Anda di halaman 1dari 9

STEP 5

LEARNING OBJECTIVE
Akmal Abdurrahim Tan

2113010109
1. Kenapa dokter menyarankan meminta izin kepada kemenkes ?

Karena Kemenkes memiliki beberapa fungsi yang berdasarkan pada PERMENKES no. 64
Tahun 2016 pasal 3 yaitu :

1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,


pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan kefarmasian dan alat
Kesehatan
2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemeberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan
3. pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber manusia di bidang kesehatan
Selain itu, Kemenkes juga mempunyai kedudukan yang kuat dalam pemerintahan
sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2015 yaitu :

Pasal 1
(1) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2) Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri.

Pasal 2
Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang kesehatan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.

Yasonna H. Laoly, 2015


MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
2. Sudut pandang euthanasia dari berbagai negara ?
Euthanasia secara dunia internasional juga telah mendapat perhatian
sendiri. Negara di Benua Eropa seperti Belanda telah melegalkan
adanya praktek euthanasia, lalu kemudian Belgia, Amerika dan juga
sudah mulai mengakui adanya euthanasia. Tentunya semua ini
melalui berbagai dan beberapa prosedur, aturan dan persyaratan.

Di Belanda, Euthanasia hanya dapat dilakukan kalau si pasien sendiri


yang meminta dan di Amerika , seorang pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi dapat mengakhiri hidupnya.

Ari Yunanto dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta: C.V Andi Offset
3. Sudut pandang euthanasia dari agama selain Islam ?
Menurut pandangan agama Kristen Protestan dan Katolik, bahwa eutanasia juga
merupakan yang dilarang, karena tindakan eutanasia sama saja tindakan yang tidak
mencerminkan citra Allah. Adapun dalam Firman Tuhan tepatnya dalam hukum yang
terutama bahwa, umat Kristiani haruslah mengasihi Tuhan dan sesama manusia.

Dalam pandangan agama Hindu dan Budha, bahwa tindakan euthanasia juga sangat
merugikan, baik untuk korban euthanasia, maupun orang yang melakukan tindakan
eutanasia itu kepada orang lain.

Sutarno. 2014. Hukum Kesehatan. Malang: SETARA Press.


4. Bagaimana ulama diskenario itu menolak permintaan suami
pasien
Ulama ? dilakukannya euthanasia karena persoalan hidup dan mati sepenuhnya milik Allah dan manusia
menentang
tidak berhak sama sekali atas perkara ini. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait dengan
keharaman eutahanasia, baik aktif maupun pasif.

Meski tidak diatur secara tegas dalam hukum positif, tindakan euthanasia tetap dianggap melanggar KUHP.
Larangan melakukan euthanasia terdapat dalam KUHP Pasal 344 yang berbunyi: “Barangsiapa merampas nyawa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Untuk menghindari dilakukannya euthanasia, umat Islam diharapkan tetap berpegang teguh pada kepercayaannya
yang memandang bahwa segala ujian adalah sebuah ujian dari Allah dan hendaknya dihadapi dengan penuh
kesabaran dan tawakakal serta tidak berputus asa atas rahmat-Nya. Oleh karenanya, tidak dibenarkan bagi
seorang Muslim untuk meminta orang lain untuk mempercepat kematiannya meskipun ditimpa suatu penyakit
yang sangat parah bahkan tidak bisa disembuhkan.

Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum
Pidana dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila
an Kewarganegaraan, Vol.1 No.1, 2016.
5. jenis-jenis euthanasia !
Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi menjadi :
• Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan atas kemauannya sendiri.
• Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma
medis.
Dalam artikel harian pikiran rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat dibedakan menjadi:
• Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup si pasien.
• Euthanasia pasif, yaitu dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien
• Autoeuthanasia, yaitu seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa
itu akan memperpendek atau mengkahiri hidupnya
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
• Euthanasia diluar kemauan pasien, yaitu suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup.
• Euthanasia secara tidak suka rela yaitu suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak
• Euthanasia secara sukarela, yaitu dilakukan atas persetujuan si pasien, hal ini juga menjadi sangat controversial.

Ahmad Wardi Muslich, Euthanasia Menurut Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Islam (Malang:
PT Ringkas Jaya, 2013)
6. Menurut leenen pseudo apa itu euthanasia atau euthanasia semu ?
Dari pendapat Leenen, beberapa kasus yang disebut pseudo euthanasia atau
euthanasia semu, yang tidak dapat dikategorikan dalam larangan hukum pidana,
empat macam pseudo euthanasia tersebut, yaitu:
• Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak. Jantung masih
berdenyut, peredaran darah dan pernafasan masih berjalan, tetapi tidak ada
kesadaran karena otak seratus persen tidak berfungsi, misalnya akibat
kecelakaan berat;
• Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap dirinya;
• Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan
(force majure);
• Penghentian perawatan / pengobatan / bantuan medis yang diketahui tidak ada
gunanya.

Yunanto, Ari dan Helmi, (2010), Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset, Yogyakarta.
7. Euthanasia menurut sudut pandang HAM dan etik !
Euthanasia dalam perspektif HAM merupakan pelanggaran karena menyangkut hak hidup dari
pasien yang harus dilindungi. Dilihat dari segi perundang-undangan dewasa ini, belum ada
pengaturan yang baru dan lengkap tentang euthanasia. Adapun Pasal yang dapat dipakai sebagai
landasan hukum guna pembahasan selanjutnya adalah apa yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia, khususnya pasal-pasal yang membicarakan masalah kejahatan
yang menyangkut jiwa manusia.

Kode etik kedokteran Indonesia, mengartikan eutanasia dalam tiga arti yaitu berpindahnya ke alam
baka yang tenang dan aman, saat sakaratul maut penderitaan si sakit diringankan dengan
memberikan obat penenang, mengakhiri penderitaan sekaligus kehidupan seseorang yang sakit
dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri atau keluaganya

R, Nunes, and Rego G. ―Euthanasia: A Challenge to Medical Ethics.‖ Clinical Research & Bioethics 7, no. 4 (2016):
1–5

Anda mungkin juga menyukai