Anda di halaman 1dari 38

KONSEP DASAR, TUJUAN DAN PRINSIP

PERORGANISASIAN
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

DWINA FEBRIANTI

DESI CHRIT NATASYA

TEGUH

JEKSO

YARNI

VERDALIUS

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2021
KATA PENGANTAR

1
Kami panjatkan puji dan syukur kehadiran tuhan yang maha esa atas berkat dan
rahmat karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah “ KONSEP
DASAR, TUJUAN DAN PRINSIP PERORGANISASIAN
” dengan baik selesainya penyusunannya berkat bantuan moral maupun material
dari berbagai pihak pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Parlindungan purba, SH, MM, selaku ketua yayasan sari mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.kes, selaku Rektor universitas sari mutiara
Indonesia
3. Taruli Sinaga. SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas farmasi dan ilmu
kesehatan
4. Ns, Rinco Siregar, M. kep, M.NS selaku ketua program studi ners fakultas
farmasi dan ilmu kesehatan universitas sari mutiara Indonesia
5. Ns,Adventy Gulo, M. kep,selaku dosen pengajar yang telah memberikan
bimbingan,arahan, dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan
makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dari isi maupun susunannya, untuk itu tim penulis membuka diri
terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
keperawatan, akhir kata tim penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2021

Tim Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

2
A. Latar belakang
Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui
upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen
keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan
dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen kedua yang penting
dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai
dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian merupakan
pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktifitas dengan sasaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-masing kelompoknya untuk
melakukan koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan
vertikal untuk mencapai tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek,
maka pelayanan keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui
kelompok-kelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai.
Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim kesehatan dimana
semua tenaga termasuk perawat bertanggung jawab dalam penyelesaian
masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara
optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan Yang
menjadi bahasan dalam pelayaan keperawatan diruang rawat meliputi: struktur
organisai ruang rawat, pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan),
koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan kelompok kerja; yang bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang struktur organisasi dalam pelayanan
keperawatan untuk mencapai tujuan.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian?
2. Bagaimana berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan?
3. Bagaimana perbedaan budaya dan iklim organisasi?

3
4. Bagaimana implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat
dan puskesmas: kewenangan klinik perawat?

A. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian.
2. Mengetahui berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan.
3. Mengetahui perbedaan budaya dan iklim organisasi.
4. Mengetahui implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat
dan puskesmas: kewenangan klinik perawat?

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar, tujuan, dan prinsip pengorganisasian


1) Konsep pengorganisasian
Organisai sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan
dari lingkungan, karena pada dasarnya organisasi juga merupakan bagian
dari lingkungan dan masyarakat. Oleh karena itu, suatu organisasi perlu
memahami lingkungan apa saja yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung dengan kegiatan organisasi. Kegiatan manajemen yang
akan dilakukan semestinya mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan
yang terkait dengan organisasi, baik yang bersifat langsung maupun
tidak langsung. (Simamora, 2012).
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan
dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan
wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf
dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000)
menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya
manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi,
dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan
yang lain. Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis.
Secara statis merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk
mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis merupakan suatu aktivitas
dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai
tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009).
2) Tujuan pengorganisasian
a) Manfaat
1. Memetakan garis kewenangan pengambilan keputusan
2. Membantu pekerja memahami tugas mereka dan rekan kerja
3. Menunjukkan pada manajer dan personel baru bagaimana mereka
menyesuaikan diri dalam organisasi

5
4. Berperan dalam struktur organisasi yang baik
5. Menunjukkan garis komunikasi formal
b) Keterbatasan
1. Menunjukkan hanya hubungan formal
2. Tidak mengindikasikan derajat kewenangan
3. Dapat menunjukkan hal yang seharusnya terjadi atau dilakukan,
bukan yang terjadi sebenarnya
4. Mungkin terjadi kebingungan kewenangan dengan status
3) Fungsi pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian adalah suatu manajemen yang juga
mempunyai peranan penting seperti fungsi perencanaan. Melalui fungsi
pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi
(manusia dan bukan manusia) akan diatur penggunaannya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Untuk dapat melaksanakan fungsi pengorganisasian dengan baik,
manajer harus memahami berbagai prinsip pengorganisasian.
(Simamora, 2012).
Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal dapat
menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.
Pengorganisasian pelayanan keperawatan di ruang rawat meliputi:
a) Struktur organisasi
Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk
dan bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat
ditetapkan struktur organisasi ruang rawat inap untuk
menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik
vertikal maupun horizontal. Juga dapat dilihat posisi tiap bagian,
wewenang dan tanggung jawab serta jalur tanggung gugat. Bentuk
organisasi disesuaikan dengan pengelompokan kegiatan atau sistem
penugasan.
b) Pengelompokan kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang
harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu

6
dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan
kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada
perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka
miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ini yang disebut
dengan metode penugasan keperawatan. Metode penugasan tersebut
antara lain: metode fungsional, metode alokasi klien/keperawatan,
metode tim keperawatan, metode keperawatan primer, dan metode
moduler.
c) Koordinasi kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan
kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk
menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya
pendelegasian tugas kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam
asuhan keperawatan di ruang rawat inap.
d) Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai
apakah pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang
berkewajiban untuk memberi arahan yang jelas tentang kegiatan
yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan uraian tugas dengan jelas
untuk masing-masing staf dan standar penampilan kerja.
e) Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan
kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi
kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan
kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan
keperawatan. (Simamora, 2012).
Terdapat 6 langkah penting dalam melaksanakan fungsi
pengorganisasian dalam manajemen keperawatan, yaitu:
1. Tujuan organisasi institusi layanan keperawatan harus dipahami oleh
staf. Tujuan organisasi telah disusun pada fungsi perencanaan,
2. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok
untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, pimpinan yang mengemban

7
tugas pokok organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. Untuk
itu, ia membagi tugas pokoknya kepada staf yang ada. Dari sini, akan
muncul gagasan departementalisasi, pengembangan bidang-bidang,
seksi-seksi, dan lain-lain sesuai dengan kegiatan pokok.
3. Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan yang
praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas pokok ke dalam elemen
kegiatan harus mencerminkan apa yang harus dikerjakan oleh staf.
4. Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan
menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya. Pengaturan ruangan dan dukungan alat-alat
kerja adalah salah satu contohnya.
5. Penugasan personel yang cakap yaitu memeilih dan menempatkan
staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas. Bagian ini penting
dipahami oleh manajer personalia pada saat mengangkat atau
memilih staf pejabat atau yang akan melaksanakan tugas ternetu
organisasi.
6. Pendelegasian weweang. Tugas staf dan mekanisme pelimpahan
wewenang dapat diketahui melalui struktur organisasi yang dianut.
Untuk organisasi seperti ruang rawat inap yang memepunyai jumlah
tenaga yang terbatas, namun ruang lingkup kerja dan kegiatannya
cukup luas, prinsip kerja sama yang sifatnya integrative perlu
diterapkan.
4) Aspek pengorganisasian
Tiga aspek penting dalam pengorganisasian meliputi:
a) Pola struktur yang berarti proses hubungan interaksi yang
dikembangkan secara efektif.
b) Penataan tiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam
organisasi.
c) Struktur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama,
pola.
Hubungan antar kegiatan yang berbeda, penempatan tenaga yang
tepat dan pembinaan cara komunikasi yang efektif antar perawat.

8
 Pengelolaan kegiatan asuhan keperawatan dapat ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan klien misalnya unit rawat anak memerlukan kegiatan
asuhan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya.
Pengorganisasian dapat diuraikan sebagai rangkaian aktifitas menyusun
suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi semua kegiatan usaha
kerja sama dengan cara menbagikan, mengelompokkan pekerjaan yang
harus dilakukan, menerpakan menjalin hubungan kerja antar bagian dan
menjalin hubungan antar staf dan atasan. (Simamora, 2012).
5) Prinsip pengorganisasian
Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala
ruangan dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik
keperawatan. Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg
(2000) adalah:
a) Prinsip rantai komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan
anggota efektif secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan.
Komunikasi cenderung ke bawah dan satu arah. Pada organisasi
keperawatan, rantai komando ini datar, dengan garis manajer dan staf
teknis serta administrasi yang mendukung perawat pelaksana.
b) Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat
pelaksana mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan
primer dan manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan
komando ini.
c) Prinsip rentang Kontrol
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat
mengawasi secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi.
Pada prinsip ini, makin kurang pengawasan yang diperlukan untuk
perawat. Perawat harus memiliki lebih banyak pengawasan untuk
menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan harus lebih
banyak mengkoordinasikan.
d) Prinsip spesialisasi

9
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus
menampilkan satu fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi
kerja atau pembagian tugas yang membentuk departement.
Menurut Simamora (2012), prinsip pengorganisasian kegiatan
layanan keperawatan, meliputi:
1. Pembagian Kerja 
Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-
bagi sehingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala
bidang keperawatan perlu mengetahui tentang:
a. Pendidikan dan pengalaman setiap staf  peran dan fungsi perawat
yang diterapkan di RS tersebut.
b. Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan
kedudukan dalam organisasi.
c. Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
d. Mengetahui hal- hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf
dan kepada tenaga non keperawatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan
pembagian kerja diantaranya:
1) Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai
dengan kemampuannya.
2) Tiap bangsal / bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan
tertulis.
3) Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas.
4) Tariasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat
hubungannya.
5) Mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan.
6) Penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak,
kesulitan dan waktu.
Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus
melapor, minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung
serta dari siapa dia menerima tugas.

10
2. Pendelegasian Tugas    
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan
pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran
kelompok melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti
manajemen. Selain itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan
mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih
penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga
merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang
bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih
besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan
untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya
kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah
mengambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan
dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada
pekerjaan.. Disamping itu mamfaat pendelegasian untuk kepala
bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak
untuk melakukan hal-hal lain seperti perencanaan dan evaluasi,
meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberikan
pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai
pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain.
Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif,
banyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini.
Beberapa alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian:
a) Meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu
dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”.
b) Kurang percaya diri.
c) Takut dianggap malas.
d) Takut persaingan.
e) Takut kehilangan kendali.
f) Merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan

11
pendelegasian, mempunyai definisi     kerja yang tidak jelas.
g) Takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas.
h) Menolak untuk mengambil resiko tergantung pada orang lain.
i) Kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya
masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasikan.
j) Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan.
k) Kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf
kurang memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk melakukan
tugas tersebut.
Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah
apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat
dilimpahkan kepada staf. Hal ini tergantung pada:
1) Sifat kegiatan ; untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat
diberikan lebih besar kepada staf.
2) Kemampuan staf ; tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan
atau terlalu berat.
3) Hasil yang diharapkan ; Applebaum dan Rohrs menyarankan agar
pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk
perencanaan strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin
bawahan baru. Mereka juga menyarankan agar mendelegasikan
tugas yang utuh dari pada mendelegasikan sebagian aspek dari
suatu kegiatan.
    Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang
efektif:
a. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena
itu jangan mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau
melakukannya.
b. Jangan takut salah.
c. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang
memiliki ketrampilan atau pengetahuan untuk sukses.
d. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf,
sehingga mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan.

12
e. Perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil.
f. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah
pemecahan masalahnya.
g. Hindari kritik bila terjadi kesalahan.
h. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab,
wewenang, tanggung gugat dan dukungan yang tersedia.
i. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah
terlaksana dengan baik.
Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan
pendelegasian yang efektif yaitu tetapkan tugas yang akan
didelegasikan, pilihlah orang yang akan diberi delegasi, berikan
uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas, uraikan hasil
spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil
tersebut, jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang
dimiliki staf tersebut, minta staf tersebut menyimpulkan pokok
tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang
didelegasikan, tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan,
berikan dukungan, evaluasi hasilnya.
3. Koordinasi
Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan
penyesuaian antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat
terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun
dengan tenaga dari bagian lain.
Manfaat Koordinasi yaitu:
a. Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal /
bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain.
b. Menumbuhkan rasa saling membantu.
c. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf.
Koordinasi dapat dilakukan dengan cara komunikasi terbuka,
dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan
formulir yang berlaku.
4. Manajemen waktu

13
Manajemen waktu yang dapat dilakukan perawat adalah:
a. Mengatur jadwal kerja (perawat yang bekerja secara freelance
harus lebih kuat usahanya.
b. Disiplin dengan jadwal kerja tersebut.
c. Memompa, memotivasi perawat, selalu bersemangat dalam
menjalankan segala sesuatu.
d. Walaupun dikejar deadline, namun “isi otak” harus tetap relaks.
e. Jangan panic, harus tetap tenang, dan focus untuk dapat selalu
terarah apa target yang akan kita capai.
f. Berusahalah sebaik mungkin, jangan menyerah sampai dengan
saat-saat akhir.

B. Berbagai jenis struktur organisasi dalam keperawanan


Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan
asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan
pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi:
1) Struktur Organisasi
Struktur organisai ruang rawat terdiri dari struktur bentuk dan
bagan. Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung
pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Ruang rawat
sebagi wadah dan pusat kegiatan pelayanan keperawatan perlu memiliki
struktur organisasi tetapi ruang rawat tidak termasuk dalam struktur
organisasi raumah sakit bila dilihat dari surat keputusan menteri Kesehatan
no. 134 dan 135 tahun 1978. oleh karena itu direktur rumah sakit perlu
menerbitkan surat keputusan yang ngatur struktur organisasi ruang rawat.
Berdasarkan surat keputusan direktur tersebut dibuat struktur
organisasi ruang rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian
atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Dapat juga dilihat posisi
tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta tanggung gugat. Bentuk
organisasi dapat pula disesuaikan dengan pengelompokkan kegiatan atau
sistem penugasan yang digunakan.

14
Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi,
dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Terdapat enam kunci
yang perlu disampaikan kepada manajer bila mereka merancang struktur
organisasinya. Elemen tersebut adalah spesialisasi pekerjaan,
departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi, dan
desentralisasi. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
penyusunan struktur organisasi, yaitu pendekatan berdasarkan fungsi,
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, berdasarkan pelanggan,
berdasarkan tempat, dan matriks.
a) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan fungsi
Penentuan sub-sub bagian dari organisasi atau proses
departementalisasi yang pertama adalah berdasarkan fungsi.
Berdasarkan pendekatan ini, proses departementalisasi di lakukan
berdasarkan fungsi tertentu yang mesti di jalankan dalam suatu
organisasi. Dalam organisasi bisnis misalnya, terdapat pekerjaan yang
terkait dengan pelayanan.
b) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan jenis layanan
Pendekatan kedua dalam departementalisasi adalah berdasarkan
pelayanan atau jasa yang di berikan setiap bagian. Berdasarkan
pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi di tentukan
berdasarkan jenis pelayanan yang di buat oleh organisasi. Berikut ini
contoh struktur organisasi dalam rumah sakit yaitu:

Direktur Utama RS
Blossoom

Manajer keuangan Manajer keperawatan Manajer pemasaran Manajer diklat

Bagian Bagian
penjualan promosi

15

Bagian Bagian
anak bedah Bagian Pelatihan dan
CI pengembanga
c) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan pelanggan
Pendekatan ketiga dalam departementalisasi adalah berdasarkan
pelanggan bagian-bagian. Berdasarkan pendekatan ini, penentuan
bagian-bagian dalam organisasi di tentukan berdasarkan karakteristik
pelanggan yang menjadi sasaran pelanggan dari organisasi.
d) Pembuatan struktur organisasi berdasarkan tempat
Pendekatan keempat dalam departementalisasi adalah berdasarkan
factor tempat berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian
dalam komunikasi di tentukan berdasarkan wilayah organisasi
beroperasi. Selain pendekatan tersebut, terdapat proses
departementalisasi yang menggabungkan fungsional dengan
pendekatan lain, dan model ini di sebut juga dengan matriks.
Istilah spesialisasi kerja atau pembagian tenaga kerja untuk
mendeskripsikan sampai tingkat mana tugas dalam organisasi di
pecah-pecah menjadi pekerjaan yang terpisah. Hakekat spesialisasi
kerja adalah bahwa seluruh pekerjaan lebih baik di pecah-pecah
menjadi sejumlah langkah, bukan di lakukan oleh individu. Setiap
langkah di selesaikan oleh individu yang berlainan. Pada hakekatnya,
individu yang mempunyai spesialisasi mengerjakan bagian dari suatu
kegiatan, bukan mengerjakan seluruh kegiatan. Struktur organisasi
ruang rawat terdiri atas struktur bentuk dan bagan. Berbagai struktur,
bentuk, dan bagan dapat di gunakan bergantung pada besarnya
organisasi dan tujuan yang ingin di capai.
Ruang rawat sebagai wadah dan pusat kegiatan pelayanan
keperawatan perlu memiliki struktur organisasi, namun ruang rawat
tidak termasuk dalam struktur organisasi rumah sakit bila di lihat dari
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1045/Menkes/Per/XI/2006.
Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu menerbitkan surat
keputusan yang mengatur struktur organisasi ruang rawat. Berdasarkan
surat keputusan direktur tersebut, di buat struktur organisasi ruang
rawat untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf
atasan baik vertical maupun horizontal dan dapat juga di lihat posisi

16
setiap bagian, wewenang, dan tanggung jawab serta tanggung gugat.
Bentuk organisasi dapat pula di sesuaikan dengan pengelompokkan
kegiatan atau system penugasan yang di gunakan.
2) Pengelompokkan kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang
harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan
sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengorganisasian kegiatan dilakukan
untuk memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan dimiliki peserta sesuai dengan kebutuhan
klien pengorganisasian tugas perawat ini disebut metode penugasan.
Keperawatan diberikan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan
dan ketidakmampuan klien dalam melakukan aktifitas untuk dirinya dalam
upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Setiap kegiatan
keperawatan diarahkan kepada pencapaian tujuan dan merupakan tugas
menejer keperawatan untuk selalu mengkoordinasi, mengarahkan dan
mengendalikan proses pencapaian tujuan melalui interaksi, komunikasi,
integrasi pekerjaan diantara staf keperawatan yang terlibat.
Dalam upaya mecapai tujuan tersebut meneger keperawatan dalam
hal ini kepala ruangan bertanggung jawab mengorganisir tenaga
keperawatan yang ada dan kegiatan pelayanan keperawatan yang akan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga kepala ruangan perlu
mengkatagorikan klien yang ada diunit kerjanya. Menurut Kron (1987)
kategori klien didasarkan atas : Tingkat pelayanan keperawatan yang
dibutuhkan klien, misalnya keperawatan mandiri, minimal, sebagian, total
atau intensif. Usia misalnya anak, dewasa, usia lanjut. Diagnosa atau
masalah kesehatan yang dialami klien misalnya perawatan bedah/ortopedi,
kulit. Terapi yang dilakukan, misalnya rehabilitas, kemoterapi. Dibeberapa
rumah sakit ini pengelompokkan klien didasarkan atas kombinasi kategori
diatas.
Selanjutnya kepala ruangan bertanggung jawab menetapkan
metode penyusunan keperawatan apa yang tepat digunakan di unit
kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan jumlah katagori tenaga

17
yang ada di ruangan serta jumlah klien yang menjadi tanggung jawabnya.
(Simamora, 2012).

C. Perbedaan budaya dan iklim organisasi


1) Budaya Organisasi
Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti
mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian
dalam bahasa Inggris menjadi culture. Menurut Kotter dan Haskett
(1922:3), perhatian masyarakat akademik terhadap budaya berasal dari
studi antropologi sosial yang pada akhir abad ke-19 melakukan studi
terhadap masyarakat “primitif”, seperti Eskimo, Afrika dan penduduk asli
Amerika. Studi tersebut mengungkapkan bahwa cara hidup anggota-
anggota masyarakat ini tidak hanya berbeda cara hidup masyarakat maju
di Eropa danAmerika Utara tetapi juga berbeda di antara masing-masing
masyarakat primitif tersebut.
Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa
“budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan
terlaksana dengan baik”. Oleh karena itu, budaya diajarkan (diwariskan)
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami,
memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut.
Budaya organisasi mengacu pada norma prilaku, asumsi, dan
keyakinan dari suatu organisasi, sementara dalam iklim organisasi
mengacu pada persepsi orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan
norma-norma, asumsi-asumsi dan keyakinan (Owens, 1991). Sedangkan
Sonhadji dalam Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi
adalah proses sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan
persepsi, nilai dan keyakinan terhadap organisasi untuk mengembangkan
persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi. Sementara Soetopo
(2010) mengatakan bahwa budaya organisasi berkenaan dengan
keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma prilaku, ideology, sikap, kebiasaan

18
dan harapan-harapan yang dimiliki oleh organisasi (dalam hal ini termasuk
organisasi universitas swasta).
Gibson, Ivanichevich & Donelly dalam Soetopo (2010) berpendapat
bahwa budaya organisasi adalah “kepribadian organisasi yang
mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi”. Budaya
mengandung pola eksplisit dan implisit dari dan untuk prilaku yang
dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok manusia secara berbeda
termasuk benda-benda ciptaan manusia.
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang
dianut dan dijalankan oleh organisasi terkait dengan lingkungan tempat
organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. (Simamora, 2012).
Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum
dapat ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna
bersama, nilai, sikap dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari
suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari
seluruh individu anggota organisasi mulai dari manajemen puncak hingga
manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas manajemen
yang dapat melepaskan diri dari budaya.
Komponen-Komponen budaya organisasi Robbins dalam Soetopo
(2010) mengemukakan tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu:
a. Otonomi individu yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab dan
kesempatan individu untuk berinisiatif dalam organisasi
b. Struktur yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk
mengontrol prilaku pegawai
c. Dukungan yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada
pegawai
d. Identitas yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organisasinya secara
keseluruhan, terutama informasi kelompok kerja dan keahlian
profesionalnya
e. Hadiah performansi yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada
criteria performansi pegawai

19
f. Toleransi konflik yaitu kadar konflik dalam hubungan antar sejawat
dan kemauan untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan
g. Toleransi resiko yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif,
inovatif dan berani menanggung resiko.
Fungsi budaya organisasi Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi
budaya organisasi bergayut dengan fungsi eksternal dan fungsi internal.
Fungsi eksternal budaya organisasi adalah melakukan adaptasi terhadap
lingkungan diluar organisasi, sementara fungsi internal berkaitan dengan
integrasi berbagai sumber daya yang ada didalamnya termasuk sumber
daya manusia. Jadi secara eksternal budaya organisasi akan selalu
beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada diluar organisasi, begitu
seterusnya sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada penyesuaian-
penyesuaian. Lebih lanjut Soetopo menjelaskan bahwa makin kuat budaya
organisasi, makin tidak mudah organisasi itu akan terpengaruh oleh
budaya luar yang berkembang di lingkungannya. Sementara kekentalan
fungsi internal makin dirasakan menguat jika didalam organisasi itu
semakin berkembang norma-norma, peraturan, treadisi, adat istiadat
organisasi yang terus menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga
berangsur-angsur budaya itu akan menajdi semakin kuat.
Karakteristik budaya organisasi O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo
(2010) mengemukakan tujuh karakteristik utama yang menjadi inti dari
suatu organisasi, yaitu :
1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong
untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan
menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada detail-detail.
3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil,
bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil.
4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam fungsi budaya
organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi.

