Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BUDAYA KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial & Budaya dalam
Keperawatan
Dosen Pembimbing : drg. GA Sri Puja Warnis., M.Kes.

Disusun Oleh:

Rizkita Ayuada

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS MATARAM
TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah
Psikososial & Budaya dalam Keperawatan yang berjudul “Budaya Kerja Perawat di
Rumah Sakit”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang sudah terkait dalam penyusunan tugas makalah ini karena telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penampilan
maupun dari segi kualitas penulisan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun jika terdapat kesalahan, kekurangan, dan kata – kata
yang kurang berkenan dalam makalah ini, dan tentu saja dengan kebaikan bersama
dan untuk bersama.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan pembaca.

Mataram, 8 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3

A. Pengertian Budaya Kerja................................................................................


B. Fungsi dan Tujuan Budaya Kerja...................................................................
C. Unsur-Unsur Budaya Kerja............................................................................
D. Indicator Budaya Kerja..................................................................................
E. Jenis-Jenis Budaya Kerja...............................................................................
F. Budaya Kerja di Rumah Sakit........................................................................
G. Budaya Kerja Perawat....................................................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana budaya kerja perawat di Rumah Sakit?”
C. Tujuan
Mengetahui budaya kerja perawat di Rumah Sakit

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Kerja


Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang
dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku,
cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja atau
bekerja. (Gering, Supriyadi dan Triguno, 2001 : 7).
Pada buku “Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara”,
yang diterbitkan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
(2002 : 15), budaya kerja diartikan secara bervariasi dengan maksud yang sama.
Beberapa pengertian dibawah ini disajikan budaya kerja yang terdapat dalam
keputusan tersebut.
Budaya kerja adalah cara pandang seseorang dalam memberi makna
terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja merupakan cara pandang
seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang
dimiliki, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang
diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh- sungguh untuk
mewujudkan prestasi terbaik.
Dalam buku “Pengembangan Budaya Kerj Departemen Agama” yang
ditebitkan oleh Departemen Agama RI Inspektorat Jendral (2009 : 23) yang
berhubungan dengan pengertian diatas menjelaskan bahwa secara sederhana,
budaya kerja dapat juga berarti cara pandang atau cara seseorang memberikan
makna terhadap kerja. Dengan demikian, budaya kerja aparatur Negara dapat
dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan
yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang
tinggi dan bersungguh- sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.
Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa: Budaya Kerja adalah
kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi,

2
pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari
pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut
merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan
untuk mencapai tujuan (Hadari Nawawi, 2003).
Secara praktis dalam buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja
Aparatur Negara (2002 : 13) dapat dikatakan bahwa budaya kerja mengandung
beberapa pengertian, yaitu :
1. Pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karsa dan karya termasuk segala
instrument, system kerja, teknologi dan bahasa yang digunakannya.
2. Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya
yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang akan mempengaruhi
sikap dan tingkah laku dalam bekerja.
3. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan, serta
proses seleksi (menerima atau menolak) norma yang ada dalan cara
berinteraksi social atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan
kerja tertentu.
4. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling
ketergantungan (interdepensi), baik social maupun lingkungan social.
Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara
keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun
budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta
berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru
yang lebih baik.
Seminar KORPRI pada November (2001 : 7) dalam buku Budaya Kerja
Organisasi Pemerintahan, berkesimpulan bahwa:
1. Budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat
melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam
pembangunan.
2. Budaya kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi
penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa.

3
3. Budaya kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya,
terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-
tingginya.
Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang
dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah
menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.

B. Fungsi dan Tujuan Budaya Kerja


Menurut Feriyanto dan Triana (2015), tujuan budaya kerja adalah sebagai
berikut:
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang telah lebih
luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan. 
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Menurut Tika (2008), fungsi budaya kerja adalah sebagai berikut:


1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan. Organisasi maupun
kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang
dimiliki oleh suatu perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi
atau kelompok lain. 
2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini
merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga
sebagai seorang karyawan/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan
mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas
kemajuan perusahaan-nya. 

4
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan di mana
lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan
diatur secara efektif. 
4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap
serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol,
didaftarkannya struktur, diperkenalkan-nya dan diberi kuasanya karyawan
oleh perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang
kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. 
5. Sebagai integrator. Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena
adanya sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya
perusahaan-perusahaan besar di mana setiap unit terdapat para anggota
perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar
belakang budaya yang berbeda. 
6. Membentuk perilaku bagi karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan
agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan
perusahaan. 
7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok
perusahaan. Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah
masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi
internal. Budaya kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-
masalah tersebut.
8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi
budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai
perusahaan tersebut. 
9. Sebagai alat komunikasi. Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat
komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antara anggota
organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek
komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu bersifat material dan
perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi.

5
C. Unsur-Unsur Budaya Kerja
Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang
akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya
menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan
tetapi harus diupayakan dengan sungguh- sungguh melalui proses yang terkendali
dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-
alat dan teknik- teknik pendukung.
Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena
perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk
menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan
perbaikan. Komponen-komponen budaya kerja yaitu (Ndraha, 2005 : 209):
1. Anggapan dasar tentang kerja. Pendirian atau anggapan dasar atau
kepercayaan dasar tentang kerja, terbentuknya melalui konstruksi pemikiran
silogistik. Premisnya adalah pengalaman hidup empiric, dan kesimpulan.
2. Sikap terhadap pekerjaan. Manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap
kerja. Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu. Kecenderungan itu
berkisar antara menerima sepenuhnya atau menolak sekeras-kerasnya.
3. Perilaku ketika bekerja. Dan sikap terhadap bekerja, lahir perilaku ketika
bekerja. Perilaku menunjukkan bagaimana seseorang bekerja.
4. Lingkungan kerja dan alat kerja. Dalam lingkungan, manusia membangun
lingkungan kerja yang nyaman dan menggunakan alat (teknologi) agar ia
bekerja efektif, efisien dan produktif.
5. Etos kerja. Istilah ethos diartikan sebagai watak atau semangat fundamental
budaya, berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan, kebiasaan, atau
perilaku suatu kelompok masyarakat. Jadi etos berkaitan erat dengan budaya
kerja.
Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam
upaya untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang
lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan

6
bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu
sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang
mengakibatkan berbeda nilai- nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi.
Sedangkan menurut Tika (2008), unsur-unsur budaya kerja adalah sebagai
berikut:
1. Asumsi dasar. Dalam budaya kerja terdapat asumsi dasar yang dapat
berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi
untuk berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut. Dalam budaya kerja terdapat keyakinan yang
dianut dan dilaksanakan oleh para anggota perusahaan. Keyakinan ini
mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar,
tujuan umum perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan
usaha. 
3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja.
Budaya kerja perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin perusahaan
atau kelompok tertentu dalam perusahaan tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah. Dalam perusahaan, terdapat dua masalah
pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah
integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar
dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. 
5. Berbagai nilai (sharing of value). Dalam budaya kerja perlu berbagi nilai
terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga
bagi seseorang. 
6. Pewarisan (learning process). Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut
oleh anggota perusahaan perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru
dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam
perusahaan tersebut. 

7
7. Penyesuaian (adaptasi). Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap
peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut,
serta adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan.
D. Indikator Budaya Kerja
Menurut Nurhadijah (2017), indikator budaya kerja adalah sebagai berikut:
1. Disiplin, perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang
berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Karyawan yang miliki
kedisiplinan tinggi mempunyai karakteristik melaksanakan tata tertib dengan
baik, tugas dan tanggung jawab yang baik, disiplin waktu dan kehadiran,
disiplin dalam berpakaian. 
2. Keterbukaan, kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar
dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
Keterbukaan dalam hal ini kemampuan untuk mengungkapkan pendapat dan
perasaan secara jujur dan bersikap langsung. 
3. Saling menghargai, perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja. Indikator
dari sikap saling menghargai antara lain: membiarkan orang lain berbuat
sesuatu sesuai haknya, menghormati pendapat orang lain, serta bersikap
hormat kepada setiap karyawan. 
4. Kerja sama, kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan
atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Beberapa indikator untuk mengukur kerja sama antara lain: tujuan yang jelas,
terbuka dan jujur dalam komunikasi, keterampilan mendengarkan yang baik,
partisipasi semua anggota, serta bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas.
E. Jenis-Jenis Budaya Kerja
Menurut Tika (2008), terdapat beberapa jenis budaya kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Budaya rasional. Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi
sasaran pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai

8
sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan
keuntungan atau dampak). 
2. Budaya ideologis. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari
pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan
pertumbuhan).
3. Budaya konsensus. Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif
(diskusi, partisipasi dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi
tujuan kohesi (iklim, moral dan kerja sama kelompok).
4. Budaya hierarki. Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal
(dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol dan koordinasi).
F. Budaya Kerja di Rumah Sakit
Bentuk budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di lembaga akan
mempengaruhi tindakan dan perilaku anggota organisasi yang ada di dalamnya,
yang sekaligus menjadi budaya kerja lembaga itu sendiri. Dengan demikian
budaya kerja suatu lembaga ditentukan oleh nilai-nilai budaya kerja manusia yang
ada di dalamnya. Budaya kerja merupakan sekumpulan pola perilaku yang
melekat secara keseluruhan pada setiap individu dalam sebuah organisasi.
Bentuk budaya kerja yang selalu dicanangkan oleh Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Sakit antara lain adalah:
1. Peningkatan komitmen tenaga medis dan non medis dalam menjalankan
pelayanan medis dan administrasi medis secara prima kepada seluruh pasien
dan keluarga pasien.
2. Prioritas tenaga medis dan non medis terhadap tugas dan kepentingan
lembaga dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.
3. Penegakan peraturan oleh tenaga medis dan non medis, sehingga malu bila;
tidak disiplin, malu tidak tepat waktu, malu bila tidak tertib dan malu bila
melanggar aturan kerja.

9
4. Bekerja dengan rapi, teliti/cermat, ramah, responship dengan kondisi yang
ada saat bekerja.
5. Perhatian/penghargaan pimpinan terhadap prestasi kerja yang dicapai
segenap perugas rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis.
6. Memelihara hubungan kerja/komunikasi dan kolaborasi inovasi terhadap
kepentingan tugas rumah sakit.
Seharusnya segenap tenaga medis dan non medis yang ada dapat
menerapkan secara baik budaya kerja di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit dalam pelaksanaan tugas. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak
seluruh tenaga medis dan non medis menerapkan seluruh landasan kerja ini
secara baik. Dalam pelaksanaan tugas masih terdapat adanya pegawai yang
belum memiliki komitmen serta orientasi yang tinggi terhadap pencapaian
program kerja yang telah ditetapkan.
Dalam bekerja terdapat tenaga medis dan non medis yang belum
mementingkan urusan tugas di atas kepentingan pribadi, seperti; bekerja dengan
santai, lalai akan tugas, menunda-nunda pelaksanaan tugas sehingga pelaksanaan
tugas menjadi terhambat. Selain itu tidak semua unit kerja dalam tingkatan
structural organisasi memelihara hubungan komunikasi yang baik dengan
bawahan, sehingga perhatian dan penghargaan atas hasil kerja yang telah dicapai
oleh tenaga medis dan non medis dalam tugas terkesan belum sepenuhnya baik.
Budaya untuk mematuhi aturan kerja secara baik belum sepenuhnya
dilaksanakan, sehingga masih terdapat adanya tenaga medis dan non medis yang
kurang mengindahkan aturan jam kerja yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Seluruh nilai budaya ini menjadi aspek penting bagi tenaga medis dan non
medis dalam mewujudkan tugas, fungsi dan tujuan rumah sakit. Komitmen
terhadap budaya kerja ditunjukkan dalam rangka membentuk pribadi yang
disiplin yang menjadi ujung tombak kesuksesan lembaga (Herlintati, 2020).
Unsur keberlangsungan Rumah Sakit:
1. Pasien/ customer. Manajemen RS berusaha seoptimal mungkin memenuhi
segala kebutuhan pasien dan kepuasan pasien.

10
2. Persaingan antar RS/ competition. Anggapan bahwa RS lain memiliki mutu
lebih baik dapat memicu mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas &
selalu beradaptasi atas perkembangan zaman.
3. Penghematan biaya/ costs. Tidak selalu dibebankan pada pasien, hal ini dapat
diatasi dengan meningkatkan produktifitas & perbaikan mutu pelayanan.
4. Mengatasi kegawatan/ crisis. RS harus dapat mengantisipasi kegawatan
dengan prediksi yang tepat.
Penerapan sikap budaya kerja di Rumah Sakit:
1. Ikhlas
2. Professional
3. Bersih jiwa
4. Konsisten
5. Disiplin
6. Transparan
Dalam budaya Rumah Sakit sendiri telah menerapkan bahwa pekerja tidak
boleh datang terlambat, harus menggunakan seragam lengkap, penggunaan
seragam harus sesuai dengan hari yang telah ditentukan, saat perawat ijin sakit
harus disertai dengan surat keterangan sakit, komunikasi terapeutik kepada
pasien harus diterapkan, dalam menjalankan tugas perawat harus senyum, ikhlas
dan tulus hati (Isnainy, dkk, 2018).
G. Budaya Kerja Perawat
Dalam melaksanakan tugasnya dengan baik dan professional, seorang
perawat harus dapat berkerja sama dengan pihak-pihak lain yang berkaitan
dengan tugasnya untuk dapat memberikan pelayanan yang baik pada individu,
keluarga, maupun masyarakat dan juga pada yang sakit juga pada yang sehat.
1. Hubungan kerja perawat dengan pasien/klien.
Pasien atau klien adalah fokus dari asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat, sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan. Dasar hubungan
antara perawat dan pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan
(mutual humanity). Perawat mempunyai hak dan kewajiban untuk

11
melaksanakan suhan keperawatan seoptimal mungkin dengan bio, psiko,
social spiritual sesuai dengan kebutuhan pasien. Hubungan yang baik antara
perawat dengan pasien/klien akan terjadi bila:
a. Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien.
b. Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus
melindungi hak tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi
pasien/klien.
c. Perawat harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi pada pribadi pasien yang disebabkan oleh penyakit yang
dideritanya, antara lain kelemahan fisik dan ketidak berdayaan dalam
menentukan sikap atau pilihan sehingga tidak dapat menggunakan hak dan
kewajibannya dengan baik.
d. Perawat harus memahami keberadaan pasien atau klien sehingga dapat
bersikap sabar dan tetap memperhatikan pertimbangkan etis dan moral.
e. Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala risiko yang
mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya.
f. Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara
nilai-nilai pribadinya dengan nilai-nilai pribadi pasien/klien dengan cara
membina hubungan yang baik antara pasien, keluarga, dan teman sejawat
serta dokter untuk kepentingan pasiennya.
2. Hubungan kerja perawat dengan sejawat.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama
dengan teman sesama perawat demi meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan terhadap pasien/klien. Perawat dalam menjalankan tugasnya,
harus dapat membina hubungan baik dengan semua perawat yang ada
dilingkungan kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat
harus terdapat rasa saling menghargai dan tenggang rasa yang tinggi agar
tidak terjebak dalam sikap saling curiga dan benci. Tunjukkan selalu sikap
memupuk rasa persaudaraan dengan silih asuh, silih asih dan silih asah.

12
a. Silih asuh dimaksudkan bahwa sesama perawat dapat saling membimbing,
menasihati, menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan
kesalahan atau kekeliruan, sehingga terbina hubungan kerja yang serasi.
b. Silih asih dimaksudkan bahwa setiap perawat dalam menjalankan
tugasnya dapat saling menghargai satu sama lain, saling kasih-mengasihi
sebagai sesama anggota profesi, saling bertenggang rasa dan bertoleransi
yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh hasutan yang dapat membuat
sikap saling curiga dan benci.
c. Silih asah dimaksudkan bahwa perawat yang merasa lebih pandai/tahu
dalam hal ilmu pengetahuan, dapat membagi ilmu yang dimilkinya kepada
rekan sesama perawat tanpa pamrih.
3. Hubungan kerja perawat dengan profesi lain yang terkait.
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut adalah dokter, ahli
gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen dan sebagainya. Setiap tenaga
profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien, hanya
pendekatannya saja yang berbeda disesuaikan dengan profesinya masing-
masing. Dalam menjalankan tugasnya, setiap profesi dituntut untuk
mempertahankan kode etik profesi masing-masing. Kelancaran tugas masing-
masing profesi tergantung dari ketaatannya dalam menjalankan dan
mempertahankan kode etik profesinya. Bila setiap profesi telah dapat saling
menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan baik,
walaupun pada pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.
4. Hubungan kerja perawat dengan institusi tempat kerja.
Seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat
akademi maupun tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya baik di bidang pengetahuan, keterampilan maupun
profesionalisme.
Memperoleh pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan kemampuan
standar yang telah digariskan oleh pendidikan yang telah diikutinya sangatlah

13
sulit karena besarnya persaingan antara jumlah tenaga yang ada dengan
sedikitnya jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena itu, banyak yang
beranggapan bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah
penempatan kerja sesuai atau tidak, akan dipikirkan kemudian. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap motivasi untuk bekerja. Bila pekerjaan yang di berikan
sesuai dengan keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja akan
meningkat, tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai keinginan dan
cita-cita, maka akan terjadi penurunan motivasi kerja yang menjurus
terjadinya konflik antara nilai-nilai sebagai perawat dengan kebijakan institusi
tempat bekerja. Bila terjadi penumpukan konflik nilai dalam pelaksanaan
pekerjaannya setiap hari, lambat laun akan terjadi :
a. Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerjaan dengan institusi
selaku pemeberi kebijakan.
b. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung
jawabnya.
c. Menurunnya kinerja.

Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi
tempat kerja, perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:
a. Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekadar
mencari uang, tetapi juga perlu hati yang tulus.
b. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh
dari pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa
tanggung jawab akan dapat memenuhi kebutuhan lahir maupun batin.
c. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya
dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
d. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam
melaksanakan tugas keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan
kondisi tempat bekerja.

14
e. Menjalin kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan
kepada pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan
selalu mengalami perubahan sesuai IPTEK.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam budaya Rumah Sakit sendiri telah menerapkan bahwa pekerja tidak
boleh datang terlambat, harus menggunakan seragam lengkap, penggunaan
seragam harus sesuai dengan hari yang telah ditentukan, saat perawat ijin sakit
harus disertai dengan surat keterangan sakit, komunikasi terapeutik kepada pasien
harus diterapkan, dalam menjalankan tugas perawat harus senyum, ikhlas dan
tulus hati (Isnainy, dkk, 2018).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Feriyanto, Andri dan Triana, Endang Shyta. 2015. Pengantar Manajemen (3 In 1).
Yogyakarta: Mediatera.

Herlintati. 2020. Budaya Kerja dan Kompensasi Kinerja Tenaga Medis.Yogyakarta:


Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Ndraha, Taliziduhu. 2005.  Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhadijah. 2017. Studi tentang Budaya Kerja Pegawai Sekolah Menengah


Kejuruan Negeri 1 Penajam Paser Utara. ejournal Administrasi Negara,
Vol.V, No.1. 

Tika, H Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja. Jakarta:


Bumi Aksara.

Triguno. 2001. Budaya Kerja (falsafah, tantangan, lingkungan yang kondusif,


kualitas, pemecahan masalah). Jakarta: Golden Terayon Press.

17

Anda mungkin juga menyukai