Anda di halaman 1dari 57

• PEMERIKSAAN FISIK THT-KL

Oleh :
Erlangga Permadi Yudha
• Pembimbing : dr. Febryanti Purnama Sari, Sp. THT-KL

• SMF THT – KL
• 2020
Pemeriksaan Fisik
Telinga
• Anatomi Telinga
• Pemeriksaan Fisik Telinga
Aurikula dan ●


Ukuran dan bentuk : mikrotia/makrotia, bat ear, cauliflower ear
Pembengkakan : hematoma/neoplasma/ abses
daerah ●


Ulkus : keganasan, trauma
jaringan parut : trauma/post operasi
sekitarnya ●
Sinus dan fistula : fistula preauricular/postauricular


Ukuran meatus : penyempitan / melebar
Meatus Akustikus ●
Lumen : serumen, debris, sekret, granulasi, polip,
benda asing
Eksternus (MAE) ●
Pembengkakan

Membran Bentuk : konkaf, menonjol (OMA), retraksi (otitis serosa)



Warna : keabu-abuan dan mengkilap seperti mutiara (normal), Merah
(peradangan), Kuning dan putih (fungi)

Keutuhan : perforasi (jenis perforasi,lokasi )

Timpani ●
Mobilitas : menurun (otitis serosa,media dan timpanosklerosis), meningkat (otitis
yang sembuh/monomerik)
Interpretasi gambar
• Pemeriksaan Fisik Telinga

Pemeriksaan fungsi Vestibuler

PF Telinga

2. 4. 4. Tes
1. Tes 3. Past Manuv
Steppi Kalori
1. 2. 3. 4. 5. Romb pointin er Dill
Tes
Pemer ng g test Hallpik Bitern
Tes Tes Tes iksaan erg
Swa Pure test e al
Bis Rin We bac
Tone
Audio
ik ne ber h metri
• Tes Bisik
Langkah-langkah
1. Ruangan sunyi
2. Posisi pemeriksa berada di belakang pasien, telinga yang
tidak diperiksa ditutup dengan tragus
3. Jarak pasien dan pemeriksa 1 meter
4. Pasien mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang
dibisikkan
5. Pemeriksa membisikkan kata-kata
6. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang
dikenal penderita, biasanya berupa kata-kata benda yang ada
di sekeliling

intepretasi
1. Bisikan pelan  normal
2. Bisikan keras  Kemungkinan gangguan pendengaran
ringan
3. Suara ngobrol  kemungkinan gangguan pendengaran
sedang
4. Teriak  kemungkinan gangguan pendengaran berat
• Tes Rinne
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz
Letakkan garpu tala tegak lurus di planum
mastoid (posterior MAE) sampai penderita
tidak mendengar kemudian segera
pindahkan ke depan
MAE penderita.

Interpretasi
Normal : Rinne (+) Jika masih mendengar di MAE : Rinne (+)
Tuli sensorineural : Rinne (+) Jika tidak terdengar : Rinne (-)
Tuli konduktif : Rinne (-)
• Tes Weber

- Bila mendengar pada salah satu telinga


disebut lateralisasi ke sisi telinga tersebut. -
Bila kedua telinga tidak mendengar atau
sama-sama mendengar berarti tidak ada
lateralisasi.

Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz Interpretasi


- Normal : tidak ada lateralisasi
lalu Letakkan tegak lurus di dahi pada
- Tuli konduktif : lateralisasi ke sisi
garis yang sakit
median (dapat juga diletakkan di vertex) - Tuli sensorineural : lateralisa si
Minta pasien menunjukkan pada telinga ke sisi yang sehat
mana suara lebih keras/ terjadi
lateralisasi.
• Tes Swabach Untuk membedakan 2 kemungkinan tersebut
Prinsip : membandingkan hantaran tulang pasien dan Tes dilakukan secara terbalik, yaitu :
pemeriksa Tes pada pasien dulu kemudian ke pemeriksa.
Syarat : teinga pemeriksa harus normal
Garpu tala diletakkan tegak lurus pada mastoid pasien
Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz lalu letakan tegak
Lurus pada mastoid pemeriksa. Bila tidak terdengar, secepatnya Jika sudah tidak terdengar
Di pindahkan ke planum mastoid pasien.
- Bila pasien masih mendengar = swabach memanjang pindahkan ke mastoid pemeriksa.
- Bila pasien tidak mendengar terdapat 2 kemungkinan:
Bila pemeriksa tidak mendengar : swabach pasien normal
a. Swabah memendek Bila pemeriksa mendengar : swabach pasien memendek
b. Swabah normal

Interpretasi
Normal : pasien mendengar = pemeriksa
Swabach memanjang : tuli konduktif
Swabach memendek : tuli sensorineural
• Tes Pure Tone Audiometri

GAP = antara AC dan BC terdapat perbedaan > 10 dB


minimal pada 2 frekuensi berdekatan
Ambang pendengaran = intensitas minimal (dB) dari
rangsang bunyi yang masih dapat didengar penderita pada
frekuensi 125,250,500,1000,2000,4000, dan 8000 Hz.

Keterangan :
AC = Hantaran udara = grafik ditandai dengan garis lurus
BC = Hantaran tulang = grafik ditandai dengan garis putus-putus
Simbol telinga kiri (warna biru)
AC x
BC >
Simbol telinga kanan (warna merah)
AC o
BC <
• Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher

Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz

Pada interpretasi audiogram harus ditulis : a. Telinga mana yang


diperiksa, b.jenis ketulian, c. derajat ketulian
Contoh : telinga kiri tuli konduktif sedang

Derajat ketulian ISO :

0 – 25 dB : normal
> 25 – 40 dB : tuli ringan
> 40 – 55 dB : tuli sedang
> 55 – 70 dB : tuli sedang berat
> 70 – 90 dB : tuli berat
> 90 dB : tuli sangat berat
• 1. Tes Romberg 2. Stepping Test
- Prosedur : pasien berdiri tegak dengan lengan
dilipat di dada, mata tertutup
- Tes romberg dipertajam : pasien berdiri dengan Prosedur: pasien diminta berjalan ditempat dengan mata
tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti
kaki yang satu di depan kaki yang lainnya,
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari

berjalan biasa.
kaki lainnya (tandem). Lengan dilipat pada dada Abnormal: bila kedudukan akhir penderita beranjak > 1
dan mata kemudian ditutup. meter dari tempatnya semula, atau badan terputar > 30
derajat.
Normal : bila mampu berdiri dalam sikap 3. Past Pointing Test
romberg yang dipertajam selama > 30 detik Prosedur: pasien diminta merentangkan lengannya dan
telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa. Kemudian
pasien diminta menutup mata, mengangkat lengannya
tinggi (sampai vertikal), dan kemudian kembali ke
posisi semula. Tes ini dilakukan pada lengan kanan dan
kiri.
Abnormal: bila terdapat salah tunjuk/deviasi.
• Menilai nistagmus
• Manuver Dix Hallpike
Merupakan pemeriksaan untuk mencari adanya
vertigo/nistagmus posisional paroksismal serta membedakan
antara vertigo sentral dan vertigo perifer.
Penderita duduk di meja periksa

Kemudian, segera berbaring terlentang dengan kepala


tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja

Lalu cepat-cepat kepala disuruh menengok ke kiri (10-20


derajat)

Pertahankan hingga 10 – 15 detik


Hasil : orang normal dengan
manuver tersebut
tidak timbul vertigo/nistagmus KemudianLihat adanya
kembali nistagmus.
ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus
(10 -15 detik)

Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan.


Siapkan dua jenis air yaitu air dingin (30 derajat) dan air panas
(44 derajat)

Posisikan pasien tidur terlentang dengan kepala fleksi 30 derajat

Alirkan air dingin ke dalam liang telinga kiri sebanyak 250 ml.

