Anda di halaman 1dari 68

GANGGUAN DARAH DAN IMUNOLOGI

OLEH : KELOMPOK 1
AMELIA SAPUTRI (2030122003)
ANNISA (2030122008)
DIZA PERMATASARI (2030122016)
DONA FAUZIYAH (2030122017)
ERIX SUKAMTO (2030122021)
HAFIZAH (2030122026)
MEILANI VERONICA (2030122036)
NISSA PIFIA APRILA (2030122044)
ANEMIA
Definisi

Anemia merupakan sekelompok gangguan yang


dikarakterisasi dengan penurunan hemoglobin
atau sel darah merah (SDM), berakibat pada
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh
darah.
Etiologi
1. Gangguan pembentukan eritrosit,
seperti :
o defisiensi zat besi
o vitamin B12 dan asam folat
o asam amino
o gangguan sum-sum tulang

2. Perdarahan
oAkut
oKronis 3. Hemolisis
Klasifikasi Anemia
Anemia

Makrositik Mikrositik Normositik

Anemia Megaloblastik :
oAnemia defisiensi besi
oAnemia defisiensi vit B12 oPerdarahan akut
oAneia defisiensi asam folat oAnemia thalasemia
oHemolisis
oAnemia hemoglobinopati
oKegagalan sum-sum
Anemia non-megaloblastik :
oAnemia sideroblastik
oAnemia pada penyakit ha tulang
oAnemia myelodisplasia
Faktor Resiko Anemia
Kurang asupan gizi Trauma

Gangguan pencernaan Genetik

Jenis kelamin Menstruasi berat

Kehamilan Penyakit kronis


patofisologi
Manifestasi Klinis

1. Anemia akut dikarakterisasi dengan gejala kardiorespiratori seperti


takarkadia, dan sesak nafas.
2. Anemia kronis dikarakterisasi dengan rasa lelah, vertigo, sensitif terhadap
dingin, pusing, mual, pucat dan hilangnya skin tone
3. Anemia defisiensi besi dikarakterisasi dengan rasa tidak enak pada lidah,
penurunan aliran saliva, pagophagia (compusive eating of ice)
4. Anemia defisiensi vitamin B12 dan folat dikarakterisasikan dengan kulit pucat,
atripi mukosa gastrik.
Komplikasi Anemia :
1. Gagal Jantung

Anemia akan menginduksi terjadinya mekanisme


kompensasi terhadap penurunan konsentrasi hb
untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Pada
keadaan anemia, jantung akan meningkatkan stroke
volume, sehingga dapat terjadi hipertensi ventrikal
kiri dengan miofibril jantung yang memanjang ,
gagal jantung kongestif, terjadi gagal jantung
berulang dan kematian
Lanjutan..
2. Hipoksia

Penurunan pemasokan oksigen ke jaringan sampai


tingkat fisiologik. Hb berfungsi untuk mengangkut
oksigen ke seluruh tubuh jika terjadi penurunan Hb
maka akan terjadi hipoksi bahkan dapat
menyebabkan kematian
Penatalaksanaan Farmakologi
• Produk yang mengandung besi
• Besi Dekstran
• Vitamin B12
• Eritropoesis
• Asam Folat

Non Farmakologi
• Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat
besi tinggi seperti bayam, seledri, kubis, kol dan
sertakan daging, ikan atau olahan unggas
• Hindari minuman teh dan kopi saat
mengkonsumsi makanan
Produk yang mengandung besi

Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan


jejenum proksimal. Zat ini lebih mudah di absorbsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero
yang sudah di absorbsi akan di ubah menjadi feri dalam sel mukosa.
Ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, dan di
ubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.
Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka
lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Setelah di absorbsi, Fe dalam tubuh
akan di ikat dalam transferin (siderofilin), suatu beta 1-globulin glikoprotein
untuk kemudian di angkut kebeberapa jaringan, terutam ke sumsum tulang
dan depot Fe
VITAMIN B12

Pemberian IM dan SK. Kadar dalam plasa


mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah
suntikan IM. Absorbsi ini berlangsung dengan
mekanisme yaitu dengan perantara faktor
intrinsik.
Setelah di absorbsi, hampir semua vitamin B12
dalam darah terikat dengan protein plasma dan
sebagian lagi terikat pada beta globulin
(transkobalamin II) sisanya terikat pada alfa
glikoprotein (transkobalamin I) dan inter alfa
glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin b12
yang terikat pada transkobalamin II akan
diangkut ke berbagai jaringan, terutama hati
yang merupakan gudang utama penyimpanan
vitamin B12.
ERITROPOIETIN

Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada


permukaan sel induk darah merah, menstimulasi
proliferasi dan diferensiasi eritrosit.
Eritropoietin juga menginduksi pelepasan
retikulosis dari sumsum tulang. Eritropietin
endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon
terhadap hipoksia jaringan.
Bila terjadi anemia makan eritropoeitn diproduksi
lebih banyak oleh ginjal dan hal ini merupakan
tanda bagi sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah
ASAM FOLAT
Asam folat terkandung dalam makanan, sebagai reduktor polyglutamate folate. Vitamin ini dapat
diabsorpsi hanya setelah hidrolosis, reduksi terjadi pada traktus gastrointestinal. Lalu dikonversikan
menjadi tetrahidrofolat aktif.
Asam folat diabsorpsi secara cepat dari traktus gastrointestinal, utamanya dari pars proksimal dari
usus kecil. Rentang kadar serum normal 0,005 sampai 0,015 mcg/ml. Biasanya kadar serum kurang
dari 0,005 mcg/ml merupakan indikasi defisiensi folat, dimana kurang dari 0,002 mcg/ml
Asam tetrahidrofolat dan derivatifnya didistribusikan ke dalam semua jaringan tubuh. Penyimpanan
folat di dalam tubuh, sebanyak setengah dari total folat di simpan di hati.
Metabolisme folat di hati menjadi asam N-methyltetrahydrofolat, bentuk utama penyimpanan folat.
Asam folat diekskresikan dalam sebagian jumlah melalui urin. Setelah pemberian dosis besar,
kelebihan folat diekskresikan dalam urin. Sedikit asam folat yang diekskresikan dalam feses. Sekitar
0,05 mg/hari penyimpanan folat dalam tubuh hilang melalui ekskresi urin dan feses.
Contoh Obat Anemia
Mekanisme kerja
Besi merupakan komponen hemoglobin,
mioglobin, dan beberapa enzim. Besi
terutama disimpan sebagai
hemosiderin/ferritin teragregasi. Ditemukan
pada sistem retikula endotelial dan
hepatosit.
Defisiensi besi dapat mempengaruhi
metabolisme otot, produksi panas,
metabolisme katekolamin. Contoh obat fero
sulfat, iberet, femo fumarat, hemobion, fero
glukonat, sangobion, dll.
Indikasi
Defisiensi besi : untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi besi dan
anemia defisiensi besi.
Kontraindikasi
Hemokromatosis, hemosiderosis, anemia hemolitik, reaksi
hipersensitivitas.
Peringatan
Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh mengkonsumsi besi
secara kronis
Overdosis produk yang mengandung besi menyebabkan keracunan fatal
pada anak-anak berumur kurag dari 6 tahun.
Efek Samping
Cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk sementara, nyeri
abdominal , konstipasi, diare, iritasi saluran pencernaan, mual-mual, muntah,
feces berwarna lebih gelap.
Interaksi Obat
Interaksi obat mungkin terjadi jika anda mengonsumsi beberapa obat secara
bersamaan dengan antasida, preparat kalsium, zink, fosfot, trientine, dan
kolestiramine dapat menurunkan penyerapan obat ini.
Dosis :
1 tablet sekali sehari
Dosis sangobion baby : 6-12 bln  1 ml sekali sehari
Usia diatas 1 thn  1,2 ml sekali sehari
Usia diatas 2 tahun  5 ml sekali sehari
Penyimpanan
Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya matahari dan tempat yang
lembab.
Studi kasus

