Anda di halaman 1dari 75

DIFTERI

Irene Ratridewi, dr.,Sp A (K)


Savitri Laksmi Winaputri, dr.SpA
Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis
FKUB/RSSA
Malang
Difteri

Etiologi
Corynebacterium diphteriae
1883:ditemukan kuman 1888:exotoxin diekstrak
1890:ditemukan antitoxin 1913:shick test (imunitas)
1922-1923:toxoid (imunisasi)
Epidemiologi
Manusia host tunggal
Didunia padat penduduk, cakupan imunisasi rendah
Perumahan tak memenuhi syarat
Penularan doplet (terbanyak)
Sumber penularan  carrier
Usia pra sekolah 80 %
Kuman Difteri
Batang,drumstick appearance
Patofisiologi
Peranan pseudomembran & eksotoxin
Pseudomembran :
Putih keabuan, melekat didasar ,mudah berdarah,
Menimbulkan sumbatan
Eksotoxin :
Produksi tgt luas & lokasi anatomis, vaskularisasi
D faring & tonsil >>, cepat menyebar
D faring & trachea  sumbatan sal. Pernafasan
Merusak jaringan / organ : jatung, syaraf, ginjal
Tak ada bakteriemia
Gejala klinis

Klinis Anatomis

Ringan D hidung, tonsil

Sedang D faucial, faring, laring

Berat D faucial, faring & bullneck


D faucial & miokarditis

Jarang D kulit, konjungtiva, vagina


Difteri Fausial
Psedomembran pd.Tosil,Faring,uvula
Bullneck pd. Difteri
D hidung
Jumlah 3 %, ringan
Panas tdk tinggi
Sekret serosanguinous-mucopurulent
Pseudomembran +

D laring
Jarang primer
Menimbulkan sumbatan saluran nafas yg ditandai : serak, stridor,
retraksi, sianosis
Kriteria beratnya jakson

D laring sekunder
Perluasan difteri tonsil, faring
Sumbatan, difteri berat / toksemia
D tonsil
Jumlah sekitar 75 %
Sub febris, nampak sakit berat
Pseudomembran
DD tonsilitis akut
Anak panas tinggi, tak nampak sakit
Masih bisa beraktivitas
D tonsil / faring
Jumlah 10 %
Panas > tinggi, pseudomembran cepat meluas
Edema jaringan lunak & pembesaran kelenjar (bullneck)
Kematian dlm 6-10 hari (terutama karena miokarditis)
Komplikasi sering terjadi pd anak > 6 th
Diagnosa

Klinis : pseudomembran  tx sebagai difteri


Lab : pengecatan & kultur (hasil ragu tx difteri )

Diagnosa Deferensial

D hidung
Corpus alienum
Rhinorrhea (rhinitis, sinusitis, adenoitis)
Sifilis kongenital
Diagnosa deferential

D tonsil & faring


Tonsilitis akuta / follikularis
Mononukleosis infeksiosa
Tonsilitis herpes
Penyakit darah (leukemia, agranulositosis)
Agina plaunt vincent
D laring
Laringitis akut
Angioneurotic edema
Spasmodic croup
Corpus alienum
Infeksi Grup A Streptokok Hemolitikus
Limfadenitis cervikal bilateral ≈ Bullneck
Tonsilitis akuta dng bercak keputihan
Mononukleosis infeksiosa
(Ebstein barr virus)
Angina P.Vincent
Infeksi Varisela Zoster
Erupsi di palatum bercak putih ≈ psedomembran
Pengobatan :

Isolasi
Anti difteri serum (ADS),
Mematikan kuman
Pengobatan :

Isolasi : mencegah penularan droplet


Anti difteri serum (ADS),
Mengikat toksin dalam darah
Serum heterolog (serum kuda)
Diuji / test kulit > mata
Positif  besredka
Dosis tergantung dari klinis
Klinis ADS (unit)

Difteri hidung 20.000


Difteri tonsil & faring 20.000 – 40.000
Difteri larynx & trachea 20.000 – 40.000
Difteri kombinasi 40.000 – 60.000
Difteri & bullneck 80.0000 – 100.000
Kontak asimtom & susceptibel Tanpa (10.000)
Mematikan kuman

Penicillin procain
50.000-100.000 IU/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari
berturut-turut
Dihentikan  kultur & biakan negatif  tak carrier
Tracheostomi
Eritromycin 40-50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari
Kortikosteroid
Berat atau miokarditis
Tracheostomi : sumbatan jackson II
Prednison 2 mg/kgBB
Komplikasi :
Sumbatan saluran napas atas
Mudah bronchopneumonia, ateletakse
Tracheostomi jika sumbatan jackson II
 Miokarditis (yang reversibel)
Makin awal muncul prognosa makin jelek
Difteri berat dan terapi ads terlambat
Komplikasi fatal hari 7-14 (hari ke-4 kematian> 70 %)
Suara jantung melemah, aritmia, decompensatio cordis
EKG abnormal : elevasi st, pr interval memanjang
Bila ada blokade :
Carnitine 100 mg/kgBB/hari selama 4 hari
Berat lebih baik d/p kortikosteroid
Tirah banding sempurna (mutlak)
Jangan mengejan pada saat bab  laksantia
Pnemonia & Pnemothoraks
Difteri dng sumbatan sal.nafas
atas=>trakheostomi
Psedomembran pd.
Trakheobronkheal
(hasil otopsi)
Neuritis
Minggu ke 2-6 rata-rata 4 minggu
Reversibel, tidak ada gejala sisa
Paralisis palatum (tersering)
Sulit menelan, tersedak saat makan dan minum
Suara nasal,serak / sengau
Lain : otot mata (jarang), diafragma, tungkai
Otot diafragma / pernapasan  respirator
Vitamin B 1 dan striknin

Nefritis
Jarang, sulit terdiagnosa
Proteinuria dan gangguan faal ringan
Komplikasi jika teratasi tidak ada sequale, sembuh sempurna
Prognosa
Mortalitas
Pra antibiotik, ads dari 30-50 % jadi < 5 %
Yang memperjelek prognosa
Usia muda
Terapi terlambat
Stadium penyakit lanjut
Lokasi lesi luas  eksotoksin banyak
Status gizi buruk
Terutama usia < 4 th
Kematian
Sumbatan saluran napas, miokarditis
“Convalescen carrier” terjadi pada 5-10 thn
Pencegahan

Vaksinasi DPT

Klinis Tak imunisasi (%) Imunisasi (%)

Ringan 81,3 19,0


Sedang 16,4 21,5
Berat 2,3 90

Pengelolaan kontak praktis :


Beri eritromisin 40 mg/kgBB , 7 hari
Selanjutnya beri imunisasi
Yang belum & sudah diimunisasi  booster 5 thn
PERTUSIS
Definisi

• Penyakit infeksi saluran nafas akut


yang ditandai dengan batuk hebat
yang disebabkan Bordetella pertusis
Sifat dan morfologi

• Diisolasi oleh Jules Bordet dan Octave


Gengou tahun 1906
• Bakteri batang gram negatif
• Menghasilkan beberapa antigen antara lain:
toksin pertusis (PTx), filamen hemagglutinin
(FHA), aglutinogen fimbriae, adenil siklase,
endotoksin (LPS), dan sitotoksin trakea
Epidemiologi
• Tersebar di seluruh dunia
• Semua golongan umur, terbanyak 1-5 tahun
• Amat menular
• Penularan : kontak dengan penderita pertusis
• Natural immunity berlangsung lama daripada
imunisasi
Pertussis Infection
Patogenesis
Gejala Klinis
Masa inkubasi 7-14 hari,penyakit
berlangsung 6 minggu atau lebih yang
terbagi dalam 3 stadium :
1. Stadium kataralis
- 1 s/d 2 minggu
- batuk ringan makin lama bertambah berat
- pilek, panas tidak tinggi
2. Stadium spasmodik / paroksismal
- 2 s/d 4 minggu
- batuk makin bertambah berat, terutama malam
hari, menimbulkan whoop
- sering disertai muntah, banyak sputum kental
- terberak-berak dan terkencing-kencing
- serangan batuk dapat dipicu o.k aktivitas seperti
tertawa, menangis, menguap, makan, minum
3. Stadium konvalesens
- 2 minggu s/d sembuh
- batuk dan muntah berkurang
- dapat terjadi petechie pada kepala/leher,
perdarahan konjungtiva
Diagnosa
• Batuk khas pada stadium spasmodik
• Lab : lekositosis 15.000-100.000/mm3 dengan
limfositosis
• Isolasi kuman dari sekresi jalan nafas
• Pemeriksaan imunofluoresen
Diagnosa banding
• Tracheobronchitis
• Bronchiolitis (wheezing expiratoir)
• Korpus alienum
• TBC (kontak + pembesaran kelenjar)
• Asma
• Pertusis like disease
Komplikasi

• Saluran nafas
Otitis media (pada bayi), atelektasis,
bronkopneumonia, emfisema, TB bertambah
berat

• Saluran cerna
Muntah berat, prolapsus recti atau hernia,
ulkus pada lidah
• SSP
Kejang, kadang-kadang kongesti dan edema
otak, perdarahan otak

• Lain-lain
Dapat terjadi perdarahan seperti epistaksis,
hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva,
anoreksia
Pengobatan
• Eritromisin 50mg/kgBB/hr, dibagi dalam 4
dosis selama 14 hari
• Klaritromisin 15-20mg/kgBB/hr, dibagi dalam
2 dosis selama 7 hari
• Kortikosteroid / salbutamol untuk
melonggarkan nafas, sputum mudah keluar
• Ekspektoran dan mukolitik untuk
mengencerkan sputum
• Codein diberikan bila batuk hebat

• Suportif :
- Mencegah faktor yang merangsang batuk
- Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi
- Oksigen bila sesak nafas
- Pengisapan lendir
Prognosa
• Bergantung ada tidaknya komplikasi
• Mortalitas khususnya pada bayi dan anak kecil
terutama o.k kerusakan otak (ensefalopati),
pneumonia, dan penyulit paru lain
• Pada anak besar prognosisnya baik
Pencegahan
• Whole cell Vaccine
– Vaksin yang berupa suspensi kuman B.Pertussis mati
– Umumnya diberikan bersama toksoid Difteri dan Tetanus
• Acellular Vaccine
– Vaksi yang terdiri dari komponen Pertussis toxin,FHA, dan beberapa
komponen lain
– Memberikan efek samping yang lebih ringan dibanding whole cell

Jadwal Vaksinasi DPT :


 Imunisasi dasar 3 kali
 DPT 1 : umur 2-4 bulan
 DPT 2 : umur 3-5 bulan
 DPT 3 : umur 4-6 bulan
 Ulangan
 DPT 4 : umur 18-24 bulan
 DPT 5 : umur umur 5-7 tahun (usia sekolah)
TETANUS
Tetanus
Etiologi :
Clostridium tetani
Kuman batang gram positif
Spora ditanah, debu, garam, air, feses tahan tahunan
Spora, vegetatif : feses binatang, cavum oris mammal & manusia

Epidemiologi :
Di dunia dengan cakupan imunisasi kurang
Laki-laki : wanita = 3:2
Di indonesia tetanus neonatorum  angka kematian bayi tinggi
Kuman Tetanus
Batang,gram positif
Patofisiologi :
Kuman tidak invasif

Anaerob  eksotoksin  gejala klinis

Luka anaerob :

Jaringan nekrotik banyak, suplai darah sedikit

Banyak nanah, debris eksogen


Pada luka tusuk, luka bakar luas, tembak

Fraktur komplikata, caries dentis, otitis media kronik

Umbilikus : pemotongan dan perawatan tidak steril


Eksotoksin kuman :

Tetanospamin dan tetanolisin

Tetanospamin :

Hematogen, limfogen,ujung saraf motorik

Menuju SSP (otak, korda spinalis, sistem sarafsimpatik)  gejala

Toksin yang terikat saraf tak dapat dieliminer


Patofisiologi :
Eksotoksin kuman : tetanospamin dan tetanolisin

Tetanospamin :
Menyebar hematogen, limfogen

Ujung saraf motorik menuju SSP (otak, korda spinalis, sistem sarafsimpatik) 
gejala

Toksin yang terikat saraf tak dapat dieliminer.


Gejala klinik
Inkubasi : 5-14 hari.

Makin pendek, makin berat gejala, jelek prognosanya

Bentuk klinis

Tetanus lokal (localized tetanus) – jarang

Tetanus umum (generalized tetanus) sering

Sefalik tetanus – jarang

Tetanus neonatorum : sering


Tetanus lokal
Port of entrée luka dibawah kuku ibu jari
Tetanus umum (Generalized T)
Trismus,kejang umum,sadar
Tetanus Neonatorum
Kejang umum,epistotonus
Tetanus lokal
Nyeri, kaku, kejang otot pada proximal luka
Beberapa minggu hilang, sequale tidak ada
Sering bersama otitis media kronik
Makin luas cenderung menjadi tetanus umum

Cephalic tetanus
Inkubasi 1-2 hari
Setelah otitis media, trauma muka dan kepala
Corpus alineum cavum nasi
N. Cranialis IX, X, XI lebih menyolok dibanding N III, IV, VI
Tetanus umum
Otot bergaris : nyeri, kaku, hipertoni

Trimus, kesulitan menelan, kaku kuduk

Risus sardonicus, epistotonus, abdomen tegang

Kejang, karena rangsangan kulit, suara, cahaya

Kejang larynx dan otot napas asfiksia


Gejala meningkat bertahap 3-7 hari, puncak minggu II,

normal 2-6 minggu

Instabilitas saraf otonom : aritmia, hipo / hipertensi


Tetanus umum
Opistotonus hebat
Trismus,
Risus sardonikus,
Kejang umum

T.Neonatorum
Tetanus neonatorum
Usia 3-10 hari, lebih awal prognose lebih jelek

Klinis : lebih cepat dan lebih berat

Partus dukun, ibu belum TT, perawatan pusat jelek

Panas meningkat, tak bisa minum, menangis terus

Apnea, sianosis (prognosa sangat jelek)


Tetanus Neonatorum
Kesulitan netek ok Trismus
Risus sardonicus

T.Neonatorum
Beratnya gejala :

Stadium I Trismus ≥ 3 cm Tidak kejang

Stadium II Trismus < 3 cm Kejang dengan rangsangan

Stadium III Trismus < 1 cm Kejang spontan


Komplikasi tetanus :
Spasme otot nafas dan akumulasi sekret terjadi :
Aspirasi pneunomia Emfisema
Atelektasis Pneumotoraks
Faktur kompresi  karena kejang, tulang vertebra
Gangguan syaraf otonom sampai renjatan

 
Diagnosa
Gambaran klinis : trismus, kaku otot, kejang kesadaran baik
Anamnesa :luka/partus, perawatan pusar jelek, imunisasi (-)
Diagnosa deferensial

Trismus Kaku otot / kejang Rabies

Meningitis

Abcess peritonsil Hipocalsemia / tetani

Abcess retropharing Meningismus


Terapi
Mengikat toxin
Human IgG : 3000-6000 u ( t. Neonatum 500 U, i.m. 1 x)
Mahal, anafilaksis sedikit
ATS 100.000 u,50.000 u IM dan 50.000 u IV
Test kulit positif  besredka
Mematikan kuman
Metronidazol inisial dose 15 mg/kg, dilanjutkan dengan 30 mg/kg/hr per 6 jam
Pembersihan luka,umbilicus mengurangi/mematikan kuman
Anti konvulsan (1)
Diazepam kasus berat
Khasiat cepat,sedikit efek pada respirasi
Dosis 0,2 – 1 mg/kgbb i.v/dose (T. neonatorum 2 –3 mg/dosis)
Diberi tiap 1– 4 jam,tergantung berat dan frekuensi kejang
Kejang kurang, maintenance 1,5 – 4 mg (p.o.) dibagi dalam 6 dosis
Luminal / penobarbital :kasus ringan / kombinasi dengan diazepam
Loading dose: 5 – 10 mg/kgBB im
Maintenance 1,5 -5 mg/kgBB bisa setiap 2 jam atau 5 mg/kgBB (p.o. 6 dosis)
Anti konvulsan(2)
Largactil (chlorpromazine) untuk t. Neonatorum
Dosis 0,5 – 1 mg/kgBB intravena (2,5-5 mg total) / setiap 4 – 8 jam atau 4 mg/kgBB
(p.O. 6 dose)
Paraldehid/chloral hidrat 5 %
Dosis : 0,3-0,5 cc/kgBB/dosis (rectal 4 kali)
Bau tak enak, harus langsung dipakai, tidak boleh disimpan ( jarang dipakai)
Neuromuskular blocking agent
Bila kejang tak teratasi,
Ventilasi harus dijada dengan baik
Hanya diberikan bila fasilitas lengkap
Terapi supportif
Diet, tergantung kemampuan buka mulut
Cair-lunak-biasa, tergantung trimusnya
Konsul bedah, gigi, THT  perawatan luka
Trakheostomi indikasi
Spasme otot nafas dan laryng
Tak dapat batuk  resiko aspirasi
Isolasi ruang tenang  stimulasi minimal
Posisi tidur head down / perubahan tidur
mencegah decubitus / aspirasi pneumonia
Atasi gangguan respirasi  penyebab kematian
Pemberian O2
Jalan nafas bersih / bebas dengan : tracheostomi, endotracheal, intubasi,
penghisapan lendir
Prognosa
Kematian ok kegagalan nafas :
Fasilitas kurang, 60 % mati dalam 48 jam
Case fatality rate: 30 : 50 %
Tetanus neonatorum > 60 %
Prognosa tergantung :
Panas > 390c Onset < 48 jam
Inkubasi < 7 hari Usia neonatus, tua
Penyulit / kedaruratan
Pencegahan :

Vaksinasi DPT bayi/anak, TT pada ibu hamil


Perawatan luka + vaksinasi ATS / ATG
Perawatan luka + vaksinasi ATS / ATG

Luka bersih Luka ringan Luka lain

Imunisasi DPT / DT ATS DPT / DT ATS / ATG


?/<3x Beri Tdk Beri Beri
>3x Tdk* Tdk Tdk** Tdk

Dosis ATS : 3000 – 5000 u,ATG 250 – 500


DPT/DT : * Ya, jika pemberian lebih 5 tahun yang lalu
** Ya, jika imunisasi lebih dari 10 tahun lalu

Luka lain :
Luka lain :
Luka kontaminasi debu, tinja, tanah, ludah
Luka tusuk, tembak, bakar, kedinginan
Post tetanus perlu vaksinasi ok Kekebalan tidak terjadi
 Yang pengaruhi survival rate :
Kejang
Masa timbul kejang
Usia
Inkubasi
T. Neonatorum yg survive akan :
cerebal palsy, paralisis, terlambat mental (akibat apnea, kejang lama)
Derajat beratnya vs survival chance

Stadium Gejala Survival


chance
I (ringan) Iritable, opistototnus, kejang 90 – 100
II (sedang) Kejang, kadang inkubasi < 6 50 – 80
hari, gx s/d timbulkan kejang <
36 jam
III (berat) Temp > 38,5 ,24 jam di RS 10 - 20
Kejang sering, neonatus / usia >
70 thn

Anda mungkin juga menyukai