Anda di halaman 1dari 29

HUKUM

PERADILAN
KONSTITUSI
N Y O M A N M A S A R YA N I , S H . , M H .
PERADILAN KONSTITUSI SEBAGAI
TUNTUTAN NEGARA HUKUM

• F. Budi Hardiman Negara Hukum bukanlah sebuah bangunan yang


sudah jadi dan tidak bisa direvisi lagi, karena legitimits tatanan hukum
yang ada dapat terus dipersoalkan.
• Brian Z Tamanaha  menolak sebagian orang di dunia bahwa The
Rule of Law sudah final dan hanya ada satu konsep yang mutlak
untuk dijadikan standar.
BENTUK NEGARA HUKUM
Eropa Kontinental
Anglo Saxon
“Rechtstaat” “Rule of Law”
F. Julius Stahl
Dicey

Adanya jaminan terhadap Adanya supremasi hukum


perlindungan HAM

Adanya pemisahan Adanya kesamaan dihadapan


Kekuasaan hukum

Adanya pemerintahan Adanya perlindungan HAM


berdasakan UU

Adanya peradilan
administrasi
PENDEKATAN ALTERNATIF

Alternative Rule of Law Formulations


Thinner  to Thicker
FORMAL VERSIONS
1. Rule-by-law 2. Formal legality 3.Democracy+legality
-law as instrument of -general, prospective, - consent determines content
government action clear, certainof law

SUBSTANTIVE VERSIONS
2. Individual Rights 2. Right of Dignity&/or Justice 3. Social Welfare
-property,contract, -substative equality,
privacy, autonomy welfare, preservation of community
ADRIAN BEDNER

Pendekatan alternatif negara hukum dikembangkan menjadi 3 kategori:


1. Kategori I: elemen prosedural
(1) hukum sebagai instrumen pemerintahan;
(2) tindakan negara tunduk pada hukum;
(3) legalitas formal;
(4) demokrasi.
2. Kategori II: elemen substantif
(1) prinsip moral dan keadilan
(2) hak asasi individual
(3) hak asasi sosial
3. Kategori III: elemen institusional, yang mencakup lembaga peradilan yang independen dan lembaga-
lembaga lain yang mempunyai tanggung jawab menjaga dan melindungi elemen-elemen negara hukum
MODEL ELEMENTER

Adriaan Bedner menawarkan model elementer negara hukum sebagai sebuah


perangkat penelitian. Tujuan dan karakter model ini sbb:
1. Tujuannya bukan memberikan daftar yang lengkap tentang “indikator-
indikator negara hukum”, namun lebih sebagai panduan praktis bagi
mereka yang ingin melakukan penelitian yang terkait dengan hukum.
2. Model ini pada hakikatnya bersifat interdisipliner karena pertanyaan-
pertanyaan penelitiannya memperhatikan elemen-elemen baik dari
perspektif legal maupun empiris.
3. Kerangka kerja ini juga dengan demikian dapat membantu menjelaskan
relevansi negara hukum dalam konteks tataran normatif alternatif.
MEMAKNAI NEGARA HUKUM
DALAM UUD 1945
• Hukum dalam pengertian negara hukum dalam pasal 1 ayat 3 UUD
NRI 1945 diberi isi sebagai hukum yang menjamin keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum.
MEMAKNAI NEGARA HUKUM
DALAM UUD 1945

NEGARA HUKUM
Keadilan
( Pasal 24 ayat (1))
Kemanfaatan
(Pasal 28 H)
Kepastian Hukum
(Pasal 28 D ayat (1))
KEBERADAAN PERADILAN
KONSITUSI
• Merupakan tuntutan Negara Hukum untuk menjaga dan melindungi
nilai-nilai dasar hukum (keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum)
dan hak-hak asasi manusia, baik hak-hak individual, hak-hak sosial
maupun hak-hak komunal.
PERADILAN KONSTITUSI
LAHAN PRAKTIK HTN
• Menurut Jimly Asshiddidie, terdapat kecenderungan studi HTN yang sangat berorientsi
politik bergeser setidak-tidaknya dapat diimbangi oleh orientasi yang lebih teknis yuridis
• Kecenderungan dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bidang kegiatan HTN atau Hukum Konstitusi selalu berkaitan dengan konstitusi
2. HTN pada umumnya membahas persoalan-persoalan akademis yang berkaitan dengan
UUD
3. Kegiatan HTN itu sendiri dalam arti yang lebih spesifik, dapat pula lebih berkembang
secara seimbang di bidang-bidang: (i) pembentukan hukum konstitusi, (ii) penyadaran
hukum konstitusi, (iii) penerapan hukum konstitusi, dan (iv) peradilan hukum konstitusi.
4. Masa Orde Baru, bidang kegiatan hanya diutamakan hanya pada yang kedua, yaitu
penyadaran hukum.
LANJUTAN….

5. Masa Reformasi, sistem ketatanegaraan mengalami perubahan


fundamental. Dibentuknya MK, yang tersedia pula lahan praktik di
bidang yudisial.
6. Dengan adanya perluasan praktik, HTN diharapkan bergeser ke arah
orientasi yang lebih praktis dan terhindar dari kecenderungan yang
terlalu berorientasi politik.
7. HTN sebagai cabang ilmu hukum dapat berkembang sesuai
kompleksitas penemuan-penemuan hukum dalam praktik.
LAHAN PRAKTIK BERACARA

Dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi, maka tersedialah lahan praktik


beracara. Hal ini menyebabkan:
1. Bidang kajian yang semula hanya bersifat teoritis-politis berkembang menjadi
bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan dengan orientasi juristik.
2. Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan konstitusi dengan putusan yang
bersifat final dan mengikat.
3. Mendorong pengkajian yang dilakukan perguruan tinggi dan lembaga
pendidikan tidak terpaku pada teks UUD tetapi diperkaya kasus
4. Orientasi pengkajian dapat berkembang lebih praktis dan dinamis (metode
case study)
CAKUPAN PERADILAN
KONSTITUSI
• Pengujian konstitusional UU

MK
• Sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara
• Perselisihan atas hasil pemilu
• pembubaran partai politik
• Dakwaan pemberhentian atau pemakzulan Pres dan/atau Wapres
• Pengaduan dan pertanyaan konstitusional

MA
• Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU
• Keberatan Pemerintahan Daerah terhadap keputusan pembatalan Peraturan Daerah
• Dakwaan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah
FUNGSI PERADILAN
KONSTITUSI
• Mengadili sengketa yang timbul di bidang pelaksanaan kaidah
konstitusi kaidah konstitusi, lebih tepatnya menyelesaikan sengketa
norma hukum melalui pengujian konstitusional produk hukum, yakni
melalui 3 cara:
Pengujian Abstrak
Pengujian Kongkret
Pengaduan Konstitusional
KARAKTERISTIK PERADILAN KONSTITUSI
(ASAS PERADILAN KONSTITUSI)

1. Ius curia novit


2. Persidangan terbuka untuk umum
3. Independen dan imparsial
4. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan.
5. Hak untuk di dengar secara seimbang
6. Hakim aktif dalam persidangan
7. Asas Praduga Keabsahan (Praesumtio iustae causa)
Asas Erga Omnes
IUS CURIA NOVIT

Asas bahwa pengadilan tidak boleh


menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, sebaliknya hakim harus
memeriksa dan mengadilinya.
IUS CURIA NOVIT

• Asas ini ditegaskan pula Pada Pasal 10 UU No.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman: bahwa pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib memeriksa dan mengadilinya.
• Asas ini berlaku pada peradilan MK sepanjang masih dalam batas
wewenang MK yang telah diberikan secara limitative oleh UUD
• Putusan MK No. 001/PUU-IV/2005, terkait pengujian Putusan MA
No. 01PK/Pilkada/2005.
KETERANGAN AHLI
(PIHAK PEMOHON)
• Prof. Ryaas Rasyid: Di Amerika, jucicial review dapat diajukan baik
terhadap undang-undang maupun terhadap keputusan-keputusan yang
dianggap oleh pihak yang dirugikan sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan UUD. Tetapi ahli menyatakan tidak tahu apakah
asumsi itu berlaku di Indonesia.
• Prof. Soehino, Yurisprudensi tidak masuk tata urutan peraturan
perundang-undangan karena memang tidak merupakan peraturan
perundangan, meskipun secara substansial yurisprudensi memiliki
kekuatan hukum sama dengan undang-undang
• Dr I Gede Panca Astawa, tergantung pada MK memaknai judicial
review, apakah hanya menguji UU terhadap UUD, ataukah memaknai
lebih luas.
KETERANGAN AHLI
(PIHAK TERKAIT-KPU)
• Prof Sudikno Mertokusumo
– UU merupakan produk Lembaga legislative yang bersifat abstrak/umum.
Berlaku umum menurut waktu, umum menurut tempat, dan umum
menurut orang, sedangkan putusan pengadilan bersifat individual
kongkrit
– Dari tata urutan sumber hukum kedudukan undang-undang lebih tinggi
dari putusan pengadilan
– Upaya hukum terhadap putusan pengadilan hanya ada 3 cara yaitu
banding, kasasi dan peninjauan kembali; putusan pengadilan tidak dapat
dilakukan dengan judicial review.
KETERANGAN AHLI
(PIHAK TERKAIT-PANWAS)

• Topo Santoso, Yurisprudensi tidak sama dengan UU karena yurisprudensi


mengandung norma hukum khusus dan sifatnya individual terhadap kasus
tertentu, sedangkan undang-undang sifatnya umum.
• Denny Indrayana, Yurisprudensi tidak sama dengan UU baik dari segi
ketentuan hukum positif maupun dari segi doktrin. Menyatakan Putusan MA
sebagai yurisprudensi terlalu premature karena putusan MA tidak dengan
sendirinya menjadi yurisprudensi tetap
• Prof. Philipus Hadjon, menggunakan pendekatan konseptual uu adalah produk
kewenangan legislasi DPR dengan karakter yuridis yang sifatnya abstrak
umum, sedang putusan MA masuk ranah judisial decision yang sifatnya
kongkrit individual. Sehingga uu tidak sama dengan yurisprudensi
PUTUSAN MK

• Putusan MA kaidah individual kongkrit yang tidak mengikat secara


umum, melainkan mengikat para pihak. Sedangkan Putusan MA atau
yurisprudensi bukanlah merupakan peraturan perundang-undangan yang
bersifat umum abstrak.
• Tidak semua Putusan MA terus menerus diikuti menjadi yurisprudensi
tetap, bahkan telah menjadi yurisprudensi tetap pun tidak menjadikannya
obyek kewenangan Mahkamah untuk mengujinya.
• Mahkamah hanya diberi pengujian terhadap produk legislative dan tidak
dimasudkan produk kekuasaan yudisial.
• UU yang dimaksud adalah sebagaimana dimaksud Pasal 20 UUD 1945
PERSIDANGAN TERBUKA
UNTUK UMUM

• Pasal 13 UU No.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


– Semua siding pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali undang-undang menentukan lain
– Putusan pengadilan hanya sah dan mempnyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam siding terbuka untuk umum
– Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat
(2) mengakibatkan putusan batal demi hukum
• Pasal 40 ayat (1) UU MK
– Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat
permusyawaratan hakim.
SENSOR FILM

• Pada saat siding pemeriksaan alat bukti dalam perkara pengujian UU


Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman
• Putusan MK No. 29/PUU-V/2007
• Persidangan tertutup berupa potongan-potongan adegan film yang
disensor.
• Alasan kesusilaan
• Pasal 29 PUMK: Rapat Permusyawaratan Hakin dilakukan secara
tertutup dan rahasia yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah
PERADILAN CEPAT,
SEDERHANA &BIAYA RINGAN

• Pasal 11 ayat 6 PUMK


– Memiliki kesamaan pokok permohonan
– Memiliki keterkaitan materi permohonan
– Pertimbangan atas permintaan Pemohon
HAKIM AKTIF DALAM
PERSIDANGAN
• Prinsip universal Lembaga peradilan: Hakim tidak akan memeriksa,
mengadili, dan memutus sesuatu sebelum disampaikan oleh pemohon
ke pengadilan. (Hakim Pasif)
• Hakim untuk keperluan memeriksa suatu perkara dapat memanggil
saksi dan/atau ahli sendiri. Dapat mengundang para pakar yang
didengan keterangannya dalam forum diskusi tertutup.
ASAS PRADUGA KEABSAHAN

• Sebelum adanya putusan MK, maka


tindakan penguasa yang dimohonkan tetap
berlaku dan dapat dilaksanakan.
• Dapat dilihat dalam putusan Pengujian UU,
SKLN dan Perselisihan tentang Hasil
Pemilu
ERGA OMNES

Putusan berlaku bagi semua orang. Artinya


putusan pengadilan bukan hanya mengikat
para pihak yang bersengketa atau pihak
yang berperkara
INDEPENDEN DAN
IMPARSIAL
• Pasal 24 UUD 1945 ayat 1: Kekuasaan Kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradialn guna
menegakkan hukum dan keadilan
• UU MK Pasal 2: MK merupakan salah satu Lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
• UU Kekuasaan Kehakiman, Pasal 3 Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian
peradilan.
INTERPRETASI KONSTITUSI SEBAGAI SARANA
MENEGAKKAN KONSTITUSI MELALUI PERADILAN
KONSTITUSI

1. Pendekatan Kalangan Originalis, menitik beratkan penafsiran teks konstitusi berdasarkan


pemahaman dan tujuan konstitusi dari pendapat para penyusun konstitusi.
 Textualist/strict constructionism
 Historical/original intents
 Functional/Structural

2. Pendekatan Kalangan non –Originalis, menentang pandanagn originalis biasanya menyebut


dirinya sebagai modernis atau instrumentalis
 Doctrinal/ Stare Decisis
 Prudential
 Equitable/Ethical
 Normative reinformace

Anda mungkin juga menyukai