Pasien merupakan seorang wanita berusia 61 tahun dengan berat badan 42 kg,
datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, pucat, badan kuning sejak 4 hari,
perut sebah, mual, nyeri ulu hati, dan pasien terdiagnosis mengalami AIHA cold.
Pasien memiliki riwayat suspek hepatitis akut. Hasil pemeriksaan darah ketika
pasien datang menunjukan kadar hemoglobin 6 g/dL yang termasuk dalam kategori
anemia berat (World Health Organization, 2011) dan HCT 14%. Pasien menerima
terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 500 mg/ hari selama 5 hari
dan dilanjutkan dengan dosis 160 mg/hari selama tiga hari), furosemid (dosis 20
mg/hari sebanyak satu kali), dan ranitidin injeksi (100 mg/hari). Pasien juga
menerima terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah sakit selama
9 hari.
SOAP
Identitas pasien Subjective
Nama : Ny. A Keluhan utama : Pucat, lemas, badan
Usia : 61 tahun kuning sudah 4 hari, perut sabah, mual,
nyeri ulu hati
Berat badan : 42 kg
Keluhan tambahan :-
Tmpt/tgl lahir :-
Riwayat penyakit : hepatitis akut
Alamat :-
Jenis kalamin : Perempuan Riwayat pengobatan : -

Agama :- Riwayat penyakit keluarga : -


No rekam medis : - Riwayat alergi obat :-
Tgl masuk RS :-
Tgl keluar RS :-
Objektif
Hasil
pemeriksaan Nilai normal Keterangan
darah
Hemoglobin Wanita
Tidak normal
6 g/dl 12-16 g/dl
Wanita
HCT 14% Tidak normal
35%- 45%

Assesment
Obat Golongan Indikasi Dosis /Rute
500 mg/hari / injeksi selama
Metil Untuk penyakit yang
Kortikosteroid 5 hari lalu dilanjutkan 160
prednisolon menyebabkan peradangan
mg/hari selama 3 hari
Untuk cairan berlebih
Furosemid Loop diuretik 20 mg/hari/ injeksi
didalam tubuh
Histamin H2 reseptor Penurunan asam berlebih di
Ranitidin 100 mg/hari/ oral
antagonis lambung
Problem
Masalah DRP (Drug Related Problem)

No DRP Cheklist Penjelasan Rekomendasi


Terapi obat yang tidak diperlukan

Pasien mendapat terapi sesuai indikasi


1. Metilprednisolon 500 mg/hari injeksi untuk
mengurangi gejala peradangan atau reaksi
alergi.
2. Furosemid 20 mg/hari untuk mencegah
Terdapat terapi tanpa indikasi Tidak terjadinya kelebihan cairan setelah
melakukan transfusi.
3. Ranitidin 100 mg/hari untuk mencegah
peptic ulcer yang merupakan risiko
efeksamping metilprednisolon.

1. Pasien mendapatkan terapi Tidak Obat yang didapatkan pasien telah sesuai dengan
tambahan yang tidak kondisi pasien, sehingga pasien tidak
diperlukan mendapatkan terapi tambahan yang tidak
diperlukan
Pasien masih memungkinkan Tidak Pasien tidak memungkinkan menjalani terapi non
menjalani terapi non farmakologi, karena penyakit yang telah berat.
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi

Pasien mendapat penanganan Tidak Penggunaan metilprednisolon dengan furosemid Pemberian suplemen
terhadap efek samping yang yang sinergis akan menyebabkan terjadi nya kalium yang disertai
seharusnya dapat dicegah hipokalemia. dengan monitoring
kadar kalium darah
Kesalahan obat

Bentuk sediaan sudah tepat dengan kondisi pasien


1. Metilprednisolon (injeksi IV)
Bentuk sediaan tidak tepat Tidak
2. Furosemid (injeksi IV)
3. Ranitidin (tablet)

Obat yang didapatkan pasien telah sesuai dengan


Terdapat kontra indikasi Tidak kondisi pasien, sehingga pasien tidak mendapatkan
2. terapi tambahan yang tidak diperlukan

Obat tidak diindikasikan


Tidak Semua obat diindikasikan untuk pasien
untuk kondisi pasien

Obat yang diberikan sudah efektif dalam proses


Terdapat obat lain yang lebih
Tidak penyembuhan. Dimana terapi obat yang diberikan telah
efektif memberikan perbaikan terhadap pasien

3 Dosis tidak tepat

Penyetaraan dosis
Dosis yang terlalu rendah
  Dosis terlalu rendah Ya Dosis pemakaian furosemid adalah
Furosemid 20 mg/hari
40-80 mg/hari

Frekuensi Dosis yang seharusnya diberikan


Pemberian ranitidin dengan dosis 1 ampul setiap 2
  penggunaan tidak Ya adalah 50 mg setiap 6-8 jam
jam atau 50mg x 2
tepat perhari atau 150-200 mg perhari

Durasi penggunaan
  Tidak Durasi penggunaan sudah tepat  
tidak tepat
Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk Obat aman untuk pasien dan memberikan efek
Tidak  
pasien yang sesuai dengan yang diharapkan
Tidak terdapat masalah, pasien tidak
Terjadi reaksi alergi Tidak mempunyai riwayat alergi obat sehingga obat  
aman digunakan
Pemberian metilprednisolon dengan furosemid
secara bersamaan dapat menyebabkan obat Pemakaian dijarakkan selama
4
berinteraksi secara sinergisme. 2 jam, metilprednisolon
  Terjadi interaksi obat Ya
Metilprednisolon dapat menyebabkan diminum lebih dahulu, 2 jam
 
peningkatan efek kaliuretik dari diuretik kemudian minum furosemid.
 
hingga terjadi hipokalemia.
 
Dosis obat dinaikkan
  Dosis yang digunakan telah sesuai dengan
atau diturunkan terlalu Tidak  -
pasien sejak dilakukannya diagnosa
cepat

Tidak ada muncul efek samping yang


Muncul efek yang
Tidak merugikan pasien  -
tidak diinginkan
 
5 Ketidak sesuaian kepatuhan pasien

Tidak ada masalah untuk penyediaan obat


  Obat tidak tersedia Tidak pasien, semua obat yang dibutuhkan pasien  
telah tersedia di apotek rumah sakit

Pasien tidak mampu


  Tidak Pasien mampu menyediakan obat  
menyediakan obat

Pasien tidak bisa menelan atau


  Tidak Pasien dapat menelan dengan baik  
menggunakan obat

Pasien tidak mengerti intruksi


  Tidak Pasien mengerti instruksi penggunaan obat  
penggunaan obat

Pasein tidak patuh atau memilih


  Tidak Pasien patuh dalam penggunaan obat  
untuk tidak menggunakan obat

6 Pasien membutuhkan terapi tambahan

Terdapat kondisi yang tidak Pasien tidak terdapat kondisi yang tidak
  Tidak  
diterapi diterapi
Monitoring efek terapi
Tujuan Parameter yang Rentang yang Frekuensi
Layanan kesehatan
farmakoterapi dimonitor diharapkan monitoring
Menjaga agar
Monitoring kadar Kadar kalium 3,5 mmol/L - 5,0
tidak terjadi Setiap hari
kalium darah darah mmol/L
hipokalemia

Hemoglobin = 12-
Menjaga agar Hb
Monitoring Hb dan 16 g/dl
dan HCT tidak Kadar Hb dan HCT Setiap hari
HCT HCT = 35%- 45%
mnurun

Monitoring efek
samping Reaksi alergi - Setiap hari
metilprednisolon

Meningkatkan
Monitoring efek Reaksi alergi dan
volume darah - Setiap hari
samping PRC reaksi anafilaksis
pasien anemia
Rencana pemantauan efek samping

Hari/tgl Manifestasi ESO Nama obat Cara mengatasi ESO


- Lebih mudah terkena infeksi, mual, Metilprednisolon Diberikan ranitidin agar
muntah, sakit kepala, maag mencegah terjadinya peptic
ulcer. Paracetamol dapat
diberikan saat pasien
mengalami sakit kepala
- Denyut jantung tidak teratur, otot Furosemid Pemberian suplemen kalium
melemah
Gangguan
pembekuan
darah :
HEMOFILIA
Defenisi
Hemofilia adalah penyakit
turunan berupa kelainan perdarahan
karena kekurangan faktor pembekuan
darah yang membuat darah sulit
membeku. Hemofilia terjadi oleh
karena adanya defisiensi atau
gangguan fungsi salah satu faktor
pembekuan darah.
ETIOLOGI

X-Linked Autosomal
Resesif resesif

Hemofilia Hemofilia Hemofilia


A B C
KLASIFIKASI
Berdasarkan Berdasarkan Derajat
Bentuk Penyakitnya
Easy to change
colors, photos
Berat
and Text. Kurang dari 1% dari jumlah normal dari
Hemofilia
Text Here kadar faktor VIII dan IX
Easy A
to change
Kekurangan
colors, photos
faktor
and Text.
koagulasi Sedang
VIII Kadar faktor VIII dan IX sekitar 1-5 %
dari jumlah normalnya
Hemofilia
Text Here Hemofilia
Bchange
Easy to
Kekurangan C
Kekurangan
colors, photos Text Here
faktor faktor
and Text. Easy to change Ringan
koagulasi koagulasi
colors, photos
Kadar faktor VIII dan IX sekitar 6-50%
IX XI and Text. dari jumlah normalnya
FAKTOR RESIKO

Faktor resiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat


keluarga. Dua per tiga anak-anak yang terkena
menunjukkan bentuk bawaan resesif terkait –x.
Hemofilia A (karena defisiensi faktor VIII, terjadi pada
1 dari 5000 laki-laki). Hemofilia B (karena defisiensi
faktor IX terjadi pada seperlimanya)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan Patofisiologi hemofilia
darah
1.
Pendarahan
dimukosa
mulut, gusi,
hidung

5. 2.
Hematuria Hemartrosis

manifestasi

4.
3.
Pendarahan
Hematoma
intrakranial
Komplikasi
Splenomegali
hepatitis
Arthtitis sirosis
Sindrom kompartemen Infeksi HIV karena terpajan
Atrofi otot produk darah yang
Kontraktur otot terkontaminasi
Paralisis Antibody terbentuk sebagai
Pendarahan inrakranial antagonis VIII & IX
Kerusakan saraf Reaksi tranfusi alergi terhadap
Hipertensi produk darah
Kerusakan ginjal Anemia hemolitik
Thrombosis
Nyeri kronis
1. Melakukan
pencegahan
baik
Penatalaksanaan menghindari
luka atau
benturan

2. Istirahatkan
4. Setelah luka Anggota tubuh
diperban lalu yang terdapat
Posisi luka luka , Apabila
Non
diletak diatas kaki mengalami
Farmakologi
lebih tinggi , pendarahan,
atau diganjal gunakan alat
dengan bantal bantu seperti
tongkat .

3. Kompres
bagian daerah
yang terluka
dengan es batu
atau yang
lembut dan
dingin tekan
dan ikat
1. Terapi suportif

7. Terapi DDAVP 2. Faktor VIII &


(Desmopresin) IX

Farmakologi

3. Transplantasi
6. Antifibrinolitik
dan terapi gen

5. Astingen 4. Koagulasi
Faktor VIII dan transplantasi hati dan
Terapi suportif
Faktor XI terapi gen
• Merencanakan suatu • Profilaksi untuk • untuk penyembuhan
tindakan operasi serta mengatasi perdarahan total dari hemofilia
mempertahankan dapat dilakukan
kadar aktivitas faktor tranplantasi hati
pembekuan sekitar
30-50%

Astringen Koagulan Antifibrinolitik


• Zat ini bekerja lokal dengan • Obat kelompok ini pada • Antfibrinolitik bekerja
mengendapkan protein penggunaan lokal sebagai terapi mencegah
darah sehinga perdarahan menimbulkan hemostatis resiko re-bleeding.
dapat dihentikan. dengan dua cara, yatu Antifibrinolitik bekerja
Kelompok ini digunakan dengan mempercepat menghambat aktivasi
untuk menghentikan perubahan protrombin jadi plasminogen menjadi
perdarahan kapiler, tetapi trombin dan secara plasmin, mencegah break-
kurang efektif bila langsung menggumpalkan up dari fibrin dan menjaga
dibandingkan dengan fibrinogen. stabilitas menggumpal
vasokontriktor yang
digunakan lokal
Obat terpopuler
Asam traneksemat
• Merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dab
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen,
fibrin dari faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat
dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis
yang berlebihan.
• Kontra indikasi: hipersensitif terhadap asam traneksamat. Penderita
perdarahan subarakhnoid. Penderita dengan riwayat tromboembolik
• Efek samping: gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare) gejala ini
akan hilang bila dosis dikurangi. Reaksi hipotensi dan pusing dapat terjadi
pada pemberian IV yang cepat. Untuk menghindari hal tersebut maka
pemberian dapat dilakukan degan kecepatan tidka lebih bdari 1 ml/menit
• Dosis: oral/dosis umum dewasa,1 tablet (500mg) diberikan 3-4 kali sehari.
Perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal. Injeksi;
fibrinolisis lokal, dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg (IV) degan
injeksi lambat (1ml/menit) 3 kali sehari. Untuk pengobatan lebih dari 3 hari
dapat dipertimbangkan pemberian secara oral
• Peringatan: hati-hati pada gangguan fungsi ginjal, hematuria, anak-anak,
wanita hamil dan menyusui. HAti-hati pada pasien predisposisi trombosis.
• Cara penyimpanan: ditempat yang terhindar dari cahaya dan kelembaban
ALERGI
Defenisi
▪Alergi adalah hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme
imunologis
▪Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini akan
menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas
▪Hipersensitivitas merupakan gejala atau tanda yang secara objektif
dapat ditimbulkan kembali dengan diawali oleh perjalanan terhadap
suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi oleh individu yang
normal
Klasifikasi
Reaksi tipe I (Reaksi
segera “immediate)

Reaksi tipe II
(Reaksi sitolitis)

Reaksi tipe III


(Reaksi arthus)

Reaksi IV (Reaksi
lambat “delayed)
Etiologi
1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.
2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetik.
4. Faktor lingkungan : debu, tungau, bulu binatang, berbagai
jenis makanan dan zat lain.
Patofisiologi
Penggolongan Obat untuk Terapi Alergi

1. Golongan Antihistamin 1 2. Golongan Antihistamin 2


Mekanisme Kerja: Bekerja menghambat Mekanisme Kerja: Bekerja menghambat sekresi asa
efek histamin pada pembuluh darah, lambung, dengan memblok reseptor histamin pada sel
bronkus dan bermacam-macam otot polos. pasrietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang
Contoh: untukmengeluarkan asam lambung
Generasi 1: diphenhydramin, Contoh: cimetidine, ranitidine, famotidine
dimenhidrinat, CTM, brompheniramine, 3. Golongan Kortikosteroid
promethazine Mekanisme Kerja: Berinteraksi dengan protein reseptor
Generasi 2: fexofenadine, loratadine, spesifik pada jaringan yang menjadi target untuk
desloratadine, cetirizine mengatur perilaku gen terhadap kortikosteroid dan
mengubah kadar susunan protein disintesis oleh
jaringan yang menjadi target tersebut
Contoh: prednisone, dexamethasone
4. Obat anti alergi lainnya
Contoh: ketotifen, natrium kromolin, nedocromil
Contoh Obat yang Beredar
Chlorpheniramini Maleat (CTM)
•Metabolisme
1. Farmakokinetika
Mengalami metabolisme substansial dalam mukosa
•Absorbsi
GI selama penyerapan dan efek lintas pertama
Diserap dengan baik setelah pemberian
melalui hati metabolisme cepat dan ekstensif
oral
menjadi 2 metabolit tak dikenal
25-45% (tablet konvensional)
(monodesmethylchlorpeniramine dan
35-60% (larutan)
didesmethylchlorpheniramine)
t1/2 2-6 jam
Efek antihistamin jelas dalam waktu 6
•Eliminasi
jam
Diekskresikan dalam urin
Durasi efek bertahan selama ≥24 jam
Eliminasi sekitar 12-43 jam
Eliminasi pada anak sekitar 9,6-13,1 jam
•Distribusi
Eliminasi pada pasien gagal ginjal kronis yang
Cepat dan luas
menjalani
ikatan protein plasma sekitar 69-72%
hemodialysis sekitar 380- 330 jam
Chlorpeniramine
Maleat (CTM)
Indikasi : Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria, pengobatan darurau
reaksi anafilaktik
Kontra indikasi : Porfiria, serangan asma akut, anak < 1 tahun, bayi premature
Efek samping : Sedasi, nyeri kepala, gangguan psikomotor, efek antikolinergik:
retensi urin, mulut kering, pandangan kabur, gangguan saluran cerna,
hipotensi, tinnitus, euphoria, stimulasi system saraf pusat, reaksi alergi,
dan kelainan darah.
Interaksi obat : Penggunaan Bersama penghambat MAO memperpanjang masa
kerja dan meningkatkan efek antihistamin, penggunaan Bersama dengan
alcohol, antidepresan trisiklik, barbiturate, atau depresan system saraf pusat
lain akan memperkuat efek sedative, antihistamin
Dosis : Oral, dewasa 4 mg tiap 4 – 6 jam: maksimal 24 mg/hari
anak < 1 tahun tidak dianjurkan ; anak 1 – 2 tahun 2 x 1 mg sehari ;
anak 2 – 5 tahun 1 mg tiap 4 – 6 jam, maksimal 6 mg/hari ; anak 6 – 12 tahun 2
mg tiap 4 – 6 jam, maksimal 12 mg/hari
Sediaan : Tablet 4 mg CTM, cohistan, orphan
Penyimpanan : Terhindar dari sinar matahari langsung
Manifestasi Klinis
1. Kutan/subkutan/jaringan mukosa:
- Flushing, pruritus, urtikaria, angioedema, ruam morbilifarm
- Pruritus pada bibir, lidah, palatum ; edema pada bibir, lidah dan uwula
- Pruritus periorbita, eritema dan edema, eritema konjungtiva
2. Saluran pernafasan
- Laring ; pruritus dan nyeri tenggorokan, disfogia, disfoni, suara serak
- Paru-paru ; nafas pendek, dispnea, rasa berat di dada, batuk
- Hidung ; pruritus, hidung tersumbat, hidung berair dan bersin
3. Kardiovaskular
- Hipotensi : near syncope, pingsan, penurunan kesadaran nyeri dada, disritmia
4. Gastrointestinal
- mual, nyeri atau kram perut, muntah, diare
5. Lain lain
-Kontraksi uterus pada wanita
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak alergi yang dapat
menyebabkan infeksi sekunder akibat garukan berlebihan, pruritus. Komplikasi
juga dapat berupa mengi dan edema. Selain itu, pada rhinitis alergi dapat
menyebabkan komplikasi berupa polip hisup, sinusitis paranasal dan otitis
media.
Penatalaksanaan
Klinis
a. Terapi non farmakologi
• Menjauhkan diri dari alergen atau pencetus alergi
• Menjaga kondisi pasien dengan selalu melakukan pengawasan untuk
mendeteksi kemungkinan timbulnya alergi yang lebih parah atau relaps
setelah pada fase pemulihan
b. Terapi Farmakologi

Algoritma Terapi
Alergi
PSEUDOALERGI
DEFINISI
Pseudoalergi / anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan
penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Secara klinis
reaksi ini menyerupai reaksi tipe 1 yaitu syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis
tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan
terlebih dahulu untuk menimbulkan sensitasi
ETIOLOGI
 antimikroba
 protein
 kontras dengan yodium,
 penisilin
 pelemas otot
 AINS
 Pelemas otot
 Taksol
PATOFISIOLOGI

Reaksi sistemik imun yang melibatkan


penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi
tidak melalui IgE. Pseudoalergi tidak berhubungan
dengan produksi antibodi / sintesis limfosit T tetapi
di sisi lain secara klinis dapat dibedakan dengan
reaksi hipersensitivitas. Selama reaksi pseudoalergi,
obat tidak berfungsi sebagai antigen, tetapi obat
memiliki kemampuan dari sifat kimia atau
farmakologinya untuk menstimulasi langsung
pelepasan / aktivasi dari mediator inflamasi dari sel
mast, basophil, atau jaringan tubuh lainnya.
FAKTOR RESIKO
GEJALA

• Hives / welts, nam, blister/ masalah kulit


• Usia disebut eksim
• Batuk, wheezing, hidung tersumbat dan
• Jenis kelamin kesulitan bernapas
• Polimorfisme • Demam,
genetik • Kulit melepuh dan mengelupas, masalah
ini disebut racun berhubungan dengan
• Faktor lain kulit nekrolisis, dan menyebabkan
kematian.
• Anafilaksis merupakan reaksi paling
berbahaya
DIAGNOSA

• Anamnesis

Evaluasi kecurigaan terhadap alergi obat dimulai dengan riwayat


penyakit dan terapi secara rinci. Infeksi yang ditanyakan termasuk
daftar semua terapi yang diberikan, meliputi dosis, indikasi, tanggal
pemberian & lamanya pemberian terapi tersebut. Dari anamnesis akan
diketahui bahwa gejala klinis menghilang beberapa waktu setelah
penghentian obat, dan reaksi yang sama timbul kembali dengan
pemberian ulang obat yang sama atau dengan struktur sama. Dari
anamnesis dapat dibedakan antara alergi obat dengan reaksi toksik
dan pseudoalergi ataupun idiosinkrasi. Misalnya gejala gastrointestinal
setelah menelan antibiotika, nyeri pada tempat suntikan obat, atau
sakit kepala setelah pengobatan nitrogliserin diperkirakan bukan
berdasarkan reaksi imunologik.
• Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda bahaya yang dapat mengancam
nyawa, seperti kolaps kardiovaskular, termasuk urtikaria, edema laring
atau saluran nafas atas, wheezing dan hipotensi. Adanya demam, lesi
mukosa membran, limfadenopati, nyeri sendi dan bengkak yang
menandakan reaksi alergi yang berat.

• Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah. Uji Coomb untuk penderita anemia. Antibodi IgE
total serum. Antibodi IgE spesifik dalam RAST (Radioallergosorbent
test). Antibodi IgM dan IgG spesifik. Antibodi antinuklear (ANA) pada
SLE yang diduga diinduksi oleh obat-obatan. Uji kulit, uji tusuk (Prick
test/Scratch test) dan uji tempel (Patch test). SGOT. CPK (fosfokinase
kreatin). Foto toraks. Emfisema (hiperinflasi). EKG. 
• Kriteria umum reaksi alergi / pseudoalergi:
 Gejala pasien sesuai dengan reaksi imunologi terhadap obat. Pasien
mendapatkan obat yang memang dapat memberikan gejala alergi (struktur
kimia obat memang telah dikaitkan dengan reaksi imun). Terdapat
hubungan temporal antara pemberian obat dengan timbulnya gejala reaksi
alergi. Tidak ada penyebab lain yang jelas terhadap manifestasi klinis
pasien yang sedang menggunakan obat tertentu yang memang dapat
menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Data laboratorium menunjang
mekanisme imunologi yang dapat menjelaskan reaksi obat
KOMPLIKASI

• Dermatitis kontak alergi dapat


menyebabkan infeksi sekunder
akibat garukan berlebih
• Mengi, edema
• Anafilaksis
• Masalah pernapasan dan
ketidaknyamanan selama reaksi
alergi menyerang tubuh
• Mengantuk dan munculnya efek
samping dari penggunaan obat
PENATALAKSANAAN TERAPI
TERAPI NONFARMAKOLOGI
• Pencegahan terhadap paparan allergen
• Rumah harus kerap dibersihkan
• Tidak boleh memelihara binatang
• Sebaiknya tidak memakai bantal dari kapuk
• Sebaiknya tidak menggunakan karpet
• Gunakan masker saat berkebun
• Hindari berada didekat bunga pada musim penyerbukan
ALGORITMA TERAPI

You can Resize


without losing
quality
You can Change
Fill Color &
Line Color

FREE
PPT
TEMPLAT
ES
www.allppt.com
• Golongan Obat
1. Antihistamin
Obat lini pertama, obat ini tidak bersifat kuratif atau menyembuhkan terapi, tetapi labih bersifat simtomatik atau
menghilangkan gejala.
Contoh obat: Difenhidramine, Chlorpeniramine Maleat, Cetrizin, Loratadin, Feksofenadine
2. Dekongestan Nasal
Golongan simpatomimetik yang bereaksi pada reseptor alfa adrenergic pada mukosa hidung yang menyebabkan
vasokontriksi, menciutkan mukosa yang membengkak dan memperbaiki pernapasan
Contoh Obat: Pseudoepedrin, Efedrinsulfat, Fenilefrin, Fenilpropanolamin
3. Kortikosteroid Nasal
Obat yang paling efektif untuk alergi hingga saat ini. Jika terjadi sumbatan hidung dan gejala lain yang cukup sering
terjadi, steroid intranasal ini merupakan lini pertama yang paling tepat dan efektif dibandingkan terapi lainnya.
Efek terapinya yaitu mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis neutrophil,
mengurangi edema intrasel, menyebabkan vasokontriksi ringan dan menghambat reaksi fase lambat yang diperantari
oleh sel mast.
Contoh obat: Budesonid, Betametason, Triamsinolon
4. Kromolin
Suatu penstabil sel mast, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator termasuk histamine.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai