BERBASIS KINERJA
(PERFORMANCE
BASED/CONTRACT
MANAGEMENT)
Durasi waktu pada sistem KBK untuk masa pemeliharaannya hanya 180 hari
lebih cepat dibanding dengan kontrak konvensional, hal ini dikarenakan pada
sistem ini sebelum masa pemeliharaan terdapat masa layanan pemeliharaan yang
durasinya men capai 1643 hari setelah proyek mencapai 100%. Untuk sistem
kontrak konvensional masa pemeliharaan yang diberikan adalah selama 1095 hari
lebih lama dibanding dengan sistem kontrak KBK, hal ini dikarenakan tidak
adanya masa layanan pemeliharaan setelah proyek mencapai 100%.
Tanggung jawab penyedia jasa pada masa pemeliharaan, untuk proyek dengan
sistem kontrak KBK penyedia jasa mempunyai tanggung jawab penuh dari mulai
desain sampai dengan masa pemeliharaan (serah terima kedua). Sedangkan
untuk sistem kontrak konvensional kontraktor juga memiliki tanggung jawab
penuh sampai dengan masa pemeliharaan berakhir. Tetapi pada kenyataannya
banyak kasus dimana kontraktor tidak memenuhi tanggung jawabnya setelah masa
konstruksi selesai.
C. Masa Konstruksi Antara Sistem KBK & Konvensional
Kualitas pada sistem KBK menjadi tanggung jawab kotraktor sepenuhnya mulai
dari desain sampai dengan pemeliharaan tetapi harus tetap memenuhi
spesifikasi. Sedangkan pada sistem kontrak konvensional untuk tanggung jawab
terhadap qualitasnya terbagi-bagi, pada saat perencanaan menjadi tanggung jawab
konsultan perencana untuk merencanakan kualitas pekerjaan. Pada saat
pelaksanaan menjadi tanggung jawab kontraktor. Pengguna jasa juga bertanggung
jawab terhadap keseluruhan pekerjaan mulai dari perencanaan sampai pemeliharaan.
Denda, pada sistem KBK denda diberlakukan mulai sejak awal
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Denda yang diberikan berdasarkan
tingkat layanan jalan yang tidak dapat dipenuhi oleh jalan yang telah
dilaksanakan. Besarnya denda sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
kontrak pekerjaan. Jika kontraktor tidak dapat memenuhi tingkat
layanan jalan sampai dengan jangka waktu yang telah diberikan maka
akan diberlakukan denda. Denda akan dilakukan dengan cara
pemotongan biaya setiap kali pembayaran dilakukan. Sedangkan
sistem kontrak konvensional denda tidak diberlakukan setiap bulan
melainkan pada akhir masa konstruksi jika kontraktor tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Denda yang diberikan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak.
D. Kendala Penerapan KBK
1. Resiko Pekerjaan
Aspek resiko pekerjaan yang menjadi kendala penerapan kontrak berbasis kinerja
adalah :
a. Alokasi resiko pemilik pekerjaan dan penyedia jasa. Resiko yang ditanggung oleh
penyedia jasa yang seharusnya ditanggung oleh pemilik mengakibatkan terjadinya
kondisi tingginya harga penawaran lelang, Mundurnya penyedia jasa akibat bank
pemberi modal bagi penyedia jasa menolak untuk mengambil resiko dan pemutusan
kontrak kerja dari penyedia jasa dengan kemungkinan terburuk bangkrutnya penyedia
jasa.
b. Resiko yang belum teridentifikasi dalam tahap perencanaan yang dapat berakibat
mundurnya penyedia jasa dari pekerjaan yang telah ditetapkan.
Faktor saluran drainase, kelebihan beban (overloading), kualitas pekerjaan existing,
kualitas bahan material, eskalasi biaya dan jaminan penawaran merupakan risiko
penting yang harus dipertimbangkan.
2. Aspek Hukum Peraturan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa dan
yang menjadi acuan dasar hukum untuk penerapan kontrak berbasis
kinerja adalah :
1. Tahap Perencanaan.
Pada metode Kontrak Tradisional dasar penyusunan kontrak adalah
input yang diperlukan agar tujuan pemilik pekerjaan (owner) tercapai,
sedangkan metode Kontrak Berbasis Kinerja dasar penyusunan kontrak
adalah output atau hasil akhir yang diinginkan oleh owner.
2. Tahap Pengadaan.
Tahap Pengadaan terdapat beberapa perbedaan, yaitu : spesifikasi yang
digunakan, jangka waktu kontrak, penyelesaian perselisihan dan sistem
pengadaan. Pada metode Kontrak Tradisional spesifikasi yang digunakan
adalah menjelaskan secara detail tata cara pelaksanaan pekerjaan yang
harus dilakukan oleh Penyedia Jasa (Kontraktor), sedangkan Kontrak
Berbasis Kinerja menggunakan spesifikasi yang bersifat output-oriented
dimana owner tidak memaparkan secara detail bagaimana tata cara
pelaksanaan pekerjaan akan tetapi hanya menjelaskan output yang
diinginkan. Kontrak Tradisional merupakan kontrak digunakan untuk
kontrak tahunan dan jangka panjang, Kontrak Berbasis Kinerja merupakan
kontrak yang tepat untuk kontrak jangka panjang (4 – 5) tahun. Untuk
penyelesaian perselisihan Kontrak Tradisional tidak menutup kemungkinan
digunakan jalur litigasi sedangkan Kontrak Berbasis Kinerja jalur litigasi
merupakan jalur yang sangat dihindari.
3. Tahap Pelaksanaan.
Pada tahap pelaksanaan terdapat hal-hal yang dapat ditinjau, yaitu
sistem pengawasan, sistem pembayaran, dasar pembayaran, potongan
pembayaran dan keterlambatan perbaikan. Pada Kontrak Tradisional sistem
pengawasan dilakukan oleh owner melalui konsultan pengawas, sedangkan
pada Kontrak Berbasis Kinerja pengawasan terhadap pelaksanaan
diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor.
4. Tahap Pemeliharaan.
Pada metode Kontrak Tradisional masa pemeliharaan pihak kontraktor
tidak bertanggung jawab melainkan menjadi tanggung jawab owner,
Kontrak Berbasis Kinerja merupakan kontrak jangka panjang sehingga
kontraktor merupakan pihak yang bertanggung jawab atas masa
pemeliharaan.