Anda di halaman 1dari 26

KONSEP PENDEKATAN

&
METODE PENGAJARAN BKBPK
Kelompok 6

Imala Aprilia (2287190002)


Ulfaeni R (2287190005)
Karim Maulana (2287190015)
Soleha (2287190017)
Widya Nurhafidah (2287190030)
Pengertian Anak Tunarungu

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang
mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan
anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut
mengalami tunarunguan.
Karakteristik Anak
Tunarungu
• Karakteristik dari segi intelegensi
Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi
anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena
dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang
diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu
memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.
• Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan
tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan
lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak
tunarungu.
• Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan
menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal,
mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain,
perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak
masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Klasifikasi Anak
Tunarungu
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah
sebagai berikut.
• Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia normal.
• Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau ketunarunguan
sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.
• Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
Klasifikasi Anak
Tunarungu
• Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
• Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total; daya
tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Bina Persepsi Bunyi
dan Irama
Pengertian Bina Persepsi Bunyi dan
Irama
Secara harfiyah Bina persepsi bunyi dan irama (BPBI) berarti latihan berbicara. BPBI
dapat dipandang sebagai suatu seri latihan yang berstruktur yang ditata dari tahap yang
sederhana sampai yang kompleks meliputi latihan deteksi, diskriminasi, pengenalan dan
pemahaman wicara/ungkapan lisan. Tujuan program BPBI adalah membantu anak
”tunarungu” belajar mendengar, menafsirkan rangsangan bunyi yang sampai ketelinganya.
Anak Tunarungu mendengar melalui dua sarana atau persyaratan yaitu dengan alat bantu
dengar dan dengan latihan (earobics). Program/latihan BPBI dikembangkan sesuai daya
dengar anak dan matriks lingkup pembinaan BPBI.
Program Bina Persepsi Bunyi dan
Irama
Cakupan programnya adalah latihan deteksi/kesadaran bunyi, membedakan berbagai
bunyi, mengenal bunyi, memahami bunyi, ikhtisar tubuh, menemukan sumber bunyi,
membilang jumlah bunyi.
Berdasarkan pendekatan Tomatis, program latihan (earobics) atau BPBI dilakukan
melalu; 1) fase pasif dan 2) fase aktif.
Hakikat Persepsi Bunyi dan Irama

1. Persepsi Bunyi
Deskripsi tradisional tentang pendengaran menjelaskan persepsi bunyi ini mirip dengan melihat
dalam penglihatan dan memberikan peranan aktif pada telinga sebatas dalam situasi-situasi
khusus. Ketika terpapar bunyi yang sangat keras, telinga melindungi diri dengan bantuan dua
otot kecil yang berlokasi di telinga bagian tengah. Otot-otot itu adalah otot martil, atau tensor
tympani, dan otot sanggurdi, atau apedius. Apabila bebunyian sangat keras dan membahayakan,
otot martil melunakan getaran gendang telinga, sementara otot sanggurdi beraksi di jendela oval
untuk mengurangi intensitas getaran bebunyian tersebut
2. Irama (Rithme)
Terjadinya irama disebabkan oleh suatu susunan peristiwa yang secara teratur terjadi berulang-
kali, misalnya peristiwa suara atau bunyi yang datangnya dari sumber bunyi dengan sasarannya
berupa waktu. Bunyi atau suara yang menimbulkan irama dapat muncul dari suara jam, jatuhnya
titik-titik air hujan, ketukan-ketukan jari-jemari di meja kesemuanya berada dalam suatu ukuran
waktu yang memerlukan interval tertentu. Kesadaran kita terhadap waktu dilandasi oleh
pengamatan terhadap suara atau bunyi dalam bentuk yang berbeda-beda.
Materi Latihan Persepsi Bunyi dan
Irama

1. Latihan Deteksi/Kesadaran Terhadap Bunyi


2. Latihan Membedakan/Diskriminasi Bunyi
3. Latihan Mengidentifikasi Bunyi
4. Latihan Memahami Bunyi Latar Belakang
dan Bunyi Bahasa
Pendekatan / Latihan Persepsi Bunyi dan
Irama
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif 
(Sanjaya,  2008:127).

Pendekatan/latihan optimalisasi fungsi pendengaran dapat dilaksanakan melalui:


• Pendekatan melalui mendengar aktif dan pasif. Pendekatan mendengar aktif yaitu melatih anak
untuk mendengar suara/ bunyi yang dihasilkannya sendiri. Sedangkan mendengar pasif yaitu melatih
anak utuk mendengar suara/bunyi yang dihasilkan guru atau anak lainnya.
• Pendekatan individu maupun kelompok. Melalui latihan pendengaran secara perorangan,
materi dan pelaksanaannya bisa lebih disesuaikan dengan masing-masing anak. Latihan
mendengar secara kelompok dapat menimbulkan semangat pada anak,akan tetapi menemukan
hambatan berkaitan dengan penentuan kelompok anak yang memiliki sifat yang homogin, baik
dari kemampuan belajarnya, minat, perhatian, maupun kemampuan dengarnyanya
• Pendekatan Bermain. Kegiatan bermain merupakan ciri khas kegiatan anak, oleh karena itu latihan
pendengaran melalui suasana bermain diharapkan akan lebih menyenangkan sehingga timbul sikap
kooperatif. Dengan demikian pencapaian tujuan latihan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
• Komunikasi melalui pendengaran lintas kurikulum (auditory communication across the
curriculum). Dengan kata lain, pendekatan tersebut adalah melatih komunikasi melalui pendengaran
yang merebak ke semua aspek kurikulum atau semua bidang pengajaran. Pendekatan ini disebut juga
pendekatan informal atau umum.
• Latihan mendengar secara khusus (Specific Auditory Training). Latihan ini dilakukan secara
formal, terprogram, dan secara khusus melatih pendengaran anak.
• Pedekatan multi sensori. Bagi anak yang tergolong kurang dengar penekanan latihan adalah pada
keterampilan menyimak atau memahami ungkapan lisan melalui pendengaran (auditori), sedangkan
untuk anak yang tergolong tuli, keterampilan menyimak terbatas pada pengamatan beberapa aspek
bicara yang masih didengarnya seperti panjang-pendek (durasi), intensitas (keras-lemah) dan tempo,
melalui perabaan (taktil) dan visual sebagai jalur utama.
• Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Latihan mendengar harus dirancang untuk
mengaktifkan anak melakukan berbagai tugas atau respon terhadap stimulasi bunyi, sehingga anak
dapat menemukan sendiri apa yang dinamakan bunyi dan mendengar.
• Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Latihan mendengar harus dirancang
untuk mengaktifkan anak melakukan berbagai tugas atau respon terhadap stimulasi bunyi,
sehingga anak dapat menemukan sendiri apa yang dinamakan bunyi dan mendengar.
• Pendekatan formal dan tidak formal. Untuk pendekatan formal adalah pendekatan
yang direncanakan atau diprogramkan, sedangkan pendekatan nonformal adalah
pendekatan yang dilakukan secara tiba-tiba atau tidak direncanakan.
Pendekatan Pengembangan Kemampuan Bicara/Artikulasi

Latihan artikulasi dapat diaksanakan melalui beberapa pendekatan yaitu


pendekatan individu maupun kelompok serta pendekatan formal/khusus
maupun informal/umum.

• Pembelajaran artikulasi melalui pendekatan individu yaitu melatih anak


seorang demi seorang oleh guru artikulasi di ruang khusus yang dilengkapi
dengan berbagai media. Sedangkan pendekatan kelompok yaitu melatih
artikulasi dua orang anak atau lebih yang dapat dilaksanakan di ruang khusus
atau di kelas.
• Pendekatan formal/ khusus adalah pelaksanaan latihan artikulasi secara
khusus atau formal serta memiliki program untuk masingmasing anak.
Program tersebut didasarkan pada hasil asesmen pengucapan bunyi bahasa
masing-masing anak.

• pendekatan informal atau umum, merupakan pelaksanaan latihan artikulasi


yang tidak diprogramkan secara khusus, namun terintegrasi dalam
pembelajaran mata pelajaran lainnya dan dilaksanakan oleh guru
kelas/bidang studi.
Metode Pembelajaran Persepsi Bunyi dan
Irama
Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke
dalam berbagai metode. Metode  adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke
pencapaian tujuan. Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode
pembelajaran.
Metode-metode yang dapat digunakan dalam latihan optimalisasi fungsi
pendengaran, antara lain :
• Metode demonstrasi dan tanya jawab, misalnya mendemonstrasikan gerakan-
gerakan gerakan-gerakan tertentu yang harus dilakukan anak dalam latihan
mendengar. Kemudian setelah itu guru menanyakan kepada siswa apakah mereka
mendengar bunyi atau tidak.
● Metode pemberian tugas. Dalam latihan optimalisasi fungsi
pendengaran, hampir semua kegiatan berupa melakukan sesuatu atas
petunjuk guru atau berupa kegiatan dimana anak diberi stimulus yang
perlu direspon dengan perbuatan tertentu seperti bergerak secara
tertentu, bicara, dan sebagainya.
● Metode observasi/pengamatan. Untuk mengetahui daya dengar anak,
guru harus mengamati respon atau perbuatan anak ketika diberikan
stimulus.
● Metode Maternal Reflektif (MMR), dimana anak tunarungu
dalam hal ini diolah bahasanya, mulai dari mengeluarkan suara,
mengucapkan kata dengan benar sesuai dengan rtikulai sehingga
dapat berkomunikasi dengan mengeluarkan kalimat yang baik dan
benar.
● Metode global berdiferensiasi, yaitu metode yang didasarkan pada
cara penyajian materi yang berdasrkan dengan pertimbangan
kebahasaan. Dalam hal ini, dimulai dengan Latihan ujaran secara
uruh (global)
● Metode Analisis Sintesis, yaitu metode yang penyajian materinya
dilakukan mulai dari satuan Bahasa terkecil (fonem) menuju kata,
kelompok kata, dan kalimat.
Metode yang digunakan dalam
pengembangan bicara:
● Metode yang bertitiktolak pada fonetik, yaitu didasarkan pada mudah
dan sulitnya bunyi-bunyian menurut ilmu fonetik.
● Metode penempatan fonetik, yaitu pada pelaksanaannya metode ini
menuntut anak untuk memperhatikan gerak dan posisi organ artikulasi,
sehingga mereka mampu mengendalikan pergerakan organ bicara dan
menghasilkan kalimat yang benar Ketika berbicara.
● Metode tangkap dan peran ganda, yaitu metode yang menuntut kepekaan guru
menangkap fonem yang diucapkan anak secara spontan, dan membahasakan
ungkapan anak yang belum jelas.
● Metode Moanipulasi, guru melakukan manipulasi secara langsung pada otot-
otot organ bicara yang dirasa perlu.
Metode yang digunakan dalam
latihan artikulasi:

● Metode imitasi, yaitu melatih anak untuk menirukan apa yang dilakukan
oleh guru.
● Metode Resitasi/mengulang, yaitu mengulang materi yang dilatih
beberapa kali, agar siswa mendapat kesan yang mendalam serta agar alat
bicaranya terlatih.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai