Anda di halaman 1dari 23

BUDAYA KERJA

MAKALAH
Dalam MK : Total Quality Management (TQM)

DI SUSUN OLEH
RENALDY.J.C.LAHIWU 16111101218

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
Nyalah sehingga, tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat
berarti. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Budaya
Kerja”. yang disajikan berdasarkan referensi dari berbagai sumber. 
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Total
Quality Management (TQM) yang telah membimbing dan memberikan
kesempatan kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini. Tak lupa juga penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini
Penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing
maupun teman-teman atau pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.
Semoga  makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini teman-teman mengetahui apa yang
terkandung dalamnya dan akhirnya membawa hikmah untuk semuanya.

Manado 9 Oktober 2018

KELOMPOK 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Pengertian Budaya Kerja..........................................................................................3
2.2 Terbentuknya Budaya Kerja.....................................................................................5
2.3 Unsur– Unsur Budaya Kerja....................................................................................7
2.4 Pengertian Perilaku Pegawai..................................................................................10
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku..........................................................11
2.6 Model – model Budaya Kerja.................................................................................13
BAB III...........................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan............................................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tipe-tipe pekerjaan saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup dan
ukuran dan mungkin akan memiliki beberapa praktik yang unik pada pekerjaan
itu. Misalnya, sebuah organisasi yang umum adalah organisasi akademik yaitu
universitas. Terdapat beberapa ritual dalam perguruan tinggi, seperti orientasi
mahasiswa baru, pestafrat ernit y(perkumpulan khusus mahasiswa di perguruan
tinggi sertasorority(perkumpulan khusus mahasiswi), serta makanan kantin.
Praktik- praktik seperti bimbingan dan magang juga memberi ciri kebanyakan
institusi di perguruan tinggi.

Jelaslah bahwa inti dari kehidupan pekerjaan ditemukan di dalam


budayanya. Dalam hal ini, budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras,
etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya adalah suatu cara hidup di
dalam sebuah pekerjaan. Budaya kerja mencakup iklim atau atmosfer emosional
dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap, dan
tingkat produktivitas. Budaya kerja juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas,
percakapan, dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol
ini. Makna dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar
karyawan dan pihak manajemen.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan budaya kerja ?
2) Bagaimana terbentuknya budaya kerja ?
3) Bagaimana Unsur-unsur budaya kerja ?
4) Apa yang dimkasud dengan prilaku pegawai ?
5) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pegawai?
6) Apas saja model-model budaya kerja ?

1
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian budya kerja
2) Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya budya kerja
3) Untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur budaya kerja
4) Untuk mengetahui definisi pegawai kerja
5) Untuk mengetahui apa-apa saja faktor yang mempengaruhi prilaku
pegawai kerja
6) Untuk mengetahui model-model budya kerja

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Budaya Kerja

Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang
menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku
kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan
budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka
dinamakan budaya kerja.

Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa
sansekerta ‘budhayah’ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan
merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa
tersebut”

Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti


Koentraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan
dan hasil kelakukan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatnya dengan
belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara


keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun
budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta
berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta
suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya


Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa:

3
Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai
dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada
sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa
kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan
berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi
kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia


menerangkan bahwa:

Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya


kerja, yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program
mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan
kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber


Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku
perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan
dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai


nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki
bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi


menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan

4
dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga
agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.

2.2 Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang
dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan
bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang
saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup
pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya
kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan
pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu
dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu
mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-


tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang
dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para
bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau
pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan
bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan
dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi
itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau
organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut
masalah organisasi.

Cakupan makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:

1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang
berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan

5
terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu
kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang
benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan
atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.

Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai


inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap
tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi
keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala
sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar).
Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan
komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal
maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling
menghargai.

Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin
baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi
manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen,
mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta saling mengisi
dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam rangka
membentuk budaya kerja.

Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan


sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau
mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan
suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu keyakinan
dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan
kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi),
efektif atau produktif dan efisien.

6
Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya
manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu
hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain
secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya
mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga
tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara


kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang
ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya
dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai
ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain
itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai
prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan
efisien.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena


akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.
Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan kerja
meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan
fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus
ingin belajar, ingin memberikan terbaik bagi organisasi, dan lain-lain.

Berdasarkan pandangan mengenai manfaat budaya kerja, dapat ditarik suatu


deskripsi sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja sehingga
sesuai yang diharapkan.

2.3 Unsur– Unsur Budaya Kerja

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang
akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya

7
menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan
tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali
dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-
alat dan teknik-teknik pendukung.

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan
nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi
kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

1 Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan


kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan
dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan
sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
2 Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung
jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari
tugas dan kewajibannya, suka membantu sesma pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk
membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber
dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap
fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan
berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi.
Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan
pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja
mereka.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

1 Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi,


dan teknologi.

8
2 Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features,
conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived quality,
value, responveness, humanity, security, dan competency.
3 Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan,
orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terus-
menerus.

Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat


dikategorikan tiga Yaitu :

1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku


berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun
kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang
dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika sikap
bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau
kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam
keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat
dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya
aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas


pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan
merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai
disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di
lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik
dalam organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan.

9
3) Nilai-nilai

Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting


atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih
benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri
melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati
atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja.
Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka
penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja
pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.

2.4 Pengertian Perilaku Pegawai


Perkembangan dalam bidang kepemimpinan kemudian memungkinkan
merumuskan kembali beberapa anggapan tentang sifat dan perilaku individu atau
pegawai dalam suatu organisasi dengan menentukan pemecahan yang serasi.

Unsur yang pokok dari pada perilaku pegawai ialah beberapa jenis kegiatan,
apakah yang bersifat fisik atau mental. Perilaku pegawai sebagai suatu rangkaian
kegiatan. Sedangkan kegiatan itu selalu berorientasi kepada sasaran atau tujuan.
Oleh karena itu mereka harus dibina dan diberikan suatu motivasi.

Motivasi menyangkut reaksi berantai, yaitu dimulai dari kebutuhan yang


dirasakan, lalu timbul keinginan atau sasaran yang hendak dicapai, kemudian
menyebabkan usaha-usaha mencapai sasaran, yang berakhir dengan pemuasan.
Menurut Soewarno Handayaningrat, berpendapat: “Masalah motivasi adalah
sangat komplek, karena kenyataannya memotivasi orang-orang itu berbeda-beda,
baik terhadap individu maupun situasinya”.

Kebutuhan yang diinginkan karena disebabkan perilaku, tetapi dapat pula


kebutuhan mungkin akibat dari pada perilaku. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa kebutuhan tidak selalu menyebabkan perilaku manusia.

Pengertian perilaku itu sendiri menurut Soewarno Handayaningrat, yaitu:


“Perilaku ialah apa yang kita lakukan, bukan mengapa kita melakukan itu”.

10
Dengan demikian, perilaku adalah segala sesuatu atau apa-apa yang kita
lakukan. Dari apa-apa yang kita lakukan membentuk suatu kebiasaan, watak,
karakter, tingkah laku, atau perilaku. Kebiasan yang selalu dilakukan pegawai
dalam suatu organisasi disebut dengan perilaku pegawai.

Perilaku pegawai menurut Stephen P. Robins dalam buku Perilaku Organsasi


yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjelaskan bahwa: “Perilaku
pegawai merupakan suatu karakteristik dan tingkah laku yang terdapat dalam
setiap individu atau suatu organisasi yang terdapat dinamika kepemimpinan.
Perilaku pegawai meliputi kepribadian, harga diri, pemantauan diri, dan
kecenderungan untuk menanggung resiko”.

Perilaku pegawai lebih cenderung kepada pokok kepribadian, karena


kepribadian menggambarkan perilaku seorang individu. Karakteristik mencakup
perasaan malu, keagresifan, sikap patuh, kemalasan, ambisi, kesetiaan, dan sifat
takut dan malu. Karakteristik ini bila diperagakan dalam sejumlah besar situasi,
disebut ciri-ciri kepribadian. Semakin konsisten karakteristik itu dan semakin
sering terjadi dalam berbagai situasi, maka disebut dengan perilaku.

Karakteristik tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Karakteristik yang


bersifat positif akan menguntungkan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya,
namun sebaliknya karakteristik yang negatif akan merugikan bagi organisasi.
Untuk itu karakteristik-karakteristik tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat
kepemimpinan seorang pemimpin atau atasan dalam menjalankan roda
keorganisasiannya.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Manusia diciptakan sebagai makhluk pengemban nilai-nilai moral, adanya
akal dan budi pada manusia menyebabkan adanya perbedaan cara dan pola hidup
yang berdimensi ganda, yakni kehidupan yang bersifat material dan kehidupan
yang bersifat spiritual.

Akal dan budi sangat berperan dalam usaha menciptakan pola hidup atau
perilaku manusia itu. Untuk menciptakan kebahagian hidup jasmani, manusia

11
dengan akal dan budinya selalu berusaha menciptakan benda-benda baru sesuai
dengan yang diharapkannya.

Selain akal dan budi tersebut di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia, seperti yang diutarakan oleh Kreitner dan Kinicki dalam buku
Perilaku Organisasi, yaitu:

1) Motivasi

Motivasi pada dasarnya berusaha bagaimana menguatkan, mengarahkan,


memelihara, dan membuat perilaku individu agar setiap individu bekerja sesuai
dengan keinginan pimpinan. Dapat dikatakan teori ini merupakan proses sebab
akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi,
hasil yang akan dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan
seseorang.

2) Sikap

Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara


konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan suatu
objek tertentu.[17] Sikap mempengaruhi perilaku pada suatu tingkat yang berbeda
dengan nilai. Sementara nilai mewakili keyakinan yang mempengaruhi perilaku
pada seluruh situasi, sikap hanya berkaitan dengan perilaku yang diarahkan pada
objek, orang, atau situasi tertentu.

3) Keyakinan

Keyakinan seseorang merupakan representasi mental lingkungan yang


relevan, lengkap dengan hubungan sebab dan akibat yang ada. Keyakinan
merupakan hasil dari pengamatan langsung dan kesimpulan dari hubungan yang
dipelajari sebelumnya.

Norma-norma subjektif pengertiannya adalah tekanan sosial yang dirasakan


untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Norma yang subjektif juga merupakan
suatu fungsi dari keyakinan, tetapi keyakinan dari suatu jenis yang berbeda.
Norma yang subjektif dapat membawa pengaruh yang kuat pada tujuan perilaku
dari orang-orang yang peka terhadap pendapat model peran yang dihargai.

12
4) Imbalan dan Hukuman

Selain itu sifat imbalan atau hukuman yang dilaksanakan sangat mempengaruhi
perilaku individu. Teori motivasi pengukuhan ini didasarkan sebab dan akibat dari
perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari
prestasi yang selalu dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat
produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan
antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.

Menurut Triguno, ”perilaku kerja pegawai dalam suatu organisasi dapat diukur
antara lain; kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi,
manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsiv, mandiri, makin lebih
baik, dan lain-lain”.

2.6 Model – model Budaya Kerja


Berikut adalah contoh-contoh model budaya kerja berdasarkan Kajian-kajian
yang dilakukan mengenai budaya kerja organisasi telah menampilkan beberapa
model tertentu yaitu budaya autoritarian, budaya birokratik, budaya tugas, budaya
individualistik, budaya tawar- menawar dan budaya kolektiviti yaitu :

1) Budaya Kerja Autoritarian

Budaya kerja jenis ini menumpukan kepada ‘command and control’. Kuasa
dan autoriti dalam organisasi biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang
seringkali disanjung sebagai , hero’ .Pekerja akan diharapkan untuk
memperlihatkan kesetiaan yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan
dihantar dari atas menuju ke dasar organisas.

Budaya bentuk ini seringkali diamalkan dengan berkesan dalam organisasi


yang bersaiz kecil seperti pemiagaan keluarga, syarikat kecil dan firma sederhana.
Bagaimanapun terdapat agensi swasta yang melaksanakan budaya kerja ini
dimana keputusan ditentukan oleh pengasas atau pemegang saham utama,
manakala pekerja tidak mempunyai suara kecuali sebahagian kecil individu dalam
organisasi yang diberi kepercayaan oleh pemilik atau pemegang saham utama
tadi. Asas kepercayaan boleh berdasarkan kepada unsure nepotisme, kronisme,
peribadi atau mungkin juga kecekapan.

13
Dengan demikian hubungan personal yang rapat dengan pihak atasan adalah
faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan pangkat. Oleh itu bagi
menjaga kepentingan, pekerja cenderung untuk bersikap ‘yes man , dan ‘play
safe’ daripada memberi pandangan kritikal bagi menjaga kedudukan dan
kepentingan masing-masing.

2) Budaya Kerja Birokratik

Budaya kerja birokratik ini berasaskan kepada konsep bahawa organisasi


boleh diurus dengan cekap menerusi kaedah pengurusan bersifat impersonal,
rasional, autoriti dan formaliti. Impersonal bermaksud setiap pekerja tertakluk
kepada peraturan dan prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang
sama. Peraturan dan prosedur tersebut adalah dilaksanakan secara formal untuk
mengingatkan pekerja akan etika dan keperluan yang dikehendaki daripada
mereka.

Jawatan dalam organisasi adalah disusun mengikut hierarki supaya


tanggungjawab, penyeliaan, autoriti dan akauntabiliti jelas dan mudah diikuti.
Manakala untuk mempastikan kelancaran dan kecekapan kerja, pengkhususan
tugas dilakukan iaitu dengan memecah- mecahkan kerja menjadi lebih spesifik
supaya pekerja mudah menguasai dan cekap melakukannya. Dalam masa yang
sama, faktor meritokrasi digunapakai dalam organisasi iaitu pengambilan pekerja,
kenaikan pangkat dan pemberian ganjaran diberi berdasarkan kebolehan dan
prestasi kerja masing-masing.

3) Budaya Kerja Fungsional

Organisasi-organisasi kerja yang berjaya di Barat sering mengamalkan


budaya kerja fungsional atau ‘project-based’ ini. Dalam konsep fungsional, kerja
dalam organisasi dibagi dan ditugaskan kepada individu atau pasukan tertentu.
Projek yang paling penting akan diserahkan kepada pekerja atau sekumpulan
pekerja yang paling berkemampuan. Apabila projek tersebut selesai, maka tugas

14
individu atau kumpulan akan selesai dan kumpulan baru pula akan dibentuk bagi
melaksanakan projek yang lain.

Oleh itu, struktur kumpulan adalah fleksibel dan interaksi adalah berasaskan
kemahiran dan hormat-menghormati. Keputusan akan diperolehi selepas
perbincangan, perundingan dan

persetujuan para anggota projek. Oleh itu kejayaan dinilai berasaskan kebolehan
menyempurnakan projek yang memuaskan pelanggan. Bekerja secara bersama
bagi menjayakan sesuatu projek ini membentuk solidariti pekerja dan mendorong
penyesuaian antara personaliti yang berbeza kerana mereka sama-sama
bertanggungjawab kepada kejayaan organisasi.

4) Budaya Kerja Individualistik

Dalam organisasi yang mengamalkan budaya kerja ini, individu tertentu


menjadi tumpuan utama. Terdapat universiti yang bergantung kepada profesor
ternama untuk menarik pelajar dan mendapatkan tajaan. Begitu juga firma
konsultansi atau guaman biasanya bergantung penuh kepada individu (konsultan
atau peguam) tertentu yang popular bagi menarik pelanggan. Dalam organisasi
seperti ini segelintir kecil pekerja adalah tulang belakang kejayaan syarikat kerana
mereka mempunyai reputasi, kredibiliti, kepandaian dan keterampilan. Kebolehan
mendapatkan pelanggan seringkali menyebabkan mereka kurang terikat kepada
peraturan dan prosedur. Kenaikan pangkat sepenuhnya bergantung kepada
meritokrasi kerana setiap orang perlu membuktikan bahawa mereka memberi
sumbangan yang lebih daripada orang lain kepada organisasi.

5) Budaya Kerja Tawar Menawar

Dalam organisasi jenis ini, kesatuan pekerja diiktiraf sebagai bagian utama
dalam organisasi. Kesatuan sekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja
dan membantu pengurusan mencapai matlamat organisasi. Perundingan dan tawar
menawar berlangsung berdasarkan perundangan dan prosedur yang diakui oleh
kedua-dua belah pihak. Meskipun pertikaian dan pertentangan pendapat
kadangkala berlaku antara kesatuan sekerja dan majikan, tetapi ia sering dapat
diselesaikan di meja rundingan. Dari satu segi pihak pengurusan boleh mendapat

15
pandangan wakil kesatuan sekerja bagi melaksanakan peraturan, sistem dan
ganjaran. Manakala kesatuan sekerja akan mempastikan hak, kepentingan dan
kebajikan pekerja diberi jaminan. Secara keseluruhannya pendekatan ini yang
berkonsepkan hubungan rapat majikan pekerja bertujuan untuk mewujudkan
situasi menang-menang antara kedua belah pihak.

6) Budaya Kerja Kolektif

Dikatakan bahawa antara kunci kejayaan organisasi Jepun adalah kebolehan


mereka untuk menggunakan idea dan cadangan pekerja bawahan. Ini karena
pekerja adalah ‘pemilik proses kerja’ dan mereka lebih mengetahui tentang sistem
dan tatacara melaksanakan kerja berbanding orang lain. Dengan itu pekerja diberi
peluang untuk mengemukakan cadangan dan kreativitas bagi memperbaiki proses
kerja, sistem dan prosedur.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai
dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada
sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa
kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap
anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan
kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan
di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika
pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu
dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat,
tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan
keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

1 Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi,


dan teknologi.
2 Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features,
conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived quality,
value, responveness, humanity, security, dan competency.

17
3 Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan,
orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terus-
menerus.

Unsur yang pokok dari pada perilaku pegawai ialah beberapa jenis kegiatan,
apakah yang bersifat fisik atau mental. Perilaku pegawai sebagai suatu rangkaian
kegiatan. Sedangkan kegiatan itu selalu berorientasi kepada sasaran atau tujuan.
Oleh karena itu mereka harus dibina dan diberikan suatu motivasi.

Selain akal dan budi tersebut di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia, seperti yang diutarakan oleh Kreitner dan Kinicki dalam buku
Perilaku Organisasi, yaitu:

1 Motovasi
2 Sikap
3 Keyakinan
4 Imbalan dan hukum

Model budaya kerja berdasarkan Kajian-kajian yang dilakukan mengenai budaya


kerja organisasi telah menampilkan beberapa model tertentu yaitu:

1 budaya autoritarian,
2 budaya birokratik,
3 budaya tugas,
4 budaya individualistik,
5 budaya tawar- menawar dan
6 budaya kolektiviti

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Cetakan Kesembilan, PT. Bumi Aksara,
Jakarta, 2004, halaman 20

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta,


2004, hal 2

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, Gajah


Mada University Press, Yogyakarta, 2003, Halaman 65

Triguno. Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,


Jakarta,2001, Hal.13

Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 2003, Hal. 80

Osborn dan Plastrik, Manajemen Sumber Daya Mausia, BPFE.Yogyakarta, 2002,


Hal.252

Siti Amnuhai. Manajemen Sumber daya Manusia. Bumi


Aksara.Jakarta.2003.Hal.76

Moekijat, Asas-Asas Perilaku Organisasi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2006,


halaman 53

Komarudin, Manajemen Berdasarkan Sasaran, Edisi Ketiga, Bumi Aksara,


Jakarta, 2003, halaman 66

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen,


Cetakan ke-14, CV. Haji Masagung, Jakarta, 2001, halaman, hal 87

Stephen P. Robin, Perilaku Organisasi, Alih bahasa Tim Indeks, Edisi Indonesia,
PT. Indeks Gramedia Group, Jakarta, 2003,  halaman 199.

19
20

Anda mungkin juga menyukai