Anda di halaman 1dari 28

MASALAH TUMBUH KEMBANG

(Stunting dan Kwashiorkor)


Pra Profesi Ners Stase Komunitas XXIV
Dosen Pembimbing : Ns.Roselina Tambunan, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom

Disusun Oleh
KELOMPOK 6
Pepen Taguma Apin 1490120050
Novia Manuhutu 1490120042
Anjelina Elhana Mokodompit 1490120040
Nerry Endah Nazchary 1490120039
Riyanti Novia Dewi 1490120038
Andiya Marini Reauwaruw 1490120037
1. TUJUAN UMUM
Mampu menjelaskan secara teori tentang masalah tumbuh kembang pada
bayi dan balita

2. TUJUAN KHUSUS
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan komunitas pada bayi dan
balita
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan yang tepat mengatasi
masalah
STUNTING
DEFINISI

STUNTING ADALAH KONDISI


GAGAL TUMBUH PADA ANAK BALITA
(BAYI DI BAWAH LIMA TAHUN) akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek untuk usianya.
Stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita
dengan nilai z-scorenya kurang dari
-2SD/standar deviasi (stunted/pendek) dan
kurang dari – 3SD (severely stunted/sangat
pendek).
5. TANDA DAN GEJALA

PENYEBAB
Menurut UNICEF,
terdapat dua faktor utama
penyebab stunting yaitu
asupan makanan tidak
seimbang dan riwayat
penyakit.
ERADIKASI
Stunting pada anak dapat dicegah sejak masa kehamilan hingga anak
berusia dua tahun, atau disebut juga sebagai periode 1000 hari
pertama kehidupan. beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi risiko anak mengalami stunting:
a. Cukupi kebutuhan zat besi, yodium, asam folat
b. Hindari paparan asap rokok
c. Rutin melakukan pemeriksaan kandungan

Tiga hal penting lainnya dalam pencegahan stunting:


d. Perbaikan terhadap pola makan (Gizi)
e. Perbaikan pola asuh
f. Perbaikan sanitasi dan akses air bersih
PATOGENESIS
Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan
kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Temuan baru menyatakan bahwa environmental enteric dysfunction
(EED) berperan besar dalam patogenesis stunting. EED adalah gangguan
umum struktur dan fungsi usus halus yang sering ditemukan pada anak-anak
yang hidup di lingkungan yang  tidak sehat. Mekanisme EED yang
menyebabkan terjadinya gagal tumbuh adalah karena terjadinya kebocoran
usus dan tingginya permeabilitas usus, inflamasi usus, disbiosis dan
translokasi bakteri, inflamasi sistemik, serta malabsorpsi nutrisi.
PREVALENSI

• Pada 2019 angka prevalensi stunting di indonesia turun menjadi 27,67%, dimana
pada 2018 sebesar 30,08%. Meski ada penurunan angka prevalensi, tetapi
stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka
INDONESIA prevalensi masih di atas 20%.
• Provinsi dengan angka prevalensi tertinggi : Nusa Tenggara Timur (43,82%) dan
terendah : Bali (14,42%).

Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


JAWA BARAT (BKKBN), pada 2020 di Jawa Barat sendiri tercatat ada 29,9% atau 2,7 juta balita
yang terkena stunting. Dengan kasus tertinggi ada di kabupaten Garut (43,2%)

Angka stunting di Kota Bandung turun sekitar 0,5 persen dari tahun sebelumnya.
BANDUNG
Pada 2018, tercatat ada 25,8 % dan 25, 3% pada 2019.
KONSEP KEGIATAN LAYANAN KESEHATAN/PERAWAT
• Promotion Health :
Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
• Perevention Health :
Selalu jaga kebersihan lingkungan
• Curatif :
Beri Asi Eksklusif, Dampingi ASI eksklusif dengan MPASI Sehat
• Rehabilitatif :
Terus memantau tumbuh kembang anak
KWASHIORKOR
DEFINISI
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi
yang disebabkan oleh defisiensi protein yang
berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori
tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan.

PENYEBAB
Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan asupan
protein. Jika tubuh kekurangan protein, maka
pertumbuhan dan fungsi tubuh yang normal akan
mulai terhambat, dan kwashiorkor dapat terjadi.
TANDA DAN GEJALA
 Perubahan warna dan tekstur rambut (warna
karat) serta mudah dicabut atau rontok.
 Perubahan kulit, menjadi lebih sensitif, kulit
mudah meradang, akan tampak ruam bersisik
dan terkadang sampai timbul borok.
 Lemas seperti tak bertenaga

 Hilangnya massa otot sehingga tampak


mengecil atau menyusut (Atrofi otot)
 Diare dan gangguan pencernaan lainnya

 Edema (pembengkakan) pada pergelangan


kaki, kaki, dan perut bahkan seluruh tubuh
simetris (sama) kanan dan kiri.
 Sistem kekebalan tubuh yang rusak, yang
dapat menyebabkan infeksi yang lebih sering
dan parah
 Perubahan mental sampai apatis

 Anemia yang ditandai dengan pucat dan lemas

12
Cara pencegahannya yaitu dengan
FAKTOR PENDUKUNG mencukupi asupan makanan yang
KEJADIAN mengandung cukup kalori dan juga protein,
misalnya:
a. Asupan makanan a. Makanan laut seperti ikan, udang, cumi
b. Status social ekonomi dan lain-lain
b. Daging tanpa lemak
c. Pendidikan ibu
c. Tempe
d. Penyakit penyerta d. Telur
e. Pengetahuan ibu e. Biji-bijiaan
f. Kacang polong dan masih banyak lagi
f. BBLR
g. ASI ERADIKASI
h. Kelengkapan Imunisasi
PREVALENSI

• Prevalensi gizi kurang pada balita turun 1,5% dari 17,7% pada 2018
PROVINSI menjadi 16,29% pada 2019.
• Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah balita
dengan gizi buruk terbesar, yaitu 6,9 persen.

JAWA BARAT Pada 2019 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di jawa barat mencapai
15,1% yang dimana mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Berdasarkan informasi dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun


BANDUNG 2017, kasus gizi buruk paling besar di Provinsi Jawa Barat adalah
ditemukan di kota Bandung yaitu terdapat 449 kasus
SIMULASI KASUS
DATA SUBSISTEM

Data di RW 01 Desa A dilakukan pengambilan data dengan jumlah


populasi 726 keluarga dan dari hasil pengambilan data di dapatkan kasus
stunting dan kwashiorkor pada desa tersebut dan data yang diambil 95 %
keluarga tidak support terhadap kader, kebutuhan akan petugas kesehatan
hanya 5%, 94% ibu tidak menyusui , balita yang di bawah ke posyandu
hanya 40% balita dari 79 orang balita, dan yang di imunisasi baru 40% balita,
pengelompokaan anak memiliki KMS 30% orang anak dari 79 di bawah garis
merah, 40% ibu memriksakan gigi anak ke pelayanan kesehatan, 40% anak
yang sakit pergi ke sarana kesehatan, 100% sarana pelayanan kesehatan
kurang dari 5 km dan 0% sarana pelayanan kesehatan lebih dari 5km,
kebersihan rumah 45% , dan pembungan sampah tertinggi di sembarang
tempat dengan presentase 87% .
ANALISA DATA
DATA MASALAH

DS : Prilaku kesehatan
• Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di dapatkan bahwa ibu balita mengatakan tidak tahu cenderung beresiko
kapan saja ada posyandu, jarang membawa balita ke pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dan pada anak dan balita
timbang berat badan
• Tidak memiliki buku KMS, kurang paham mengenai imunisasi yang harus di dapatkan oleh balita saat ini
• Kurang paham mengenai perkembangan anak, mereka mengatakan perkembangan anaknya mungkin seperti
itu
DO :-

• 95 % dari 726 orang keluarga tidak support terhadap kader , kebutuhan akan petugas kesehatan
hanya 5% dari 100%, 94% ibu tidak menyusui , balita yang di bawah ke posyandu hanya 40%
balita dari 79 orang balita, dan yang di imunisasi baru 40% balita, pengelompokaan anak memiliki
KMS 30% orang anak dari 79 di bawah garis merah

• Data penyakit yang di temui pada bayi dan balita dari 79 bayi dan balita 50 % mengalami stunting
dan untuk anak dan remaja 96% mengalami gangguan kwashiorkor dengan presentase 45%
NO MASALAH
Ketidakefektifan
DS :
pemeliharan kesehatan
• Berdasarakan hasil wawancara beberapa masyarakat mengatakan kurang orang tua terhadap bayi
paham mengenai kebutuhan nutrisi dan tahap perkembangan anak secara dan balita di RW 01
Desa A
normal
DO :

• 60% dari 79 bayi dan balita tidak dibawa ke posyandu, dan 60% balita
tidak mendapatkan imunisasi, 70% BB bayi dan balita di bawah garis
merah.

• data penyakit yang di temui pada bayi dan balita dari 79 bayi dan balita
50 % mengalami stunting dan untuk anak dan remaja 96 mengalami
gangguan kwashiorkor dengan presentase 45%
DATA MASALAH
DS : Defiensiensi kesehatan
• Hasil wawancara dengan petugas kesehatan banyak ibu memberikan makanan komunitas masalah
selain ASI pada anak di bawah 6 bulan. kesehatan nutrisi serta
• Sebagian ibu tidak memiliki ASI tumbuh kembang pada
  balita dan anak
DO :

• 94% ibu tidak mampu menyusui karena tidak memiliki ASI, 60% dari 79
bayi dan balita tidak dibawake posyandu, dan 60% balita tidak
mendapatkan imunisasi, 70%bayi dan balita tidak memiliki KMS, 70%
dari 79 bayi dan balita mempunyai gizi yang buruk atau di bawah garis
merah, 40% anak yang sakit pergi ke sarana kesehatan,
DATA MASALAH
Kesiapan
DS:
peningkatan
• Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat pasangan usia subur di rw 01 manajemen
kesehatan
tidak rutin melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya.
DO:
• 94% ibu tidak mampu menyusui karena tidak memiliki ASI, 60% dari 79 bayi dan
balitatidak dibawa keposyandu, dan 60% balita tidak mendapatkan imunisasi, 70%
bayi dan balita tidak memiliki KMS, 70% dari 79 bayi dan balita mempunyai gizi
yang burukatau di bawah garis merah, 40% anak yang sakit pergi ke sarana
kesehatan, 100% sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 km dan 0% sarana
pelayanan kesehatan lebih dari 5km. 70% kepala keluarga bekerja sebagai
pedagang dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Kebersihan rumah 45% , dan pembungan sampah tertinggi di sembarang tempat
dengan presentase 87%.
DATA MASALAH
DS:
Berdasarkan hasil wawancara di dapatkan masyarakat kurang Kesiapan peningkatan
informasi mengenai tahap pemenuhan nutrisi pada bayi, balita pengetahuan
dan anak

DO: 94% ibu tidak mampu menyusui karena tidak memiliki ASI,
60% dari 79 bayi dan balitatidak dibawa keposyandu, dan 60%
balita tidak mendapatkan imunisasi, 70% bayi dan balita tidak
memiliki KMS, 70% dari 79 bayi dan balita mempunyai gizi yang
burukatau di bawah garis merah, 40% anak yang sakit pergi ke
sarana kesehatan, 100% sarana pelayanan kesehatan kurang
dari 5 km dan 0% sarana pelayanan kesehatan lebih dari 5km.
70% kepala keluarga bekerja sebagai pedagang dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Kebersihan
rumah 45% , dan pembungan sampah tertinggi di sembarang
tempat dengan presentase 87%.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Prilaku kesehatan cenderung beresiko pada anak dan balita


Ketidakefektifan pemeliharan kesehatan orang tua terhadap bayi dan
2.
balita
3. Defiensiensi kesehatan komunitas
4. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan
5. Kesiapan peningkatan pengetahuan
INTERVENSI
NO DIAGNOSA NIC NOC
1 Prilaku kesehatan Primer Pencegahan Primer
cenderung beresiko • Strategi mencapai berat badan 1. Pendidikan Kesehatan
optimal (1-3) tentang kebuthan nutrisi
  pada anak/balita
• Strategi modifikasi intake 2. Pengajaran proses penyakit.
makanan (1-3)  
Sekunder Pencegahan Sekunder
3. Konseling
• Identifkasi penyebab 4. Penetapan tujuan bersama
kekurangan berat badan (1-3)  
Tersier Tersier
5. Dukungan terhdap caregixer
• Menyediakn gizi sesuai umur
dan dukungan keluarga
(2-4)
• Menyediakan kebutuhan fisik
anak (2-4)
 
NO DIAGNOSA NIC NOC
Ketidakefektifan pemeliharaan Primer
2 • Pengetahuan Promosi Kesehatan, prilaku hidup
Pencegahan Primer
kesehatan 1. Edukasi kesehatan penggunaan
 
sehat
Sekunder sarana kesehatan
• Efektifitas program komunitas
• Dekteksi faktor resiko
2. Edukasi proses penyakit
Tersier  
• Partisipasi tim kesehatan dalam keluarga Pencegahan Sekunder
Kriteria hasil
1. Ketersediaan program promosi kesehatan (5)
3. Transpotasi antar fasilitas
2. Ketersediaan program proteksi kesehatan (5) kesehatan
3. Partisipasi dalam program kesehatan 4. Pengontrolan berskala
komunitas (5)
4. Keikutsertaan asuransi/ jaminan kesehatan  
terhadap standar kesehatan lingkungan (5) Tersier
5. Sistem surveilens kesehatan (5) 5. Dukungan kepatuhan program
6. Pemantauan standar kesehatan komunitas
pengobatan
Keterangan
1= Menurun,
2= Cukup menurun,
3= Sedang,
4= Cukup meningkat,
5= Meningkat
NO DIAGNOSA NIC NOC
3 Kesiapan meningkatan manajemen Ekspektasi Meningkat 1. Promosi proses efektif kelurga
kesehatan diri Kriteria hasil
1. Melakukan tindakan untuk mengurangi
2. Promosi perkembangan anak
  faktor resiko (5) 3. Promosi keutuhan keluarga
2. Menerapkan program perawatan (5) utuh
3. Aktifitas hidup sehari-hari efektif 4. Dukungan keluarga untuk
menuju tujaun kesehatan (5) merencanakan perawatan
4. Verbalisasi kesulitan dalam menjalani
program perawatan/ pengobatan (5) 5. Edukasi orang tua fase anak
Keterangan
1= Menurun,
2= Cukup menurun,
3= Sedang,
4= Cukup meningkat,
5= Meningkat
NO DIAGNOSA NIC NOC
Defiensiensi Peningkatan status kesehatan komunitas Primer
4
kesehatan Primer 1. Mengembangkan kesehatan
komunitas Community health status masyarakat
  -Status kesehatan balita (5)
-Status kesehatan anak(5) 2. Promosi perilaku upaya
kesehatan
Sekunder
Community health screening effectiveness
-Identifikasi prevalensi resiko tinggi di populasi (5) Sekunder
-Memilih screening yang tepat untuk deteksi awal (5) 3. Edukasi perilaku mencari
-Edukasi komunitas tentang pentingnya screening (5)
-Koordinasi dengan yankes untuk menyediakan screening (5) kesehatan
-Identifikasi dampak budaya terhadap screening (5) 4. Skrining kesehatan
Tersier
Community risk control : Communicable disease Tersier
-Mendukung kebijakan pengontrolan penyakit menular (5)
-Monitor tingkat morbiditas penyakit menular (5) 5. Konsultasi dengan petugas
-Monitor tingkat mortalitas penyakit menular (5) kesehatan
Keterangan
1 : Tidak adekuat, 2 : Sedikit adekuat, 3 : Cukup adekuat,
4 : Adekuat tingkat sedang, 5 : Sangat adekuat
NO DIAGNOSA NIC NOC
5 Kurang pengetahuan tentang Luaran utama Primer
Tingkat pengetahuan
penyakit 1. Edukasi kesehatan
Luaran tambahan
  2. Edukasi berat badan efektif
Memori
Motivasi 3. Edukasi nutrisi anak
Proses informasi
Tingkat adaptasi
Sekunder
Tingkat kepatuhan
Kriteria hasil 4. Skrining kesehatan
1. Prilaku sesuai anjuran (5)
2. verbalisasi minat dalam belajar (5) Tersier
3. kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
5. Peningkatan layanan
suatu topik (5)
4.kemampuan menggambarkan pengalaman kesehatan
sebelumnya yang sesuai dengan topik (5)
5. prilaku sesuai dengan pengetahuan (5)
 
Keterangan
Menurun 1
Cukup menurun 2
Sedang 3
Cukup meningkat 4
Meningkat 5
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai