Anda di halaman 1dari 18

Aspek Hukum dan Pemeriksaan Tanda-

Tanda Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Prosedur Medikolegal
Pasal 133 KUHAP
 (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.
 (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
 (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan
mayat.
Pasal 179 KUHAP
 (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan.
 (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku
juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli,
dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-
baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
Pasal 180 KUHAP
 (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh
yang berkepentingan.
 (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau
penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian
ulang.
 (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan
penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
 (4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannnya.2

Pasal 184 KUHAP


 (1) Alat bukti yang sah adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Pertunjuk
5. Keterangan terdakwa
 (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan
Aspek Hukum
 Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan KDRT.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara:
 kekerasan fisik;
 kekerasan psikis;
 kekerasan seksual; atau
 penelantaran rumah tangga
Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat
berwujud :

Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6


Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat. Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan
menggunakan tangan maupun alat seperti (kayu, parang), membenturkan
kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau
dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.

Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7


Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan
psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan,
menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.
Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual
seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi
lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks
dengan laki-laki lain.

Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9


Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku
bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Penelantaran
seperti meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan
isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.
 UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,-
(Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau
denda paling banyak Rp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
9.000.000,- (Sembilan juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidanakan penjara paling lama 4
(empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,-
(Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam
2. Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48
1. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
dan 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami
gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya
selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00- (lima
ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim
dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :
1. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk
menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu
tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku;
2. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di
bawah pengawasan lembaga tertentu.
Anamnesis
 Merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh
dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif.
 Meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal, dan tempat
lahir, status perkawinan, siklus haid untuk anak yang tidak
diketahui umurnya, penyakit kelamin, penyakit kandungan dan
penyakit lainnya.
 Anamnesis khusus : tanggal dan jam kejadian. Bila antara
kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang
beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu
bukan perkosaan tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak
disetujui oleh wanita yang bersangkutan karena berbagai alasan.
Karakteristik luka yang disebabkan oleh adanya KDRT,
biasanya menunjukkan gambaran sebagai berikut:
 Luka bilateral, terutama pada ekstremitas.
 Luka pada banyak tempat.
 Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang
terbakar, atau bekas tali yang terbakar.
 Luka lecet, luka gores minimal, bilur.
 Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya
pukulan pada bagian mata sehingga melukai struktur dalam
mata, bisa juga terjadi jika berlaku perlawanan yang kuat
antara korban dengan pelaku sehingga secara tidak sengaja
melukai korban.
Pemeriksaan Fisik
Kekerasan Tumpul
Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang
paling sering terjadi, berupa luka memar, lecet dan luka
goresan. Adanya luka memar yang sirkuler ataupun yang
linier memberi kesan adanya penganiayaan. Luka memar
yang digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka,
tidak selalu menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang
dan tidak dapat berubah dalam waktu yang sama antara satu
orang dengan orang lain
 Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah
memberikan kesan bahwa korban terseret pada permukaan
yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran mungkin
membantu dalam mengidentifikasi tempat penyerangan.
 Luka-luka lainnya yang masih berhubungan dengan
penyerangan termasuk memar pada daerah ruas jari,
daerah perbatasan ulnar pada sikut atau pada daerah betis.
 Kuku jari korban terkadang patah jika ia mencakar
penyerangnya
Cedera pada Bagian Genital Eksterna dan Anal
 Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
 Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
 Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput
dara
 Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chron’s
disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)
 Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
 Adesi labia (mungkin akibat iritasi atau rabaan)
 Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi labia
mayor pada pemeriksaan)
 Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak
karena infeksi atau trauma)
 Kulit genital semu
 Fisura ani (biasanya iritasi perianal)
 Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter aksterna)
 Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
 Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental.

Anda mungkin juga menyukai