Di susun oleh
1. Afif Miftahurohman
2. Ekfa Oktaviana Hapsari
3. Lalu Sahdan
4. Nindya Dwi Aprilia
A. LATAR BELAKANG
Pada 2015 KPK berhasil melakukan operasi tangkap tangan
sebanyak lima kali. Di samping melakukan 84 kegiatan penyelidikan,
99 penyidikan, dan 91 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun
sisa penanganan pada tahun sebelumnya. Selain itu juga melakukan
eksekusi terhadap 33 putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Dari penanganan perkara, lebih dari 198 miliar rupiah
telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP.
(Komosi Pemberantasan Korupsi, 2015)
Dari total kasus yang berhasil dipantau selama tahun 2010 hingga
2014 adalah sebanyak 2.492 kasus dengan total nilai kerugian negara
sebesar Rp 30 triliun dan nilai suap sebesar Rp 549 miliar. Dari
sejumlah kasus ini ada sekitar 552 kasus yang dikategorikan tidak jelas
penanganannya. Dengan kata lain, tidak ada keterangan resmi apakah
kasus-kasus itu telah masuk pada tahap penuntutan atau masih dalam
proses penyidikan atau bahkan dihentikan. Banyaknya kasus korupsi
yang tidak jelas penanganannya menunjukkan bahwa aparat penegak
hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK) belum optimalmenggunakan
seluruh wewenang yang dimilikinya sebagai penegak hukum untuk
menyelesaikan tunggakan perkara tersebut.
Selain itu, gambaran penting dalam tren korupsi ICW (Indonesia
Corruptin Watch) 2015 ini adalah pemetaan terhadap modus korupsi
yang dilakukan. Modus korupsi yang jamak terjadi selama tahun 2015
adalah penyalahgunaan anggaran sebanyak 134 kasus dengan nilai
kerugian negara sebesar Rp 803,3 Miliar. Modus korupsi lain yang
sering digunakan adalah penggelapan sebanyak 107 kasus dengan nilai
kerugian negara sebesar Rp 412,4 Miliar. Lalu diikuti dengan mark up
( 104 kasus), penyalahgunaan wewenang (102 kasus) dan laporan fiktif
(29 kasus).
(Indonesia Corruption Watch (ICW), 2016)
Dari beberapa hasil data tersebut, masih banyak kasus-kasus
korupsi yang terjadi di Indonesia. Selain dari kasus besar (politik,
suap, pemerasan, penyalahgunaan anggaran yang menimbulkan
kerugian besar bagi negara) yang diketahui oleh pihak pemerintah
(KPK). Disisi lain terjadinya tindakan korupsi di sekitar masyarakat
juga masih jamak terjadi. Seperti halnya kasus pada tindakan korupsi
yang dilakukan oleh penjahit di salah satu wilayah Ungaran Barat
dengan melakukan penipuan dan penyalahgunaan anggaran.
B. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan dan investigasi ini adalah untuk
mengetahui tindakan korupsi yang dilakukan oleh salah satu penjahit
yang melakukan penipuan dan penyalahgunaan anggaran uang.
Dengan metode wawancara langsung pada narasumber (penjahit).
BAB II
PEMBAHASAN
I. Bukti Investigasi
1. Bukti wawancara
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan korupsi tidak
hanya terjadi pada kalangan pejabat maupun instansi tertinggi dalam
pemerintah. Namun tindakan korupsi juga dapat terjadi di sekitar kita baik
di rumah, di sekolah, di lingkungan masyarakat, dalam lingkup organisasi,
pasar, tempat parkir dan masih banyak lagi yang belum kita sadari.
Salah satu pekerjaan sebagai seorang penjahit pun memiliki celah
untuk melakukan tindakan korupsi dengan menggunakan berbagai cara,
salah satunya melakukan penipuan berupa penyalahgunaan anggaran
berupa uang untuk memperkaya diri. Dimana hal tersebut adalah salah
karena dapat merugikan pihak lain yang bersangkutan (pelanggan jahitan).
Dari wawancara yang didapat penjahit tersebut mengetahui bahwa
tindakan yang dilakukan adalah salah, namun dia tetap melakukannya
dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
B. SARAN
Berdasarkan uraian kasus diatas, hendaknya kita sebagai generasi
muda dan bagian dari masyarakat harus memiliki kesadaran untuk tidak
melakukan tindakan korupsi, karena selain melnggar hukum korupsi juga
dapat merugikan banyak orang. Untuk menyikapi hal tersebut perlu
ditanamkan sejak dini cara pencegahan korupsi yang dimulai dari hal-hal
kecil agar budaya korupsi di Indonesia dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA