Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KONSEP HOLISTIC CARE

Mata Kuliah : KDK I

Dosen Pengampu : Hermeksi Rahayu, Skp, M.Kes

Disusun Oleh :

TINA LESTARI (1803100)

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Holistic Care ini meskipun dengan sangat sederhana.

Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta
pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini
menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap
kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki
makalah ini. Terima Kasih.

Semarang, 21 Desember 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE merupakan klinik yang
dikelola oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pembentukan
klinik ini merupakan bagian dari program strategis pengembangan fakultas
dalam upaya untuk mengembangkan terapi modalitas keperawatan dan
menerapkan ilmu-ilmu keperawatan dalam bentuk pengabdian terhadap
masyarakat dalam bidang kesehatan. Definisi Holistic care sendiri merupakan
Pelayanan kesehatan dengan lebih memperhatikan keutuhan aspek kehidupan
sebagai manusia yang meliputi kehidupan jasmani, mental, social, spiritual yang
saling mempengaruhi.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep holistic care
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan dalam caring, holisme dan
humanisme.
BAB II

KONSEP HOLISTIC CARE

A. Konsep Holistic Care (Caring, Holisme dan Humanisme)


1. Caring
a) Pengertian
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara
seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan
orang lain.
Menurut Pasquali dan Arnold serta Watson,human care terdiri dari
upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan
rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain.
Menurut Watson, ada 7 asumsi yang mendasari konsep caring yaitu:
a. Caring hanya akan efektif bila Di perlihatkan dan dipraktekkan secara
interperonal.
b. Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam
membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.
c. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan
keluarga.
d. Caring merupakan respon yang dterima oleh seseorang tidak hanya
saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah
seseorang terebut nantinya.
e. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung
perkembangan seseorang dan mempengaruh seseorang dalam
memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
f. Caring lebih kompleks dari pada curing
g. Caring merupakan inti dari keperawatan.

b) Proses Keperawatan dalam Teori Caring


Watson (1979) menekankan bahwa proses keperawatan memiliki
langkah-langkah sama dengan proses riset ilmiah, karena kedua proses
tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan menemukan solusi
yang terbaik.
Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua proses tersebut sebagai
berikut (tulisan yang dimiringkan menandakan proses riset yang terdapat
dalam proses keperawatan):
a. Pengkajian
Meliputi observasi, identifikas dan review masalah
menggunakan pengetahuan dari literature yang dapat diterapkan
melibatkan pengetahuan konseptual untuk pembentukan dan
konseptualisasi kerangka kerja yang digunakan untuk memandang
dan mengkaji masalah. (Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979 - 2697,
Vol. 1 No.3, September 2008:147-150). Pengkajian juga
meliputi pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam
memecahkan masalah.

Watson (1979) dalam Julia (1995) menjelaskan kebutuhan


yang harus dikaji oleh perawat yaitu :
1) Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan
untuk tetap hidup meliputi kebutuhan nutrisi, cairan,
eliminasi dan oksigenisasi.
2) Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan
untuk berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman
dan seksualitas.
3) Higher order needs (psychosocial needs) yaitu kebutuhan
integritas yang meliputi kebutuhan akan penghargaan dan
berafiliasi.
4) Higher order needs (intrapersonali needs) yaitu kebutuhan
untuk aktualisasi diri.

b. Perencanaan
Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable -
variabel akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan
konseptual atau design untuk memecahan masalah mengacu pada
ASKEP serta meliputi penentuan data apa yang akan dikumpulkan
dan pada siapa serta bagaimana data akan dikumpulkan.

c. Implementasi
Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana
serta meliputi pengumpulan data.

d. Evaluasi
Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data juga
untuk meneliti efek dari intervensi berdasarkan data serta
meliputi interpretasi hasil, tingkat dimana suatu tujuan yang positif
tercapai dan apakah hasil tersebut dapat digeneralisasikan. Jadi, teori
caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya
keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam asuhan
keperawatan. (Sujana, 2008).

c) Manfaat Caring :
a. Dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia dan klien.
b. Sebagai focus pemersatu untuk praktek keperawatan
c. Membantu menumbuhkan kepercayaan dan membuat hubungan
dalam keperawatan secara manusiawi
d. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan
negative atau baik buruknya
e. Bias memberikan bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi
pasien dan klien
f. Menimbulkan kesensitifas terhadap diri sendiri dan orang lain
g. Caring memberikan manfaat asuhan fisik yang baik serta
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien

d) Sikap Caring
ASKEP bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila
perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam
memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata - kata yang
lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping
klien dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan.

e) Karakteristik Caring
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :
a. Mendengar dengan perhatian.
b. Memberi rasa nyaman.
c. Berkata jujur.
d. Memiliki kesabaran.
e. Bertanggung jawab.
f. Memberi informasi.
g. Memberi sentuhan.
h. Memajukan sensitifitas.
i. Menunjukan rasa hormat pada klien.
j. Memanggil klien dengan namanya.

2. Holisme
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai
kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen
berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur terpisah tetapi bagian dari satu
kesatuan dan apa yang terjadi dibagian satu akan mempengaruhi bagian lain.
Hukum inilah yang semestinya ditemukan agar dapat dipahami
berfungsinya setiap komponen

Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :


1. Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi dan
koherensi (unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi
adalah keadaan normal dan disorganisasi berarti patologik.
2. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi
tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan
berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam bagian-
bagian.
3. Organisme memiliki satu dorongan yang berkuasa, yakni aktualisasi diri
(self actualization). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk
merealisasikan potensi inheren yang dimilikinya pada ranah maupun
terbuka baginya.
4. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat
minimal. Potensi organisme, jika terkuak di lingkungan yang tepat, akan
menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
5. Penelitian komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada
penelitian ekstensif terhadap

3. Humanisme
a) Pengertian
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana
dirinya untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan positif ini
disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik beraliran humanisme
biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan
yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan
pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi
merupakan karateristik sangat kuat yang nampak dari para pendidik
beraliran humanisme.
Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses
yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia.
Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri serta realisasi diri orang yang
belajar secara optimal.

b) Ciri - Ciri Teori Humanisme


Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia
untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri ditujukan untuk
memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan masyarakat.
Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik.

c) Contoh teori humanistik :


Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing - masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi - potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam keperawatan, humanisme merupakan suatu sikap dan
pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang
mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar nomor tempat tidur atau
sebagai seorang berpenyakit tertentu. perawat yang menggunakan
pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang
diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai,
pengalaman, kesukaan, dan bahasa tubuh.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Holistic Care
a. Holistic
Holistic memiliki arti “menyeluruh” yang terdiri dari kata holy and
healthy. Pandangan holistic bermakna membangun manusia yang utuh
dan sehat, dan seimbang terkait dengan seluruh aspek dalam
pembelajaran: seperti spiritual, moral, imajinasi, intelektual, budaya,
estetika, emosi, dan fisik. Jadi healthy yang dimaksud bukan hanya
phisically, tetapi lebih pada aspek sinergitas spiritually.

b. Holisme
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku
sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian
bagian atau komponen berbeda.

c. Humanisme
Perkembangan psikologi humanistik tidak lepas dari pandangan
psikologi holistik dan humanistik. ”Humanisme” dipandang sebagai
sebuah gagasan positif oleh kebanyakan orang.
DAFTAR PUSTAKA

Nur Hasanah, Dewi. “Konsep Holistic Care Caring Holisme”.


https://dewinrhasanah.blogspot.com/2013/10/konsep-holistic-care-
caring-holisme-dan.html. 21 Desember 2018.

Unyil, Baim. ”Makalah Holistic”


http://baimunyil.blogspot.com/2014/12/makalah-holistik-care.html. 21
Desember 2018.

Widya, Ningrum. “Konsep Holistic Care”.


https://www.academia.edu/29583829/KONSEP_HOLISTIC_CARE?aut
o=download. 21 Desember 2018.
MAKALAH KONSEP ETIK DAN HUKUM DALAM PRAKTIK
KEPERAWATAN

Mata Kuliah : KDK I

Dosen Pengampu : Hermeksi Rahayu, Skp, M.Kes

Disusun Oleh :

TINA LESTARI (1803100)

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Konsep Etik Dan Hukum Dalam Praktik Keperawatan ini meskipun dengan sangat
sederhana.

Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta
pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini
menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap
kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki
makalah ini. Terima Kasih.

Semarang, 21 Desember 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-
prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam
standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang
berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut
tentunya setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu
dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan
keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb
moral.(Nila Ismani, 2001)
Sehingga dalam bekerja, perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip
etika keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan, dan prinsip-prinsip
legal dalam praktik keperawatan.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep etik dalam keperawatan
2. Diketahuinya perbedaan istilah-istilah etik dan hukum dalam keperawatan
BAB II
Etika dan Hukum Keperawatan

A. Kode Etik dalam Keperawatan


Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan
David (1978) berarti ”kebiasaaan”. ”model prilaku” atau standart yang
diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah
etikasekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang
mempengaruhi prilaku. (Dra. Hj. Mimin Emi Suhaemi.2002 : 7). Etika adalah
kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok tertentu.
Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagiperbuatanyang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dandengan
kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatanatau
tindakan yang mempunyai prinsipbenar dan salah, serta prinsip moralitas karena
etika mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode etik berarti
tidak memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik.

B. Teori Etik Keperawatan


1. Teleologik Pendekatan teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan
fenomenadan akibatnya, dimana seseorang yang melakukan pendekatan
terhadap etika dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan–keputusan etis.
Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan the end justifies the ineans (pada akhirnya, yang
membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk
kepentingan medis ).
Contoh : seorang perawata yang harus menghadapi kasus kebidanan karena
tidak ada bidan dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat memberikan
pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
demi keselamatan pasien.

2. Deontologi Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ”deon” yang berarti
kewajiban. “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak
sebagai buruk” ,deontologi menjawab : “karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dankarena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi
berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
autonomy, informedconsent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia. Yang
menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan
deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga
salah satu teorietika yang terpenting ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

a. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan


berdasarkan kewajiban
b. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan
dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalau pun
tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik
c. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada
hukum moral universal Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya
sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum
moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang
menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan
hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak
Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat
apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan
apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
C. Istilah-Istilah dalam Etika dan Hukum Keperawatan
Ada beberapa istilah dalam etik dan hokum keperawatan yaitu:

2. Etik

Istilah-Istilah dalam
Etika dan Hukum
Keperawatan

Perbedaan Masing-Masing Istilah


1. Etika “peraturan/norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi prilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik/buruk, merupakan
suatu tanggung jawab moral.
2. Etik “suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral atau ilmu kesusilan yang menyangkut aturan/prinsip penentuan
tingkah laku yang baik dan buruk, kewajiban dan tanggung jawab.
3. Etiket “merupakan sesuatu yang telah dikenal, diketahui, diulangi serta
menjadi suatu kebiasaan didalam masyarakat, baik berupa kata-kata/suatu
bentuk perbuatan yang nyata.
4. Moral “Perilaku yang diharapkan masyarakat atau merupakan standar
prilaku/prilaku yang harus diperhatikan seseorang menjadi anggota
kelompok/masyarakat dimana ia berada atau nilai yang menjadi pegangan
bagi seseorang suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
5. Kode etik “Kaedah utama yang menjaga terjalinnya interaksi pemberi dan
penerima jasa profesi yang wajar, jujur, adil dan terhormat.
6. Profesional “Seseorang yang memiliki kompetensi dalam suatu pekerjaan
tertentu.
7. Profesionalisme “karakter, spirit/metoda profesional, mencakup pendidikan
dan kegiatan berbagai kelompok yang anggotanya berkeinginan jadi
professional.
8. Profesionalisme “merupakan suatu proses yang dinamis untuk
memenuhi/mengubah karakteristik kearah profesi.
9. Hukum “peraturan perundang-undangan yang di buat oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat .

D. Prinsip-Prinsip Etik
1. Otonomi (Autonomy)
Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu “autos”, yang berarti sendiri,
dan “nomos” yang berarti aturan. Prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan
yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan anotonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

Contoh tindakan yang tidak memperhatikan otonomi adalah:


a. Melakukan sesuatu bagi klien tanpa mereka diberi tahu sebelumnya
b. Melakukan sesuatu tanpa memberi informasi relevan yang penting
diketahui klien dalam membuat suatu pilihan
c. Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat
gangguan atau penyimpangan
d. Tidak memberikan informasi yang lengakap walaupun klien
menghendaki informasi tersebut
e. Memaksa klien memberi informasi tentang hal–hal yang mereka sudah
tidak bersedia menjelaskannya.

2. Berbuat baik (Beneficience)


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.

Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk


memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi tidak seharusnya melakukannya
apabila klien dalam keadaan risiko serangan jantung.

3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prakatek profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

Contoh : seorang perawat sedang bertugas sendirian disuatu unit RS


kemudian ada seorang klien yang baru masuk bersamaan dengan klien yang
memerlukan bantuan perawat tersebut. Agar perawat tidak menghindar dari
satu klien, kelian yang lainnya maka perawat seharusnya dapat
mempertimbangkan faktor-faktor dalam situasi tersebut, kemudian bertindak
berdasarkan pada prinsip keadilan.

4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)


Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien. Johnson (1989) menyatakan bahwa prinsip untuk
tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras dari pada prinsip untuk
melakukan yang baik.

Contoh: seorang klien yang mempunyai kepercayaan bahwa pemberian


transfusi darah bertentangan dengan keyakinannya, menaglami perdarahan
hebat akibat penyakit hati yang kronis. Sebelum kondisi klien bertambah
berat, klien sudah memberikan pernyataan tertulis kepada dokter bahwa ia
tak mau dilakukan transfusi darah. Pada suatu saat, ketika kondisi klien
bertambah buruk danterjadilah perdarahan hebat, dokter
seharusnyamenginstruksikan untuk memberikan transfuse darah. Dalam hal
ini, akhirnya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip beneficience
walaupun sebenarnya pada saat berasamaan terjadi penyalah gunaaan prinsip
maleficiencee.

5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada,
dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
Walaupun demikian, terdapat beberapa argumen mengatakana dan batasan
untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk
pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best”
sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam
membangun hubungan saling percaya.

Contoh : Ny. M seorang wanita lansia dengan usia 68 tahun, dirawatdi RS


dengan berbagai macam fraktur karena kecelakan mobil. Suaminya yang
juga ada dalam kecelakaan tersebut masuk kerumah sakit yang sama dan
meninggal. Ny. M bertanya berkali–kali kepada perawat tentang keadaan
suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawatnya untuk tidak
mengatakan kematian suami Ny. M kepada Ny. M. Perawat tidak diberi
alasan apapun untuk petunjuk tersebut dan mengatakan keprihatinannya
kepada perawat kepala ruangannnya, yang mengatakan bahwa instruksi
dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik
kejujuran.

6. Menepati janji (Fidelity)


Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setiap ada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.

7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak
ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan
oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan
tenaga kesehatan lain harus dihindari

8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Contoh: Perawat bertanggung ja wab terhadap diri sendiri, profesi, klien,
sesama karyawan dan masyarakat. Jika salah memberi dosis obat kepada
klien, perawat tersebut dapat digugat oleh klien yang menerima obat, oleh
dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut
kemampuan professional.

E. Hukum Keperawatan
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan
langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata,
hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992).
Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung
dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata,
hukum pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).

Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan


1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawata
2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hokum

F. Mal-Praktik dalam Keperawatan


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang,
misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995)
mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila
pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty
Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.

b. Breach of the duty


Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar
profesinya.

Contoh: pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan


dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan
rumah sakit.

c. Injury
Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang
dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai
akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi
dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera
fisik.

d. Proximate caused
Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada


setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan
perawat berada pada tuntutan malpraktik.

Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :


Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan
mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data
akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih
lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.

b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :


1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya
dalam rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh
pasien. Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva
menggunakan perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan
harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah
pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan
yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara
lisan maupun dengan tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan
rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan


melaksanakan tindakan kolaborasi kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat
order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan
keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive
therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya
pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya
komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun
terhadap pasien dan keluarganya. melaksanakan program pendidikan
berkelanjutan (Continuing Nursing Education)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika adalah kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik
bagi kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi
perbuatan yang benar. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang
tidak baik dan dengan kewajiban moral. Etika berhubungan dengan
peraturan untuk perbuatan atau tidakan yang mempunyai prinsip benar dan
salah, serta prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab
moral, menyimpang dari kode etik berarti tidak memiliki prilaku yang baik
dan tidak memiliki moral yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

“Konsep Etik dan Hukum Keperawatan”.


https://www.academia.edu/29317197/Konsep_etik_dan_hukum_kepera
watan. 21 Desember 2018.

“Makalah Mal Praktek”


https://www.academia.edu/9293545/makalah_malpraktek. 21 Desember
2018.

Kahfi, Resty. “Etika dan Hukum Keperawatan”.


https://www.academia.edu/12019224/ETIKA_DAN_HUKUM_KEPER
AWATAN. 21 Desember 2018.

Rasyid, Abu. “Asuhan Keperawatan Kesehatan”.


https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2014/09/etika-dan-
hukum-keperawatan.html. 21 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai