Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KELOMPOK MANAJEMEN SDM

PROVIDING EQUAL EMPLOYMENT OPPORTUNITY

Dosen Pengampu:

Prof.Dr.Ria Mardiana,M.SI.

Disusun Oleh:

- Andi Nurainun (A021201142)


- Annida Dwi Muliani (A021201145)
- Elisabeth Loana (A021201135)
- Iqra Fatwa Alam (A021201134)
- Nur Azza Ashilah Sunardi (A021201148)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada ibu Prof. Dr. Ria
Mardiana,M.SI. Selaku Dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia 1 kelas B
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai PROVIDING EQUAL EMPLOYMENT OPPORTUNITY. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelum kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Makassar, 23 Agustus 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
Tujuan dan Manfaat................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
2.1 Regulasi dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia......................................................6
1. Undang-Undang Hak Sipil Tahun 1964, Judul VII (Civil Rights Act of 1964, Title VII).......................6
2. Equal Employment Opportunity Commission (EEOC)......................................................................7
2.2 Equal Employment Opportunity.....................................................................................................14
2.3 Kasus Pelanggaran EEO....................................................................................................................17
2.4 Peran Pemerintah Dalam Menyediakan EEO..................................................................................22
BAB III......................................................................................................................................................23
PENUTUP...............................................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi ekonomi dan bisnis telah membuka peluang bagi siapapun untuk
berpartisipasi dalam pasar kerja. Hal ini menunjukan bahwa dengan peningkatan jumlah
ekonomi dan bisnis menimbulkan jumlah tenaga kerja di Indonesia setiap tahunnya
jumlah pencari kerja meningkat. Meskipun pencari kerja jumlahnya terus meningkat
setiap tahunnya namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak yang mengalami
diskriminasi di dunia kerja, yang dipengaruhi oleh berbagai factor dan juga kendala.

Saat mulai penerimaan (recrutment) berupa pengumuman penerimaan kerja atau


lowongan kerja, parapekerja sudah mulai mendapatkan perlakuan diskriminasi. Ini
terlihat dari isi lowongan kerja tersebut yang memasang kriteria seperti mencari
tenagakerja yang belum menikah, siap tidak menikah selama dalam kontrak atau
padawaktu tertentu, penampilan menarik, dan sebagainya. Setelah diterima bekerja,
pekerja kembali rentan terhadap diskriminasi. Hal inilah yang masih menjadi
permasalahan bagi para pekerja dalam mendapatkan suatu pekerjaan.

Di balik semua masalah itu bnayak hal yang perlu diantisipasi, dipahami, dan
dipersiapkan untuk mengetahui kesempatan atau peluang kerja yang baik, demi bisa
mendapatkan pekerjaan dengan layak. Kita sebagai pencari kerja ataupun yang akan
menuju hal tersebut harus mampu mengetahui setiap langkah yang harus diambil dan
bagaimana kita menjadi tonggak awal agar permasalah ini dapat terselesaikan. Peluang
kerja yang sama telah menjadi permasalahan yang terus berlanjut, namun perlu kita
ketahui bahwa peluang kerja bisa kita dapatkan dengan adil apabila kita mampu
mengikuti kiteria yang ada, untuk itulah perlu cara dan langkah yang bak sehingga kita
bisa mnedapatkan peluang kera yang sama terutama di Indonesia.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu regulasi dan kebijakan manajemen sumber daya manusia serta cakupan aturan
Undanng-undangnya?
2. Apa yang dimaksud equal employment opportunity?
3. Apa saja contoh kasus pelanggaran EEO?
4. Apa saja peran pemerintah dalam menyediakan EEO?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Agar kita mampu mengetahui apa itu regulasi dan kebijakan manajemen sumber daya
manusia serta cakupan aturan Undanng-undangnya.
2. Agar kita mampu mengetahui apa itu equal employment opportunity.
3. Agar kita mampu mengetahui bentuk kejadian atau kasus pelanggaran EEO sebagai
bentuk antisipasi dan juga mengambil keputusan.
4. Agar kita mampu mengetahui bagaimana peran dari pemerintah dalam menyediakan
EEO bagi masyarakat.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Regulasi dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia

Bidang manajemen sumber daya manusia sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh
undang-undang ketenagakerjaan negara bagian dan federal. Peraturan dan undang-
undang mengatur semua aspek manajemen sumber daya manusia, termasuk bidang
rekrutmen, penempatan, pengembangan, dan kompensasi.

1. Undang-Undang Hak Sipil Tahun 1964, Judul VII (Civil Rights Act of 1964,
Title VII)

Judul VII dari Undang-Undang Hak Sipil 1964 adalah salah satu undang-undang
baru. Judul VII (diubah ke Undang-Undang Kesempatan Kerja Setara 1972) mengatakan
seorang manajer tidak dapat melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama,
jenis kelamin, atau asal Negara. Ini berarti manajer sumber daya manusia harus adil
dalam mempekerjakan karyawan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Undang-undang ini
menegaskan kembali dan memperketat larangan diskriminasi. Memungkinkan individu
untuk menuntut ganti rugi hukuman dalam kasus diskriminasi yang disengaja dan
mengalihkan beban pembuktian kepada pemimpin.

Judul VII membentuk Equal Employment Opportunity Commission (EEOC). Ini


terdiri dari lima anggota, yang ditunjuk oleh presiden dengan saran dan persetujuan dari
Senat. Setiap anggota menjabat selama 5 tahun. EEOC memiliki staf ribuan untuk
membantu dalam mengelola hukum Hak Sipil dalam pengaturan pekerjaan.

Pembentukan EEOC sangat meningkatkan kemampuan pemerintah federal untuk


menegakkan undang-undang kesempatan kerja yang sama. EEOC menerima dan
menyelidiki keluhan diskriminasi pekerjaan. Ketika menemukan penyebab yang masuk
akal, ia mencoba (melalui konsiliasi) untuk mencapai kesepakatan. Jika ini gagal, EEOC
memiliki kekuatan untuk pergi ke pengadilan. Di bawah Equal Employment Opportunity
Act of 1972, tuduhan diskriminasi dapat diajukan oleh EEOC atas nama individu yang
dirugikan, serta oleh individu itu sendiri.

5
2. Equal Employment Opportunity Commission (EEOC)

Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) adalah agen federal yang


menegakkan aturan Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964, Judul VII. EEOC
menangani klaim diskriminasi karyawan dan menerapkan undang-undang anti-
diskriminasi baru.

EEOC tidak hanya menangani pelanggaran Undang-Undang Hak Sipil. Komisi ini
juga menangani:

 Undang-Undang Diskriminasi Usia, Tahun 1967


Diskriminasi Usia dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan (ADEA) tahun 1967,
sebagaimana telah diubah, melarang diskriminasi terhadap karyawan atau pelamar
yang berusia 40 tahun atau lebih, secara efektif mengakhiri sebagian besar pensiun
paling wajib. Hal ini memungkinkan pengadilan juri dan ganti rugi ganda kepada
mereka yang membuktikan diskriminasi "disengaja". Dalam kasus yang disebut
O'Connor v. Consolidated Coin Caterers Corp., Mahkamah Agung AS menyatakan
bahwa pengusaha tidak dapat menghindari ADEA hanya dengan mengganti karyawan
di atas 40 tahun dengan mereka yang "secara signifikan lebih muda" tetapi juga di
atas 40 tahun.

 Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika Tahun 1990

Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika (ADA) tahun 1990 melarang


manajer dengan 15 atau lebih pekerja melakukan diskriminasi terhadap individu
penyandang cacat yang memenuhi syarat, sehubungan dengan perekrutan, pelepasan,
kompensasi, kemajuan, pelatihan, atau syarat, ketentuan, atau hak istimewa lainnya.
Dan itu mengharuskan pengusaha untuk membuat "akomodasi yang masuk akal atau
wajar" kecuali jika hal itu memaksakan "kesulitan yang tidak semestinya" pada
bisnis.

ADA tidak mencantumkan cacat tertentu. Namun, pedoman EEOC mengatakan


seseorang cacat ketika ia memiliki gangguan fisik atau mental yang "secara
substansial membatasi" satu atau lebih aktivitas kehidupan utama. Gangguan

6
termasuk gangguan fisiologis atau kondisi, cacat kosmetik, atau kehilangan anatomi
yang mempengaruhi satu atau lebih dari beberapa sistem tubuh, atau gangguan mental
atau psikologis. Undang-undang tersebut menetapkan kondisi yang tidak dianggap
sebagai cacat, termasuk homoseksualitas, biseksualitas, voyeurisme, perjudian
kompulsif, pyromania, dan gangguan tertentu yang dihasilkan dari penggunaan obat-
obatan terlarang saat ini. Posisi EEOC adalah bahwa ADA melarang diskriminasi
terhadap orang dengan HIV / AIDS.

 Undang-Undang Upah yang Sama (Equal Pay Act) Tahun 1963

Equal Pay Act of 1963 (diubah pada tahun 1972) adalah salah satu undang-undang
baru pertama yang disahkan Kongres. Undang-undang tersebut melarang diskriminasi
gaji karyawan berdasarkan jenis kelamin ketika pekerjaan melibatkan pekerjaan yang
sama – keterampilan, usaha, dan tanggung jawab yang setara – dan dilakukan dalam
kondisi kerja yang sama. (Perbedaan dalam pembayaran tidak melanggar apabila
perbedaan didasarkan pada sistem senioritas, sistem merit, sistem yang mengukur
pendapatan berdasarkan kuantitas atau kualitas produksi, atau diferensial berdasarkan
faktor selain jenis kelamin.)

 Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan Tahun 1978,

Kongres meloloskan Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan (PDA) pada tahun


1978 sebagai amandemen terhadap Judul VII. Undang-undang tersebut melarang
penggunaan kehamilan, persalinan, dan kondisi medis terkait untuk diskriminasi
dalam perekrutan, promosi, pelepasan, atau kondisi kerja lainnya. Pada dasarnya,
undang-undang tersebut mengatakan bahwa jika manajer menawarkan
pertanggungjawaban disabilitas kepada karyawannya, maka kehamilan dan persalinan
harus diperlakukan seperti disabilitas lainnya dan harus dimasukkan dalam rencana
sebagai kondisi yang dicakup. Keputusan pengadilan dan lebih banyak ibu yang
bekerja mendorong klaim PDA yang lebih banyak (dan lebih sukses). Intinya adalah

7
bahwa manajer harus mendasarkan "keputusan [seperti itu] tentang apakah seorang
karyawan dapat melakukan pekerjaan pada dokumentasi medis, bukan pada
interpretasi manajer. "

3. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual adalah bentuk intimidasi atau kemajuan seksual yang tidak
diinginkan dengan imbalan hadiah atau bantuan, dan itu ilegal. Pelecehan dianggap
bersifat seksual verbal ataupun fisik apabila:

 Terlibat dalam sentuhan fisik yang tidak diinginkan


 Membuat gerakan seksual
 Menampilkan gambar seksual
 Menceritakan lelucon seksual
 Melihat seseorang dengan cara seksual
 Berkomentar secara seksual tentang pakaian atau penampilan
 Mengajukan pertanyaan yang berorientasi seksual
 Menciptakan lingkungan kerja yang bermusuhan

Beberapa topik di tempat kerja telah menerima lebih banyak perhatian dalam
beberapa tahun terakhir mengenai pelecehan seksual. Sejak profesor Anita Hill
menghadapi calon Mahkamah Agung Clarence Thomas di televisi nasional lebih dari satu
dekade lalu, jumlah klaim pelecehan seksual yang diajukan setiap tahun di Amerika
Serikat meningkat lebih dari dua kali lipat. Dalam putusan tahun 1993, Mahkamah
Agung memperluas tes untuk pelecehan seksual di bawah undang-undang hak-hak sipil
untuk apakah komentar atau perilaku di lingkungan kerja "secara wajar akan dirasakan,
dan dianggap sebagai bermusuhan atau kasar." Akibatnya, karyawan tidak perlu
menunjukkan bahwa mereka telah rusak secara psikologis untuk membuktikan pelecehan
seksual di tempat kerja, mereka hanya harus membuktikan bahwa mereka bekerja di
lingkungan yang bermusuhan atau kasar.

8
Undang-Undang Kekerasan Terhadap Perempuan Federal tahun 1994 menyediakan
jalan lain yang dapat digunakan karyawan perempuan untuk mencari bantuan atas
pelecehan seksual yang kejam. Ini menetapkan bahwa seseorang "yang melakukan
kejahatan kekerasan yang dimotivasi oleh gen der dan dengan demikian merampas hak-
haknya" akan bertanggung jawab kepada pihak yang terluka.

Dari sudut pandang manajemen, pelecehan seksual menjadi perhatian yang


berkembang karena mengintimidasi karyawan, mengganggu kinerja pekerjaan, dan
membuat organisasi bertanggung jawab. Organisasi harus menanggapi keluhan pelecehan
seksual dengan sangat cepat karena manajer bertanggung jawab atas pelecehan seksual
jika tindakan yang tepat tidak diambil. Biaya karena tidak bertindak bisa tinggi. Undang-
Undang Hak Sipil tahun 1991 memungkinkan korban pelecehan seksual untuk membuat
laporan pada pengadilan dan mengumpulkan ganti rugi dalam kasus-kasus di mana
manajer bertindak tidak peduli atau sembrono terhadap hak-hak individu.

Manajer dapat mengambil langkah-langkah berikut untuk membantu


meminimalkan tanggung jawab atas tuntutan pelecehan seksual:

1) Berikan pernyataan kebijakan pelecehan seksual. Pernyataan ini harus


membahas di mana karyawan dapat melaporkan keluhan, menjamin kerahasiaan,
dan berjanji bahwa tindakan disipliner akan diambil terhadap pelecehan seksual.
2) Menyediakan program komunikasi dan pelatihan untuk supervisor dan
manajer. Program-program ini harus menekankan bahwa pelecehan seksual tidak
akan ditoleransi.
3) Melakukan penyelidikan yang adil dan tidak memihak dan tindakan dasar
pada fakta-fakta yang dikumpulkan secara objektif. Pelapor harus diisolasi
dari jenis perilaku yang mendorong keluhan.

4. Tindakan Afirmatif

Sementara undang-undang EEO bertujuan untuk memastikan perlakuan yang


sama di tempat kerja, tindakan afirmatif mengharuskan manajer untuk melakukan upaya
ekstra untuk mempekerjakan dan mempromosikan orang-orang yang termasuk dalam

9
kelompok yang dilindungi. Tindakan afirmatif termasuk mengambil tindakan spesifik
yang dirancang untuk menghilangkan efek diskriminasi masa lalu saat ini. Karyawan juga
dilindungi oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC), yang didirikan
melalui Undang-Undang Hak Sipil 1964, Judul VII.

5. Orientasi Seksual

Undang-Undang Non-Diskriminasi Ketenagakerjaan federal (ENDA) akan


melarang diskriminasi di tempat kerja berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender
jika Kongres meloloskannya. RUU itu melindungi pekerja lesbian, gay, biseksual, dan
transgender dari praktik perekrutan, pemecatan, promosi atau kompensasi yang
diskriminatif, serta dari pembalasan karena melaporkan praktik semacam itu. Sementara
itu, pengadilan banding federal baru-baru ini memutuskan bahwa seorang pria
homoseksual tidak selalu dilarang mengajukan klaim diskriminasi seksual di bawah Judul
VII Undang-Undang Hak Sipil. Banyak negara bagian sudah melarang diskriminasi di
tempat kerja berdasarkan orientasi seksual.

A. Undang-Undang Ketenagakerjaan Lainnya

a. Undang-undang Perlindungan Poligraf Karyawan (Employee Polygraph


Protection Act) melarang hampir semua penggunaan mesin poligraf untuk tujuan
pekerjaan.
b. Undang-undang Privasi (Privacy Laws) memberikan hak hukum mengenai siapa
yang memiliki akses ke informasi tentang riwayat pekerjaan dan kinerja pekerjaan
bagi karyawan di yurisdiksi tertentu.
c. Undang-Undang Perlindungan Whistleblower (Whistleblower Protection Act),
beberapa karyawan yang mempublikasikan praktik pemimpin yang berbahaya
berhak atas perlindungan hukum.

10
Tabel mencantumkan undang-undang federal tambahan yang membentuk praktik HRM.

Undang-undang penting lainnya yang mengatur aspek-aspek penting dari manajemen sumber
daya manusia meliputi:

 Davis-Bacon Act of 1931 - Undang-undang ini mengharuskan pembayaran upah


minimum kepada karyawan nonfederal.
 The Walsh-Healy Public Contracts Act of 1936 - Undang-undang ini dirancang untuk
memastikan bahwa karyawan yang bekerja sebagai kontraktor untuk pemerintah federal
akan diberi kompensasi secara adil.
 Undang-Undang Standar Perburuhan yang Adil tahun 1938 (Fair Labor Standards Act of
1938) - Undang-undang penting ini mengamanatkan kepatuhan manajer dengan

11
pembatasan yang terkait dengan upah minimum, ketentuan lembur, pekerja anak, dan
keselamatan di tempat kerja.
 Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 1970 (Occupational Safety and
Health Act of 1970) - Tindakan ini yang membentuk Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, dirancang untuk memaksa manajer menyediakan lingkungan kerja yang
aman dan sehat dan untuk membuat organisasi bertanggung jawab atas keselamatan
pekerja. Saat ini, ribuan peraturan, yang didukung oleh hukuman perdata dan pidana,
telah diterapkan di berbagai industri untuk membantu memastikan bahwa karyawan tidak
mengalami kondisi kerja yang berbahaya.
 Undang-Undang Wagner tahun 1935 (The Wagner Act of 1935) - Undang-undang ini
juga dikenal sebagai Undang-Undang Hubungan Perburuhan Nasional, adalah bagian
utama dari undang-undang yang mengatur hubungan serikat pekerja / manajemen, dan
merupakan sumber utama peraturan untuk departemen HRM.
 Norris-Laguardia Act of 1932 - Undang-undang ini melindungi hak-hak serikat pekerja
untuk mengatur, dan melarang manajer memaksa pelamar kerja untuk berjanji untuk
tidak bergabung dengan serikat pekerja dengan imbalan pekerjaan.
 Undang-Undang Jaminan Sosial tahun 1935 (the Social Security Act of 1935)
 Undang-Undang Taft-Hartley tahun 1947 (the Taft-Hartley Act of 1947)
 Landrum-Griffin Act of 1959.

Jaringan undang-undang negara bagian dan federal yang ada untuk mengatur
hubungan kerja dan tenaga kerja sangat luas. Dalam banyak kasus, aturan hanya berlaku
untuk perusahaan dengan jumlah minimum karyawan tertentu dan dengan demikian tidak
mengatur perusahaan kecil. Namun, peraturan lain berlaku untuk semua hubungan
karyawan/pemimpin, terlepas dari ukuran perusahaan. Jadi, perusahaan dari semua ukuran
harus berusaha untuk tetap mengikuti perkembangan legislatif dan peraturan di bidang ini.
Asosiasi perdagangan adalah sumber berita yang baik tentang peraturan baru seperti Society
of Human Resource Managers (SHRM). SHRM melacak perkembangan di tingkat negara
bagian dan federal mengenai masalah sumber daya manusia dan membuat banyak dari ini
tersedia di situs Web-nya, yang terletak di http://www.shrm.org/.

12
2.2 Equal Employment Opportunity

Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (Equal Employment


Opportunity) merupakan satu isu terkait kebijakan dan praktek Manajamen Sumber Daya
Manusia. George and Jones (2006) memberikan definisi mengenai Equal Employment
Opportunity (EEO) sebagai berikut:

“Equal employment opportunity is the equal right of all citizens to the opportunity to
obtain employment regardless of their gender, age, race, country of origin, religion, or
disabilities.” Definisi tersebut dapat diartikan bahwa Equal Employment Opportunity adalah
persamaan hak semua warga negara untuk memperoleh kesempatan pekerjaan tanpa
memandang jenis kelamin, usia, ras, negara asal, agama, atau disabilitas mereka.

Equal Employment Opportunity dikeluarkan oleh International Labor Organization (ILO)


dan diatur oleh masing-masing negara dengan tujuan menghapuskan diskriminasi dalam
pekerjaan. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dua konvensi dasar ILO:

1. Pertama, Konvensi ILO No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Sama untuk
Pekerjaan yang Sama Nilainya yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 80 Tahun
1957; dan
2. Konvensi ILO No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan,
yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 1999.

Kedua konvensi tersebut merupakan panduan utama dalam penerapan kesempatan dan
perlakuan yang sama dalam pekerjaan di Indonesia. Sebagai salah satu negara anggota
ILO, Indonesia wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang terkandung dalam konvensi
tersebut. Menurut Dwipayana (2011), prinsip Equal Employment Opportunity yang
utama, yaitu “a fair chance for everyone at work”, hal ini berarti setiap orang harus
memiliki akses yang sama dalam pekerjaan dan setiap orang harus memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh pelatihan dan promosi dalam pekerjaan serta kondisi kerja
yang adil. Equal Employment Opportunity tidak mengasumsikan bahwa setiap orang

13
memiliki kemampuan yang sama, kualifikasi yang sama, dan pengalaman yang sama
tetapi bertujuan memberikan setiap orang kesempatan yang sama (equal chance) untuk
menggunakan dan mengeluarkan seluruh bakat, minat, dan kemampuannya.

Menurut Gugus Tugas EEO Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2005),
Equal Employment Opportunity meliputi:

a. Perlakuan yang adil.


EEO merupakan instrumen bagi setiap pekerja/buruh dan para pencari kerja.
b. Berdasarkan prestasi.
EEO dilaksanakan dengan mengacu pada prestasi kerja seseorang sehingga para pemberi
kerja memperoleh tenaga kerja sesuai dengan yang disyaratkan.
c. Instrumen untuk mencapai efisiensi.
Dengan pelaksanaan EEO, hal ini diharapkan akan tercapai efisiensi dan efektivitas kerja
sehingga meningkatkan produktivitas dan etos kerja untuk berkompetisi.
d. Mengikutsertakan pekerja/buruh secara aktif dan potensial.
Kondisi ini merupakan prasyarat keberhasilan perencanaan pihak perusahaan untuk
mencapai manajemen perusahaan yang berkualitas.
e. Jalan terbaik untuk merencanakan bisnis.
Sesuai dengan tujuan EEO, yaitu akan menghilangkan hambatan di tempat kerja untuk
mencapai karier puncak.
f. Berkaitan dengan semua aspek dalam dunia kerja.
Termasuk rekrutmen tenaga kerja, pemberian pengupahan dan kompensasi, serta
pengembangan karier dan kondisi kerja.

14
Lebih lanjut, Gugus Tugas EEO Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2005)
menyatakan bahwa Equal Employment Opportunity bukan merupakan:

a. Kuota.
Artinya bukan pemenuhan jumlah persentase tertentu yang harus dicapai oleh
perusahaan. Kesetaraan dalam hal ini tidak berarti jumlah antara laki-laki dan perempuan
haruslah sama. Meskipun ada penetapan kuota, misalnya untuk mengikuti pelatihan,
rekrutmen atau keterwakilan dalam organisasi, tetapi tetap harus memperhatikan
persyaratan normatif dan administratif (melalui persaingan secara sehat) dan tidak
memaksakan target pemenuhan kuota tersebut.
b. Belas kasihan.
Menempatkan perempuan dalam pekerjaan dengan alasan belas kasihan dan
mengharapkan akan memberikan keuntungan pada pihak laki-laki.
c. Menghindari tuduhan melaksanakan diskriminasi.
EEO tidak akan menggantikan salah satu bentuk ketidakadilan di mata hukum karena
tindakan ini memunyai dasar prestasi kerja dan merupakan pelaksanaan fungsi
personalia (sumber daya manusia) di tempat kerja yang berlaku bagi semua pekerja.
d. Bukan merupakan satu-satunya hal yang dianggap baik dan dipercaya (to good to be
true), seperti manfaat yang diharapkan oleh pihak pekerja/buruh dan manajemen
perusahaan dengan adanya sistem manajemen perusahaan yang baik.
e. Kemurahan hati.
Tindakan EEO bukan dimaksudkan sebagai tuntutan, sumbangan, atau kemurahan hati
bagi perempuan.

15
2.3 Kasus Pelanggaran EEO

1) Kasus Aice : dilema buruh perempuan di Indonesia

Dilansir dari TheConversation.com, menurut pengakuan salah satu buruh yang


bekerja pada perusahaan produsen es krim PT.Alpen Food Industry (AFI) atau Aice,
Elitha Tri Novianty bahwa perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan
pemindahan divisi kerja karena mempunyai riwayat penyakit endometriosis, sehi ngga
tidak bisa melakukan pekerjaan kasar seperti mengangkat barang dengan beban berat.
Namun apa daya, perusahaan justru mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan.
Akhirnya, dia pun mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaannya yang
berlebihan. Elitha terpaksa melakukan operasi kuret pada Februari 2020, yang berarti
jaringan dari dalam rahimnya di angkat.
Elitha hanya satu dari banyak buruh perempuan yang hak-haknya terabaikan oleh
Aice. Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR),
yang mewakili serikat buruh Aice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini
sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi
tak bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice. Meskipun, terdapat bantahan dari
pihak Aice, Simon Audry Halomoan Siagian yang menyatakan bahwa pihaknya sudah
melarang perempuan yang sedang hamil untuk bekerja di shift malam, akan tetapi Aice
tetap mendapat kecaman dari berbagai pihak dan bahkan menghadapi aksi boikot.
Perjuangan untuk memperjuangakan hak-hak buruh perempuan tampaknya masih jauh
karena masih banyak perusahaan yang menelantarkan hak-hak buruh-burh perempuan
mereka demi mengejar efisiensi dan efektivitas produksi perusahaan.

16
2) Proses Rekruitmen Pegawai Newmont Hanya Akal-akalan dan Melanggar Hukum
Proses rekruitmen pegawai yang dilakukan PT.Newmont Nusa Tenggara pada
tahun 1999 patut diduga hanya akal-akalan belaka. Pencarian pegawai secara besar-
besaran berkaitan dnegan dimulainya tahap exploitasi perusahaan tambang Amerika ini
disinyalir sekedar menabur mimpi dan meninabobokan masyarakat lokal. Bagaimana
tidak, dari formulir pendaftaran sendiri sudah nampak unsur diskriminatif dan sevara
khusus akan mengeliminit masyarakat awam (baca: yang belum berpengalaman dalam
dunia tambang) sebagai kandidat. Di situ tertera pertanyaan dan kolom yang harus diisi
oleh mereka yang pernah terlibat di lingkungan proyek tersebut. Artinya, secara eksplisit
hak ini akan membedakan antara pelamar yang pasti tidak diterima dan mereka yang
kemungkinan besar akan diterima.
Sebagaimana diketahui. Dengan memasuki tahap eksploitasi, maka banyak
perusahaan vendor/kontraktor Newmont pada tahap explorasi yang akan berakhir
kontraknya. Dengan demikian banyak pegawai dari perusahaan-perusahaan tersebut yang
telah terselesaikan pula kontraknya. Mereka inilah yang tentunya sedikit ridak memiliki
pengalaman yang bersentuhan langsung dengan dunia perkembangan. Jumlah dan
kwalifikasi mereka tentu sudah mencukupi untuk mengisi pos-pos yang dibutuhkan oleh
Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat diterima karena
tidak memenuhi kwalifikasi yang dibutuhkan. Hal ini selain membingungkan juga
merupakan suatu bentuk penipuan. Jika memang betul bahwa pelamar tidak memenuhi
item-item dari persyaratan yang dibutuhkan, tentu tidak menjadi persoalan. Celakanya
hampir seluruh pelamar yang menerima surat penolakan ini telah memenuhi setiap item
yang dipersyaratkan dalam pengumuman. Lalu apa yang digunakan sebagai alasan untuk
mengeliminir mereka?
Betul bahwa pekerjaan menyeleksi pelamar adalah pekerjaan yang sangat
meletihkan dan menghabiskan waktu, apalaggi dengan jumlah yang mencapai puluhan
ribu orang. Tapi hal ini tentunya merupakan resiko dari perusahaan yang bersangkutan.
Dan perusahaan tidak bisa seenaknya mengeliminir seseorang tanpa alasan yang jelas.
Seharusnya atau paling tidak Newmont melakukan tes tertuis kepada seluruh peserta
yang telah memenuhi persyaratan minimal sebagaimana yang diumumkan. Dari situlah
Newmont berhak dan mendapatkan alasan untuk mengeliminir peserta. Sebagai suatu

17
perusahaan besar seharusnya Newmont telah mengerti betul mengenai etika rekrutmen
pegawai. Bahkan sebagai perusahaan Amerika, Newmont pun tidak mematuhi Uniform
Guidelines on Employee Selection Procedures yang ditetapkan oleh Federal Agency
Guidelines, terutama menyangkut hal-hal yang direkomendasikan dalam proses
penyeleksian calon karyawan.
Newmont tidak dapat menghindari Undang-Undang Equal Employment
Opportunity dengan tidak melakukan tes kepada semua pelamar. Seluruh peraturan Equal
Employment Opportunity berlaku untuk semua cara dan alat seleksi, termasuk lamaran,
wawancara dan rujukan. Newmont juga memiliki keharusan untuk membuktikan kepad
apelamar (yang gagal) keabsahan dan keadilan dari cara/alat penyaringan atau seleksi.
Para pelamarpun memiliki hak tertentu sesuai dengan standart test dari American
Psychological Association, yang antara lain menyatakan bahwa pelamar memiliki hak
untuk mengharapkan bahwa hanya orang-orang yang memenuhi syarat yang harus
menilai lamaran atau tes mereka. Melihat berbagai kejanggalan ini dapat dipastikan
bahwa mereka yang menilai atau menyeleksi lamaran para pelamar tidak cukup
memenuhi persyaratan di atas. Oleh sebab itu sudah sepantasnya paras pelamar menuntut
keadilan melalui jalur hukum atas perlakuan ini. Tidak sebagaimana halnya kasus-kasus
hukum yang lain, penggugat tidak akan direpotkan dengan pengaduan ini. Sebab dalam
peraturan mengenai hal ini, perusahaan yang bersangkutanlah yang akan dituntut untuk
mengajukan bukti-bukti yang sah kepada penggugat bahwa mereka telah menjalankan
proses seleksi dnegan benar dan sesuai peraturan hukum. Selama proses gugatan,
perusahaan yang bersangkutan akan dianggap “bersalah”, sampai terbukti tidak bersalah
dan sanggup membuktikan keabsahan dan keadilan dari proses seleksi yang mereka
laksanakan.
Sebagai perusahaan professional dapat dipahami bahwa Newmont membutuhkan
tenaga terampil dan berpengalaman. Akan lebih fair dan terhormat kiranya jika Newmont
menyampaikannya hal ini secara terbuka tanpa perlu menebar mimpi kepada masyarakat
lokal. Hal ini tentunya akan lebih memacu masyarakat lokal untuk meningkatkan
kemampuan mereka daripada hanya bermimpi bahwa suatu wkatu ,mereka akan dapat
bekerja di Newmont dengan kemampuan mereka yang sangat minim.

18
Trik semavam ini tentu saja telah diperhitungkan Newmont dengan matang
dengan mengatakan bahwa mereka telah mensyaratkan Kartu Tanda Penduduk NTB
untuk meluluskan putra daerah. Trik KTP murahan semacam ini sangat mudah terbaca
bagi mereka yang jeli dan ini bukan merupakan cara untuk memberikan kesempatan bagi
putra daerah. Sebab, para pegawai dari perusahaan vendor Newmont- yang sebagian
besar berasal dari berbagai daerah- bekerja pada proyek tersebut bukan hanya dalam
bilangan bulan, tapi tahun. Dengan jangka waktu yang cukup panjang tentu sebagian
besar dari mereka telah memiliki KTP NTB untuk alasan prakti maupun mendukung
kepentingan lainnya. Selain itu, semua orang paham betapa mudahnya untuk
mendapatkan sebuah KTP. Jika Newmont serius untuk memberikan peluang yang lebih
besar bagi putra daerah, maka bukan KTP NTB yang harus digunakan sebagai syarat, tapi
“kelahiran” NTB.
Apapun alasannya, proses rekruitmen PT. Newmont Nusa Tenggara tersebut
secara hukum telah menyalahi UU yang berlaku, baik hukum Indonesia tempat Newmont
beroperasi maupun hukum Amerika tempat Newmont terdaftar sebagai perusahaan.
Newmont beroperasi maupun hukum Amerika tempat Newmont terdadftar sebagai
perusahaan. Dengan telah diratifikasinya UU Anti Diskriminasi oleh DPR RI maka
produk Undang-Undang tersebut telah berlaku di wilayah hukum Indonesia. Persyaratan
KTP NTB adalah salah satu bentuk tindakan diskriminatif, di mana hal tersebut berarti
telah menghilangkan kesempatan yang sama (
equal opportunity) bagi masyarakat yang tidak memiliki KTP NTB.
Demikian pula hal tersebut melanggar hukum Amerika, yaitu Civil Right Act 1964
beserta aturan tambahanya di tahun 1991, Equal Employment Opportunity (Persamaan
Peluang Kerja) 1972, serta Executive Orders (Peraturan Pemerintah) No. 11246 dan
11375 Seluruh peraturan tersebut telah dilanggar oleh PT Newmont Nusa Tenggara pasal
7 Civil Rights Act ketika di amandemenkan kan oleh undang-undang Equal employment
opportunity Pada tahun 1972 menetapkan bahwa seorang majikan tidak dapat melakukan
diskriminasi berdasarkan ras warna kulit agama jenis kelamin atau Negeri asal. secara
khusus UU tersebut menyatakan bahwa praktik pemberian pekerjaan tidak sah dan
melanggar hukum bila majikan:

19
1. menggagalkan atau menolak untuk memperkerjakan atau memecat seseorang atau
melakukan diskriminasi menyangkut kompensasi , persyaratan kondisi, atau hak
istimewa atas pekerjaan karena alasan ras, Warna kulit, agama, jenis kelamin, atau
Negeri asal.
2. membatasi, memisahkan, atau atau mengklasifikasi si karyawannya atau pelamar
sedemikian sehingga akan memperkecil atau cenderung memperkecil peluang
seseorang dari kesempatan mendapatkan pekerjaan, atau merugikan status karyawan
atau pelamar karena ras warna kulit agama jenis kelamin atau Negeri asalnya.
Executive orders 11246 dan 11375 tidak sekedar melarang tindakan
diskriminatif, tapi aturan tersebut menuntut setiap majikan untuk melakukan tindakan
afirmatif (memaksa) untuk menjamin peluang kerja yang sama bagi semua orang.
dengan demikian jelas sudah bahwa proses rekrutmen yang dilakukan PT Newmont Nusa
Tenggara hanya akal-akalan untuk menyenangkan masyarakat lokal dan Celakanya cara
yang digunakan untuk menebar mimpi tersebut justru melanggar aturan hukum yang
berlaku baik di Indonesia maupun di Amerika. bagi mereka yang cukup peduli dengan
pelanggaran yang dilakukan oleh PT Newmont Nusa Tenggara ini dapat melakukan
perlawanan hukum atau pun memberitahukan dan menekan instansi terkait untuk
mengambil tindakan terhadap pelanggaran perundangan Amerika Anda dapat melakukan
hal ini kepada Equal employment opportunity commission office of Federal contract
compliance program dan badan-badan hukum lainnya

20
2.4 Peran Pemerintah Dalam Menyediakan EEO

EEO adalah prinsip kesetaraan, di mana setiap pekerja mendapat hak, perlakuan, dan
kesempatan yang sama dalam bekerja dan mengembangkan karir serta profesi. Pekerja
berhak mendapatkan kompensasi atau promosi jabatan berdasarkan pertimbangan
pendidikan, pengalaman, kecakapan, dan kinerja (kontribusi) terhadap organisasi bisnis,
bukan berdasarkan sentiment primordial.

Sebagai bentuk komitmen Indonesia terhadap penerapan EEO, pemerintah telah


meratifikasi Konvensi ILO No 100 Mengenai Pengupahan Yang Sama bagi Pekerjaan yang
Sama Nilainya melalui UU Nomor 80 tahun 1957 serta Konvensi Ilo No 111 mengenai
Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan melalui UU Nomor 21 Tahun 1999.

Ratifikasi itu sejalan dengan konstitusi RI UUD 1945 yang menjamin persamaan hak dalam
hubungan kerja:

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja. (Pasal 28 D)

Selanjutnya, UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 mengadopsi semangat penghapusan


diskriminasi dalam hubungan kerja. Bab III Mengenai Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
menjelaskan prinsip non-diskriminasi secara gamblang sebagai berikut:

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan. ( Pasal 5)etiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha. (Pasal 6 )

Non-diskriminasi juga berlaku dalam hal pemberian imbalan atas pekerjaan, sebagaimana
ditegaskan dalam PP No 78 tahun 2015:

Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama
nilainya. (pasal 11)

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lingkungan hukum sangat mempengaruhi Manajemen Sumber DayaManusia dalam


memberikan peluangpekerjaan yang sama tanpa melihatlatarbelakang orang secara diskriminatif
sehingga dapat memberikan kesempatanyang sangat luas dansebagai dampaknya perusahaan
memperoleh keunggulan bersaingUndang-undang tentang peluang pekerjaan yang sama dan
keselamatan,mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap fungsi Manajemen Sumber Daya
Manusia.Manajemen Sumber Daya Manusia berkaitan dengan manajemen orang,dan pemerintah
berkaitan dengan perlindungan terhadap para individu. Oleh karena itu, salah satu
tantanganManajemn Sumber Daya Manusiayang utama adalah menjalankan fungsinya dalam
berbagai batasan hukum yang dibebankan oleh pemerintah.

Kita sebagai generasi muda yang akan menuju sebuah kesempatan kerja harus mampu
sejak dini membekali diri kita dengan pemgetahuan yang lebih mendalam mengenai SDM, baik
dari potensi dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Sebagai pelaku SDM kita tentu harus
melibatkan diri dalam setiap prosesnya, peluang kerja tidaklah mudah diterapkan secara merata
namun perlu ada inisiatif dari kita untuk mengikuti dan menegakkan aturan yang sudah ada
sehingga peluang kerja yang merata akan dapat tercapi secara menyeluruh dan tentu
meningkatkan kualitas SDM yang ada di Negara kita.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12229624/Makalah_Equal_Employment_Opportunity_EEO_

https://www.gadjian.com/blog/2020/03/19/apa-itu-equal-employment-opportunity-eeo/

http://gagasnt.tripod.com/newmont.html

The conversation.(2020).Kasus Aice: Dilema Buruh Di Indonesia dan Pentingnya Kesetaraan


Gender di Lingkungan Kerja.(akses 20 Agustus 2021) dari https://theconversation.com/kasus-
aice-dilema-buruh-perempuan-di-indonesia-dan-pentingnya-kesetaraan-gender-di-lingkungan-
kerja-133010

Tripod.Proses Rekruitmen Pegawai Newmont Hanya Akal-akalan dan Melanggar Hukum


Tripod. (Akses 20 Agustus 2021)

Fundamental of Human Resource Management. Dessler, Gary. Third Edition.

23

Anda mungkin juga menyukai