Etiologi
Corynebacterium diphteriae
1883:ditemukan kuman 1888:exotoxin diekstrak
1890:ditemukan antitoxin 1913:shick test (imunitas)
1922-1923:toxoid (imunisasi)
Epidemiologi
Manusia host tunggal
Didunia padat penduduk, cakupan imunisasi rendah
Perumahan tak memenuhi syarat
Penularan doplet (terbanyak)
Sumber penularan carrier
Usia pra sekolah 80 %
Kuman Difteri
Batang,drumstick appearance
Patofisiologi
Peranan pseudomembran & eksotoxin
Pseudomembran :
Putih keabuan, melekat didasar ,mudah berdarah,
Menimbulkan sumbatan
Eksotoxin :
Produksi tgt luas & lokasi anatomis, vaskularisasi
D faring & tonsil >>, cepat menyebar
D faring & trachea sumbatan sal. Pernafasan
Merusak jaringan / organ : jatung, syaraf, ginjal
Tak ada bakteriemia
Gejala klinis
Klinis Anatomis
D laring
Jarang primer
Menimbulkan sumbatan saluran nafas yg ditandai : serak, stridor,
retraksi, sianosis
Kriteria beratnya jakson
D laring sekunder
Perluasan difteri tonsil, faring
Sumbatan, difteri berat / toksemia
D tonsil
Jumlah sekitar 75 %
Sub febris, nampak sakit berat
Pseudomembran
DD tonsilitis akut
Anak panas tinggi, tak nampak sakit
Masih bisa beraktivitas
D tonsil / faring
Jumlah 10 %
Panas > tinggi, pseudomembran cepat meluas
Edema jaringan lunak & pembesaran kelenjar (bullneck)
Kematian dlm 6-10 hari (terutama karena miokarditis)
Komplikasi sering terjadi pd anak > 6 th
Diagnosa
Diagnosa Deferensial
D hidung
Corpus alienum
Rhinorrhea (rhinitis, sinusitis, adenoitis)
Sifilis kongenital
Diagnosa deferential
Isolasi
Anti difteri serum (ADS),
Mematikan kuman
Pengobatan :
Penicillin procain
50.000-100.000 IU/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari
berturut-turut
Dihentikan kultur & biakan negatif tak carrier
Tracheostomi
Eritromycin 40-50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari
Kortikosteroid
Berat atau miokarditis
Tracheostomi : sumbatan jackson II
Prednison 2 mg/kgBB
Komplikasi :
Sumbatan saluran napas atas
Mudah bronchopneumonia, ateletakse
Tracheostomi jika sumbatan jackson II
Miokarditis (yang reversibel)
Makin awal muncul prognosa makin jelek
Difteri berat dan terapi ads terlambat
Komplikasi fatal hari 7-14 (hari ke-4 kematian> 70 %)
Suara jantung melemah, aritmia, decompensatio cordis
EKG abnormal : elevasi st, pr interval memanjang
Bila ada blokade :
Carnitine 100 mg/kgBB/hari selama 4 hari
Berat lebih baik d/p kortikosteroid
Tirah banding sempurna (mutlak)
Jangan mengejan pada saat bab laksantia
Pnemonia & Pnemothoraks
Difteri dng sumbatan sal.nafas
atas=>trakheostomi
Psedomembran pd.
