Anda di halaman 1dari 14

Tugas Pendidikan Antikorupsi

Latar Belakang
Korupsi yang ada di Indonesia sudah merajalela dan mengalami
perkembangan dari masa kemasa. Itu karena adanya wewenang dan
kekuasaan yang besar tanpa  pertanggung jawaban yang jelas.
Lemahnya hukum di Indonesia yang kurang tegas menyebabkan para
koruptor tiada henti melakukan tindakan korupsi. Akhir-akhir ini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti korupsi pada profesi
medis adalah gratifikasi oleh perusahaan farmasi kepada dokter untuk
menggunakan obat dan jumlah yang sudah ditargetkan dari
perusahaan tersebut. Obat yang harus diberikan dengan resep dokter
dipasarkan secara langsung kepada dokter kepada Medical
Representatif (MR). Komisinya dapat berupa apa saja, seperti : uang,
tiket perjalanan, mengikuti seminar atau kongres dan lain lain. KPK
menganggap hal ini penyebab buruknya pelayanan kesehatan.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi secara umum?
2. Apafaktor penyebab korupsi?
3. Bagaimana peran pendidikan antikorupsi?
4. Apa contoh tindakan korupsi di bidang
farmasi serta tidakan pemberantasannya?
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi secara
umum
2. Untuk mengetahui faktor penyebab korupsi
3. Untuk mengetahui peran pendidikan
antikorupsi
4. Untuk mengetahui contoh tindakan korupsi
di bidang farmasi serta tindakan
pemberantasannya
Definisi Korupsi
1. Robert Klitgaard
Suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam
negara, dimana tujuannya untuk memperoleh keuntungan status atau uang
yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah
laku pribadi.
2. Henry Campbell Black
Suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak
lain.
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
4. Menurut UU No 20 Tahun 2001,
Tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korupsi yang berakibat merugikan Negara atau perekonomian Negara.
Faktor Penyebab Korupsi
1. Faktor Internal
Berasal dari dalam diri sendiri, yaitu sifat dan
karakter seseorang yang mempengaruhi segala
tindakannya. Seperti: sifat tamak & hidup konsumtif
2. Faktor Ekstrernal
Berasal dari lingkungan sekitar yang dapat
mempengaruhi pemikiran dan tindakan seseorang
sehingga melakukan korupsi. Seperti: faktor
ekonomi, faktor politik & faktor organisasi
Peranan Pendidikan Anti Korupsi
Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan
menanamkan generasi muda melalui pendidikan yang
bersifat antikorupsi. Dari berbagai penelitian, bidang
pendidikan sangat berpengaruh di bidang pencegahan
korupsi, yaitu oleh menyediakan materi pendidikan anti-
korupsi kepada kaum muda untuk membangun budaya anti-
korupsi. Budaya anti korupsi dapat dibangun melalui proses
belajar mengajar kegiatan dinyatakan sangat penting dalam
kegiatan pembelajaran. Guru harus memiliki gagasan
mendidik siswa untuk menumbuhkan sikap anti-korupsi.
dinyatakan sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.
Contoh Kasus
• Kasus korupsi yang paling marak dan banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai
korupsi pada profesi medis adalah adanya dugaan pemberian komisi oleh perusahaan farmasi kepada dokter untuk menggunakan
obat dan jumlah yang sudah ditargetkan dari perusahaan tersebut. Hal ini dengan pemasaran obat yang diatur tersendiri dalam
peraturan pemerintah. Obat yang harus diberikan dengan resep dokter dipasarkan secara langsung kepada dokter kepada
Medical Representatif (MR). Hal ini terjadi bukan hanya keinginan dari perusahaan farmasi tersebut, tetapi juga keinginan dokter
itu sendiri. Komisi diberikan jika dokter sudah memenuhi target yang diinginkan oleh perusahaan farmasi tersebut, komisinya
dapat berupa apa saja, seperti : uang, tiket perjalanan, mengikuti seminar atau kongres dan lain lain. Hal ini dianggap oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai salah satu penyebab buruknya pelayanan kesehatan, harga obat menjadi mahal dan tidak
menguntungkan pasien karena 100% biaya komisi untuk dokter tersebut menjadi tanggungan pasiennya. Permasalahan
pelayanan kesehatan masyarakat sepertinya menjadi masalah klasik yg tak kunjung terselesaikan di Indonesia. Salah satu faktor
yang sangat dirasakan masyarakat adalah tingginya biaya obat. Menurut Thabrani (FKM UI) dalam biaya kesehatan masyarakat,
biaya obat merupakan komponen terbesar dalam pembiayaan kesehatan di Indonesia. Beliau juga mengutip dari Departemen
Kesehatan drug and health sector bahwa komponen belanja obat di Indonesia mencapai 39% dari total biaya keseluruhan. Terkait
hal ini, sudah menjadi rahasia umum di belahan mana saja didunia adanya hubungan mesra dokter dengan perusahaan farmasi.
Hubungan dokter dan perusahaan farmasi adalah simbiosis mutualisme, saling menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan
obat butuh goresan pena para dokter untuk melariskan ‘obatnya’. Di sisi lain, dokter juga membutuhkan berbagai support dari
perusahaan obat baik dalam hal informasi obat-obatan baru maupun support dalam bentuk yang ‘lain’. Sayangnya hubungan
mutualisme dokter-perusahaan farmasi ini terkait dengan pihak ke tiga yaitu pasien. Dikarenakan support yang diberikan oleh
perusahaan farmasi kepada para dokter, mereka membebankan biaya promosi obat kepada komponen harga obat yang nantinya
akan dibayar oleh pasien. Berdasarkan hasil riset diatas, 19Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek berencana menggandeng Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pencegahan dan penanganan kasus gratifikasi bagi dokter. Narasumber 1mengatakan
Kementerian Kesehatan perlu mengatur lebih rinci apa saja yang boleh dan tidak diterima dokter. Tapi, menurut dia, seorang
dokter boleh menerima hadiah dari perusahaan obat bila ditujukan untuk pengembangan kemampuan si dokter. Pernyataan
• Narasumber 1 ini merespons hasil investigasi majalah X pekan ini tentang strategi perusahaan farmasi memberikan dokter hadiah pernak-
pernik menawan hingga mobil mewah dalam bisnis obat-obatan di Tanah Air. Imbalannya, dokter diminta menuliskan resep obat yang
diproduksi perusahaan farmasi pemberi hadiah. Berdasarkan data yang dimiliki majalah X, dokumen yang diduga dimiliki PT I "nama
perusahaan farmasi di Sidoarjo, Jawa Timur" menggelontorkan duit hingga Rp 131 miliar dalam tiga tahun, yaitu sejak 2013 hingga 2015.
Uang itu diberikan kepada para dokter. Tujuannya, diduga agar dokter meresepkan obat-obatan produksi PT I. Praktek kolusi antara dokter
dan perusahaan farmasi ini dibungkus dalam bentuk kerja sama. Dalam kerja sama itu, dokter akan menerima diskon 10-20 persen
penjualan obat dari perusahaan farmasi. Namun, yang sangat janggal, diskon tersebut diberikan dalam bentuk uang dan fasilitas lainnya.
Narasumber 2 dokter dan guru besar farmakologi dari Universitas Gadjah Mada, menuturkan, nilai bisnis obat yang fantastis membuat
perusahaan farmasi berlomba melimpahi dokter dengan hadiah dan komisi. Tahun ini omzet farmasi Indonesia Rp 69 triliun .Dana yang
dipakai perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada dokter bisa mencapai 45 persen dari harga obat. "Obat jadi mahal karena harus
membiayai dokter jalan-jalan ke luar negeri, main golf, atau beli mobil," kata Narasumber 2, akhir September lalu. Jika memang dokter
mendapatkan honorarium dari perusahaan farmasi, untuk meningkatkan nilai jual perusahaan khususnya penjualan obat, ini akan
menyebabkan kerugian bagi pasien dan tidak hanya kerugian pada pasien dari segi medis pun terganggu.
• Berangkat dari permasalahan korupsi yang ada di dunia pelayanan kesehatan, sebagai bagian dari profesional medis kita memiliki
tanggung jawab untuk membantu membersihkan bentuk-bentuk korupsi di lingkungan sendiri. Ini bukan sekedar himbauan, tetapi
mengajak untuk menyadari bahwa akar permasalahan korupsi sudah "mengeras’” dan layaknya tumor harus cepat diambil "tindakan
operasi”.
• Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi di bidang pelayanan kesehatan beberapa literatur menyampaikan
dengan cara:
• Transparansi, sistem akuntansi dan pelaporan penggunaan dana, baik dana bantuan peme- rintahan, donor, maupun dana yang dihasilkan
dan dikelola oleh pelayanan medis dalam setiap strata (Klinik terkecil sampai dengan rumah sakit bertaraf internasional), sehingga
pertanggung- jawaban pelayanan medis dapat terukur.
• Pengawasan pada tingkat pusat dan daerah lebih ditingkatkan, yang dilakukan baik dari depkes sendiri, maupun dengan melakukan kerja
sama dengan lembaga-
• lembaga khusus yang bertanggung jawab memantau dan mengevaluasi kerja dan kinerja pelayanan medis dan
pihak-pihak terkait lainnya (misalnya asuransi kesehatan dan perusahaan farmasi).
• Keterbukaan informasi. Memang pada prinsip- nya dokter adalah yang menyimpan rekam medis, tetapi isinya
adalah milik pasien, tetapi dalam praktiknya pasien sulit sekali mendapatkan rekam medis dari pihak pelayanan
kesehatan dengan berbagai alasan. Upaya ini patut dilakukan agar masyarakat pengguna jasa pelayanan
kesehatan dapat mengerti dan mengawasi tindakan-tindakan yang dilakukan pelayanan kesehatan.
• "Role model’. Perlu adanya upaya-upaya yang maksimal terutama bagi pihak profesional di bidang pelayanan
kesehatan untuk memberikan contoh yang baik dengan menjaga “attitude” terutama dari para dokter. Untuk
itu, peningkatan pemahaman tentang etika kedokteran sangat diperlukan. Kurikulum etik kedokteran diarahkan
untuk mengubah perilaku calon dokter, bukan hanya mengetahui dan memahami etik kedokteran. Kecuali
apabila dari awal seleksi memasuki fakultas kedokteran telah dilakukan tes integritas bagi setiap calon
mahasiswa kedokteran.
• Sistem manajemen mutu yang seragam antarinstitusi pelayanan kesehatan. Hal ini diupayakan agar adanya
kesamaan cara pandang mengenai bagaimana prosedur dan tata cara penanganan pelayanan medis sampai
dengan pengadaan barang dan jasa yang kadang sensitif atau rawan korupsi.
• Adanya keterbukaan antara institusi pelayanan kesehatan, dokter, dan perusahaan farmasi berkaitan dengan
pengadaan obat-obatan yang akan digunakan atau diberikan kepada pasien. Paling tidak pasien mengerti obat
yang dipakai- nya berdasarkan informasi yang solid baik dari dokter, pihak institusi pelayanan kesehatan,
maupun dari perusahaan farmasi dengan cara- cara yang wajar dan informatif dan bukan dengan slogan
maupun promosi berlebihan.
Kesimpulan
• Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dokter
seharusnya bekerja berdasarkan standar profesi kedokteran. Oleh
karena itu, di satu sisi dokter dalam melaksanakan profesinya
bertanggung jawab terhadap ketentuan etik profesi atau Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI). Di sisi lain, dokter juga bertanggung
jawab terhadap ketentuan hukum yang berlaku, baik perdata,
hukum administrasi, maupun hukum pidana termasuk hukum
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pembekalan mental spiritual
adalah kunci utama dalam memerangi korupsi di samping perbaikan
atas sistem pelayanan. Bekal iman harus selalu lebih mengemuka ,
karena seorang dokter yang telah merasa cukup hidupnya , asalkan
tingkat keimanan memadai, tidak akan terlalu mudah menerima
tawaran suap.
Daftar Pustaka
Syarief, Sugiri. 2006. Patofisiologi Korupsi Di
Bidang Kesehatan: Kajian Beberapa Kasus di
Indonesia. Jakarta. Sekretaris Jendral Komisi
Pemberantasan Korupsi
Maxmanroe. 2019. Pengertian Korupsi: Definisi,
Penyebab, serta Jenis dan Bentuk Korupsi
https://www.maxmonroe.com/vid/sosial/pen
gertian-korupsi.html
. (Diakses tanggal 13 Okrober 2019) 

Anda mungkin juga menyukai