Catat lama nistagmus yang timbul setelah air dialirkan.

Setelah selesai pemeriksaan telinga kiri dengan air dingin, pasien


diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusing).
• Tes Kalori Bitermal
Setelah pusing hilang lakukan pemeriksaan yang sama pada telinga
kanan.

Setelah selesai pemeriksaan telinga kanan dengan air dingin istirahat


kan pasien selama 5 menit

lanjutkan pemeriksaan dengan menggunakan air panas

Alirkan air panas ke dalam liang telinga kiri sebanyak 250 ml. Catat
lama nistagmus yang timbul setelah air dialirkan. Setelah selesai
pemeriksaan telinga kiri dengan air panas, pasien diistirahatkan
selama 5 menit (untuk menghilangkan pusing).

Setelah pusing hilang, lakukan pemeriksaan yang sama pada telinga


kanan.
Suhu Waktu
Langkah Telinga Arah nistagmus
air nistagmus

I Kiri 300 C Kanan Kanan a...... detik

II Kanan 300 C Kanan Kanan a...... detik

III Kiri 440 C Kanan Kanan a...... detik

IV Kanan 440 C Kanan Kanan a...... detik

Hasil test kalori dihitung dengan menggunakan


rumus :
L = Left, R = Right
Hitunglah selisih waktu nistagmus kiri dan kanan :
- Bila selisih ini < 40 detik berarti kedua fungsi vestibuler
Sensitivitas L-R : (a+c) – (b+d) = < 40 detik dalam keadaan seimbang
- Bila selisih > 40 detik, makan yang mempunyai waktu
nistagmus lebih kecil mengalami paresis kanal.
• Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis
Anantomi

Jenis Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Luar
2. Rinoskopi anterior
3. Rinoskopi posterior
4. Transluminasi sinus
Pemeriksaan Luar

Inspeksi Palpasi
• Bentuk hidung dari luar: apakah terdapat • Palpasi dorsum nasi: menilai
cacat bawaan , trauma atau tumor adanya krepitasi, deformitas
• Warna hidung: apakah terdapat
kemerahan akibat infeksi, atau hematom
• Palpasi ala nasi: menilai adanya
furunkel vestibulum (jika nyeri)
• Apakah terdapat pembengkakan :
furunkel, trauma • Palpasi regio frontalis
• Rinoskopi Anterior
1. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri
2. Dengan posisi spekulum horizontal, tangkai lateral, mulut medial
3. Spekulum dimasukan ke cavum nasi dalam keadaan tertutup
4. setelah berada dalam cavum nasi, spekulum dibuka perlahan
5. Nilailah Bagian luar, Vestibulum, Cavum nasi bawah, Cavum nasi atas, Septum nasi
6. Spekulum dikeluarkan dengan cara mulut spekulum ditutup 90% lalu dikeluarkan.
Jangan menutup spekulum 100% sebab dapat menyebabkan terjepitnya bulu hidung
dan ikut kecabut keluar sehingga pasien merasakan nyeri

1. Awal : bibir, sekitar lubang hidung(krusta),


posisi septum nasi
2. Vestibulum : krusta,sekret,bisul
3. Cavum nasi bawah : warna mukosa konka, inferior, besarnya
lumen cavum nasi, lantai cavum nasi, deviasi septum
4. Cavum nasi atas : caput konka media, meatus medius
(pus,polip), mukosa septum, fissura olfaktoria
5. Septum nasi : deviasi septum
• Rinoskopi Posterior • Tehnik Pemeriksaan
Alat alat yang digunakan 1. Tangan kanan memegang kaca nasofaring, dan tangan kiri
- spatel lidah memegang spatel lidah
- kaca nasofaring 2. Pasien membuka mulut lebar-lebar, lalu spatel lidah ditekan
- lampu kepala pada 2/3 dorsum lidah
3. Masukkan kaca nasofaring secara perlahan hingga terlihat
bayangan hidung bagian belakang
4. Putar tangkai kaca nasofaring secara perlahan-lahan ke kanan
Hal-hal yang dinilai : dan ke kiri untuk mengamati struktur dalam hidung
1. Nilai bagian belakang septum dan koana
2. Putar kaca ke lateral (lihat konka superior,
media, dan inferior, serta meatus superior dan
media), putar kaca ke lateral lagi (identifikasi
torus tubarius, muara tuba eustachius dan fossa
Rossenmuler)
Pemeriksaan Transluminasi Sinus
• Alat : lampu listrik 6 volt bertangkai panjang (Heyman).
• Pemeriksaan Transluminasi Sinus Frontalis.
• Lampu ditekan pada lantai sinus frontalis.
• Lampu ditekankan ke arah media-superior.
• Cahaya yang memancar ke depan ditutup dengan tangan kiri.
• Sinus normal bila
dinding depan kelihatan
Terang.
Pemeriksaan Transluminasi Sinus
Maksilaris
• Cara :
• Mulut dibuka lebar.
• Lampu ditekan pada margo inferior orbita ke arah inferior.
• Cahaya yang memancar ke depan ditutup dengan tangan
kiri.
• Sinus normal bila palatum durum homolateral tampak
terang.
Pemeriksaan Tenggorokan

Pada hasil anamnesis didapatkan

nyeri rasa sumbatan


tenggorokan di leher

dahak nyeri
• Pemeriksaan Fisik Tenggorokan
• Mulut dan Faring

Alat yang dibutuhkan pada pemeriksaan mulut dan faring


a. Lampu kepala
b. Spatel
c. Cermin nasofaring
d. Xylocaine spray
PEMERIKSAAN TENGGOROKAN
1. Pemeriksaan rongga mulut
a.Inspeksi :
• Trismus
• Gerakan bibir dan sudut mulut → nilai N.VII
• Mukosa dan gingiva → nilai apakah terdapat ulkus
• Gigi geligi
• Lidah→ nilai apakah terdapat parase N.IX, atropi atau tumor
• Pergerakan palatum molle → nilai apakah terdapat edema
• Palatum durum → nilai apakah terdapat tanda tumor atau ulkus
b. Palpasi :
• Bila terdapat ulkus pada lidah dan dugaan keganasan
c. Perkusi :
• Perkusi pada gigi akan terasa sakit pada gigi & geraham bila ada radang
• Pemeriksaan orofaring Inspeksi
1. Tonsil
2. Daerah posterior
• Pasien diminta untuk menjulurkan
lidahnya dan kemudian pemeriksaan
menggunakan •
spatel menekan
lidah ke bawah dan kemudian daerah
faring dan tonsil dapat dievaluasi.
• Pasien diminta bernapas & santai
2. Pemeriksaan tonsil dan faring
Tonsil Faring
Inpeksi Inspeksi Dinding belakang
• Warna tonsil normal = merah muda
faring
Tonsil meradang/infeksi = hipertensi
• Derajat pembesaran tonsil: • Warna dinding belakang faring
• T0: Tonsil diangkat normal = merah muda
• T1: Tonsil masih berada dalam fossa tonsilaris
• T2: Tonsil melewati arkus posterior hingga
• Peradangan = hiperemis
mencapai linea paramediana
• Infeksi kronis = pembesaran
• T3: Tonsil melewati linea paramediana hingga
mencapai linea mediana (pertengahan vulva) granul pada dinding belakang
• T4: Tonsil melewati linea mediana (uvula). faring dan berwarna merah
• Mobillitas tonsil: apakah terfiksi atau dapat • Nilai apakah terdapat ulkus
digerakkan
• Permukaan tonsil: apakah rata. Berbenjol • Nilai apakah terdapat parese
benjol atau kripte melebar.
atau paralis
• Pemeriksaan Laring
Alat yang dibutuhkan pada
Anamnesis
pemeriksaan laring

Suara serak
Batuk  Lampu kepala
Kesulitan menelan  Kasa
Rasa ada massa di
tenggorokan, rasa penuh,  cermin laring
atau  xylocaine spray.
Pembengkakan
PEMERIKSAAN LARING
• Pemeriksaan laringoskopi indirek
• Anastesi faring dengan xylocaine spray (terutama bagi faring yang
sensitive). Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira 10 menit setelah
dianestesi
• Cermin diluapkan terlebih dahulu
• Minta pasien untuk menjulurkan lidahnya
• Ambil kasa dan pegang lidah dengan menggunakan tangan kiri. Jari I
di atas lidah, jari III di bawah lidah, dan jari II menekan pipi
• Arahkan cerming laring menuju area faring (diposisikan di depan
uvula) dan fokuskan cahaya pada daerah tersebut
• Pemeriksaan Laringoskopi indrirek
Alat yang dibutuhkan :
 Cermin laring
 Kasa
 Lampu kepala
 Lampu spiritus
 xylocaine spray

Hal yang dapat dinilai pada pem


laring
a. radiks lingue, epiglotis, plika
glossoepiglotica, valekula
kiri dan kanan
b. laring
c. trakhea
•Pemeriksaan laringoskopi direk

Alat yang dibutuhkan


- Nasoendoskopi
- Xylocaine spray

Mulut dan Faring


 Anestesi faring dengan xylocaine spray (terutama bagi faring
yang sensitive). Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira 10 menit
setelah dianestesi.
 Alat endoskopi diarahkan masuk ke laring dan didapatkan
gambaran laring pada monitor yang direkam melalui kamera
yang terdapat dalam alat endoskopi.
• PEMERIKSAAN KEPALA
(INSPEKSI dan PALPASI)

Pertama kai dilihat adalah bentuk dan ukuran kepala.


Apakah terdapat hydrocephalus, microsephalus atau
mesocephaslus?
Apakah terdapat tonjolan tulang?
Apakah bentuknya simetris atau asimetris pada kepala
dan wajah
• pemeriksaan kepala

inspeksi
Pemeriksa memperhatikan warna, jumlah dan
distribusi rambut. Warna rambut bisa hitam, putih
atau adakah rambut jagung (malnutrisi). Jumlahnya
bisa tebal atau tipis. Distribusi rambut bisa merata
atau rambut rontok.

Palpasi
Penilaian palpasi rambut meliputi tekstur rambut
dan apakah mudah dicabut atau tidak Pada
pasien malnutrisi, tekstur rambut kasar, kering dan
mudah dicabut.
• Pemeriksaan Maksilofasial
• Fraktur Tulang Maksilofasialis
Inspeksi

1. Perhatikan simetris wajah kanan dan kiri, massa, edema, kelainan kulit (ulcer, laserasi), perubahan
warna (sianosis, ekimosis, eritema, pucat)
2. Fraktur tulang orbita: perhatikan echimosis (panda eyes), mata cekung, dan pembengkakan kelopak
mata, diplopia.
3. Fraktur tulang zigoma : pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi kontralateral atau
sebelum trauma), diplopia, edema periorbital dan ekimosis, terbatasnya gerak mandibula. Fraktur
arkus zigoma ditandai dengan trismus.
4. Fraktur tulang hdung: dinilai adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris akibat
pergeseran struktur tulang hidung ataupun kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan, laserasi
pada kulit, ekimosis dan hematoma.
5. Fraktur tulang maksila : edema faring, wajah tampak tidak simetris, ekimosis, edema jaringan
6. Fraktur tulang mandibula : hematoma, edema jaringan lunak, trismus
• Palpasi Os Maksilofasialis
Nyeri tekan, massa, krepitasi, gangguan saraf sensoris berupa anestesia

Palpasi Fraktur tulang orbita Palpasi Fraktur tulang zigoma dan


arkus zigoma
• Palpasi Os Nasalis
Fraktur Os Maxilla LeFort 1

Palpasi pada struktur hidung


luar harus dilakukan untuk
menilai stabilitasnya, Puncak
hidung harus didorong ke arah
oksiput untuk memeriksa
keutuhan kartilago penunjang
septum, Nyeri tekan, massa,
krepitasi.
Terdapat mobilitas atau pergeseran
arkus dentalis, maksila dan palatum dan
maloklusi gigi
Fraktur Os Maxilla LeFort II Fraktur Os Maxilla LeFort III

Terdapat mobilitas dan pergeseran kompleks


zigomatikomaksilaris, dan - komplikasi
Palatum bergeser ke belakang dan
intrakranial misalnya : kebocoran cairan
maloklusi gigi serebrospinal melalui sel atap ethmoid dan
lamina cribiformis
Fraktur Os Mandibula

Nyeri tekan, massa, krepitasi, gangguan saraf sensoris berupa


anestesia, maloklusi gigi, gangguan moblitas
• Pemeriksaan Nervus Kranialis
• Nervus I (N.Olfaktorius) a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu
lubang hidung. Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah
kanan.
b. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka,
seperti kopi, teh, dan sabun.
c. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya,
tanyakan jenisnya. Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan
jawaban bila pasien merasa menhidu sesuatu namun tidak dapat
mengenalinya secara spontan, seperti, “Apakah ini kopi, atau teh?”
d. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang
lain.
• Nervus II (N.Opticus)
PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG REFLEKS PUPIL

Defek Horizontal

Kebutaan Unilateral

Hemianopsia Bitemporal

Hemianopsia Homonim Kiri

Homonymous Left
Superior Quadrantic
Defect
• Nervus III (N.Okulomotorius)

INSPEKSI KELOPAK MATA POSISI BOLA MATA TES KONVERGENSI


MENILAI PERGERAKAN BOLA NERVUS V (TRIGEMINUS)
MATA (NERVUS III, IV, VI)
REFLEKS KORNEA
Pemeriksaan Temporal dan Masseter

Minta pasien untuk mengatupkan rahangnya sekuat


mungkin.
Pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter pasien. Kemudian nilai kekuatan tonusnya

Pemeriksaan sensasi wajah


Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :
- bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis
- bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis
- bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan
dengan kiri.
• Pemeriksaan Nervus Fasialis

1. Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat


(rileks)

Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan

2.

apakah simetris atau tidak, mengamati lipatan dahi, tinggi alis,


lebar celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.

3.

Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara mengerutkan dahi,
Mengangkat alis. Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba
membuka dengan tangan. Memoncongkan bibir atau nyengir.

4.
Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa menekan

pipi kiri dan kanan untuk mengamati apakah kekuatannya sama. Bila ada
kelumpuhan maka angin akan keluar dari bagian yang lumpuh
• Nervus IX – X (N.Glossofaringeus dan N.Vagus)
Gerakan Palatum
Penderita diminta mengucapkan
huruf a atau ah dengan panjang,
sementara itu pemeriksa melihat Refleks Muntah Lakukan stimulasi
gerakan palatum mole dan faring.
ringan pada bagian
belakang
kerongkongan pada
setiap sisi secara
bergantian dan
perhatikan refleks
muntahnya.
• Nervus XI (N.Aksesorius)
Otot Sternocleidomastoideus Otot Trapezius

1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan 1. Pemeriksa berada di belakang pasien.


letakkan tangan kanan pada rahang bawah 2. Minta pasien mengangkat kedua
kanan pasien.
bahunya.
3. Tempatkan kedua tangan pemeriksa
2. Minta pasien untuk mendorong tangan anda diatas behu pasien dan coba untuk
dengan menggerakkan kepala ke sisi kanan. menurunkannya
3. Pada kelemahan otot sternokleidomastoideus 4. Jika ada gangguan saraf perifer bahu
akan terkulai.
akan kesulitan mendorong tangan pemeriksa
• Nervus XII (N.Hipoglosus)

Minta pasien menekan pipi kanan dan kiri


menggunakan lidah sedangkan pemeriksa
mendorong lidah pipi luar. Nilai kekuatan lidah dan
bandingkan kanan dan kiri

Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria.


• PEMERIKSAAN LEHER

LEHER DI BAGI MENJADI 4 REGIO


• INSPEKSI LEHER
• Perhatikan kesimetrisan leher, lihat apakah ada bekas
luka di leher. Ketidaksimetrisan dapat disebabkan oleh
pembengkakan seperti akibat aneurisma arteri karotis.
• Pulsasi yang abnormal, adanya bendungan vena. Jika
ada bendungan aliran darah ke v.torakalis, vena di
daerah jugularis akan menonjol
• Tortikolis: pada kondisi ini, leher akan miring ke tempat
yang sakit dan sulit digerakan karena terasa nyeri.
Kondisi ini di temukan pada infeksi otot
sternokleidomastoideus, otot trapeziuz, dan TB vertebra
servikalis.
• Terbatasnya gerakan leher yang dapat di sebabkan
oleh pembengkakan.
• Perhatikan Pembesaran kelenjar subamndibular dan
pembesaran kelenjar limfe
• TRACHEA

INSPEKSI
Inspeksi trachea untuk melihat adanya
deviasi trachea, simetris, asimetris.

PALPASI

Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari manis menekan pada
daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan kiri dengan cara pasien diminta menelan
ludah. Bandingkan pada kedua sisi. Bila kedua jari tangan bisa masuk maka posisi trachea
normal, tetapi bila salah satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada devisi ke arah sisi
ini.
• Pemeriksaan Kelenjar Tiroid

INSPEKSI
Mmeminta pasien Tengadahkan kepalanya sedikit ke belakang. inspeksi pada daerah di bawah
kartilago krikoidea untuk mencari kelenjar tiroid. Minta pasien untuk minum sedikit air dan
mengekstensikan kembali lehernya serta menelan air tersebut. Amati gerakan kelenjar tiroid ke
atas dengan memperhatikan kontur dan kesimetrisannya
• Palpasi Kelenjar Tiroid

• Minta pasien untuk duduk, pemeriksa berdiri tepat di belakang


pasien. Minta pasien sedikit menunduk untuk merilekskan otot-
otot sternokleidomastoideus
• Lakukan palpasi menggunakan dua tangan pada leher pasien
dari arah belakang, dengan posisi jari telunjuk berada tepat di
bawah tulang krikoid
• Minta pasien untuk menelan, dengan demikian pemeriksa dapat
merasakan pergerakan tiroid ismus
• Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan,
kemudian menggunakan tangan kanan, lakukan palpasi lateral
tiroid lobus kanan, tentukan batasnya.
• Nilai ukuran, bentuk, dan konsistensi dari kelenjar tiroid,
perhatikan apakah terdapat nodul, massa, atau nyeri tekan.
• Jika tiroid teraba membesar, maka lanjutkan dengan auskultasi
menggunakan stetoskop pada kelenjar tiroid, perhatikan apakah
terdapat bruit.
• Kelenjar Limfonodi
INSPEKSI
Inspeksi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran, peradangan pada limfonodi seperti
penyakit tuberculosis, limfoma maligna, metastase, HIV/ AIDs.

Level Kelenjar Getah Bening Leher


PALPASI

Dinilai kelenjar mana saja yang membesar, multipel atau


tunggal, permukaannya, mobile atau terfiksasi, konsistensi, nyeri
tekan atau tidak, adakah luka pada kelenjar tersebut.
Pengukuran JVP (Jugular vein Pressure
1. Tekanan vena jugularis merupakan gambaran secara tidak langsung atas
pemompaan ventrikel
2. Adanya distensi pada vena jugularis menunjukan ada peningkatan tekanan
vena sentral
3. Posisikan klien duduk semi fowler (45⁰), minta klien menoleh ke salah satu
sisi.
4. Urut mulai dari bawah vena hngga ke atas, tahan sekitar tiga detik. Lalu
lepaskan jari tangan yang berada di atas klavikula
Thank you
Insert the title of your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai