Anda di halaman 1dari 58

BUDAYA KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan
Dosen Pengampu: drg. G. A. Sri Puja Warnis Wijayanti, M. Kes.

Oleh:

I Gede Darma Satria Utama

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Psikososial dan
Budaya dalam Keperawatan yang berjudul “Budaya Kerja Perawat di Ruang Inap”.
Makalah ini disususun berdasarkan hasil diskusi kelompok kerja kami dan
pengupulan data dari beberapa buku panduan yang ada, serta dengan bantuan dari dunia
maya yaitu melalui situs internet, dan yang lainnya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan umumnya
kepada semua pihak yang membaca makalah ini. Dalam menyelesaikan makalah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada: drg. G. A. Sri Puja Warnis Wijayanti, M. Kes. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Mataram, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................


KATA PENGANTAR.............................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................
B. Tujuan.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Budaya Kerja...............................................................
B. Konsep Budaya Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit.............................................................................
BAB III PENUTUP ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Budaya dalam organisasi meliputi segala sesuatu yang ada di organisasi

termasuk kepercayaan, norma, nilai-nilai, filosofi, tradisi dan pengorbanan.

Budaya dalam organisasi termasuk hasil karya, pandangan, nilai, asumsi, simbol-

simbol, bahasa dan perilaku yang efektif. Budaya organisasi meliputi pula

kerangka kerja komunikasi, baik formal maupun informal, meliputi struktur

status atau peran yang berhubungan dengan ciri-ciri pekerja dan penerima

pelayanan atau pasien (Swanburg, 2000)

Sejak awal tahun delapan puluhan, membangun budaya organisasi sudah

sangat menarik perhatian baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Tujuan

konsep budaya organisasi adalah mengetahui bagaimana budaya mempengaruhi

perilaku para pekerja dan menyamakan pandangan mereka. Pandangan ini

didasari dengan penerimaan para pekerja dan lingkungan kerja mereka jadi lebih

baik ketika orientasi para pekerja sejalan dengan karakteristik organisasi

(Vanderberghe, 2009)

Ketika hasil dan produktivitas kerja menurun baik dalam jumlah ataupun

macamnya, yang perlu diperhatikan adalah keadaan sosial, teknis dan sistem

manajerial (birokrasi) yang menjadi bagian dari budaya organisasi. Seseorang

yang bekerja dengan berani dan percaya diri, dengan disiplin dan keinginan

untuk tahan bekerja keras menunjukkan budaya kerja yang baik, seseorang yang

merasa takut, bersifat pengecut, berbelit-belit, penakut, malu, suka melanggar

peraturan, tidak dapat dipercaya, atau acuh tak acuh sebagai hasil ketidakpuasan

terhadap kerja dan lingkungan organisasi (Swanburg, 2000)

Saat ini rumah sakit menghadapi tantangan besar yaitu kekurangan


sumber daya dibandingkan dengan sebelumnya. Rumah sakit sangat ditantang

oleh lingkungan eksternal dan internal untuk mencapai tujuan secara efektif dan

efisien. Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional yang populasinya paling

banyak di rumah sakit sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan

biaya kesehatan. Perawat memiliki potensi dalam pemecahan masalah dalam

sistem perawatan kesehatan. Kepuasan kerja perawat dan budaya berorganisasi

adalah dasar yang mempengaruhi kinerja dan produktivitas rumah sakit. Hasil

penelitian yang diperoleh umumnya menyatakan bahwa karyawan yang puas

dengan pekerjaanya akan membuat mereka bekerja lebih produktif dan komit

juga terhadap pekerjaanya.

Antara manajer dan peneliti akademis percaya bahwa budaya organisasi

dapat menjadi pendorong sikap karyawan dan efektivitas organisasi dan

performa. Untuk menguji kemungkinan ini, berbagai langkah budaya organisasi

telah berkorelasi dengan berbagai hasil individu dan organisasi. Jadi apa yang

telah kita pelajari pertama, beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya

organisasi signifikan berkorelasi dengan perilaku dan sikap karyawan. Misalnya

budaya konstruktif positif berhubungan dengan kepuasan kerja, niat untuk tinggal

di perusahaan dan inovasi dan negatif terkait dengan menghindari kerja (Kreitner

& Kinicki, 2007) Pekerjaan perawat dipengaruhi oleh budaya organisasi.

Organisasi dengan kuat memelihara budaya mereka dalam mengelola sumber

daya manusia :

siapa yang mengontrak, bagaimana mereka berkembang, dan bagaimana mereka

membayar. Memahami budaya dan menafsirkannya dengan benar akan meraih

sukses, jika perawat terampil dalam berperilaku yang baik dan mampu mengatur

strategi yang sejalan dengan norma budaya dan nilai-nilai budaya. Keefektifan

sebuah organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi yaitu fungsi manjemen


yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepegawaian, kepemimpinan

dan pengontrolan (Koontz & Weirich, 2006).

Budaya organisasi secara signifikan dapat mempengaruhi perasaan

seseorang di dalam organisasi. Hal ini juga dapat mempengaruhi sejauhmana

individu merasa puas dengan pekerjaannya didalam organisasi. Hal ini sangat

berpengaruh dalam penilaian budaya organisasi dan kepuasan kerja. Kepuasan

kerja tidak hanya berhubungan dengan bekerja, tetapi merupakan interaksi antara

karyawan dengan lingkungan kerja. Salah satu hal yang terpenting untuk masa

yang akan datang adalah budaya organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh

Lovas (2007) di Republik Slovak meneliti tentang hubungan budaya organisasi

dan kepuasan kerja di sektor publik, dimana berdasarkan empat budaya

organisasi yaitu Adhokrasi, Market, Hierarki dan Klan diperoleh hasil bahwa

kepuasan kerja menunjukkan hasil adanya hubungan yang positif dengan budaya

organisasi Klan, dan menunjukkan tidak ada hubungan antara kepuasan kerja

dengan budaya organisasi Market, sedangkan untuk budaya organisasi Adhokrasi

memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, dan budaya organisasi

Hierarki menunjukkan hasil tidak adanya hubungan dengan kepuasan kerja

(Lovas, 2007

A. Rumusan Masalah

“Bagaimana budaya kerja perawat di Rumah Sakit?”

B. Tujuan

Mengetahui budaya kerja perawat di Rumah Sakit


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Budaya Kerja

1. Defenisi Budaya Kerja

Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong,

membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi,

kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita,

pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja (Supriyadi &

Triguno, 2006). Budhi Paramita mendefenisikan bahwa budaya kerja secara

umum sebagai sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang

dimiliki oleh suatu golongan masyarakat (Ndraha, 1999).

Dalam seminar KORPRI daerah istimewa Yogyakarta nopember 1992

berkesimpulan bahwa: (1) budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas

manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur

dasar dalam pembangunan, (2) budaya kerja dapat ikut menentukan integritas

bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan

kehidupan bangsa (Supriyadi & Triguno, 2006).


2. Manfaat Budaya Kerja.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena

akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai

produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.

Manfaat yang didapat dari budaya kerja yang baik adalah sebagai berikut:

menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan

komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong- royongan, kekeluargaan,

menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri

perkembangan dari luar, mengurangi laporan berupa data-data dan informasi

yang salah dan palsu, kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab,

disiplin meningkat, pemborosan berkurang, tingkat absensi turun, ingin belajar

terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi (Supriyadi &Triguno,

2006).

3. Dimensi Budaya Kerja

Dimensi budaya kerja yang paling umum digunakan untuk memaparkan

kondisi kultural ditempat kerja adalah hubungan vertikal yang terdapat di tempat

kerja, sifat hubungan kerja sama, tingkat kepedulian dan pertimbangan yang

ditunjukkan orang pada waktu mengambil suatu keputusan, sikap orang dalam

menghadapi risiko, orientasi waktu ditempat kerja, pada waktu orang-orang

mejalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab anggota organisasi

(Hartanto, 2009).
4. Nilai-Nilai Budaya Kerja

Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam organisasi menuntut

perubahan cara komunikasi dan yang biasa dilakukan secara vertikal dari atas

ke bawah, menjadi hubungan lebih horizontal dan partisipatif. Hal ini sangat

penting bagi pengembangan sumber daya manusia agar mampu memberikan

hasil kerja yang terbaik dan optimal bagi manajemen. Dengan masuknya nilai-

nilai budaya dalam manajemen diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas

sumber daya manusia, kualitas cara kerja dan kualitas produknya (Supriyadi &

Triguno, 2006).

Keputusan kementerian pendayagunaan aparatur negara no.

25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang pedoman pengembangan budaya aparatur

negara sebagai penyempurnaan keputusan menteri negara pendayagunaan

aparatur negara no. 04/ 1991 tentang pedoman pemasyarakatan budaya kerja,

Adapun nilai-nilai budaya kerja tersebut memuat (1) kebijakan pengembangan

budaya kerja aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja aparatur negara, (3)

penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara, dan (4) sosialisasi

pengembangan budaya kerja aparatur negara (Supriyadi & Triguno, 2006).

Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya kerja dalam pedoman

dimaksud, antara lain (1) komitmen dan konsisten terhadap visi, misi dan

tujuan organisasi, dalam pelaksanaan kebijakan negara serta peraturan

perundangan yang berlaku, (2) wewenang dan tanggungjawab, (3) keikhlasan

dan kejujuran, (4) integritas dan profesional, (5) kreativitas dan


kepekaan terhadap lingkungan tugas, (6) kepemimpinan dan keteladanan (7)

kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, (8) kecepatan dan ketepatan, (9)

rasionalitas dan kecerdasan emosi, (10) keteguhan dan ketegasan, (11)

disiplin dan keteraturan kerja, (12) keberanian dan kearifan dalam mengambil

keputusan dan konflik, (13) semangat dan motivasi, (14) ketekunan dan

kesabaran, (15) keadilan dan keterbukaan dan (16) penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Supriyadi & Triguno, 2006).

Nilai budaya kerja perawat pendidik merupakan suatu yang essensial

dari pengembangan budaya kerja di perguruan tinggi, karena itu nilai budaya

kerja perawat pendidik di bangun dari fondasinya yakni nilai budaya yang

bersifat universal maupun lokal. Linda dan Eyre (dalam Arwildayanto, 2012)

mengatakan bahwa nilai budaya kerja yang bisa diterima secara universal

adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku, sedangkan perilaku itu

berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Sedangkan nilai-nilai yang bersifat lokal berisikan tradisi kerja yang bersifat

pewarisan untuk mendukung pelaksanaan kerja yang produktif dan

berbasiskan kultural.

Subianto (dalam Arwildayanto, 2012) juga mengatakan bahwa nilai

budaya kerja dalam pribadi seseorang atau kelompok tidak bisa di

determinasi dalam dua kelompok kontrasi yang benar dan salah. Nilai budaya

kerja yang berbeda harusnya dipandang sebagai khasanah hidup yang

beraneka ragam, nilai budaya itu harus dihormati dijunjung tinggi seirama

dengan konsep-konsep menghargai multi kultural dalam sebuah instansi


5. Prinsip Profesionalitas Perawat Pendidik

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005

tentang guru dan dosen pasal 7 bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan

bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas

yaitu (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism, (2) memiliki

komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan

akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan

sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai

dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan

prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan

secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan

perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan (9)

memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru (Rosyidi, 2006).

a. Memiliki bakat.

Bakat adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir dimana

kemampuan itu jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui

belajar akan menjadi kecakapan yang nyata (Sunaryo, 2004). Bakat dapat

dikatakan sebagai keahlian yang dimiliki guru secara alamiah muncul dalam

diri seorang guru atau perawat pendidik sehingga kemampuan dan keahlian

dalam bidang tertentu tersebut tersimpan dalam diri seorang guru


Bakat seorang guru dapat dikembangkan melalui pengembangan potensi

diri dan pada akhirnya membentuk potensi diri yang unggul. Seorang guru

dalam menjalankan tugasnya harus memiliki rasa panggilan jiwa yaitu

rasa keterpanggilan seorang dosen untuk memasuki profesi kependidikan

(Ramdhani, 2012).

Menurut Guilford ada 3 dimensi fungsi bakat yaitu: (1) dimensi

perseptual yaitu kemampuan didalam melakukan persepsi yang mencakup

kepekaan indra, perhatian, orientasi ruang dan waktu dan kecepatan

persepsi, (2) dimensi psikomotor mencakup kekuatan implus, kecepatan,

gerak, kecermatan dan koordinasi, (3) dimensi intelektual mencakup

ingkatan, pengamatan, berpikir dan evaluatif (Sunaryo, 2004)

b. Memiliki komitmen

Komitmen adalah keteguhan dan tekad yang mantap dan janji untuk

melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakininya (Supriyadi &

Triguno, 2006). Setiap organisasi, terutama organisasi nonprofit seperti

organisasi kependidikan, memerlukan komitmen dari para anggotanya.

Komitmen menurut Shaw, Delery & Abdulla (dalam Alifuddin, 2012)

adalah hasil dari investasi atau kontribusi terhadap organisasi, atau suatu

pendekatan psikologis yang menggambarkan suatu hal yang positif,

keterlibatan yang tinggi, orientasi intensitas tinggi terhadap organisasi.

Secara konseptul komitmen merupakan resulante sinergis dari

keterampilan dengan keyakinan. Seseorang dikatakan profesional apabila

seseorang tersebut mempunyai komitmen pribadi yang tinggi dalam


menjalankan pekerjaannya, bekerja secara tuntas dengan hasil dan mutu

yang sangat baik, bertanggung jawab atas pekerjaannya serta tidak

merugikan pihak lain (Keraf, 1998).

Komitmen dapat dipahami dalam tiga bentuk kelekatan individu

terhadap organisasi atau profesinya. Kelekatan ini dapat termanifestasi ke

dalam tiga dimensi komitmen yaitu: (1) komitmen normatif adalah

kelekatan individu terhadap profesinya karena sudah merasa tugas yang

diemban adalah tugas yang sangat penting bagi profesinya sebagai

guru/dosen, (2) komitmen afektif yaitu kelekatan seseorang terhadap

organisasi atau profesi karena guru merasa memiliki nilai-nilai yang

selaras dengan nilai-nilai dari organisasi atau profesi tersebut (3)

komitmen berkelanjutan adalah kelekatan individu pada pekerjaannya

karena mempertimbangkan untung dan ruginya apabila seorang guru atau

dosen tetap mengikatkan diri terhadap organisasi dan profesinya

(Ramdhani, 2012).

Seorang guru yang tidak memiliki komitmen akan bekerja apabila

diperintah, diawasi, dan kalau perlu dihukum jika tidak menjalankan tugas

dengan baik. Guru sebagai satu profesi harus harus bisa mengawasi diri

sendiri tanpa pengaruh dari luar dirinya. Guru sejati bekerja bukan karena

disuruh, diperintah atau ditakut-takuti, tetapi bekerja karena rasa tanggung

jawab yang lahir dari dalam diri sendiri. Komitmen dilahirkan atas adanya

keterampilan yang tinggi dan keyakinan yang bulat didalam batin seorang

guru (Sembiring, 2009)


c. Memiliki kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang

harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan

atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-

undangan (Kunandar, 2007).

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 46 bahwa: (1) kualifikasi

akademik dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana

yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian, (2) dosen memiliki

kualifikasi akademik minimum lulusan program magister untuk program

diploma atau program sarjana dan lulusan program doktor untuk program

pascasarjana, (3) setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar

biasa dapat diangkat menjadi dosen (Rosyidi, 2006).

d. Memiliki kompetensi

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen

dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Ramdhani, 2012).

