Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan
Nama Kelompok :
1.Evida Wakhid (1702012338)
2.Jazaluddin Alamsah (1702012343)
3.Qurrotul Aini (1702012362)
4.Silvi Dwi Anggraini (1702012369)
PENGERTIAN
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
yang diterima (permissive).
Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya
diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda
dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondarmandir.
Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara
verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras dan ketus.
Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang orang lain,
melukai diri sendiri, orang lain,merusak lingkungan, dan amuk atau agresif.
Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
Perhatian ; Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Keliat. 2011
p.108).
KLASIFIKASI
Menurut Videbeck (2008), perilaku kekerasan dalam keluarga dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Penganiayaan pasangan
Penganiayaan pasangan ialah perlakuan semena-mena atau penyalahgunaan seseorang oleh orang
lain dalam konteks hubungan intim. Penganiayaan pasangan diperkiarakan terjadi pada dua
sampai 12 juta rumah di Amerika Serikat pertahun. Sekitar 8% pembuhunan di Amerika Serikat
adalah pembunuhan terhadap salah seorang pasangan oleh pasangannya, dan 3 dari 10 wanita
korban pembunuhan dibunuh oleh suami mereka, mantan suami, kekasih, atau mantan kekasih
(Commission on Domestic Violence, 1999). Penganiayaan dapat berupa penganiayaan emosional,
psPenganiayaan psikologis atau emosional
Penganiayaan ini antara lain mengejek, meremehkan, berteriak dan memekik, merusak barang,
dan mengancam, serta bentuk penganiayaan yang lebih tidak kentara, misalnya menolak
berbicara dengan korban atau berpura-pura tidak melihat korban.
a. Penganiayaan psikologis atau emosional Penganiayaan ini antara lain mengejek, meremehkan,
berteriak dan memekik, merusak barang, dan mengancam, serta bentuk penganiayaan yang lebih
tidak kentara, misalnya menolak berbicara dengan korban atau berpura-pura tidak melihat
korban.
b. Penganiayaan fisik Penganiayaan ini dapat berkisar dari mendorong dan mendesak samapai
pemukulan berat dan mencekik, yang menyebabkan ekstremitas dan tulang iga patah, perdarahan
internal maupun eksternal, kerusakan otak, dan bahkan pembunuhan.
c. Penganiayaan seksual Penganiayaan ini meliputi serangan fisik selama hubungan seksual,
misalnya mengigit puting, menjambak rambut, menampar dan memukul, serta memerkosa.
LANJUTAN……
2. Penganiayaan anak
Penganiayaan anak atau perlakuan semena-mena terhadap anak umumnya didefinisikan sebagai cedera
yang sengaja dilakukan terhadap seorang anak dan dapat mencakup penganiayaan atau cedera fisik,
pengabaian atau kegagalan mencegah bahaya, kegagalan member perawatan atau pengawasan emosional
atau fisik yang adekuat, penelantaran, penyerangan atau intrusi seksual, dan menyiksa secara terbuka atau
mencederai (Biernet 2000).
a. Penganiayaan fisik
Penganiayaan fisik pada anak sering kali terjadi akibat hukuman fisik yang berat dan tidak masuk akal,
atau hukuman yang tidak dapat dibenarkan, misalnya memukul bayi, karena menangis atau mengotori
popoknya.
b. Penganiayaan seksual
Meliputi tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak berusia kurang dari 18 tahun.
Tindakan ini dapat mencakup inses, pemerkosaan, dan sodomi, yang dilakukan oleh seseorang atau dengan
suatu benda, kontak oral-genital, dan tindakan cabul seperti menggesek, meraba, atau memperlihatkan
alat kelamin orang dewasa.
c. Pengabaian
Merupakan tindakan menyakiti atau mengabaikan kebutuhan fisik, emosional, atau pendidikan untuk
kesejahteraannya.
d. Penganiayaan psikologis / emosional
Meliputi serangan verbal, seperti menyalahkan, meneriaki, mengejek, dan sarkasme, ketidakharmonisan
keluarga yang terus menerus, yang dotandai oleh pertengkaran, saling meneriaki, dan kekacauan, serta
deprivasi emosional atau tidak member kasih sayang, asuhan, dan pengalaman normal yang meningkatkan
perasaan menerima, cinta, keamanan, serta harga diri. Penganiayaan ini sering terjadi bersama tipe
penganiayaan yang lain, seperti penganiayaan fisik atau seksual. Sering melihat orang tua mengonsumsi
alcohol, menggunakan obat-oabatn atau terlibat dalam prostitusi, dan pengabaian yang diakibatkannya,
juga dapat dimasukkan dalam kategori ini.
PATOFISIOLOGI
Stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal
dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspesikan marah dengan
perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan
diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega,
menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya
dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan
yangberkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun
lingkungan.Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu
karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat
dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada dirisendiri.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis yang dilakukan untuk
pasien perilaku kekerasan :
Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku
psikososia.
Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan
prilaku merusak diri.
Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku
merusak diri dan menenangkan hiperaktivitas.
ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu
menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.
PENATALAKSANAAN NON
MEDIS