Trakheobronkheal
(hasil otopsi)
Neuritis
Minggu ke 2-6 rata-rata 4 minggu
Reversibel, tidak ada gejala sisa
Paralisis palatum (tersering)
Sulit menelan, tersedak saat makan dan minum
Suara nasal,serak / sengau
Lain : otot mata (jarang), diafragma, tungkai
Otot diafragma / pernapasan respirator
Vitamin B 1 dan striknin
Nefritis
Jarang, sulit terdiagnosa
Proteinuria dan gangguan faal ringan
Komplikasi jika teratasi tidak ada sequale, sembuh sempurna
Prognosa
Mortalitas
Pra antibiotik, ads dari 30-50 % jadi < 5 %
Yang memperjelek prognosa
Usia muda
Terapi terlambat
Stadium penyakit lanjut
Lokasi lesi luas eksotoksin banyak
Status gizi buruk
Terutama usia < 4 th
Kematian
Sumbatan saluran napas, miokarditis
“Convalescen carrier” terjadi pada 5-10 thn
Pencegahan
Vaksinasi DPT
• Saluran nafas
Otitis media (pada bayi), atelektasis,
bronkopneumonia, emfisema, TB bertambah
berat
• Saluran cerna
Muntah berat, prolapsus recti atau hernia,
ulkus pada lidah
• SSP
Kejang, kadang-kadang kongesti dan edema
otak, perdarahan otak
• Lain-lain
Dapat terjadi perdarahan seperti epistaksis,
hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva,
anoreksia
Pengobatan
• Eritromisin 50mg/kgBB/hr, dibagi dalam 4
dosis selama 14 hari
• Klaritromisin 15-20mg/kgBB/hr, dibagi dalam
2 dosis selama 7 hari
• Kortikosteroid / salbutamol untuk
melonggarkan nafas, sputum mudah keluar
• Ekspektoran dan mukolitik untuk
mengencerkan sputum
• Codein diberikan bila batuk hebat
• Suportif :
- Mencegah faktor yang merangsang batuk
- Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi
- Oksigen bila sesak nafas
- Pengisapan lendir
Prognosa
• Bergantung ada tidaknya komplikasi
• Mortalitas khususnya pada bayi dan anak kecil
terutama o.k kerusakan otak (ensefalopati),
pneumonia, dan penyulit paru lain
• Pada anak besar prognosisnya baik
Pencegahan
• Whole cell Vaccine
– Vaksin yang berupa suspensi kuman B.Pertussis mati
– Umumnya diberikan bersama toksoid Difteri dan Tetanus
• Acellular Vaccine
– Vaksi yang terdiri dari komponen Pertussis toxin,FHA, dan beberapa
komponen lain
– Memberikan efek samping yang lebih ringan dibanding whole cell
Epidemiologi :
Di dunia dengan cakupan imunisasi kurang
Laki-laki : wanita = 3:2
Di indonesia tetanus neonatorum angka kematian bayi tinggi
Kuman Tetanus
Batang,gram positif
Patofisiologi :
Kuman tidak invasif
Luka anaerob :
Tetanospamin :
Tetanospamin :
Menyebar hematogen, limfogen
Ujung saraf motorik menuju SSP (otak, korda spinalis, sistem sarafsimpatik)
gejala
Bentuk klinis
Cephalic tetanus
Inkubasi 1-2 hari
Setelah otitis media, trauma muka dan kepala
Corpus alineum cavum nasi
N. Cranialis IX, X, XI lebih menyolok dibanding N III, IV, VI
Tetanus umum
Otot bergaris : nyeri, kaku, hipertoni
T.Neonatorum
Tetanus neonatorum
Usia 3-10 hari, lebih awal prognose lebih jelek
T.Neonatorum
Beratnya gejala :
Diagnosa
Gambaran klinis : trismus, kaku otot, kejang kesadaran baik
Anamnesa :luka/partus, perawatan pusar jelek, imunisasi (-)
Diagnosa deferensial
Meningitis
Luka lain :
Luka lain :
Luka kontaminasi debu, tinja, tanah, ludah
Luka tusuk, tembak, bakar, kedinginan
Post tetanus perlu vaksinasi ok Kekebalan tidak terjadi
Yang pengaruhi survival rate :
Kejang
Masa timbul kejang
Usia
Inkubasi
T. Neonatorum yg survive akan :
cerebal palsy, paralisis, terlambat mental (akibat apnea, kejang lama)
Derajat beratnya vs survival chance