Kompetensi dosen meliputi (1) kompetensi pedagogik merupakan

kompetensi mengelola pembelajaran peserta didik (2) kompetensi

kepribadian merupakan berkejiwaan mantap, berakhlak mulia, arif,

berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik. (3) kompetensi profesional

penugasan materi pembelajaran secara luas dan mendalam (4) kompetensi


sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya

tanpa adanya diskriminatif (Surakhmad, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 26 bahwa: (1) dosen memperoleh

kesempatan meningkatkan kompetensi, akses ke sumber belajar, akses ke

sumber informasi, akses ke sarana dan prasarana pembelajaran, serta

kesempatan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari

Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau

satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai

dengan kewenangan masing-masing, (2) kesempatan untuk meningkatkan

kompetensi meliputi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lanjut,

mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya, serta kegiatan

lain.

e. Memiliki tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesedian menanggung sesuatu, bila salah

wajib memperbaiki atau dapat dituntut dan diperkarakan (Supriyadi &

Triguno, 2006). Tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu

supaya memiliki kecerdasan intelektual dan moral, mendidik supaya

memiliki perasaan peka terhadap lingkungan sosialnya, dan memdidik

masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran,

saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan. Tanggung

jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik

terhadap peserta didik, tetapi lebih jauh dari itu. Pertanggungjawaban atas
segala tugas yang dilaksanakannya kepada dirinya sendiri sebagai manusia

yang bermoral (Yuwono, 2011).

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 60 bahwa dalam melaksanakan

tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: (1) melaksanakan pendidikan,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, (2) merencanakan,

melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil

pembelajaran, (3) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi

akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) bertindak

objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,

agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi

peserta didik dalam pembelajaran, (5) menjunjung tinggi peraturan

perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan

etika, (6) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

f. Memperoleh penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun

2005 tentang guru dan dosen pasal 16 penghasilan adalah hak yang

diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan

melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip

penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau

dosen sebagai pendidik profesional.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 30 bahwa gaji adalah hak yang diterima

oleh dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan tinggi atau

satuan pendidikan tinggi dalam bentuk finansial secara berkala sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 51 bahwa dalam melaksanakan

tugas keprofesionalan, dosen berhak: memperoleh penghasilan di atas

kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 52

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru

dan dosen juga menerangkan bahwa penghasilan dosen di atas kebutuhan

hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,

serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan

fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat

tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan

prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

g. Kesempatan mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan

dengan belajar sepanjang hayat

Belajar sepanjang hayat merupakan suatu perbuatan manusia

secara wajar yang dalam prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran

guru. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat menekankan pada kegiatan

belajar yang berkesinambungan sepanjang hayat setiap orang yang

menjalaninya (Kartakusumah, 2006).


Belajar sepanjang hayat merupakan suatu fenomena alamiah dalam

kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Belajar sepanjang hayat

termasuk didalamnya self learning dengan demikian merupakan sesuatu

kegiatan yang penting dan menentukan dalam setiap kehidupan manusia

Terdapat beberapa alasan pokok tentang penting dan menentukannya

kegiatan belajar sepanjang hayat dalam kehidupan manusia yaitu

mencakup (1) adanya kebutuhan belajar pada setiap orang, (2) adanya

kebutuhan pendidikan dan (3) adanya kebutuhan dalam hidup

(Kartakusumah, 2006).

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun

2005 tentang guru dan dosen pasal 75 ayat 3 bahwa perlindungan hukum

adalah mencakup perlindungan terhadap tindakan kekerasaan, ancaman,

perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari pihak

peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi dan pihak lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 22 bahwa (1) dosen berhak mendapat

perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan

jaminan keselamatan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara

pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi,

dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangannya, (2) rasa aman dan

jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas melalui perlindungan


hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja.

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37 Tahun

2009 tentang dosen Pasal 23 (1) dosen berhak mendapatkan perlindungan

hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,

intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pimpinan perguruan tinggi,

mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak

lain, (2) dosen berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap

pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam

menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan

atau pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam melaksanakan

tugas keprofesionalannya, (3) dosen berhak mendapatkan perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja dari penyelenggara pendidikan tinggi

atau satuan pendidikan tinggi terhadap risiko gangguan keamanan kerja,

kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan

lingkungan kerja, dan risiko lain.

i. Memiliki organisasi profesi

Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah

para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung

bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka

laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu. Tenaga profesional

dalam profesi yang sama membentuk suatu organisasi profesi untuk


mengawal pelaksanaan tugas-tugas profesional melalui tridarma organisasi

profesi, yaitu: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi,

(2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3) menjaga kode

etik profesi. Organisasi profesi ini secara langsung peduli atas realisasi

sisi-sisi objek praktik spesifikasi profesi, keintelektualan kompetensi dan

praktik pelayanan, komunikasi, kode etik, serta perlindungan atas

anggotanya (Prayitno, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 30 bahwa dosen memiliki kebebasan

untuk berserikat dalam organisasi profesi atau organisasi profesi keilmuan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebebasan untuk

berserikat tidak mengganggu pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang

menjadi tanggungjawab keprofesionalan.

6. Kinerja

a. Definisi Kinerja

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik

organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang

dihasilkan selama satu periode tertentu. Secara lebih tegas Amstron dan

Baron mengatakan kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai

hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan

memberikan kontribusi ekonomi. Lebih jauh Indra Bastian menyatakan

bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan


suatu kegiatan program kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategi

(strategic planning) suatu organisasi (Fahmi, 2010).

Stolovitch (dalam Sinambela, 2012) menyatakan kinerja adalah

seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta

pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Kinerja merupakan salah satu

kumpulan total dari kerja yang ada diri pekerja Griffin (dalam Sinambela,

2012).

b. Membangun Kinerja

Kinerja dapat dioptimumkan melalui penetapan deskripsi jabatan yang

jelas dan terukur bagi setiap jabatan, sehingga anggota organisasi mengerti

apa fungsi dan tanggung jawabnya. Menurut Hanyes (dalam Sinambela 2012)

berpendapat bahwa deskripsi jabatan yang baik akan dapat menjadi landasan

untuk:

1) Penentuan gaji, hasil deskripsi jabatan akan berfungsi menjadi dasar

untuk perbandingan pekerjaan dalam suatu organisasi dan dapat

dijadikan sebagai acuan pemberian gaji yang adil bagi pegawai dan

sebagai data perbandingan dalam persaingan dalam perusahaan

2) Seleksi pegawai, deskripsi jabatan sangat dibutuhkan dalam penerimaan,

seleksi penempatan pegawai.

3) Orientasi, deskripsi jabatan dapat mengenalkan tugas-tugas pekerjaan

yang baru kepada pegawai dengan cara dan efisian.


4) Penilaian kinerja, deskripsi jabatan menunjukan perbandingan seseorang

pegawai memenuhi tugasnya dan bagaimana tugas itu seharusnya

dipenuhi

5) Pelatihan dan pengembangan, deskripsi jabatan akan memberikan analisa

yang akurat mengenali pelatihan yang diberikan dan perkembangan

untuk membantu pengembangan karir.

6) Uraian dan perencanaan organisasi, perkembangan awal dari diskripsi

jabatan menunjukan dimana kelebihan dan kekurangan dalam

pertanggung jawaban. Dalam hal ini deskripsi jabatan akan

menyeimbangkan tugas dan tanggung jawabnya.

7) Uraian tanggung jawab, deskripsi jabatan akan membantu individu untuk

memahami berbagai tugas dan tanggung jawan yang diberikan

kepadanya.

7. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak

manajemen perusahaan baik para karyawan amaupun manajer yang selama ini

telah melakukan pekerjaannya. Dimana metode penilaian kinerja dapat

dilakukan pada seorang karyawan yang bekerja disuatu organisasi perlu

dilakukan penilaian dengan tujuan dapat diketahui sejauh mana karyawan

tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauhmana kelemahan yang dimiliki

untuk diberi kesemapatan memperbaikinya (Fahmi, 201).

Untuk melakukan suatu penilaian kerja dibutuhkan metode penilaian

yang memiliki tingkat dan analisa representatif menurut Ricky W.Griffin

(dalam Fahmi, 2001) bahwa dua kategori dasar dari metode penilaian yang
sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode

pertimbangan.

8. Kinerja Perawat Pendidik

Kinerja perawat pendidik dinilai dari hasil kerja di bidang pendidikan dan

pengajaran, bidang penelitian, bidang pengabdian masyarakat. Untuk

menghasilkan kinerja yang tinggi, dosen harus menjalankan seluruh fungsinya

dengan baik. Tugas-tugas perawat pendidik dalam menjalankan profesinya

adalah mendidik, membimbing, meneliti dan melakukan pengabdian kepada

masyarakat (Haryadi, 2010).

Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi

kepakaran, penggunaan teknologi pembelajaran, dan yang didukung oleh

komitmen, motivasi, dan kesejahteraaan diharapkan mendapatkan profil perawat

pendidik perawat pendidik sebagai penjamin mutu hasil belajar mahasiswa di

perguruan tinggi. Dengan diketahui profil perawat pendidik yang meningkatkan

kinerja, akan dapat dilakukan perencanaan dan pengembangan sumber daya

perawat pendidik kearah peningkatan kualitas lulusan dan kualitas perguruan

tinggi (Haryadi, 2010).

Perawat pendidik merupakan pendidik profesional dan ilmuan dengan

tugas utama mentransformasikan, menyumbangkan, dan menyebarluaskan ilmu

pebgetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian

masyarakat (Sembiring, 2009).


Menurut Resosudarmo (dalam Adi, 2009) Perguruan Tinggi dikenal

memiliki Tridharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan

pengabdian masyarakat.

1) Pendidikan adalah rangkaian tindakan yang sistematis, berurutan, dan

terencana terdiri dari dua operasi utama yang terinterdependen,

pengajaran dan pembelajaran yang membentuk siklus tanpa terputus

(Bastable & Susan, 2002).

2) Pembelajaran adalah suatu perubahan prilaku (pengetahuan, ketrampilan

dan sikap) yang dapat terjadi kapan saja atau dimana saja akibat paparan

terhadap stimulus lingkungan (Bastable & Susan, 2002).

3) Penelitian adalah usaha untuk mecnari kebenaran yang dapat menjadi

umpan untuk pengembangan ilmu ataupun adaptasi ilmu pengetahuan

kepada lingkungan.

4) Pengabdian kepada Masyarakat adalah penerapan ilmu pengetahuan

untuk kegunaannya bagi masyarakat (Adi, 2009).

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (2010) tugas utama dari

seorang dosen adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan

beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks dan paling

banyak 16 (enam belas) sks pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi

akademiknya dengan ketentuan sebagai berikut:


1) Tugas melakukan pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan

9 (sembilan) sks yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang

bersangkutan.

2) Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan

melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan

oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain

sesuai dengan peraturan perundang undangan.

3) Tugas penunjang tridarma perguruan tinggi dapat diperhitungkan sks nya

sesuai dengan peraturan perundang undangan.

4) Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dan tugas penunjang

paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS.

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (2010) tugas utama dari

seorang dosen sebagai berikut

1. Tugas melakukan pendidikan merupakan tugas di bidang pendidikan dan

pengajaran yang dapat berupa;

a. Melaksanakan perkuliahan, menguji dan menyelengarakan kegiatan

pendidikan dikelas dan di laboratorium.

b. Membimbing seminar mahasiswa.

c. Membimbing kuliah praktek belajar lapangan (PBL)

d. Membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk

membimbing, pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir.

e. Penguji pada ujian akhir.


f. Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik

dan kemahasiswaan.

g. Mengembangkan program perkuliahan.

h. Mengembangkan bahan pengajaran.

i. Menyampaikan orasi ilmiah.

j. Membimbing staf pengajar yang lebih rendah jabatannya.

2. Tugas melakukan penelitian merupakan tugas di bidang pengembangan

karya ilmiah yang dapat berupa;

a. Menghasilkan karya penelitian.

b. Menerjemahkan dan menyadur buku ilmiah.

c. Mengedit dan menyunting karya ilmiah.

d. Membuat rancangan dan karya teknologi

e. Membuat rancangan karya seni.

3. Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat berupa;

a. Menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga pemerintahan atau

pejabat harus dibebaskan dari jabatan organiknya.

b. Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

c. Memberi latihan atau penyuluhan, penataran pada masyarakat.

d. Memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang

menunjang pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan

e. Membuat atau menulis karya pengabdian kepada masyarakat.


4. Tugas penunjang tridharma perguruan tinggi dapat berupa;

a. Menjadi anggota dalam suatu panitia atau badan pada perguruan

tinggi

b. Menjadi anggota panitia atau badan pada lembaga pemerintah

c. Menjadi anggota organisasi profesi

d. Mewakili perguruan tinggi lembaga pemerintah atau duduk dalam

panitia antar lembaga.

e. Menjadi anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional.

f. Berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah.

g. Mendapat tanda jasa atau penghargaan.

h. Menulis buku pelajaran.

i. Mempunyai prestasi di bidang olahraga, kesenian dan sosial

a. Perawat

2.3.1 Definisi Perawat

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti

merawat atau memelihara. Organisasi keperawatan sedunia yaitu

International Council of Nurses atau ICN (1972) dengan mengadopsi defenisi

perawat dari Virginia Henderson merumuskan fungsi unik perawat yaitu

melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana segala

aktivitas yang dilakukan berguna untuk kesehatan atau pemulihan kesehatan

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (Gaffar, 1999).


2.3.2 Peran dan Fungsi Perawat

Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di

dalamnya menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang

ada. Peran perawat utama yaitu care provider (pemberi asuhan keperawatan),

community leader (pemimpin dalam kegiatan komunitas profesi maupun

sosial), educator (pendidik), manager (pengelola asuhan kepearwatan),

researcher (penelitian pemula) (AIPNI, 2010).

1. Pemberi asuhan keperawatan (care provider)

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien

mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Proses

penyembuhan klien lebih dari sekedar penyembuhan dari penyakit

tertentu, sekalipun ketrampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan

fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat

menfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,

meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosional, spiritual dan social

(Perry & Potter, 2005).

2. Pemimpin dalam kegiatan komunitas profesi maupun sosial (community

leader)

Pada peran pemimpin/manajer selama implementasi, perawat terlibat

dalam koordinasi dan juga delegasi perawatan klien. Koordinasi adalah

suatu kegiatan kepemimpinan/manajemen yang dilakukan perawatan

selama implementasi dan selama komponen lain dari proses keperawatan

seperti perencanaan (Chirstensen & Kenney, 2009)


3. Pendidik (educator)

Perawat pendidik bekerja terutama disekolah keperawatan, departemen

pengembangan staf dan suatu lembaga perawatan kesehatan dan

departemen pendidikan klien. Perawat pendidik secara umum memiliki

latar belakang pengalaman klinis yang memberikan mereka keahlian

klinis dan pengetahuan teoritis. Seorang pendidik di fakultas keperawatan

menyiapkan peserta didiknya untuk berfungsi sebagai perawat. Staf

fakultas keperawatan bertanggung jawab terhadap pendidikan terkini

dalam melaksanakan teori keperawatan dan ketrampilan khusus

dilaboratorium atau di klinik. Perawat pendidik di fakultas keperawatan

biasanya di tuntut memiliki ijazah dari pendidikan keperawatan. Selain

itu mereka secara umum memiliki spesialisasi klinis di bidang tertentu

dan pengalaman klinis lanjutan.

