Pengelolaan
Limbah B3
Maya Amalia
Pertemuan ke-8
William T. Love pada tahun 1892 merencanakan membuat sebuah kanal yang akan dapat menghubungkan
bagian hulu dan hilir sungai Niagara, sepanjang sekitar 7 mil.
Pada tahun 1930-an, Hooker Chemical and Plastic Corporation yang memproduksi bahan kimia di daerah
tersebut mulai mengurug limbahnya pada bagian utara Love Canal yang belum terselesaikan. Sampai
tahun 1947 dapat dikatakan daerah tersebut menjadi lahan pengurugan beragam jenis limbah terutama
dari industri, termasuk pula abu sisa pembakaran dari kota.
Pada tahun 1958 tiga anak- anak mengalami luka bakar akibat terpapar dengan residu yang muncul ke
permukaan. Seorang keluarga di dekat Love Canal melahirkan anak dengan cacat fisik dan mental, tetapi
hal ini dianggap alamiah.
Pada suatu pagi di tahun 1974, satu keluarga mendapatkan kolam renang mereka menjadi lebih tinggi
sekitar 60 cm. Ketika kolam ini dibongkar, maka galiannya langsung terisi air tanah berwarna kuning, biru
dan ungu, dengan sifat yang sangat tajam, yang dapat menghanguskan akar pohon sekitarnya.
Pertemuan ke-8
Menurut PP 74/2001
1. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat
dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya’ (pasal 1 angka 1).
Klasifikasi Limbah B3
Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3, maka PP
tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5):
Muda meledak (explosisive)
Pengoksidasi (oxidizing)
Menyala:
sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
sangat mudah menyala (highly flammable)
mudah menyala (flammable)
Beracun:
amat sangat beracun (extremely toxic)
sangat beracun (highly toxic)
beracun (moderately toxic)
Bebahaya (harmful)
Korosif (coorosive)
Bersifat iritasi (irritant)
Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
Toksik yang bersifat kronis:
karsinogenik (carcinogenic)
teratogenik (teratogenic)
mutagenik (metagenic)
Pertemuan ke-8
Oxidizing (pengoksidasi)
Pengujian bahan padat dilakukan denganemtode uji
pembakaan menggunakan ammonium persulfat sebagai
senyawa standar. Sedang untuk bahan cair, senyawa
standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat.
Suatu bahan dinyatakan sebagai pengoksidasi apabila
waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
Pertemuan ke-8
Flammable (mudah menyala)
Extremely flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala (flash point)di bawah
0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 oC.
Hghly flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0 oC - 21oC.
Flammable:
Bila cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang dari 24%-volume, dan atau
mempunyai titik nyala ≤ 60oC (140oF), akan menyala apabila terjadi kontak dengan
api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg. Pengujiannya
dapat dilakukan dengan metode Closed-up test.
Bila padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan standar dengan mudah
menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau
perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran
terus menerus dalam 10 detik. Pengujian dapat pula dilakukan dengan Seta Closed-cup
Flash Point Test, dengan titik nyala di bawah 40oC.
Pertemuan ke-8
Toxic (beracun)
akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Tingkatan racun
dikelompokkan seperti tabel berikut:
Tingkat racun menurut PP 74/2001
Urutan Kelompok LD50 (mg/kg)
Harmful (berbahaya):
padatan maupun cairan ataupun gas yang jika
kontak atau melalui inhalasi (pernafasan) atau
melalui oral dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan sampai tingkat tertentu.
Pertemuan ke-8
Corrosive (korosif):
mempunyai sifat:
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng
baja standar SAE-1020 dengan laju korosi lebih
besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55oC.
Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 bersifat asam, dan
atau pH ≥ 12,5 untuk B3 bersifat basa.
Pertemuan ke-8
Sumber Limbah B3
Jenislimbah B3 menurut sumbernya meliputi:
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi
Pertemuan ke-8
Jenis kegiatan yang termasuk kelompok sumber spesifik adalah industri atau kegiatan: pupuk,
pestisida, proses kloro-alkali, resin adesif, polimer, petrokimia, pengawetan kayu, peleburan-
pengolahan besi dan baja, operasi penyempurnaan baja, peleburan timah hitan (Pb), peleburan-
pemurnian tembaga, tinta, tekstil, manufaktur dan perakitan kendaraan-mesin, electroplating dan
galvanis, cat, batere sel kering, batere sel basah, komponen elektronik-peralatan elektronik, eksplorasi
dan produksi minyak-gas-panas bumi, kilang minyak dan gas bumi, pertambangan, PLTU yang
mengunakan bahan bakar batu-bara, penyamakan kulit, zat warna dan pigmen, farmasi, rumah sakit,
laboratorium riset dan komersial, fotografi, pengolahan batu-bara dengan pirolisis, daur- ulang minyak
pelumas bekas, sabun deterjen-produk pembersih desinfektan-kosmetik, pengolahan lemak
hewan/nabati dan derivatnya, allumunium thermal metallurgy- allumunium chemical conversion
coating, peleburan dan penyempurnaan seng, prosers logam non-ferro, metal hardening, metal-plastic
shaping, laundry dan dry cleaning, IPAL industri, pengoperasian insinerator limbah, daur-ulang pelarut
bekas, gas industri, gelas keramik/enamel, seal-gasket-packing, produk kertas, chemical-industrial
cleaning, foto- kopi, semua jenis industri yang menghasilkan dan menggunakan listrik (untuk limbah
PCB), semua jenis industri konstruksi (untuk limbah asbestos), bengkel pemeliharaan kendaraan.
Pertemuan ke-8
Pengelolaan Limbah B3
Secara teknis operasional, maka pengelolaan limbah B3 menurut PP 18/99 jo
Pengelolaan Limbah
Dalam kegiatan pengelolaan limbah, terkait berbagai fihak yang merupakan
mata rantai dalam pengelolaan limbah B3. Setiap mata rantai tersebut
memerlukan pengawasan dan pengaturan.
Oleh karenanya, Peraturan Pemerintah mengatur masalah perizinan bagi
mereka yang akan terlibat dalam bisnis kegiatan operasional tersebut. Aspek
pengawasan dan sanksi juga diatur dalam kedua PP tersebut. Badan yang
mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 tersebut di
Indonesia adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab di bidang
pengendalian dampak lingkungan. Sebelum dibubarkan beberapa tahun lalu,
maka Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, yang dikenal sebagai
BAPEDAL, bertanggung jawab akan hal itu. Dengan penyatuan institusi
Bapedal dalam Kementerian Lingkungan Hidup, maka instansi yang
bertanggung sepertinya berada pada Kementerian ini).
Pertemuan ke-8
Pengelolaan Limbah
Setiap penghasil limbah B3, tanpa kecuali,
dilarang membuang limbahnya secara langsung ke
dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Disamping itu, penanganan
limbah B3 dengan jalan pengenceran sehingga
konsentrasinya menjadi turun tidak diperbolehkan
dilakukan, karena kegiatan ini tidak akan
menurunkan beban limbah yang dihasilkan.
Pertemuan ke-8
Pengelolaan Limbah
Mekanisme Cradle-to-Grave:
Dokumen limbah akan memegang peranan penting dalam pemantauan
perjalanan limbah B3 dari penghasil sampai ke pengolah limbah.
Dokumen tersebut antara lain berisi:
Nama dan alamat penghasil limbah atau pengumpul yang menyerahkan
limbah
Tanggal peneyerahan limbah
Nama dan alamat pengangkut limbah
Tujuan pengangkutan
Jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah yang diserahkan.