption. Pada tingkatan artifacts, budaya organisasi terwujud dalam cerita/kisah, mitos,
ritual, seremoni, serta produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi nilai-nilai.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan perspectives adalah peraturan-peraturan dan norma
yang dijadikan acuan dalam menyelesaikan problema yang dihadapi oleh organisasi dan
menjadi pedoman bersikap dan berperilaku anggota.
Budaya organisasi menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi
budaya organisasi, yaitu: (1) berperan menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2) membawa suatu rasa identitas
bagi anggota-anggota organisasi, (3) mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang, dan (4) meningkatkan kemantapan
sistem sosial organisasi (Robbin, 2003). Senada pendapat tersebut di atas, Greemers &
Reynold (1993) mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah (1) memberikan rasa
identitas kepada anggota organisasi, (2) memunculkan komitmen terhadap visi dan misi
organisasi, (3) membimbing dan membentuk standart perilaku anggota organisasi, dan (4)
meningkatkan stabilitas sistem sosial.
Khususnya fungsi keempat, baik yang dikemukakan oleh Robbin maupun Greemers &
Reynold tersebut di atas, budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi berfungsi
sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku anggota-anggota organisasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap anggota organisasi
merupakan bagian dari organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap
organisasinya akan menyatu dan melebur dengan komponen lainnya. Semakin kuat ikatan
psikologis dan emosional antara anggota organisasi, maka semakin kuat komitmen, rasa
identitas, memegang standar perilaku dan mantapnya stabilitas sistem sosial organisasi.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman
bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan
di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289)
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan
merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti diatas.
Substansi atau akar budaya organisasi adalah karakteristik inti yang mengindikasikan ciri-ciri,
sifat-sifat, unsur-unsur, atau elemen-elemen yang melekat pada budaya organisasi.Budaya
organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata
lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini
adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di
tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan
pengertian yang serupa.
III.2. Saran
Setelah mengetahui pentingnya budaya organisasi, penulis mencoba menyarankan agar setiap
organisasi dapat menciptakan budaya yang baik yang nantinya dapat meningkatkan
peningkatan kinerja karyawan.
DAFTAR PUSTAKA