20
5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
atas dasar tim kerja daripada individu.
6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi
bersifat agresif dan kompeteitif.
7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas organisasi menekankan
pemeliharaan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik diatas bergerak pada suatu kontinuitas


dari rendah hingga ke tinggi. Menilai suatu organisasi dengan ketujuh
karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi
tersebut. Gambaran tersebut kemudian menjadi dasar  untuk perasaan
saling memahami yang dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi
mereka, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian
bersama tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap
(Robbins, 2005;486).
Klasifikasi budaya organisasi dalam mempelajari budaya
organisasi, terdapat empat pendekatan menurut Robert dan Hunt dalam
Soetopo (2010). Keempat pendekatan itu antara lain : (1) beberapa sarjana
memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam
organisasi dan kelompok kerja, (2) kelompok kedua tertarik dengan mitos,
cerita, dan bahasa sebagai manifestasi budaya, (3) memandang tata cara
dan seremonial sebagai manifestasi budaya, dan (4) mempelajari interaksi
antar anggota  dan symbol-simbol. Sedangkan Schein membaginya
kedalam tiga dimensi budaya yaitu : (1) artefak dan kreasi berupa
teknologi, seni, pola prilaku yang dapat dilihat dan didengar. Terlihat oleh

21
mata tetapi sering tidak dapat diartikan dan diuraikan, (2) nilai, dapat diuji
dalam lingkungan fisik, dapat diuji hanya oleh konsensus social. Tingkat
yang lebih tinggi mengenai kesadaran, (3) asumsi dasar, yaitu menegnai
hubungan manusia-lingkungan, hakikat dasar manusia, hakikat hubungan
manusia.
Sedangkan Hellriegel dan Slocum dalam Soetopo (2010)
mengajukan kerangka klasifikasi budaya organisasi sebagai berikut :

Sumbu vertical mencerminkan orientasi pengawasan yang relative


normal, jarak dari mantap ke fleksibel. Sumbu horizontal mencerminkan
fokus relative terhadap perhatian, jarak dari fungsi internal ke fungsi
eksternal. Sudut-sudut dari empat persegi mewakili empat tipe murni dari
budaya organisasi yaitu birokratik, clan, entrepreneurial dan pasar.
a) Budaya Birokratik
Suatu organisasi dengan karyawan yang mempunyai formalisasi
nilai peraturan standar prosedur operasi dan koordinasi hierarkis.
Perhatian jangka panjang dalam birokrasi, efisiensi, dan stabilitas
dapat diperkirakan. Karyawannya mempunyai standar nilai yang tinggi
terhadap pelayanan pelanggan. Manajer memandang peran mereka
sebagai koordinator yang baik, organisator dan memperkuat standard
dan aturan tertulis.
b) Budaya Clan
Mempunyai atribusi tradisi, kesetiaan, komitmen pribadi,
sosialisasi ekstensif, tim kerja, manajemen diri dan pengaruh social.

22
Komitmen individual jangka panjang pada organisasi diganjar dengan
komitmen jangka panjang organisasi terhadap karyawan.
c) Budaya entrepreneurial
Menunjukkan tingkat pengambilan resiko yang tinggi, dinamis dan
kreatifitas. Ada komitmen terhadap eksperimentasi, inovasi. Budaya
ini tidak hanya cepat bereaksi terhadap perubahan lingkungan, tetapi
menciptakan perubahan.
d) Budaya Pasar
Nilai yang akan dicapai terukur, dan karyawan dituntut untuk
mencapai sasaran, terutama yang berbasis financial dan pasar.
2) Iklim Organisasi
Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the
study of perceptions that individual have of various aspect of the
environment in the organization”. Dengan demikian pengkajian iklim
organisasi dapat dilakukan dengan menggali data dari persepsi individu
yang ada dalam organisasi. Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010)
mengartikan iklim organisasi adalah suatu kualitas lingkungan internal
organisasi yang dialami oleh anggotanya, mempengaruhi prilakunya dan
dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai karakteristik organisasi. Dengan
penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-aspek definisi iklim
organisasi sebagai berikut :
a) Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung
cirri karakteristik tertentu.
b) Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada
menilainya.
c) Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi.
d) Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo
(2010) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi
pandang yaitu (1) iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota
terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi dilihat dari hubungan antara
kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya.

23
Klasifikasi iklim organisasi berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Halpin (1971) yang menggunakan Organizational Climate
Description Quesionare (OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi
yaitu:
1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota
organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya
keterbukaan.
2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya
peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi
dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja
keras serta kurangnya hubungan antar sesama anggota.
4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara
pimpinan dan anggota.
5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan
terhadap anggota.
6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan
dan prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan
sangat tertutup terhadap para anggotanya.
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim
organisasi berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
a. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf
atau bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap
pencapaian tujuan organisasi.
b. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf
bahwa pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan
pekerjaan mereka.
c. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena
terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam
pekerjaan.

24
d. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam
organisasi.
Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :
1) Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku
pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social
dengan staf.
2) Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada
prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan
pengawasan ketat, direktifdan menuntut hasil maskimal.
3) Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin
yang ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
4) Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku
pemimpin dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai
dengan martabatnya (Owens, 1991; Halpin, 1971)

D. Implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan


Puskesmas: kewenangan klinik perawat
1) Job Analyses
Sumberdaya manusia (SDM) perawat di ruang rawat terdiri dari kepala
ruangan, ketua tim (perawat primer) dan perawat pelaksana. Untuk
menempatkan/menugaskan seorang perawat sebagai kepala ruangan atau
sebagai ketua tim, atau sebagai perawat pelaksana diperlukan kriteria
tertentu sebagai standar. Kesalahan di dalam menempatkan perawat akan
mempengaruhi kinerja dan menurunkan kualitas pelayanan asuhan

25
keperawatan. Dengan menempatkan/menugaskan seorang perawat sesuai
dengan tingkat pendidikan dan pengalaman kerjanya, serta sesuai dengan
minatnya maka dengan sendirinya akan memberikan motivasi kerja yang
baik kepada perawat tersebut. Selanjutnya, visi untuk memberikan
pelayanan keperawatan profesional bisa terwujud.
a) Kriteria Kepala Ruangan
1. Sehat jasmani dan rohani. 
2. Perawat yang telah bekerja pada area keperawatan sejenis minimal
2 tahun.
3. Perawat yang telah bekerja di ruangan tersebut minimal 1 tahun. 
4. Pendidikan S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum ada S1
Keperawatan boleh DIII Keperawatan. 
5. Pernah mengikuti pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat asli:
a) Pelatihan Asuhan Keperawatan; b) Pelatihan Standar Asuhan
Keperawatan; c) Pelatihan Manajemen Bangsal dan Manajemen
Kasus (Pelatihan Manajemen Keperawatan).
6. Mengajukan diri secara tertulis untuk menjadi calon kepala
ruangan.
7. Melampirkan Program Kerja Tahunan.
8. Lulus tes presentasi Program Kerja Tahunan, yang dihadiri oleh
manajemen rumah sakit, komite keperawatan dan rekan-rekan
perawat di rumah sakit yang bersangkutan.
9. Lulus tes wawancara (diwawancarai oleh manajemen rumah sakit
dan komite keperawatan).
10. Lulus tes tertulis tentang manajemen keperawatan.
Penjelasan poin-poin di atas:
a. Sangat jelas.
b. Calon kepala ruangan adalah perawat yang telah bekerja selama
minimal 2 tahun pada area keperawatan sejenis, contohnya:
Perawat A yang telah bekerja selama 2 tahun di Bangsal Anak
berhak mengajukan diri menjadi kepala ruangan Bangsal Anak,
dan tidak berhak mengajukan diri menjadi kepala ruangan di

26
Bangsal Bedah dan bangsal lainnya dimana area keperawatannya
tidak sejenis. Maksudnya, agar perawat tersebut setelah menjadi
kepala ruangan akan mampu memberikan bimbingan dan
pembelajaran kepada stafnya tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan kepada klien. Kepala ruangan memahami asuhan
keperawatan dan menjadi sumber (tempat belajar) bagi perawat di
bangsal yang dipimpinnya. Dengan demikian maka akan terjamin
terlaksananya Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional.
c. Calon kepala ruangan adalah perawat telah bekerja selama 1 tahun
di ruangan tersebut, dimaksudkan agar ia menguasai dan
memahami kebutuhan sarana dan bahan yang diperlukan dalam
pelayanan asuhan keperawatan, serta ia juga memahami pencatatan
dan pelaporan yang harus dilakukan di ruangan tersebut. Dengan
demikian akan terjamin terlaksananya Manajemen Bangsal yang
Profesional.
d. Sangat jelas.
e. Dibuktikan dengan sertifikat asli, dimaksudkan agar kepala
ruangan terpilih adalah kepala ruangan yang betul-betul
mempunyai kompetensi sebagai kepala ruangan.
f. Mengajukan diri secara tertulis berarti menunjukkan minat dan
keinginan untuk menjadi kepala ruangan. Jika sesuai dengan minat
dan keinginannya, maka yang bersangkutan setelah terpilih
menjadi kepala ruangan akan menjalankan tugasnya dengan penuh
motivasi. Akan berbeda halnya jika seorang perawat ditunjuk
menjadi kepala ruangan. Motivasinya akan biasa-biasa saja. Jika
penunjukan tersebut tidak sesuai dengan minat dan keinginannya,
maka akan menurunkan motivasi dan kinerja perawat tersebut.
g. Melampirkan program kerja tahunan menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah betul-betul siap untuk menjadi kepala ruangan.
h. Tes presentasi, tes wawancara, dan tes tertulis diadakan, dengan
maksud agar kepala ruangan yang terpilih adalah perawat yang
memang kompeten untuk menjabat kepala ruangan.

27
b) Kriteria Ketua Tim (Perawat Primer)
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Pendidikan minimal S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum
ada boleh DIII Keperawatan.
3. Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 1 tahun
(untuk DIII Keperawatan), minimal 6 bulan untuk S1 Keperawatan
Ners.
4. Pernah mengikuti pelatihan Standar Asuhan Keperawatan
(dibuktikan dengan sertifikat asli).
5. Lulus tes wawancara.
Untuk menjadi ketua tim, seorang perawat harus menguasai
dan memahami konsep-konsep keperawatan. Tugas pokok seorang
ketua tim adalah menjamin terlaksananya asuhan keperawatan.
Seorang ketua tim harus melakukan pengkajian keperawatan,
menegakkan diagnosa keperawatan,  dan menyusun rencana
keperawatan serta mendokumentasikannya. Bersama dengan perawat
pelaksana melakukan evaluasi keperawatan. Seorang ketua tim harus
menguasai Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) tindakan keperawatan. Ketua tim
memberikan bimbingan dan pembelajaran tentang asuhan keperawatan
kepada perawat pelaksana yang menjadi anggota timnya.
c) Kriteria Perawat Pelaksana
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Pendidikan minimal DIII Keperawatan. 
3. Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 6 bulan,
jika kurang dari 6 bulan maka harus diberikan bimbingan di
ruangan tersebut selama 6 bulan oleh Kepala Ruangan dan Ketua
Tim.
4. Lulus tes wawancara.
Perawat pelaksana dituntut agar terampil melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan SOP yang ada. Untuk perawat yang baru
(< 6 bulan), maka harus diberikan bimbingan dan pembelajaran oleh

28
Ketua Tim dan Kepala Ruangan. Jika ada sesuatu hal yang kurang
dipahami atau dimengerti, maka perawat pelaksana wajib bertanya
kepada Ketua Tim. Tugas utama perawat pelaksana adalah
melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan
melakukan evaluasi keperawatan, serta mendokumentasikannya.
2) Job Description Perawat
A. Kepala Ruangan
2. Pendekatan Management:
a) Perencanaan
1) Mengembangkan visi dan misi
2) Mempunyai filosofi
3) Menetapkan Rencana Jangka Pendek
b) Pengorgansasian
1) Membuat struktur organisasi
2) Membuat jadual dinas bersama ketua tim
3) Membuat daftar pasien bersama ketua tim
c) Pengarahan
1) Mamimpin operan
2) Mengawasi dan mengarahkan kegiatan pre dan post
conference
3) Memberi motivasi pada tim perawat di ruangan
4) Mendelegasikan tugas pada bawahan dengan jelas
5) Memfasilitasi kolaborasi dengan anggota tim kesehatan
yang lain dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
6) Mengawasi perawat primer dan perawat pelaksana dalam
mengelola pasien melalui komunikasi langsung.
7) Memperoleh informasi tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan melalui supervisi dan mendengarkan laporan
langsung dari perawat primer.
8) Melakukan pengawasan tidak langsung :
a. Mengecek daftar hadir perawat primer, perawat
pelaksana, pekarya dan petugas TU.

29
b. Mengecek kedisiplinan.
d) Pengendalian
1) Menetapkan indikator mutu
2) Melakukan audit dokumentasi
3) Melakukan survey kepuasan pasien, keluarga, perawat,
dan tenaga kesehatan lainnya.
4) Melakukan survey masalah kesehatan/keperawatan
B. Compensatory reward
1) Melakukan rekruitmen tenaga perawat
2) Melakukan seleksi tenaga perawat
3) Melakukan orientasi
4) Melakukan penilaian kinerja
5) Melakukan pengembangan tenaga perawat
C. Hubungan Professional
1. Memimpin rapat keperawatan
2. Mengawasi pelaksanaan konfrensi kasus
3. Mengikuti rapat tim kesehatan
4. Mengawasi pelaksanaan visit dokter
D. Asuhan keperawatan
1) Menguasai asuhan keperawatan pada pasien sesuai masalah
keperawatan yang ada

A) Perawat Primer/Ketua Tim


1. Pendekatan Managemen :
a) Perencanaan
1) Membuat pengkajian lengkap, perencanaan, dan
menentukan kriteria evaluasi untuk pasien
2) Membuat rencana jangka pendek
b) Pengorgansasian
1) Menyusun jadual dinas bersama Kepala Ruangan
2) Membuat daftar pasien bersama Kepala Ruangan

30
3) Membagi tugas kepada perawat pelaksana sesuai dengan
kemampuan perawat pelaksana
4) Bekerjasama dengan tim kesehatan yang lain untuk
mengintegrasikan pelayanan keperawatan dengan
pelayanan kesehatan lain
c) Pengarahan
1) Memimpin kegiatan ronde keperawatan, konferensi kasus,
Pre dan Post Conference
2) Memberikan pengarahan pada perawat pelaksana masing-
masing secara individual
3) Memberikan motivasi kepada perawat pelaksana
4) Mendelegasikan tugas kepeda perawat pelaksana secara
jelas
d) Pengendalian
1) Mengobservasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien yang dilakukan oleh Perawat Pelaksana
2) Memberikan umpan balik pada Perawat Pelaksana
2. Compensatory reward
a. Melakukan orientasi kepada perawat baru
b. Menilai kinerja Perawat Pelaksana
3. Hubungan Professional
a. Memimpin konfrensi kasus
b. Mengikuti visit dokter
A. Asuhan keperawatan
1. Menguasai asuhan keperawatan pada pasien sesuai masalah
keperawatan yang ada
B. Perawat Pelaksana
1. Membuat rencana jangka pendek (rencana harian) tindakan
keperawatan yang ditugaskan oleh perawat primer
2. Melaksanakan tindakan keperawatan
3. Melakukan evaluasi serta dokumentasi keperawatan

31
4. Mengikuti ronde keperawatan, konferensi kasus, dan pre dan
post conference.
5. Melakukan kerja sama dengan perawat pelaksana lain dibawah
timnya.
Selama masa orientasi, dilakukan evaluasi atau penilaian
terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan budaya MAKP.
Selanjutnya bagi perawat yang telah menjalani masa orientasi
dilakukan penentuan apakah perawat tersebut diterima atau tidak di
ruang MAKP. Penentuan dilakukan oleh pimpinan keperawatan
dan fasilitator (konsultan).

E. Evaluation
Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam
perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah
ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada
setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar, 1996). Tujuan evaluasi adalah
meningkatkan mutu program, memberikan justifikasi atau penggunaan
sumber-sumber yang ada dalam kegiatan, memberikan kepuasan dalam
pekerjaan dan menelaah setiap hasil yang telah direncanakan.
Suprihanto (1988), mengatakan bahwa tujuan evaluasi antara lain:
1. Sebagai alat untuk memperbaiki dan perencanaan program yang akan
datang.
2. Untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini
serta dimasa yang akan dating
3. Memperbaiki pelaksanaan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
program perencanaan kembali suatu program melalui kegiatan mengecek
kembali relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terus-
menerus dan mengukur kemajuan target yang direncanakan.

32
Menurut Lavinghouze (2007), bahwa kegiatan evaluasi dilakukan
untuk:
a. Menyediakan pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat,
stakeholder, dan lembaga donor.
b. Membantu menentukan tujuan yang telah ditentukan pada
perencanaan
c. Meningkatkan program implementasi
d. Memberikan kontribusi untuk pemahaman ilmiah tentang hasil suatu
program
e. Meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap masyarakat, dan f)
menginformasikan kebijakan.
Sementara itu, menurut Hawe, et al. (1998), evaluasi proses
dilakukan untuk:
1) Menilai pencapaian program
2) Menilai kepuasan sasaran
3) Menilai pelaksanaan aktivitas program
4) Menilai tampilan komponen dan material program.
Berdasarkan ruang lingkupnya menurut Azwar (2000), evaluasi dapat
dibedakan menjadi empat kelompok yaitu :
a) Evaluasi terhadap masukan (Input) yang menyangkut pemanfaatan
berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan ataupun sumber
sarana
b) Evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai rencana, mulai dari tahap
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan
c) Evaluasi terhadap keluaran (output), evaluasi pada tahap akhir ini
adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai
dilaksanakan(summative evaluation) yang tujuan utamanya secara
umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu untuk mengukur
keluaran serta untuk mengukur dampak yang dihasilkan. Dari kedua
macam evaluasi akhir ini, diketahui bahwa evaluasi keluaran lebih

33
mudah dari pada evaluasi dampak. Pada penelitian ini yang akan
dilihat adalah evaluasi keluaran
Menurut Mantra (1997), evaluasi secara umum dibedakan atas :
1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat
merencanakan suatu program dengan tujuan menghasilkan informasi
yang akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar
program sesuai dengan masalah atau kebutuhan masyarakat.
2) Evaluasi proses adalah proses yang memberikan gambaran tentang
apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan
keterjangkauan elemen fisik dan struktural dari program tersebut.
3) Evaluasi sumatif yaitu memberikan pernyataan efektif suatu program
selama kurun waktu tertentu dan dimulai setelah program berjalan.
4) Evaluasi dampak program yaitu menilai keseluruhan efektifitas
program dalam menghasilkan target sasaran.
5) Evaluasi hasil yaitu menilai perubahan-perubahan atau perbaikan
dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan
lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu.
Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal
yang akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana
proses evaluasi, kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan
evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan
evaluasi. Hal yang perlu dilakukan evaluasi tersebut adalah narasumber
yang ada, efektifitas penyebaran pesan, pemilihan media yang tepat dan
pengambilan keputusan anggaran dalam mengadakan sejumlah promosi
dan periklanan.Evaluasi tersebut perlu diadakan dengan tujuan untuk
menghindari kesalahan perhitungan pembiayaan, memilih strategi
terbaik dari berbagai alternatif strategis yang ada, meningkatkan
efisiensi iklan secara general, dan melihat apakah tujuan sudah
tercapai.Di sisi lain, perusahaan kadang-kadang enggan untuk
mengadakan evaluasi karena biayanya yang mahal, terdapat masalah
dengan penelitian, ketidaksetujuan akan apa yang hendak dievaluasi,
merasa telah mencapai tujuan, dan banyak membuang waktu.

34
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest)
dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang
diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan.
Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat
tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi
berikutnya.Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan.
Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan
metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai
kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang
dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan
akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok
percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan
sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan
sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan
secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan,
memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan
untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan
kemampuan menyampaikan hasil penelitian.

Prinsip-Prinsip Penilaian

Menurut Gillies (1996), untuk  mengevaluasi bawahan secara tepat


dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu:

1. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan


kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Rombert,
1986 dikutip Gillies , 1996). Karena diskripsi kerja dan sstandar
pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi 
sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya
dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama.
2. Sample tingkah lakku perawat yang cukup representatiif sebaiknya
diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian

35
haarus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta
guna   menghindari  hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar
pelaksanan kerja, dan bentuk evaluasi  untuk peninjauan ulang
sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat  maupun
supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang
sama.
4. Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer
sebaiknya menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan kera itu bias
memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisorsebaknya
merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingah laku yang
memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya dapat
menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative.
5. Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang
akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk
meningkatkan pelaksanaan kerja.
6. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok
bagi perwat dan manajer, diskusi  evaluasi sebaiknya dilakukan
dalam waktu yang cukup bagi keduanya.
7. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga
terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya
sedang dianalisa (Simpson, 1985). Seorang  pegawai dapat bertahan
dari kecamatan seorang manajer yang menunjukan pertimbangan
atas perasaanya serta menawarkan bantuan untuk menigkatkan
pelaksanaan kerjanya.

36
BAB 3
PENUTUP

A.  Simpulan
Perencanaan dalam keperawatan merupakan upaya dalam meningkatkan
profesionalisme pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan keperawatan
dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Dengan melihat pentingnya fungsi
perencanaan, dibutuhkan perencanaan yang baik dan professional.
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang
dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan
terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber
organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas.
Proses manajemen merupakan proses yang holistic, melibatkan banyak sisi
yang akan saling berinteraksi. Sebagai langkah awal dari proses ini, langkah
teknis yang dapat dipelajari adalah bagaimana keperawatan mampu memetakan
masalah dengan suatu metode analisis tertentu seperti mengguanakan analisis
SWOT dan TOWS.

B.  Saran
Kami menyarankan kepada pembaca agar makalah ini dapat dimengerti
dan dipahami dengan baik, sehingga kita dapat mengetahui tentang menyusun
perencanaan manajemen keperawatan suatu unit ruang rawat dan puskesmas.
Agar dapat menjadi pedoman buat kita sebagai perawat.

37
DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-


Ruzz Media.

Kuntoro, Arif. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Simamora, Roymond H. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta:


2012.

Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai