Anda di halaman 1dari 15

Gejala Dalam Bahasa

Indonesia
KELOMPOK 6
LESTARI D. MAHAMURA
MEINI R. S.
WATAK NANDA
AGUSTINA NI MADE
NELLY S. NI PUTU
INTAN A. NI WAYAN
AYU C. ZAKIYAH J.
Selamat datang,
para mahasiswa yang luar
biasa!
MARI BEKERJA BERSAMA, BELAJAR KERAS,
SALING MENGHORMATI DAN
MENDUKUNG DALAM MELALUI
SETIAP TANTANGAN.
AYO LAKUKAN!
Gejala Bahasa
Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut
bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala
macam proses pembentukannya. Gejala bahasa dalam
bahasa indonesia diantaranya adalah gejala analogi,
gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek,
dan gejala-gejala lainnya.
ANALOGI DARI BAHASA INDONESIA ASLI
Dalam bahasa Indonesia ada kata-kata: dikemukakan, diketengahkan, atau
mengemukakan, mengetengahkan. Beranalogi kepada kata-kata itu dibentukalah
kata-kata baru: dikesampingkan, dikebumikan, dikedepankan, mengebelakangkan;
tidak tergolong ke dalam bentukan dike-kan. Dari kata semasa dibentuk kata-
kata baru; sedari, selagi, sewaktu, semasih. Pada masa orde baru pun lahir kata
pemersatu yang kemudian muncul kata-kata baru seperti pemerlain, pemerhati.

Gejala .BENTUKAN ANALOGI


SUADAYA BAHASA
HASIL

Dari bahasa yang tersedia, orang mencoba membentukdan melahirkan sesuatu

Analo
yang baru. Misalnya dari bahasa Belanda “onrechtvaardigheid”, dibuatlah istilah
ketidakadilan (onrechtvaardig: tidak adil, “heid: morvem pembentuk kata benda
menyatakan sifat). “ h e i d ” disejajarkan dengan imbuhan ke-an dalam bahasa

gi 1ndonesia, sehingga lahirlah analogi bentukan ketidak-an seperti: ketidaktertiban,


ketidakbecusan, ketidakberesan. Membentukan kata-kata seperti ini sungguh
sangat berhasil.

ANALOGI YANG SALAH


Analogi yang salah sering terjadi karena kita bervokal satu dijadikan kata yang
bervokal dua yang disebut diftongisasi. Contoh: teladan dijadikan tauladan,
anggota dijadikan anggauta. Mungkin hal tersebut terjadi karena pemakai bahsa
menganalogikannya dengan pemungutan kata-kata bahasa Arab seperti: taubat,
taufan, taurat.
Gejala
Kontamina
s Kontaminasi adalah suatu gejala
bahasa yang rancu atau kacau
susunan. Yang dirancukan adalah
susunan dua unsur bahasa, baik itu
imbuhan, kata, ataupun kalimat.
kontaminasi
kata
KATA-KATA SEPERTI BERULANG KALI DAN SERING
KALI ADALAH CONTOH KONTAMINASI
KATA YANG SEBENARNYA KATA-KATA
TERSEBUT TERBENTUK DARI KATA-KATA:

BERULANG-ULANG DAN BERKALI-KALI.


BERULANG- ULANG - BERULANG KALI-
BERKALI- KALI DI BELAKANG HARI-DI
BELAKANG KALI-LAIN KALI
JANGAN BIARKAN -JANGAN
BOLEH-TIDAK BOLEH

KONTAMINASI KATA TERJADI KARENA


ADANYA DUA KATA YANG SEBENARNYA DAPAT
BERDIRI SENDIRIYANG KETIKA DIUCAPKAN DUA
KATA TERSEBUT DIUCAPKAN MENJADI
SATU.
kontaminasi bentukan kalimat

kontaminasi bentukan kata Kalimat yang rancu pada umumnya dapat kita kembalikan pada dua kalimat asal yang betul
strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, yaitu:
a.Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat (menyusun kalimat atau frasa
ataupun dalam penggunaan beberapa imbuhan sekaligus).
Adakalanya kita melihat bentukan kata dengan beberapa
b.Kontaminasi terjadi tidak disengaja. Hal ini terjadi kare adanya perbedaan antara
imbuhan (afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala kompetensi dan performansi. Oarang tahu dua bentuk yang benar namun ketika ditulis atau
kontaminasi. diucapkan lahirlah sevuah bentuk pengabungan dua bentukan yang benar.
Contoh: Contoh:
Dipertinggi - dipertinggikan = Ditinggikan Kalimat rancu :
Adanya bentukan dipertinggikan menyebabkan arti Di sekolah murid-murid dilarang tidak boleh merokok
Kalimat asal :
khususnya menjadi tak jelas.
-Di sekolah murid-murid dilarang merokok
Menyampingkan - mengenyampingkan = -Di sekolah murid-murid tidak boleh merokok
Mengesampingkan Bentukan kontaminasi seperti contoh di atas dapat kita hindari apabila kita tahu benar
bagaimana bentukan yang semestinya dan tahu benar mengapa bentukan-bentukan yang
semacam itu salah.
Gejala
Pleonasme
Pleonasme berasal dari bahasa latin “plenasmus” dalam bahasa Grika :pleonazein” artinya kata
byang berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan antara lain:
a.Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat yang berlebih-lebihan. Jadi,
dibuat dengan tidak sengaja;
b.Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-kata yang digunakan
mengandung pengertian yang berlebih-lebihan;
c.Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti
(intensitas).
Contoh gejala pleonasme:
a.Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:
Mulai dari waktu itu ia jera berjudi.
(mulai = dari; salah satunya saja dipakai).
b.Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang
mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah.
c.Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya:
Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.
(50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan =
menyatakan jamak).
Gejala
Hiperkorek
H.D. VAN PERNIS (DALAM BADUDU 1985 :
58) MENYEBUTKAN GEJALA
HIPERKOREK SEBAGAI PROSES
BENTUKAN BETUL DIBALIK BETUL.
MAKSUDNYA, YANG SUDAH BETUL DIBETUL-
BETULKAN LAGI AKHIRNYA MENJADI SALAH. GEJALA
HIPERKOREK MENUNJUKKAN SESUATU YANG SALAH,
BAIK UCAPAN, MAUPUN EJAAN (TULISAN).
2./ H/ DIJADIKAN 3. / P/ DIJADIKAN
1./ S/ DIJADIKAN
/ SY/ / KH/ / F/
Dalam bahasa Arab, ada dua macam Dalam bahasa Arab, tak
Hiperkorek terjadi karena bunyi laringal /h/. /h/ berdesah seperti
terdapat denom /p/, yang ada
kata-kata yang seharusnya pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil,
hanyalah /f/. Sebaliknya dalam
tidakboleh dijadikan /sy/ sahabat, dan /h/ bersuara seperti pada
kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir. bahasa Melayu tak terdapat
dijadikan /sy/, misalnya, insaf
Dalam bahasa Indonesia kedua macam fonem /f/. Itu sebabnya pada
dijadikan insyaf, sah dijadikan
fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi umumnya kata-kata yang berasal
syah.
tidak dibedakan. Ucapannya pun tidak dari bahasa Arab dengan f
dibedakan. dijadikan p seperti: fikir – pikir,
Selain daripada itu ada fenom /kh/ faham – paham, hafal – hapal,
yang dasar ucapannya langit-langit
fasal – pasal, disesuaikan dengan
lembut (artikulasi velar) seperti yang
terdapat pada kata-kata: khalik,
fenom atau ucapan kita. Namun
makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, yang sering salah adalah kata-
ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia, fenom kata bahasa Indonesia yang
itu dituliskan dengan kh menurut ejaan berawalan fenom /p/ dijadikan
lama ch. Fenom /kh/ pada awal suku / f / contoh: pihak – fihak
bisa dijadikan /k/ saja seperti pada inilah yang disebut kasus
kata-kata: kabar, akhir,
hiperkorek.
ketubah, kesumat.
4./ J/ DI JADI KAN 5. /AU/ PENGGANTI /O,E/
/ Z/
Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang
Dalam bahasa indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan
merupakan fonem asing dalam
kata-kata seperti:
bahasa Melayu/Indonesia sering
dijadikan /j/, seperti: zaman – Anggota dijadikan anggauta
jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah, Teladan dijadikan tauladan
zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang Sentosa dijadikan sentausa
berasal dari bahasa Belanda Contoh-contoh tersebut
terjadi karena adanya
dijadikan /s/ dalam bahasa
analogi
Indonesia, seperti: zak – saku; zaal
yang salah, yaitu dikira berasal dari bahasa Arab seperti
– sal; zadel – sadel, zonder –
taubat, taurat, aurat, taufan. Kata-kata di atas tadi tidak
sonder (= tanpa), zuster – suster.
berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya
Dalam bahasa Indonesia ada kita
jangan dikembalikan kepada bunyi /au/. Frekuensi
lihat yang sebaliknya dari yang
penulisan anggauta memang sangat besar.
disebutkan di atas ini yaitu / j/ Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen
dijadikan /z/ sehingga terjadi pula
dan kabupaten, buro, dan windon adalah bentuk-bentuk
hiperkorek.
yang disandikan: saji + an – sajen, ka + bupati + an –
Misalnya :
kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon.
Ijazah, tidak boleh dijadikan
Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan
izazah.
buronan. Sajen dan buron dianggap sebagai bentuk
dasar.
Timbulnya Gejala Hiperkorek
Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorek adalah :
a.Orang tak tahu mana bentuk asli, yang betul, lalu meniru saja yang
diucapkan/dituliskan oleh orang lain.

b.Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa
yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata
seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin
.
c.Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu
sebabnya variasai antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan
perbedaan arti. Karena sifatnya yang tidak fenomis itulah, maka variasi bentuk
kembar seperti contoh fi atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.
Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang
berhati-hati.
1.GEJALA BAHASA SEBAGAI SUATU
PERISTIWA YANG MENYANGKUT BENTUKAN-
BENTUKANKATA ATAU KALIMAT DENGAN
SEGALA MACAM PROSESNYA, DAPAT
DIKATAKAN PULA SEBAGAI SALAH SATU
ALAT ATAU CARA
PENCATATAN PERUBAHAN-
PERUBAHAN KATA.
2.MASING-MASING GEJALA
BAHASA
TAMPAKNYA MEMPUNYAI KASUS SECARA
KESIMPULA SENDIRI- SENDIRI. PENGETAHAUAN GEJALA
BAHASADAPAT MENUNJANG SIKAP SERTA

N PENGERTIAN YANG WAJAR TERHADAP


BAHASA INDONESIA.

3.BAHASA I NDONESI A
TI DAK MENGENAL GEJALA
CONCORD.

4.PENGADAPTASIAN MEMILIKI PERANAN


YANG SANGAT PENTI NG
DAN MENAMBAH
PERBENDAHARAAN KATA DALAM BAHASA
Beri tahu aku maka aku akan lupa,
ajari aku mungkin aku akan ingat,
libatkan aku maka aku akan belajar.
— Benjamin
Franklin

TERIMAKASI
H
DAFTAR
PUST AK
A
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasi/article/d
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO1/article/d
o wnload/9157/5432
ownload/4385/2709

Anda mungkin juga menyukai