Anda di halaman 1dari 27

Pendahuluan

• Kelainan urologi pada anak umum dijumpai


dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti kelainan bawaan (kelainan yang terjadi
selama kehamilan), gangguan berkemih dan
enuresis (inkontinensia), trauma dan tumor.
(Ponco, 2012)
TORSIO TERTIS
• Torsio testis adalah keadaan terpuntirnya funikulus
spermatikus sehingga mengakibatkan terhentinya
aliran darah yang mendarahi testis. Nyeri sesisi pada
skrotum dengan onset yang tiba tiba biasanya
merupakan gejala yang mengindikasikan torsio testis
karena diperkirakan sekitar setengah dari angka
kejadian torsio testis diawali dengan nyeri testis.
Dengan demikian diperlukan eksplorasi penegakkan
diagnosis torsio testis di setiap keadaan nyeri
skrotum akut.( Sekarwana,2010)
EPIDEMIOLOGI
• Setiap tahunnya, 4,5 dari sekitar 100.000 laki-laki dengan
usia kurang dari 25, terutama pada usia 13-16 tahun,
memiliki potensi untuk memiliki torsio testis 3,10.
Diperkirakan bahwa keadaan testis yang terpuntir hanya
memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka
kemungkinan eberhasilan terapi adalah 90-100%. Bila
dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi
akan menurun menjadi 50%, dan bila dilakukan lebih dari
12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%.
(Tanagho,2008)
PATOFISIOLOGI
• Pada neonatus, testis biasanya belum menempati cavum
skrotum, dimana nantinya akan melekat kepada tunika
vaginalis. Pergerakan dari testis ini dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya torsi tipe extravaginal. Penggabungan
yang inadekuat testis ke dinding skrotum biasanya dapat
didiagnosa pada hari ke 7-10 kelahiran. Sedangkan pada
kejadian torsio testis usia muda hingga dewasa dapat terjadi
dikarenakan perlekatan yang kurang kuat dari tunika vaginalis
dengan otot dan fascia yang membungkus funikulus
spermatikus. Akibatnya, testis menjadi lebih leluasa untuk
berotasi di dalam tunika vaginalis, sehingga disebut juga torsi
tipe intravaginal. Kelainan ini biasa disebut sebagai Bell
Clapper Deformity.29,30,31 Derajat torsi dari torsio testis
mempengaruhi tingkat keparahan dari penyakit itu sendiri.
Scoring Derajat Inflamasi Testis
PENATALAKSANAAN
• Tindakan pertama yang harus dilakukan dalam
tatalaksana torsio testis adalah dengan cara
detorsi testis baik secara manual maupun
operatif. Dalam rangka untuk menyelamatkan
testis, perbaikan torsio harus dilaksanakan
dalam waktu 6 jam setelah onset. Apabila
tindakan terlambat, risiko kematian jaringan
akan meningkat sehingga perlu dilakukan
orchiectomy dan menurunkan fertilitas.
KOMPLIKASI
• Gangguan fertilitas sebagai akibat dari
komplikasi selain diakibatkan oleh karena
kematian sel dan jaringan testis juga diduga
dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang
menyerang tubulus seminiferous. Manifestasi
dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari
testis. (Sjamsuhidajat, R,2011)
Undenscended testis atau Cryptorchidism

• Undenscended testis (UDT) atau cryptorchidism


adalah kelainan genitalia kongenital tersering
pada anak laki-laki. Insidensnya 3 – 6% pada
bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan
meningkat menjadi 30% pada bayi prematur.
Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral
dan UDT bilateral. Setelah 100 tahun
penelitian mengenai UDT, masih terdapat
beberapa aspek yang menjadi kontroversial.
Etiologi
1. Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap
funikulus spermatikus atau gubernakulum
2. Peningkatan tekanan abdomen
3. Faktor hormonal: testosteron, MIS, and extrinsic estrogen
4. Perkembangan epididimis
5. Perlekatan gubernakular
6. Genito-femoral nerve/calcitonin gene-related peptide
(CGRP)
7. Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan
jaringan ikat.
Diagnosis
Anamnesis
1. Tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum
2. Riwayat operasi daerah inguinal
3. Riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu
untuk reproduksi, kehamilan kembar,
prematuritas
4. Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas,
intersex, pubertas prekoks
• Pemeriksaan Fisik
• Saat pemeriksaan fisik kondisi pasien harus
dalam keadaan relaksasi dan posisi seperti
frog-leg atau crosslegged. Pada pasien yang
terlalu gemuk, dapat dilakukan dalam posisi
sitting cross-legged atau baseball catcher’s.
Tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat untuk menghindari tertariknya testis ke
atas.
• UDT dapat diklasifikasi berdasarkan lokasinya
menjadi:
• 1. Skrotum atas
• 2. Kantong inguinal superfisial
• 3. Kanalis inguinalis
• 4. Abdomen
• Pemeriksaan Laboratorium
• 1. Pada pasien dengan UDT unilateral atau bilateral dengan
satu testis teraba, tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan
• 2. UDT bilateral dengan tanpa testis yang teraba dengan
hipospadia, perlu dilakukan evaluasi kromoson dan
endokrinologi.
• - Pada pasien usia 3 bulan atau kurang: pemeriksaan LF, FSH
dan testosteron untuk menentukan ada testis atau tidak
• - Pasien usia > 3 bulan: dapat dilakukan tes stimulasi hCG è
kegagalan kenaikan testosteron dengan peningkatan
LH/FSH dapat didiagnosis dengan diagnose of anorchia.
Pemeriksaan Imajing
• Pemeriksaan USG, CT dan MRI dapat mendeteksi testis
di daerah inguinal, akan tetapi testis di daerah ini juga
cukup mudah untuk dipalpasi. Akurasi USG dan CT
akan menurun menjadi 0 – 50% pada kasus testis
intraabdomen. Sedangkan MRI dikatakan memiliki
akurasi mencapai 90%. Pemeriksaan radiologi tidak
mengubah keputusan tindakan pada setiap kasus.

 
Penatalaksanaan
• Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon
yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasing hormone (GnRH)
atau LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan
produksi testosteron dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur
hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi
bahwa proses turunnya testis berhubungan dengan androgen.
• Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan hCG dibandingkan
GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar kemungkinan
keberhasilan terapi hormonal. International Health Foundation
menyarankan dosis hCG sebanyak 250 IU/ kali pada bayi, 500 IU
pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada anak lebih dari 6
tahun.
• Pembedahan
• Prinsip dasar orchiopexy adalah 6 :
• 1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan
pembuluh darah
• 2. Ligasi kantong hernia
• 3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Komplikasi UDT atau Orchiopexy
• 1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi
retroperitoneal yang tidak komplit (10% kasus)
• 2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat
membuka funikulus (5% kasus)
• 3. Trauma pada vas deferens ( 1–2% kasus)
• 4. Pasca-operasi torsio
• 5. Epididimoorkhitis
• 6. Pembengkakan skrotum
VARIKOKEL
• Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal
dan tortuous dari vena pada pleksus
pampiniformis dengan ukuran diameter
melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena
dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh
ketidakmampuan katup pada vena spermatik
internal.(Purnomo,2007)
EPIDEMIOLOGI
• Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria
infertil dibanding pada pria fertil. Sebagian besar
varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi
pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90%
kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri;
varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus, meskipun
dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel
unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi.
(Darius A,2010)(Purnomo,2007)
ETIOLOGI
• Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti
refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika
interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit
retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan
pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum.
Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi
testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi
apakah varikokel intratestikular merupakan suatu penyebab
atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel
intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan
dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral. (Darius
A,2010)
Patofisiologi
• Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan
ketidakmampuan vena spermatika interna. Aliran
retrograde vena spermatika interna merupakan
mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel
ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum
terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau
berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas,
pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel
intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang,
ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.
(Purnomo,2007)
Diagnosis

• Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan analisis semen.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi berdiri. Refluks
vena dapat dievaluasi dengan cara manuver valsava.
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan
ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi. Pemeriksaan
Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi
varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color
Doppler menjadi metode pemeriksaan paling terpecaya dan
berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran
varikokel pada ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa
predominan echo free dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm.
Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena
serpiginosa berdilatasi menyangat. (Purnomo,2007)
Penatalaksanaan
• Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel
sebaiknya dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi
mengubah suatu keadaan patologis; 2) pembedahan
meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3)
pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4)
resiko terapi kecil. Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi
ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba; 2) pasangan
dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi
infertilitasnya; 4) paling tidak satu parameter semen
abnormal. (Darius A,2010)
Komplikasi
• Beberapa komplikasi dari varikokel
diantaranya kenaikan temperatur testis,
jumlah sperma rendah dan infertilitas pria.
Hambatan aliran darah, suatu varikokel dapat
membuat temperatur lokal terlalu tinggi,
mempengaruhi pembentukan dan motilitas
sperma. (Darius A,2010)

Anda mungkin juga menyukai