Anda di halaman 1dari 36

YANG PERLU DIKETAHUI

TENTANG SINDROM POST‐


COVID PERSISTEN
Umairah Assagaf
LATAR BELAKANG
• Perkiraan bahwa pasien COVID-19 akan sembuh ketika gejala menghilang dan
terhindar dari kematian sehingga focus utama ditujukan pada deteksi dan
terapi sehingga terapi hanya fokus pada resusitasi pasien, terapi segera
dengan antiviral, modulator imun, dan terapi badai sitokin untuk mencegah
respon imun berlebihan akibat badai sitokin penyebab disfungsi organ mutipel
(multi-organ dysfunction syndrome (MODS).
• Gejala klinis pasien COVID-19 dapat tampak sebagai fenoma gunung es;
walaupun gejala klinis menghilang tetapi tetap berpotensi meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pasien post-COVID.

10/27/2021 2
LATAR BELAKANG
• Hal ini analogi dengan sindrom post-sepsis dan sindrom post-ICU yang
merupakan kesatuan kelainan yang ditandai oleh perburukan signifikan
gejala klinis, kualitas hidup pasien, dan peningkatan risiko kematian lambat
akibat perburukan laten yang berlangsung lama sesudah pasien
dinyatakan sembuh dari gejala infeksi Covid-19, yang dikenal dengan
istilah “ sindrom post-COVID persisten” (SPCP).

• Optimalisasi manajemen episode akut COVID-19 tidak dimonitor berkala


karena pasien telah tampak sembuh klinis setelah pemberian manajemen
yang sesuai dan tidak melakukan prevensi sekuele (gejala sisa) jangka
Panjang SPCP.
10/27/2021 3
LATAR BELAKANG
• Hipotesis penyebab SPCP adalah akibat ekspresi transforming growth
factor beta (TGF-β) yang menyebabkan berkepanjangannya status
imunosupresi dan fibrosis pada pasien Covid-19.

• Tulisan ini membahas secara ringkas tentang

1) MEKANISME PERUBAHAN TGF-Β SPCP,


2) MANIFESTASI KLINIS SPCP, DAN
3) STRATEGI DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN SPCP

10/27/2021 4
MEKANISME SPCP
Perubahan TGF-Β
• Pada pasien dengan trauma atau penyakit infeksi primer serius seperti
COVID-19 terjadi sindrom respon inflamasi sistemik berlebihan (systemic
inflammatory response syndrome – SIRS) dan mekanisme kompensasi
sindrom respon anti inflamasi (anti- inflammatory response syndrome-
CARS) yang menyebabkan imunosupresi post-trauma atau imunosupresi
post-infeksi.
• Respons CARS sebenarnya bertujuan untuk regulasi konterefek terhadap
SIRS untuk mengurangi status proinflamasi, mencegah mekanisme
disfungsi multi organ, dan menormalkan kembali hemostatis imunologik .
Namun, interaksi simultan berbagai factor pemicu dan penghambat
mengakibatkan gangguan balans respons pro- dan anti-inflamasi seperti
SIRS dan CARS yang memperberat pasien COVID-19.
10/27/2021 5
MEKANISME SPCP
Perubahan TGF-Β SPCP
• Respons inflamasi berlebihan karena fungsi kompensasi bergantung pada
(1) paparan virus atau infeksi virus, (2) adatidaknya komorbiditas, dan (3)
status imunokompetensi pasien yangditandai oleh pelepasan berlebihan
sitokin inflamasi seperti interleukins 1, 6, 8, 17, dan 1β, monocyte
chemoattractant protein-1, dan tissue necrosis factor α yang dikenal
sebagai badai sitokin (“cytokine storm”) .
• Proses badai sitokin mengakibatkan acute lung injury (ALI), acute
respiratory distress syndrome (ARDS), koagulopati, hipotensi, hipoperfusi ,
multiple-organ failure (MOF) atau multiple-organ dysfunction syndrome
(MODS), dan akhirnya menyebabkan kematian pasien (Gambar 1)

10/27/2021 6
10/27/2021 7
MEKANISME SPCP
• Jika respon inflamasi ditekan terlalu lama terjadi CARS dan pasien akan
mengalami hiperinflamasi awal badai sitokin dan selanjutnya secara progresif
menyebabkan ARDS dan memasuki tahap imunosupresi berkepanjangan
yang disebut PICS (persistent inflammation, immunosuppression, and
catabolism syndrome) sebagai salah satu hipotesis penyebab SPCP (Gambar
2).
• Respons Imunologik pada COVID-19: awalnya terjadi respons proinflamasi;
selanjutnya aktivasi sitokin anti-inflamasi untuk mengurangi badai sitokin
dengan dominasi PICS.
• Kematian dini dapat disebabkan oleh badai sitokin sedangkan kematian
selanjutnya selama fase anti-inflamasi disebabkan oleh infeksi sekunder

10/27/2021 8
MEKANISME SPCP

Fig. 2 Simplified net immunological response in COVID-19 by analogy with sepsis. Immunologic response in COVID-19
10/27/2021 9
PATOMEKANISME Post‐COVID

• Hipotesis ini disokong oleh pasien2 post-septic yang cenderung


mengalami reaktivasi virus laten dan sama seperti relaps atau reaktivasi
virus SARS-CoV-2 pada pasien COVID-19. Pasien sepsis atau pasien
COVID-19 memiliki risiko tinggi infeksi sekunder bakeri dan jamur yang
selanjutnya mengakibatkan supresi dan disregulasi imun pasien
(Gambar 3).

Reff. 1) Walton AH, Muenzer JT, Rasche D et al (2014) Reactivation of multiple viruses in patients with sepsis. PLoS One 9(2):e98819. Published 11
Jun 2014 ; 2) ww.reuters.com/article/us-health-coronavirus-southkorea/ south-korea-reports-more-recovered-coronavirus-patients-testing-
positive-again-idUSKCN21V0JQ ;3) XuK1,CaiH,ShenY,NiQ,ChenY,HuS,LiJetal(2020) [Management of corona virus disease-19 (COVID-19): the
Zhejiang experience].[Article in Chinese] Zhejiang Da Xue Xue Bao Yi Xue Ban Feb 21;49(1):0

10/27/2021 10
MEKANISME SPCP

Fig. 3 Mechanical stretch from ventilation releases mediators such as TGF-β that leads to fibrosis. ECM:
extracellular matrix; AT1 and AT2 alveolar pneumocytes type 1 and 2; TGF-β: transforming growth factor beta
10/27/2021 11
MEKANISME SPCP
• Jika imunitas pasien post- COVID menurun dapat terjadi fibrosis
parupada foto paru pasien sebelum dan sesudah sembuh. Gambaran
fibrosis paru kausa Covid-19 berbeda dari fibrosis paru interstitial (FPI)
• Beratnya fibrosis post-ARDS tidak ditentukan karena dominasi gejala
klinis seperti dyspnea, fatigue, dan kelemahan sehingga tidak terpikir
derajat kerusakan paru dan gangguan pertukaran gas yang terjadi
(Gambar 4).
• TGF-β adalah sitokin multifungsi dengan efek profibrogenik terjadi
selama dan sesudah pasien COVID-19 sembuh akibat respons terhadap
hiperinflamasi. Kelainan histologik paru pasien COVID-19 menunjukan
proliferasi fibroblastik and fibrosis interstitial oleh TGF-β. Jadi TGF-β
adalah pemicu fiboris dan supresi imun .
10/27/2021 12
Fig.4 Potential mechanisms of COVID-
19-induced cardiac injury. ALI/ARDS:
acute lung injury/adult respiratory
distress syndrome; RAS: renin-
angiotensin system; ACE: angiotensin-
converting enzyme 2

10/27/2021 13
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19

• Gejala sekuele pasien Post-COVID bervariasi antara satu


pasien dan pasien lainnya
• Panduan deteksi dan diagnosis gejala sekuele pasien post-
COVID-19 meliputi:
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Kelainan radiologic paru
3) Perburukan status fungsional, dan
4) Parameter subjektif simtomatik dan Parameter Kualitas
Hidup.

10/27/2021 14
Tabel 1. Panduan Deteksi dan Diagnosis Gejala Post‐COVID-19

10/27/2021 15
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
DISFUNGSI DAN FIBROSIS PARU
• Evolusi patologik ARDS diduga melibatkan 3 fase yang saling
overlapping yaitu fase exudatif, fase proliferatif, dan fase
fibrotik
• Selama fase eksudatif terjadi pelepasan sitokin proinflamasi
seperti IL-1β, TNF, IL-6, influx of neutrophils, dan disrupsi barrier
endothelial- epithelial yang menyebabkan banjir alveoli dan
distress paru. Fase eksudatif diikuti oleh fase fibroproliferative
yang mengakibatkan akumulasi fibrocytes, fibroblasts, dan
myofibroblasts di alveoli sehingga terjadi deposit berlebihan
komponen matriks meliputi fibronectin, collagen I, and collagen
10/27/2021 16
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19

DISFUNGSI DAN FIBROSIS PARU


• Salah satu mekanisme yang berkontribusi terhadap timbulnya respons
fibroproliferative pada pasien ARDS adalah ventilasi mekanik karena selain
menyebabkan induksi sekresi transforming growth factor β1 (TGF-β ) juga
mengaktivasi sintesi kolagen dan menghambat produksi ensim kolagenase
• Pasien sembuh Covid-19 dari ARDS progresif mengalami fibrosis paru
dengan gejala mencolok sesak napas setiap aktivitas dan batuk kering
kronik, yang umumnya memerlukan manajemen suportif terdiri dari
suplementasi oksigen, rehabilitasi paru, vaksinasi terhadap Streptococcus
pneumoniae dan influenza

10/27/2021 17
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19

DISFUNGSI DAN FIBROSIS PARU


• Obat nintedanib and pirfenidone merupakan obat nonkuratif
tapi dapat memperlambat progresi fibrosis paru.

• Pasien demikian memiliki risiko mortalitas tinggi dan dapat


berlanjut dengan aktivitas yang dibatasi dan kualitas hidup
berkurang sampai 5 tahun post-ARDS

10/27/2021 18
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
DISFUNGSI DAN FIBROSIS JANTUNG
• Pasien COVID-19 umumnya dengan gejala gangguan miokard
merliputi gagal jantung dan miokarditis dan atau eksaserbasi
penyakit kardiovaskuer sebelumnya, yang ditandai oleh
peningkatan level troponin T (TnT) dan brain natriuretic
peptide (BNP)

10/27/2021 19
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
DISFUNGSI DAN FIBROSIS JANTUNG
Mekanisme potensial gangguan jantung sebagai berikut:
1) Resistensi vaskuler paru meningkat disertai hipertensi pulmonal dan
gagal jantung kanan.
2) Overstimulasi renin-angiotensin system (RAS) menyebabkan efek
pada system jantung yang mengakibatkan hiperaldosteronisme
sekunder sehingga terjadi hipokalemia dan aritmia jantung
3) Ruptur plak atherosclerotic melalui aktivitas sitokin proinflamasi
memudahkan terjadinya infark jantung terutama jika ada penyakit
koroner sebelumnya
4) Invasi virus yang dimediasi oleh ACE-2 kardiomyocytes menyebabkan
miokarditis
10/27/2021 20
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
DISFUNGSI DAN FIBROSIS JANTUNG

Mekanisme potensial gangguan jantung sebagai berikut:


5) Suplai oksigen miokard pada keadaan venous return menurun dan
hipoksemia berat akibat menyebabkan iskemia atau nekrosis miokard
6) Kardiotoksititas obat anti-COVID-19 yaitu antibiotik macrolide,
azithromycin penyebab interval QT memanjang, hydroxychloroquine
penyebab kelainan konduksi jantung, tocilizumab meningkatkan kadar
kolesterol , dan lopinavir/ritonavir penyebab interval PR dan QT
memanjang dan menghambat aktivtas CYP3A4, yang mempengaruhi
metabolisme obat jantung lainnya termasuk statins.

10/27/2021 21
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
DISFUNGSI DAN FIBROSIS JANTUNG
• TGF-β sebagai sitokin fibrotic utama menyebabkan
hypertrophy dan fibrosis dinding ventrikel kiri sehingga
fungsi kontraktilitas dan fungsi global jantung terganggu
• Hal yang sama terjadi pada gangguan jantung jangka Panjang
pada pasien COVID- 19 karena kesamaan genetik antara
SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2. Ini terbukti dari pemantauan 12
tahun menunjukan kelainan kardiovaskuler pada 40% kasus

10/27/2021 22
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
NEUROLOGICAL FIBROSIS AND DYSFUNCTION
• Infeksi dengan SARS-CoV-2 umumnya menyebabkan gejala pneumonia
viral termasuk demam, batuk, dispnea, dan sakit tenggorok, anosmia
dan dysgeusia yang menunjukan virus neurotropik
• Laporan dari Wuhan, China ditemukan gejala neurologik 36,4% kasus
• Gejala CNS 24,8%, PNS (peripheral nervous system) 8.9%, gejala otot
skelet 10.7%
• Gejala CNS umumnya adalah pusing 16.8% dan sakit kepala 13.1%
• Selain itu gejala acute cerebrovascular disease, ataxia, epilepsy, dan
gangguan kesadaran

10/27/2021 23
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
NEUROLOGICAL FIBROSIS AND DYSFUNCTION

• Fibrosis jaringan merupakan respon umum terhadap kerusakan organ


tubuh kecuali OTAK karena sel fibrogenik dicegah agar tidak terganggu.
• Namun, jika dirupsi sawar darah orak akibat badai sitokin seperti pada
gangguan virus langsung ke jaringan saraf akan menunduksi
pembentukan sikatriks
• Sekuele neurologic dan psikiatri umumnya ditemukan pada pasien yang
sembh dari sepsis. Hal yang sama juga ditemukan pada pasien yang
sembuh dari infeksi virus SARS-CoV-2 berupa geja;a depresi, kcemasan
dan psikosis

10/27/2021 24
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
NEUROLOGICAL FIBROSIS AND DYSFUNCTION
• Gangguan nerurologik multiple termasuk AIDS dementia complex,
Alzheimer’s disease, Parkinson’s disease, Huntington’s disease,
amyotrophic lateral sclerosis (ALS), multiple sclerosis, anxiety, depression,
and schizophrenia berkaitan dengan deregulasi jalur TGF-β , yang
merupaka sitokin potensial induksi gejala neruopsikitari pasien COVID-19
sebagai target terapi pasien covid-19

10/27/2021 25
MANIFESTASI SEKUELE PASIEN Post‐COVID-19
KOAGULOPATI PADA PASIEN COVID‐19
• Beberapa pasien infkesi COVID-19 berat terjadi DIC-like coagulopathy
disertai aktivasi fulminan factor koagulasi dan factor konsumsi koagulasi,
yang ditandai oleh PT dan aPTT memanjang, trombositopenia , dan
fibrinogen rendah (<1.0 g/L) akibat digunakan.
• Kompilkasi trombotik termasuk emboli paru dan stroke yang harus
diberikan profilaksis thrombosis terutama pasien di ICU
• Efek setelah trombosis meliputi potensi rekurensi Covid-19,
penggunaan antikoagulasi jangka Panjang dengan Coumadin atau
enoxaparin, yang akan meningkatkan risiko perdarahan, gangguanfisik
akibat cerebral vascular accident (CVA) , myocardial infarction (MI) or
pulmonary embolism, dan gangguan perilaku dan emosi.
10/27/2021 26
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19

• Strategi manajemen gejala sekuele pasien post-COVID 19 bervariasi


bergantung pola gejala masing2 pasien
• Manajemen harus perhatikan kondisis medis sebelumnya dan tim Covid-
19 harus secara regular melakukan pemantauan sampai gejala sekuele
menghilang .
• Skema rekomendasi umum manajemen pasien suspek atau konfirmasi
sindrom post-covid-19 persisten pada table 2.

10/27/2021 27
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19

10/27/2021 28
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19

• Analogi dengan sepsis, ARDS akibat COVID-19 terjadi hyperinfamasi


selama infeksi SARS-CoV-2 , diikuti status profibrotis dan imnuoparalitik
yang lama yang memudahkan infeksi sekunder dan disfungsi organ
setelah pasien dinyatakan sembuh klinis dan Swab (Gambar 2).
• Terapi imunomodulator dianjurkan untuk mencegah fenotipe
antiinflamasi
• Banyak terapi imunomodulator yang diuji coba selama sepsis seperti
GM-CSF, pooled intravenous immunoglobulins (IVIG), IFNγ, interleukin-7,
PD-L1 inhibitors, dan IL-3)

10/27/2021 29
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19

Inhibitor TGF-β masih dievaluasi untuk terapi cancer termasuk


• Trabedersen (AP12009, Antisense Pharma), an antisense oligonucleotide,
Belagenpneumatucel-L (Lucanix, NovaRx), a TGF-β2, antisense allogenic
tumor cell vaccine, galunisertib monohydrate (LY2157299, Eli Lilly), a
small-molecule inhibitor of TβRI, vactosertib (EW-7197 or TEW-7197)
• ALK5 yang menghmabat TGF-β1-induced Smad/TGFβ signaling,
fresolimumab (GC1008, Genzyme/Sano )
• Human monoclonal antibody blocking pan-TGF-β (TGF-β1, TGF-β2, and
TGF-β3), tasisulam (LY573636), a small-molecule inhibitor of TGF-β, and
BETA PRIME (AdAPT-001, EpicentRx) . Table 3 tentang inhibitor klinis
TGF-β

10/27/2021 30
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19

10/27/2021 31
31
MANAGEMENT PASIEN Post‐COVID-19
 Perawatan baku kasus Covid-19 akut termasuk harus juga mencegah risiko
komplikasi jangka Panjang, misalnya
 terapi dengan antiplatelet (Aggrenox) setelah stroke seperti ivaroxaban
atau apixaban oral yang digunakan bedah ortopedik
 Terapi infark post-myocardi termasuk statins, anti-platelet agents,
ACE inhibitors, dan beta blockers.
 Komplikasi post-ARDS pasien COVID-19 harus dipikirkan dan
dipantau karena sindrom post-Covid 19 persisten dan sindrome post-
ARDS karena belum terapi standar untuk keduanya

10/27/2021 32
KONKLUSI

 Berhati-hati terhadap pasien dengan SPCP yang tertutup oleh payung


kesembuhan sehingga diabaikan padahal proses inflamasi masih
berlangsung walau pasien sudah dinyatakan sembuh klinis dan swab
negatif.
 Factor risiko SPCP adalah pasien usia lanjut, diabetes, perokok aktif,
malnutrisi atau obesitas, terapi imunosupresi, dan hipertensi

10/27/2021 33
KONKLUSI

 Terapi pasien SPCP sulit karena pasien memiliki inkompetensi imun dan
rentan terhadap infeksi sekunder, selain adanya fibrosis paru, jantung, dan
otak sebagai proses akhir proses inflamasi kronik
 Terapi imunomodulator dan utamanya inhibisi TGF-β tetap dalam proses
inflamasi, imunosupresi, dan fibrosis sehingga perlu strategi untuk prevensi
sekuele post-Covid-19

10/27/2021 34
TERIMA KASIH

10/27/2021 35
SUMBER REFERENSI

10/27/2021 36

Anda mungkin juga menyukai