Perawat pendidik di departemen pengembangan staf dari institusi

kesehatan tertentu memberikan program pendidikan bagi perawat yang

bekerja di institusinya. Program ini meliputi orientasi beberapa karyawan

baru, kursus asuhan keperawatan klinis dan instruksi mengenai alat-alat

dan prosedur baru (Perry & Potter, 2005).

4. Manajer kasus

Sebagai manajer kasus, perawat mengoordinasi aktivitas anggota tim

kesehatan lain. Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber

yang tersedia di tempat kerjanya. Sebagai manajer, perawat


mengoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan

mengawasai tenaga kesehatan lainya (Perry & Potter, 2005).

5. Peneliti pemula (researcher)

Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu

mengidentifikasi masalah penelitian, menetapkan prinsip dan metode

penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan

mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian

dalam bidang penelitian berperan dalam mengurangi kesenjangan

penugasan teknologi bidang kesehatan guna memperkokoh dan

memajukan profesi keperawatan (Sudarma, 2008)

2.3.3 Pelaksanaan Tiga Fungsi Pokok Perguruan Tinggi Keperawatan

Dalam melaksanaan tiga fungsi pokok perguruan tinggi, suatu

pendidikan tinggi keperawatan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan

pelaksanaan pendidikan, tetapi juga meningkatkan pelaksanaan penelitian dan

pengabdian masyarakat.

1. Fungsi pendidikan

Dalam fungsi pendidikan tinggi keperawatan menyelenggarakan

proses pembelajaran keperawatan melalui sistem belajar aktif dan

mandiri. Pengalaman belajar dirancang untuk mencapai kemampuan

akademis dan atau profesional dalam bidang keperawatan. Proses ini juga

senantiasa harus merupakan sistem yang mudah untuk menyesusaikan diri

dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang selalu mengalami

perkembangkan. Selain itu pendidikan tinggi keperawatan dapat menjadi


pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta

sebagai masyarakat berpendidikan yang gemar belajar.

2. Fungsi penelitian

Dalam menyelesaikan fungsi ini pendidikan tinggi keperawatan

dapat melakukan penelitian, pengumpulan dan pengelolahan informasi

yang sesuai dengan keahlian di bidang keperawatan. Dengan demikian

institusi pendidikan tinggi keperawatan baik bersama-sama dengan

institusi setempat atau masing-masing dapat berperan sebagai pusat

informasi ilmiah keperawatan maupun pusat sumberdaya.

3. Fungsi pengabdian masyarakat

Fungsi ini dapat dilakukan melalui penerapan berbagai IPTEK

keperawatan kepada tatanan nyata di masyarakat misalnya pelayanan

keperawatan. Pemberian edukasi keperawatan, konseling keperawatan,

berkontribusi dalam pembentukan komunitas professional keperawatan

dan lain-lain.

Apabila pendidikan tinggi keperawatan mampu melaksankan tiga

fungsi pokok perguruan tinggi tersebut maka akan menghasilkan;

a. Berbagai jenis lulusan tenaga keperawatan dengan berbagai tingkat

kemampuan baik sebagai ilmuan maupun sebagai profesional

b. Berbagai macam keluaran proses riset ilmiah keperawatan, baik riset

dasar maupun riset terapan.


c. Berbagai jenis dan bentuk pengabdian kepada masyarakat, mulai dari

yang bersifat pelayanan keperawatan kepada masyarakat sampai

yang bersifat konsultasi kepada masyarakat.

Selain tiga fungsi utama tersebut diatas, pendidikan tinggi

keperawatan bertanggung jawab dalam mengembangkan budaya perilaku

intelektual, menciptakan suasana akademis yang kondusif, menanamkan

disiplin, tanggung jawab, motivasi terhadap adanya hasil yang terbaik

(Nusalam, 2002).

b. Landasan Teoritis

Budaya organisasi sebagai suatu variabel campur tangan. Para

karyawan membentuk suatu persepsi subjektif keseluruhan mengenai

organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi risiko, tekanan

pada tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi keseluruhan ini menjadi

budaya atau kepribadian organisasi itu. Persepsi yang mendukung atau tidak

mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan,

dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat (Robbins,

1998)
Faktor obyektif Dipersepsikan
 Inovasi dan sebagai
pengambilan Tinggi Kinerj
resiko Budaya a
 Perhatian ke
rincian organisasi
 Orientasi hasil Renda Kepuas
 Orientasi orang
 Orientasi tim
h an
 Keagresifan
 Kemantapan

Skema 2.1 Budaya Kerja Organisasi Berdampak pada Kinerja dan Kepuasan
(Sumber: Robbins, 1998)
c. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini kerangka yang menjadi dasar acuan adalah model

konsep (Robbins, 1998), yang menggambarkan korelasi budaya kerja

organisasi terhadap kinerja perawat pendidik di Prodi Ners, S-1

Keperatawan, D-III Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

(Robbins, 1998) mengemukaan kinerja individu sangat dipengaruhi oleh

budaya kerja organisasi, nilai, norma, kebiasaan dalam organisasi.

Adapun variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut; (1) Variabel independen adalah variabel budaya yang

digunakan untuk mempengaruhi kinerja (2) Variabel dependen adalah

variabel kinerja adalah variabel yang dipengaruhi oleh budaya kerja.

Indikator pengukuran budaya kerja, peneliti adopsi dari Undang-

Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal

7 bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus

yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas (bakat, komitmen,

kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab, penghasilan, belajar

sepanjang hayat, jaminan perlindungan hukum, organisasi profesi).

Sedangkan Indikator pengukuran kinerja perawat pendidik, peneliti

adopsi dari Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen pasal I bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan

dengan tugas utama mentrasformasikan, menembangkan, dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,

penelitian dan pengabdian masyarakat


Berdasarkan hal tersebut peneliti menuangkan dalam kerangka konsep

dibawah ini:

Peran dan Fungsi Perawat


Care provider (pemberi asuhan
keperawatan)
Communityleader(pemimpin
dalam kegiatan komunitas profesi
maupun sosial)
3. Educator (pendidik)
4. Manager (pengelola asuha
kepearwatn n
5. Researcher
) (penelitian pemula)

Budaya Kerja

1. Bakat
2. Komitmen
3. Kualifikasi akademik Kinerja Perawat Pendidik
4. Kompetensi
5. Tanggung jawab 1. Pendidikan
6. Penghasilan 2. Penelitian
7. Belajar sepanjang hayat 3. Pengabdian Masyarakat
8. Jaminan perlindungan
hukum
9. Organisasi profesi

Skema 2.2 Kerangka Konsep (Sumber : Robbins, 1998; UU RI No 14 tahun 2005


tentang Guru dan Dosen, AIPNI , 2010)

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

d. Budaya Kerja

i. Defenisi Budaya Kerja

Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan


hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan

pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau

organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,

cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja

(Supriyadi & Triguno, 2006). Budhi Paramita mendefenisikan bahwa budaya

kerja secara umum sebagai sekelompok pikiran dasar atau program mental

yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama

manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat (Ndraha, 1999).

Dalam seminar KORPRI daerah istimewa Yogyakarta nopember 1992

berkesimpulan bahwa: (1) budaya kerja adalah salah satu komponen kualitas

manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur

dasar dalam pembangunan, (2) budaya kerja dapat ikut menentukan integritas

bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan

kehidupan bangsa (Supriyadi & Triguno, 2006).


ii. Manfaat Budaya Kerja.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam,

karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk

mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan

masa depan. Manfaat yang didapat dari budaya kerja yang baik adalah

sebagai berikut: menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik,

membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-

royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki,

cepat menyesuaikan diri perkembangan dari luar, mengurangi laporan berupa

data-data dan informasi yang salah dan palsu, kepuasan kerja meningkat,

pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pemborosan berkurang,

tingkat absensi turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi

organisasi (Supriyadi &Triguno, 2006).

iii. Dimensi Budaya Kerja

Dimensi budaya kerja yang paling umum digunakan untuk

memaparkan kondisi kultural ditempat kerja adalah hubungan vertikal yang

terdapat di tempat kerja, sifat hubungan kerja sama, tingkat kepedulian dan

pertimbangan yang ditunjukkan orang pada waktu mengambil suatu

keputusan, sikap orang dalam menghadapi risiko, orientasi waktu ditempat

kerja, pada waktu orang-orang mejalankan tugas-tugas yang menjadi

tanggung jawab anggota organisasi (Hartanto, 2009).


iv. Nilai-Nilai Budaya Kerja

Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam organisasi menuntut

perubahan cara komunikasi dan yang biasa dilakukan secara vertikal dari atas

ke bawah, menjadi hubungan lebih horizontal dan partisipatif. Hal ini sangat

penting bagi pengembangan sumber daya manusia agar mampu memberikan

hasil kerja yang terbaik dan optimal bagi manajemen. Dengan masuknya

nilai-nilai budaya dalam manajemen diharapkan akan terjadi peningkatan

kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja dan kualitas produknya

(Supriyadi & Triguno, 2006).

Keputusan kementerian pendayagunaan aparatur negara no.

25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang pedoman pengembangan budaya aparatur

negara sebagai penyempurnaan keputusan menteri negara pendayagunaan

aparatur negara no. 04/ 1991 tentang pedoman pemasyarakatan budaya kerja,

Adapun nilai-nilai budaya kerja tersebut memuat (1) kebijakan

pengembangan budaya kerja aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja

aparatur negara, (3) penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara, dan

(4) sosialisasi pengembangan budaya kerja aparatur negara (Supriyadi &

Triguno, 2006).

Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya kerja dalam

pedoman dimaksud, antara lain (1) komitmen dan konsisten terhadap visi,

misi dan tujuan organisasi, dalam pelaksanaan kebijakan negara serta

peraturan perundangan yang berlaku, (2) wewenang dan tanggungjawab, (3)

keikhlasan dan kejujuran, (4) integritas dan profesional, (5) kreativitas dan
kepekaan terhadap lingkungan tugas, (6) kepemimpinan dan keteladanan (7)

kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, (8) kecepatan dan ketepatan, (9)

rasionalitas dan kecerdasan emosi, (10) keteguhan dan ketegasan, (11)

disiplin dan keteraturan kerja, (12) keberanian dan kearifan dalam mengambil

keputusan dan konflik, (13) semangat dan motivasi, (14) ketekunan dan

kesabaran, (15) keadilan dan keterbukaan dan (16) penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Supriyadi & Triguno, 2006).

Nilai budaya kerja perawat pendidik merupakan suatu yang essensial

dari pengembangan budaya kerja di perguruan tinggi, karena itu nilai budaya

kerja perawat pendidik di bangun dari fondasinya yakni nilai budaya yang

bersifat universal maupun lokal. Linda dan Eyre (dalam Arwildayanto, 2012)

mengatakan bahwa nilai budaya kerja yang bisa diterima secara universal

adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku, sedangkan perilaku itu

berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Sedangkan nilai-nilai yang bersifat lokal berisikan tradisi kerja yang bersifat

pewarisan untuk mendukung pelaksanaan kerja yang produktif dan

berbasiskan kultural.

Subianto (dalam Arwildayanto, 2012) juga mengatakan bahwa nilai

budaya kerja dalam pribadi seseorang atau kelompok tidak bisa di

determinasi dalam dua kelompok kontrasi yang benar dan salah. Nilai budaya

kerja yang berbeda harusnya dipandang sebagai khasanah hidup yang

beraneka ragam, nilai budaya itu harus dihormati dijunjung tinggi seirama

dengan konsep-konsep menghargai multi kultural dalam sebuah instansi


v. Prinsip Profesionalitas Perawat Pendidik

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005

tentang guru dan dosen pasal 7 bahwa profesi guru dan profesi dosen

merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip

profesionalitas yaitu (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism,

(2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,

ketakwaan, dan akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar

belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi

yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggung jawab

atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang

ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar

sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan dan (9) memiliki organisasi profesi yang

mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas

keprofesionalan guru (Rosyidi, 2006).

j. Memiliki bakat.

Bakat adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir dimana

kemampuan itu jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui

belajar akan menjadi kecakapan yang nyata (Sunaryo, 2004). Bakat dapat

dikatakan sebagai keahlian yang dimiliki guru secara alamiah muncul

dalam diri seorang guru atau perawat pendidik sehingga kemampuan dan

keahlian dalam bidang tertentu tersebut tersimpan dalam diri seorang guru
Bakat seorang guru dapat dikembangkan melalui pengembangan potensi

diri dan pada akhirnya membentuk potensi diri yang unggul. Seorang guru

dalam menjalankan tugasnya harus memiliki rasa panggilan jiwa yaitu

rasa keterpanggilan seorang dosen untuk memasuki profesi kependidikan

(Ramdhani, 2012).

Menurut Guilford ada 3 dimensi fungsi bakat yaitu: (1) dimensi

perseptual yaitu kemampuan didalam melakukan persepsi yang mencakup

kepekaan indra, perhatian, orientasi ruang dan waktu dan kecepatan

persepsi, (2) dimensi psikomotor mencakup kekuatan implus, kecepatan,

gerak, kecermatan dan koordinasi, (3) dimensi intelektual mencakup

ingkatan, pengamatan, berpikir dan evaluatif (Sunaryo, 2004)

k. Memiliki komitmen

Komitmen adalah keteguhan dan tekad yang mantap dan janji

untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakininya (Supriyadi

& Triguno, 2006). Setiap organisasi, terutama organisasi nonprofit seperti

organisasi kependidikan, memerlukan komitmen dari para anggotanya.

Komitmen menurut Shaw, Delery & Abdulla (dalam Alifuddin, 2012)

adalah hasil dari investasi atau kontribusi terhadap organisasi, atau suatu

pendekatan psikologis yang menggambarkan suatu hal yang positif,

keterlibatan yang tinggi, orientasi intensitas tinggi terhadap organisasi.

Secara konseptul komitmen merupakan resulante sinergis dari

keterampilan dengan keyakinan. Seseorang dikatakan profesional apabila

seseorang tersebut mempunyai komitmen pribadi yang tinggi dalam


menjalankan pekerjaannya, bekerja secara tuntas dengan hasil dan mutu

yang sangat baik, bertanggung jawab atas pekerjaannya serta tidak

merugikan pihak lain (Keraf, 1998).

Komitmen dapat dipahami dalam tiga bentuk kelekatan individu

terhadap organisasi atau profesinya. Kelekatan ini dapat termanifestasi ke

dalam tiga dimensi komitmen yaitu: (1) komitmen normatif adalah

kelekatan individu terhadap profesinya karena sudah merasa tugas yang

diemban adalah tugas yang sangat penting bagi profesinya sebagai

guru/dosen, (2) komitmen afektif yaitu kelekatan seseorang terhadap

organisasi atau profesi karena guru merasa memiliki nilai-nilai yang

selaras dengan nilai-nilai dari organisasi atau profesi tersebut (3)

komitmen berkelanjutan adalah kelekatan individu pada pekerjaannya

karena mempertimbangkan untung dan ruginya apabila seorang guru atau

dosen tetap mengikatkan diri terhadap organisasi dan profesinya

(Ramdhani, 2012).

Seorang guru yang tidak memiliki komitmen akan bekerja apabila

diperintah, diawasi, dan kalau perlu dihukum jika tidak menjalankan tugas

dengan baik. Guru sebagai satu profesi harus harus bisa mengawasi diri

sendiri tanpa pengaruh dari luar dirinya. Guru sejati bekerja bukan karena

disuruh, diperintah atau ditakut-takuti, tetapi bekerja karena rasa tanggung

jawab yang lahir dari dalam diri sendiri. Komitmen dilahirkan atas adanya

keterampilan yang tinggi dan keyakinan yang bulat didalam batin seorang

guru (Sembiring, 2009)


l. Memiliki kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang

harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan

atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-

undangan (Kunandar, 2007).

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 46 bahwa: (1) kualifikasi

akademik dosen diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana

yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian, (2) dosen memiliki

kualifikasi akademik minimum lulusan program magister untuk program

diploma atau program sarjana dan lulusan program doktor untuk program

pascasarjana, (3) setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar

biasa dapat diangkat menjadi dosen (Rosyidi, 2006).

m. Memiliki kompetensi

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen

dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Ramdhani, 2012).

Kompetensi dosen meliputi (1) kompetensi pedagogik merupakan

kompetensi mengelola pembelajaran peserta didik (2) kompetensi

kepribadian merupakan berkejiwaan mantap, berakhlak mulia, arif,

berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik. (3) kompetensi profesional

penugasan materi pembelajaran secara luas dan mendalam (4) kompetensi


sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya

tanpa adanya diskriminatif (Surakhmad, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 26 bahwa: (1) dosen memperoleh

kesempatan meningkatkan kompetensi, akses ke sumber belajar, akses ke

sumber informasi, akses ke sarana dan prasarana pembelajaran, serta

kesempatan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari

Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau

satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai

dengan kewenangan masing-masing, (2) kesempatan untuk meningkatkan

kompetensi meliputi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lanjut,

mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya, serta kegiatan

lain.

n. Memiliki tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesedian menanggung sesuatu, bila salah

wajib memperbaiki atau dapat dituntut dan diperkarakan (Supriyadi &

Triguno, 2006). Tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu

supaya memiliki kecerdasan intelektual dan moral, mendidik supaya

memiliki perasaan peka terhadap lingkungan sosialnya, dan memdidik

masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran,

saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan. Tanggung

jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik

terhadap peserta didik, tetapi lebih jauh dari itu. Pertanggungjawaban atas
segala tugas yang dilaksanakannya kepada dirinya sendiri sebagai manusia

yang bermoral (Yuwono, 2011).

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 60 bahwa dalam melaksanakan

tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: (1) melaksanakan pendidikan,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, (2) merencanakan,

melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil

pembelajaran, (3) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi

akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) bertindak

objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,

agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi

peserta didik dalam pembelajaran, (5) menjunjung tinggi peraturan

perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan

etika, (6) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

o. Memperoleh penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun

2005 tentang guru dan dosen pasal 16 penghasilan adalah hak yang

diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan

melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip

penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau

dosen sebagai pendidik profesional.


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 30 bahwa gaji adalah hak yang diterima

oleh dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan tinggi atau

satuan pendidikan tinggi dalam bentuk finansial secara berkala sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 51 bahwa dalam melaksanakan

tugas keprofesionalan, dosen berhak: memperoleh penghasilan di atas

kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 52

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru

dan dosen juga menerangkan bahwa penghasilan dosen di atas kebutuhan

hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,

serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan

fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat

tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan

prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

p. Kesempatan mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan

dengan belajar sepanjang hayat

Belajar sepanjang hayat merupakan suatu perbuatan manusia

secara wajar yang dalam prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran

guru. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat menekankan pada kegiatan

belajar yang berkesinambungan sepanjang hayat setiap orang yang

menjalaninya (Kartakusumah, 2006).


Belajar sepanjang hayat merupakan suatu fenomena alamiah dalam

kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Belajar sepanjang hayat

termasuk didalamnya self learning dengan demikian merupakan sesuatu

kegiatan yang penting dan menentukan dalam setiap kehidupan manusia

Terdapat beberapa alasan pokok tentang penting dan menentukannya

kegiatan belajar sepanjang hayat dalam kehidupan manusia yaitu

mencakup (1) adanya kebutuhan belajar pada setiap orang, (2) adanya

kebutuhan pendidikan dan (3) adanya kebutuhan dalam hidup

(Kartakusumah, 2006).

q. Memiliki jaminan perlindungan hukum

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun

2005 tentang guru dan dosen pasal 75 ayat 3 bahwa perlindungan hukum

adalah mencakup perlindungan terhadap tindakan kekerasaan, ancaman,

perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari pihak

peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi dan pihak lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 22 bahwa (1) dosen berhak mendapat

perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan

jaminan keselamatan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara

pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi,

dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangannya, (2) rasa aman dan

jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas melalui perlindungan


hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja.

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37 Tahun

2009 tentang dosen Pasal 23 (1) dosen berhak mendapatkan perlindungan

hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,

intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pimpinan perguruan tinggi,

mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak

lain, (2) dosen berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap

pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam

menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan

atau pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam melaksanakan

tugas keprofesionalannya, (3) dosen berhak mendapatkan perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja dari penyelenggara pendidikan tinggi

atau satuan pendidikan tinggi terhadap risiko gangguan keamanan kerja,

kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan

lingkungan kerja, dan risiko lain.

r. Memiliki organisasi profesi

Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah

para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung

bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka

laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu. Tenaga profesional

dalam profesi yang sama membentuk suatu organisasi profesi untuk


mengawal pelaksanaan tugas-tugas profesional melalui tridarma organisasi

profesi, yaitu: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi,

(2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3) menjaga kode

etik profesi. Organisasi profesi ini secara langsung peduli atas realisasi

sisi-sisi objek praktik spesifikasi profesi, keintelektualan kompetensi dan

praktik pelayanan, komunikasi, kode etik, serta perlindungan atas

anggotanya (Prayitno, 2009).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 37

Tahun 2009 tentang dosen pasal 30 bahwa dosen memiliki kebebasan

untuk berserikat dalam organisasi profesi atau organisasi profesi keilmuan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebebasan untuk

berserikat tidak mengganggu pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang

menjadi tanggungjawab keprofesionalan.

B. Kinerja
1. Definisi Kinerja

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi

tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama

satu periode tertentu. Secara lebih tegas Amstron dan Baron mengatakan

kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan

tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi

ekonomi. Lebih jauh Indra Bastian menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan


suatu kegiatan program kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategi

(strategic planning) suatu organisasi (Fahmi, 2010).

Stolovitch (dalam Sinambela, 2012) menyatakan kinerja adalah

seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta

pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Kinerja merupakan salah satu

kumpulan total dari kerja yang ada diri pekerja Griffin (dalam Sinambela,

2012)

Kinerja dapat dioptimumkan melalui penetapan deskripsi jabatan yang

jelas dan terukur bagi setiap jabatan, sehingga anggota organisasi mengerti

apa fungsi dan tanggung jawabnya. Menurut Hanyes (dalam Sinambela 2012)

berpendapat bahwa deskripsi jabatan yang baik akan dapat menjadi landasan

untuk:

1) Penentuan gaji, hasil deskripsi jabatan akan berfungsi menjadi dasar

untuk perbandingan pekerjaan dalam suatu organisasi dan dapat

dijadikan sebagai acuan pemberian gaji yang adil bagi pegawai dan

sebagai data perbandingan dalam persaingan dalam perusahaan

2) Seleksi pegawai, deskripsi jabatan sangat dibutuhkan dalam penerimaan,

seleksi penempatan pegawai.

3) Orientasi, deskripsi jabatan dapat mengenalkan tugas-tugas pekerjaan

yang baru kepada pegawai dengan cara dan efisian.


Penilaian kinerja, deskripsi jabatan menunjukan perbandingan seseorang

pegawai memenuhi tugasnya dan bagaimana tugas itu seharusnya

dipenuhi

4) Pelatihan dan pengembangan, deskripsi jabatan akan memberikan analisa

yang akurat mengenali pelatihan yang diberikan dan perkembangan untuk

membantu pengembangan karir.

5) Uraian dan perencanaan organisasi, perkembangan awal dari diskripsi

jabatan menunjukan dimana kelebihan dan kekurangan dalam

pertanggung jawaban. Dalam hal ini deskripsi jabatan akan

menyeimbangkan tugas dan tanggung jawabnya.

6) Uraian tanggung jawab, deskripsi jabatan akan membantu individu untuk

memahami berbagai tugas dan tanggung jawan yang diberikan

kepadanya.

2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak

manajemen perusahaan baik para karyawan amaupun manajer yang selama ini

telah melakukan pekerjaannya. Dimana metode penilaian kinerja dapat

dilakukan pada seorang karyawan yang bekerja disuatu organisasi perlu

dilakukan penilaian dengan tujuan dapat diketahui sejauh mana karyawan

tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauhmana kelemahan yang dimiliki

untuk diberi kesemapatan memperbaikinya (Fahmi, 201).

Untuk melakukan suatu penilaian kerja dibutuhkan metode penilaian

yang memiliki tingkat dan analisa representatif menurut Ricky W.Griffin

(dalam Fahmi, 2001) bahwa dua kategori dasar dari metode penilaian yang
sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode

pertimbangan.

3. Kinerja Perawat Pendidik

Kinerja perawat pendidik dinilai dari hasil kerja di bidang pendidikan dan

pengajaran, bidang penelitian, bidang pengabdian masyarakat. Untuk

menghasilkan kinerja yang tinggi, dosen harus menjalankan seluruh fungsinya

dengan baik. Tugas-tugas perawat pendidik dalam menjalankan profesinya

adalah mendidik, membimbing, meneliti dan melakukan pengabdian kepada

masyarakat (Haryadi, 2010).

Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses transformasi

kepakaran, penggunaan teknologi pembelajaran, dan yang didukung oleh

komitmen, motivasi, dan kesejahteraaan diharapkan mendapatkan profil

perawat pendidik perawat pendidik sebagai penjamin mutu hasil belajar

mahasiswa di perguruan tinggi. Dengan diketahui profil perawat pendidik yang

meningkatkan kinerja, akan dapat dilakukan perencanaan dan pengembangan

sumber daya perawat pendidik kearah peningkatan kualitas lulusan dan kualitas

perguruan tinggi (Haryadi, 2010).

Perawat pendidik merupakan pendidik profesional dan ilmuan dengan

tugas utama mentransformasikan, menyumbangkan, dan menyebarluaskan ilmu

pebgetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian

masyarakat (Sembiring, 2009).


Menurut Resosudarmo (dalam Adi, 2009) Perguruan Tinggi dikenal

memiliki Tridharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan

pengabdian masyarakat.

1) Pendidikan adalah rangkaian tindakan yang sistematis, berurutan, dan

terencana terdiri dari dua operasi utama yang terinterdependen,

pengajaran dan pembelajaran yang membentuk siklus tanpa terputus

(Bastable & Susan, 2002).

2) Pembelajaran adalah suatu perubahan prilaku (pengetahuan, ketrampilan

dan sikap) yang dapat terjadi kapan saja atau dimana saja akibat paparan

terhadap stimulus lingkungan (Bastable & Susan, 2002).

3) Penelitian adalah usaha untuk mecnari kebenaran yang dapat menjadi

umpan untuk pengembangan ilmu ataupun adaptasi ilmu pengetahuan

kepada lingkungan.

4) Pengabdian kepada Masyarakat adalah penerapan ilmu pengetahuan

untuk kegunaannya bagi masyarakat (Adi, 2009).

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (2010) tugas utama dari

seorang dosen adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan

beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks dan paling

banyak 16 (enam belas) sks pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi

akademiknya dengan ketentuan sebagai berikut:


1) Tugas melakukan pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan

dengan

9 (sembilan) sks yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan.

2) Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan

melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan

oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain sesuai

dengan peraturan perundang undangan.

3) Tugas penunjang tridarma perguruan tinggi dapat diperhitungkan sks nya

sesuai dengan peraturan perundang undangan.

4) Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dan tugas penunjang

paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS.

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (2010) tugas utama dari

seorang dosen sebagai berikut

1. Tugas melakukan pendidikan merupakan tugas di bidang pendidikan dan

pengajaran yang dapat berupa;

a. Melaksanakan perkuliahan, menguji dan menyelengarakan kegiatan

pendidikan dikelas dan di laboratorium.

b. Membimbing seminar mahasiswa.

c. Membimbing kuliah praktek belajar lapangan (PBL)

d. Membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk

membimbing, pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir.

e. Penguji pada ujian akhir.


f. Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik

dan kemahasiswaan.

g. Mengembangkan program perkuliahan.

h. Mengembangkan bahan pengajaran.

i. Menyampaikan orasi ilmiah.

j. Membimbing staf pengajar yang lebih rendah jabatannya.

2. Tugas melakukan penelitian merupakan tugas di bidang pengembangan

karya ilmiah yang dapat berupa;

a. Menghasilkan karya penelitian.

b. Menerjemahkan dan menyadur buku ilmiah.

c. Mengedit dan menyunting karya ilmiah.

d. Membuat rancangan dan karya teknologi

e. Membuat rancangan karya seni.

3. Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat berupa;

a. Menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga pemerintahan atau

pejabat harus dibebaskan dari jabatan organiknya.

b. Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

c. Memberi latihan atau penyuluhan, penataran pada masyarakat.

d. Memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang

menunjang pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan

e. Membuat atau menulis karya pengabdian kepada masyarakat.


4. Tugas penunjang tridharma perguruan tinggi dapat berupa;

a. Menjadi anggota dalam suatu panitia atau badan pada perguruan

tinggi

b. Menjadi anggota panitia atau badan pada lembaga pemerintah

c. Menjadi anggota organisasi profesi

d. Mewakili perguruan tinggi lembaga pemerintah atau duduk dalam

panitia antar lembaga.

e. Menjadi anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional.

f. Berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah.

g. Mendapat tanda jasa atau penghargaan.

h. Menulis buku pelajaran.

i. Mempunyai prestasi di bidang olahraga, kesenian dan sosial


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam budaya Rumah Sakit sendiri telah menerapkan bahwa pekerja
tidak boleh datang terlambat, harus menggunakan seragam lengkap,
penggunaan seragam harus sesuai dengan hari yang telah ditentukan, saat
perawat ijin sakit harus disertai dengan surat keterangan sakit, komunikasi
terapeutik kepada pasien harus diterapkan, dalam menjalankan tugas perawat
harus senyum, ikhlas dan tulus hati (Isnainy, dkk, 2018).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Feriyanto, Andri dan Triana, Endang Shyta. 2015. Pengantar Manajemen (3 In


1). Yogyakarta: Mediatera.

Herlintati. 2020. Budaya Kerja dan Kompensasi Kinerja Tenaga


Medis.Yogyakarta: Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Ndraha, Taliziduhu. 2005.  Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhadijah. 2017. Studi tentang Budaya Kerja Pegawai Sekolah Menengah


Kejuruan Negeri 1 Penajam Paser Utara. ejournal Administrasi Negara,
Vol.V, No.1. 

Tika, H Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja. Jakarta:


Bumi Aksara.

Triguno. 2001. Budaya Kerja (falsafah, tantangan, lingkungan yang kondusif,


kualitas, pemecahan masalah). Jakarta: Golden Terayon Press.

Anda mungkin juga menyukai